Tinta Media: Politik
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Juni 2024

Naif Sekali, Arab Saudi Melarang Adanya Slogan Politik di Ibadah Haji

Tinta Media - Terlalu naif, Menteri Haji Arab Saudi Taufiq Al Rabi'ah mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi slogan-slogan politik apa pun  selama ibadah haji berlangsung. (Metrotvnews.com dan liputan6.com)

Padahal, Islam dan politik tidak bisa dipisahkan begitu saja. Hal ini karena Islam merupakan ajaran yang mengatur seluruh aspek kehidupan, terlebih lagi masalah politik. 

Politik dalam Islam adalah riayatus su'unil ummah yang artinya pengaturan urusan-urusan umat. Maka, yang harus dilakukan adalah mengatur dan mengurus umat berdasarkan Islam.

Saat ini umat membutuhkan politik yang mampu menjawab segala problematika yang dialami saat ini dan hanya Islam yang mampu menjawab problematika tersebut. Bahkan, ibadah  mahdah sekalipun, seperti ibadah haji tidak bisa dilepaskan dari aspek politik.

Misalnya, di dalam ibadah haji, kutbah Rasulullah saw. sangat tegas dan jelas bermuatan politik, yaitu khutbah beliau di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah yang dikenal dengan Haji Perpisahan atau Haji Wada.

Dalam salah satu khutbahnya, Rasulullah saw. bersabda,

أَيُّهَاالـنَّاسُ، إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْـوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ إِلَى أَنْ تَلْقَوْا رَبَّكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا، وَكَـحُرْمَةِ شَهْرِكُمْ هذَا  وَإِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْـأَ لُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ وَقَدْ بَلَّغْتُ

"Saudara-saudara, bahwasannya darah kamu dan harta-benda kamu sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini yang suci sampai datang masanya kamu sekalian menghadap Tuhan. Dan pasti akan menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatanmu. Ya, aku sudah menyampaikan ini!"

Rasulullah saw. Menyampaikan bahwa harta dan darah kaum muslimin sangat berharga dan suci. Namun, saat ini nyawa saudara kita di Gaza begitu murah untuk dimusnahkan. Sementara, para penguasa muslim terlebih penguasa Saudi diam seribu bahasa.

Jadi, kalau kita bicara penjagaan nyawa, ini tidak bisa lepas dari aspek politik, yaitu lalainya penguasa-penguasa negeri Islam yang menjadi penjaga nyawa kaum muslimin.

Dalam kutbah tersebut, Rasulullah saw. juga menegaskan:


يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى


"Wahai sekalian umat manusia, ketahuilah, sesungguhnya Tuhanmu satu (esa). Nenek moyangmu juga satu. Ketahuilah, tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa selain Arab (Ajam), dan tidak ada kelebihan bangsa lain (Ajam) terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah (putih) terhadap yang berkulit hitam, tidak ada kelebihan yang berkulit hitam dengan yang berkulit merah (putih), kecuali dengan takwanya."

Dalam kutipan khutbah tersebut, sangat jelas gambaran Rasulullah tentang persatuan kaum muslimin yang didasari oleh akidah Islam. Persatuan itu tidak lepas dari kebutuhan institusi politik secara internasional, yaitu kebutuhan akan hadirnya khilafah ala minhajin nubuwah dan tentu ini sangat politis. 

Bahkan, masih dalam khutbah haji wada tersebut, Rasulullah saw. menekankan tentang sumber hukum kaum muslimin, yakni Al-Qur'an dan as Sunnah. Ini juga sangat politis. 

Karena itu, mari kita serukan dan nasihati para penguasa yang saat ini sekuler untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah. Tentu seruan ini bersifat politis karena berkaitan dengan sumber hukum.

Apalagi, Rasulullah saw. menegaskan agar kita mengikuti sunnah Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin. Kalau berbicara tentang mengikuti sunnah Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin, ini tidak lain adalah tentang kewajiban akan adanya khilafah ala minhajin nubuwah. Sangat jelas bahwa hal itu sangat kental dengan politik karena menyangkut urusan-urusan umat.

Jadi, pertanyaannya adalah apa esensi Menteri Haji Arab Saudi Taufiq Al Rabi'ah berani melarang adanya slogan-slogan politik dalam ibadah haji ini?

Takut

Tidak bisa dimungkiri memang, apa yang terjadi di Palestina sekarang ini adalah suatu hal yang menakutkan bagi para penguasa di negeri muslim, termasuk Saudi Arabia. Pernyataan Menteri Haji Arab Saudi Taufiq Al Rabi'ah itu disampaikan ketika umat berbicara tentang kondisi Palestina. Ketika umat berbicara tentang kondisi Palestina tersebut, maka tidak bisa ditutup-tutupi bahwa umat akan berbicara tentang diamnya pemerintah Saudi Arabia terhadap pembantaian terhadap kaum muslimin di sana. 

Kalau kita lihat, Arab Saudi sekarang ini semakin hari semakin liberal dan abai pada urusan Palestina. Bahkan, pemerintah Saudi sejak awal telah menjadi sponsor dan membuat normalisasi dengan Zionis Yahudi.

Kekhawatiran pemerintah Saudi ketika umat berbicara tentang Palestina adalah tentang seruan pengiriman tentara untuk menghajar Zionis Yahudi. Ini karena secara diam-diam pemerintah Saudi dan juga para penguasa muslim menjadi penghalang terbesar dan terkuat untuk melindungi kepentingan-kepentingan Zionis dan juga Amerika.

Jadi, jika berbicara tentang penyelamatan saudara muslim di Palestina, solusinya hanya ada dua, pengiriman tentara dan juga persatuan umat Islam di bawah naungan khilafah ala minhajin nubuwah.

Oleh: Setiyawan Dwi, Jurnalis

Minggu, 26 Mei 2024

Berburu Kekuasaan Karena Kepentingan Duniawi

Tinta Media - Jawa Barat sebagai salah satu provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, menjadi sorotan penting dalam peta politik, terlebih menjelang pilkada 2024. Calon-calon ini kembali berburu suara rakyat, untuk kursi panas pilkada, dengan berbagai cara, janji manis, dan popularitas. Ini dikarenakan dinamika politik dan kekayaan budaya yang dimilikinya, akan memperkuat posisi para partai politik dalam panggung Politik Nasional. Para partai politik akan menyiapkan figur-figur populer untuk dicalonkan sebagai calon gubernur atau wakil gubernur, karena hal ini sering kalih memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat Jabar dan bisa menjadi kunci sukses dalam memenangkan pilkada.

Figur populer bukan lagi dari kalangan artis yang sering kalih menjadi pendulang suara dalam setiap pilkada. Sebagaimana yang kini ramai dibicarakan  sebagai calon gubernur yakni, Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, Bima Arya Sugiarto. Mereka bukan dari kalangan selebriti, tetapi popularitasnya melampaui selebriti. Tidak heran jika partai politik akan merebutkan mereka untuk diusung dalam pilkada.

Selain  itu, koalisi partai keadilan (PKS) dan partai Golkar sepakat mengusung Imam Budi Hartono dan Ririn Farabi A. Rafiq sebagai calon wakil kota dan wakil wali kota Depok di pilkada 2024. Imam mengatakan koalisi PKS dan Golkar membuka lebar-lebar bagi partai politik yang ingin bergabung. Sebab, PKS dan Golkar memiliki tujuan sama, yaitu membangun kota Depok bersama-sama begitulah salah satu janji manis yang mereka lontarkan untuk merebut kursi kekuasaan di pilkada.(TEMPO.CO, Jakarta, 12 May 2024)

Dengan berbagai cara, janji manis, dan popularitas untuk mendapatkan kursi panas di pilkada hanya permainan belaka yang mereka gunakan. Padahal sejatinya, kontestasi ini bukan kepentingan rakyat, melainkan demi kepentingan elite oligarki. Mereka bekerja sama demi keuntungan duniawi semata. Para partai politik yang akan menang nantinya akan memberikan peluang kepada oligarki untuk mengambil keuntungan dari sumber daya alam yang dimiliki sebuah daerah tersebut dan rakyat pun diperdayakan.

Terlebih lagi masalah yang biasanya muncul pada politik, yakni korupsi. Korupsi politik akan senantiasa muncul dalam masyarakat sekuler. Terlebih lagi negara yang menerapkan sistem demokrasi, namun masyarakat sering kali  salah mengira kalau korupsi politik itu semata-mata terjadi karena kesalahan individu, bukan kesalahan sistematik. Padahal fakta menujukan bahwa sistemlah yang menghasilkan individu-individu yang bermasalah. Dan sistem itu pula yang kemudian memberikan individu-individu tersebut melakukan bentuk korupsi. Beginilah jika berburu kedudukan sebagai penguasa, kekuasaan akan menjadi sarana meraih materi dan kedudukan.

Gambaran ini berbeda sekali dengan Islam. Dalam Islam kekuasaan adalah amanah, dan konsekuensi riayah (pengurusan), yang akan di minta pertanggung jawaban kelak. Bukan untuk kepentingan elite oligarki, meraih materi, maupun kedudukan semata. Akan tetapi kekuasaan itu untuk menetapkan hukum, yang menentukan benar dan salah, yang menentukan halal dan haram, ada di tangan Syariah Islam sesuai dengan ketetapan Allah dalam al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan ditangan manusia. Dan menghilang kan kezaliman-kezaliman yang ada. Penguasa dalam Islam akan mengerti betul tugas yang dibebankan oleh mereka karena semua perbuatan dalam Islam ada konsekuensinya di akhirat kelak.

Selain itu, pemilihan kepala daerah dalam Islam sederhana, cepat, dan mudah, efektif dan efisien karena kepala daerah (wakil atau amil) dipilih oleh khalifah. Mereka adalah perpanjang tangan khalifah dalam meriayah rakyat dan juga membantu menjalankan penerapan syariah Islam di daerah tersebut. Bukan penguasa daerah tunggal. Dan pemilihan ini bukan semata-mata popularitas atau yang lainnya.

Oleh: Dzakiyyah Kholishotun Nuha, Sahabat Tinta Media 

Minggu, 12 Mei 2024

Politik Dinasti Semakin Meresahkan

Tinta Media - Penunjukan Paman Bobby Nasution, Benny Sinomba Siregar jadi Plh Sekda Kota Medan jadi sorotan. Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid saat ini Indonesia tengah menghadapi era normal baru yakni Nepotisme. “Itu semakin menunjukkan bahwa Pak Jokowi tidak mengindahkan kaidah-kaidah reformasi. Yaitu anti nepotisme serta kolusi,” kata Usman kepada Tribunnews.com di Jakarta, Senin (29/4/2024). 

Menurutnya pada tingkatan tertentu itu bisa menjadi korupsi. Karena memberikan suatu jabatan dan promosi sebagai sebuah gratifikasi. “Itu seperti politik mengutamakan kepentingan keluarga,” jelasnya. (wartakotalive.com, 30 April 2024) Wakil wali kota Aulia Rachman menyampaikan dia yang telah mengusulkan pak Benny dengan melihat kinerja beliau ketika bekerja di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Pak Benny telah berhasil meningkatkan pendapatan daerah kota medan dengan signifikan.(CNNIndonesia,com, 2 Mei 2024)

Meskipun demikian penunjukan ini dianggap telah melanggar nilai-nilai reformasi yang anti nepotisme dan Bobby secara terang-terangan mempertontonkan hal tersebut bagi beberapa orang. Hal ini wajar saja karena menjelang Pesta Demokrasi yang telah berlangsung pun telah dipertunjukkan hal yang sangat mencoreng demokrasi itu sendiri. Keputusan MK mengenai usia Capres dan Cawapres bisa berubah dalam hitungan hari. Hal ini disinyalir karena sosok Ketua MK yang memimpin sidang gugatan ini adalah Paman Gibran Rakabuming. Sehingga Mahkamah Konstitusi berubah menjadi Mahkamah Keluarga. 

Selain itu, terlihat tidak demokratisnya sidang ini karena yang menolak lebih banyak dibanding yang setuju tapi gugatan tetap dikabulkan walaupun degan syarat bagi yang di bawah usia 40 tahun pernah menjabat sebagai kepala negara maka dapat mengikuti pilpres. Suburnya Politik Dinasti telah terlihat dari sejak berlangsungnya perhelatan akbar “Demokrasi” dan ternyata berlanjut pada saat ini, Wali Kota Medan Bobby menunjuk dan melantik pamannya menjadi Plh Sekda. 

Tren Politik Dinasti

Pada saat ini Politik Dinasti seakan-akan telah menjadi tren. Politik Dinasti merupakan proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu untuk bertujuan mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan di suatu negara. (Bawaslu.go.id). Sederhananya Politik Dinasti ialah rezim kekuasaan yang dijalankan secara turun-temurun dari keluarga kepala pemerintahan maupun pejabat yang sedang berkuasa. Dengan kekuasaan yang bergulir di sekitaran para kerabat keluarga membuat model pemerintahan yang cenderung serakah dan rawan terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

Tren Politik ini bukan hanya karena ada “oknum” yang menyalahgunakan kekuasaan atau menyalahi etika dalam berpolitik tapi ini lahir dari sistem yang memang memberikan peluang atas hal tersebut. Demokrasi yang digadang-gadangkan dengan jargon dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanya sekedar ungkapan manis yang melenakan. Mengapa demikian? Dengan jargon yang manis tersebut seharusnya setiap orang memiliki peluang untuk menduduki suatu jabatan namun yang dapat meraihnya adalah orang-orang yang memiliki modal besar karena demokrasi yang merupakan anak dari kapitalis yang berdiri atas dasar sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) dan standar dalam kehidupan adalah materi. Nah, selanjutnya yang akan mendapatkan keuntungan besar dari orang-orang yang memiliki modal yang telah berkuasa adalah lingkaran dari para kerabat keluarganya. Demokrasi memberikan posisi pembuat hukum pada manusia. Penetapan hukum yang berlaku dalam sistem demokrasi  diserahkan pada manusia. Hukum ini akan dapat berubah-ubah sesuai dengan kehendak yang berkuasa ketika itu. Sehingga dalam sistem demokrasi wajar jika terjadi praktik KKN. 

Pandangan Islam

Sistem Islam merupakan sistem yang berdiri atas dasar akidah Islam yang telah menetapkan bahwa yang berhak untuk membuat hukum adalah Allah SWT. Allah telah menetapkan hukum yang mengatur seluruh lini kehidupan kita tidak hanya permasalahan ibadah semata. Salah satunya dalam 1slam pun diatur mengenai politik. Politik dalam sistem Islam merupakan sesuatu yang agung dan mulia. Politik bukan hanya sekedar meraih kekuasaan. Politik dalam Islam adalah mengurusi urusan umat, kelak amanah/jabatan tersebut akan diminta pertanggung jawaban di akhir kelak. Jelas bahwa politik dalam Islam bukan hanya masalah duniawi saja tapi juga memiliki sisi akhirat. 

Islam mengajarkan kepemimpinan ditujukan untuk menerapkan syariat secara kaffah dan untuk kemaslahatan umat. Sehingga penting untuk memilih pemimpin sesuai dengan syarat dan ketentuan dari syariat yang telah ditetapkan oleh sang Khaliq serta mendapatkan dukungan penuh dari umat. Bukan pemimpin hasil turun temurun, melainkan umat menyadari benar dalam kepemimpinannya terdapat ketakwaan dan memiliki kapasitas yang memadai dalam menjalankan seluruh perintah syariat. Kepala negara dalam Islam yakni Khalifah dipilih dan dibaiat oleh umat. Sehingga sistem pemerintahan Islam merupakan sistem yang unik, khas dan berbeda dari sistem mana pun. 

Pemimpin dalam sistem Islam merupakan pemimpin yang berintegritas yang memiliki kepribadian Islam dan memiliki kemampuan dan kelayakan menjadi penguasa. Jelaslah sistem demokrasi merupakan sistem yang lemah dari konsepnya. Tentu dalam pelaksanaannya lebih bobrok lagi. Sementara khilafah adalah sistem yang shahih yang berasal dari sang pencipta walaupun pada pelaksanaannya tentu akan tetap ada kelemahan karena khilafah merupakan negara manusiawi yang dijalankan oleh manusia yang lemah dan terbatas. Sudah saatnya kita kembali pada sistem yang akan melahirkan pemimpin yang meriayah/mengurusi urusan umat sesuai dengan fitrahnya yakni dengan syariat. 

Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
Sahabat Tinta Media 


Sabtu, 11 Mei 2024

Siyasah Institute: Sistem Demokrasi Bikin Rakyat Tidak Berdaulat

Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan bahwa sistem demokrasi yang berlaku hari ini menciptakan suasana yang tidak transparan dan juga menciptakan rakyat yang tidak berdaulat.

“Sistem yang berlaku hari ini, demokrasi itu, menciptakan suasana sistem yang tidak transparan, tidak juga menciptakan rakyat itu dikatakan berdaulat,” tuturnya dalam Kabar Petang Kabinet Prabowo Ala Amerika? Di kanal Youtube Khilafah News, Selasa (7/5/2024).
 
“Itu ada sesuatu yang jauh panggang dari api,” cetusnya.

Sehingga ucapnya, bisa dikatakan siapa pun yang berkuasa, partai A, B, C atau D itu akan seperti ini tidak akan pernah bisa sebagaimana teori demokrasi di dalam buku-buku politik begitu.

“Jadi kalau dikatakan dalam demokrasi, teori demokrasi itu rakyat berdaulat itu ada textbook-nya seperti itu. Jadi beda antara cita dengan realitas, begitu antara teori dengan kenyataan,” bebernya.

Komoditas Pemilu

Menurut Iwan, dalam demokrasi, baik itu di Indonesia, di Amerika Serikat atau di Eropa, demokrasi itu memang  hanya menggunakan rakyat sebagai komoditas untuk pemenangan pemilu. Rakyat akan diberikan janji-janji yang muluk-muluk yang secara rasio, sebetulnya itu enggak masuk di akal tapi untuk rakyat kebanyakan janji-janji itu bagus untuk mereka.

“Demokrasi, Anda sebagai rakyat itu hanya dibutuhkan suaranya hanya dibutuhkan saat pencoblosan tapi selebihnya Anda akan diabaikan, Anda  kemudian tidak mendapatkan hak Anda sebagai rakyat sekalipun Anda bayar pajak. Memang kalau di Eropa itu  rakyat masih bisa menuntut dan mendapatkan imbal balik dari pajak yang mereka bayarkan, kalau di Indonesia ini memang sulit untuk mendapatkan imbal balik dari suara yang diberikan ketika Pemilu,” bebernya.

Iwan menyayangkan memang rakyat seperti tidak belajar dari pengalaman, Pemilu berkali-kali selalu begitu dan demikian, tapi seperti tidak pernah belajar.

Menurutnya,  yang lebih dicemaskan lagi dan juga disesalkan itu adalah para akademisi, para tokoh-tokoh masyarakat, alim ulama yang justru memperkokoh keberlangsungan sistem demokrasi.

“Ini malah,  telah menyusahkan rakyat sepanjang kehidupan bangsa negara ini hidup,” pungkasnya. [] Muhammad Nur

 

 

 

 

 

 

 


Sabtu, 27 April 2024

Sadar Politik, Wajib bagi Umat Islam

Tinta Media - Hingga kini, kondisi dunia Islam masih terpuruk, semua negeri-negeri Muslim masih terjajah dengan Bangsa Barat. Terjajah dalam tinjauan politik luar negeri (internasional) dan politik dalam negeri (regional).

Hal ini, seperti Israel melakukan serang Rafah, terlihat 22 orang termasuk Ibu hamil dan anak gugur. Israel telah melakukan serangan udara hampir setiap hari di Rafah. Serangan itu, pada hari Minggu ketika Amerika Serikat berada di jalur untuk menyetujui miliaran dolar bantuan militer tambahan untuk Israel.

Ternyata, serangan Israel pertama di Rafah membunuh seorang pria, istrinya, dan anak mereka yang berusia 3 tahun, menurut Rumah Sakit Kuwait di dekatnya, yang menerima mayat-mayat itu. “Wanita itu sedang hamil dan para dokter berhasil menyelamatkan bayinya,” kata pihak rumah sakit, dilansir dari Ahram Online pada Ahad (22/4/2024). https:// Republika. co.id/. Ini sekilas masalah dunia Islam dalam politik internasional.

Untuk problem politik dalam negeri (bersifat regional), Jakarta - Pria berinisial A (42) telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan polisi karena membacok ibunya, L (61). Polisi akan mengetes kejiwaan A. Pemeriksaan kejiwaan pelaku A dilakukan oleh pihak Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

"Bersurat ke RS Polri, bakal periksa tersangka dari segi kejiwaannya," kata Kapolsek Cengkareng, Kompol Hasoloan Situmorang, dilansir Antara, Senin (22/4/2024).Artikel detiknews, "Pria Cengkareng yang Tega Bacok Ibunya Akan Dites Kejiwaan" selengkapnya https://news.detik.com/berita. 

Kedua masalah ini, berkaitan dengan politik. Politik merupakan sebuah pemikiran yang berkaitan dalam pengurusan kepentingan masyarakat. Maka setiap manusia yang hidup dalam bermasyarakat perlu kesadaran politik. Sadar politik secara internasional maupun secara regional. Apasih politik dan sadar politik itu? Kenapa kita perlu sadar politik dalam hidup bermasyarakat? Bagaimana kita harus menyibukkan sadar atas dunia politik? 

Istilah politik secara umum berarti sebagai ilmu pengetahuan mengenai sistem pemerintahan. Atau segala urusan dan tindakan yang meliputi kebijakan, siasat pada pemerintahan maupun pada negara lain. Biasanya politik umum ini bersifat perebutan kekuasaan. Karena definisi politik umum ini bertindak sebagai ilmu yang menyangkut berbagai kemungkinan, perlu pembatasan yang bersifat kekinian. Makna politik ini keliru, sebab akan melahirkan sikap pragmatis (asas manfaat). Ini sesuai gambaran umum mengenai politik.

Berbeda dalam pandangan khas, sesuai aqidah Islam, frasa politik (siyasah) berarti sebagai upaya mengatur urusan umat, baik dalam atau luar negeri. Pelaksanaan ini dilakukan oleh negara (pemerintah) maupun oleh umat.  Secara bahasa (lughah), politik berasal dari kata sasa, yasuusu, siyasatan yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Sesuai penyusun kamus al-Muhith, ia menyatakan bahwa politik dengan kalimat sustu ar-ra'iyata siyasatan artinya saya memerintahnya dan melarangnya. (lihat: Abdul Qadim Zalum, Pemikiran Politik Islam, Bangil: Al-Izzah, hlm.11).

Bahkan, aktivitas politik untuk peduli dengan kaum Muslim, mengenai kepentingan dalam mengatur, mengurusi dan mengetahui sikap penguasa bagi rakyatnya itu penting. Jika melihat penguasa yang zalim atas rakyat, perlu memberi peringatan. Inilah bentuk kesadaran politik bagi umat Islam. Tuntunan tegas ini sesuai dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa (bangun) di pagi hari, sementara perhatiannya kepada selain Allah, maka Allah akan berlepas diri dari orang itu. Dan barang siapa (bangun) di pagi hari, sementara tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, maka tidak termasuk golongan mereka (kaum Muslim)." (HR. Hakim dan al-Khatib dari Hudzaifah ra).

 Sadar politik, setiap Muslim akan terpelihara dan terurus hanya dengan pemimpin kaum Muslim, yaitu oleh khalifah. Penguasa yang menerapkan aturan Allah SWT. Bukan pemimpin yang lain.Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, "Adalah Bani Israil yang mengatur urusan mereka adalah para Nabi. Bila wafat seorang Nabi, diganti Nabi berikutnya. Tetapi tidak ada lagi Nabi setelahku. Akan ada para khalifah." (HR. Muslim dari Abi Hurairah ra).

Berdasarkan hadits-hadits ini, maka sikap sadar politik itu fardhu atau wajib. Sadar politik berarti memperhatikan (memedulikan) bagi kaum Muslim. Hal ini berkaitan dengan peduli atas kepentingan mereka. Jika bersikap diam atau enggan memberi urusan bagi umat, akibatnya kelak tidak akan mencium bau surga, kenikmatan hidup yang abadi. Rasulullah saw bersabda: 

"Seseorang yang ditetapkan Allah (dalam kedudukan) mengurus kepentingan umat, dan dia tidak memberikan nasihat kepada mereka (umat), dia tidak akan mencium bau surga." (HR. Bukhari dari Ma'qil bin Yasar ra).

Kenapa kita perlu sadar politik dalam hidup bermasyarakat? Sadar atas politik adalah kebutuhan yang mendesak. Tanpa adanya rasa sadar politik bagi masyarakat Muslim, maka mereka tidak akan tahu pentingnya Islam untuk kehidupan individu dan masyarakat. Pasti, tanpa adanya kesadaran politik menjadikan sulitnya melaksanakan nilai-nilai Islam yang agung ini, alhasil keadaan umat semakin bertambah buruk. Terpenting, sadar politik itu harus ada bagi umat Islam agar keberadaannya terjamin. Berbeda, jika umat Islam tidak merasa sadar atas politik, berarti semakin mempercepat kehancuran kaum muslimin. Sehingga sarana upaya melanjutkan kehidupan Islam (berkembangnya dakwah Islam) nihil, tidak ada.

Bagaimana kita harus menyibukkan sadar atas dunia politik? Perlu kita ingat, bentuk sadar politik itu bukan hanya sebatas sadar melihat atas situasi-situasi politik, posisi pergolakan internasional, atau tahu berbagai mengenai peristiwa politik. Sejatinya semua perkara ini hanya sekilas upaya memahami politik. Makna "sadar politik" adalah upaya manusia dalam memahami mengenai cara memelihara urusannya. Secara praktis sadar politik artinya mengamati dunia sesuai sudut pandang khusus (tertentu) bagi seorang muslim, yaitu aqidah Islam.

Jadi, sikap menyibukkan sadar politik berarti selalu memperhatikan kepentingan kaum Muslim, tahu cara menolak tindakan aniaya penguasa dan mencegah serangan musuh terhadap kaum Muslim. Seperti cara mengatasi Israel melakukan serangan Rafah, terlihat 22 orang termasuk Ibu hamil dan anak gugur. Umat Negeri Palestina adalah saudara muslim. Mereka butuh bantuan. Apakah bantuan mereka hanya bentuk materi (obat-obatan, dana, pakaian dan doa atau perlunya solusi melalui perdamaian antara Palestina dan Israel dengan model solusi dua negara (two state solution)? 

Cara mengatasi Palestina dijajah oleh Zionis Israel melalui materi dan perjanjian damai antara dua negara tersebut hanya solusi yang semu. Meski negeri Palestina membutuhkannya, tapi mereka hanya merasa bantuan hanya sebatas emosi. Adapun solusi yang tepat bagi mereka, kita perlu memahami konstelasi politik global. Jika kita memahami hakikat konstelasi politik internasional, berarti kita tahu mengenai peta politik global bisa mengusir musuh dari negeri Islam. Metode dan cara yang bisa kita lakukan adalah dengan bantuan pasukan perang (jihad) dari negeri Islam, dan pemerintahan Islam (khilafah). Maka, mengikuti perkembangan politik dunia adalah fardhu (wajib) bagi umat Islam.

Selain itu,  Pria Cengkareng yang Tega Bacok Ibunya Akan Dites Kejiwaan, tidak cukup hanya sebatas periksa kesehatannya. Tapi perlu adanya pembinaan kepribadian pelaku berdasar pola pikir (aqliyah) Islam dan pola sikap (nafsiyah) Islam. 

Perlu pengontrolan masyarakat sesuai ajaran Islam. Seseorang yang bertindak kriminal harus diberi pelajaran, berupa peringatan agar bisa terjera (berhenti) tidak mengulangi lagi. Sanksi yang tepat berupa melalui penegakkan hukum sebatas penjara. Sebab, jika biasanya keluar dari penjara mereka mengulang tindak kriminal kembali.

 Penting, selalu memberi perhatian atas kondisi umat Islam, terutama melihat perilaku pemerintah atau penguasa terhadap rakyatnya. Menyeru agar penguasa siap menerapkan aturan Islam, saat mengatur urusan rakyat. Sikap ini termasuk bentuk "sadar politik" melalui kalimat yang hak bagi penguasa yang zalim. Hal ini, Rasulullah saw bersabda:

"Barang siapa melihat penguasa yang zalim, melanggar janji Allah, menghalalkan yang Allah haramkan, berperilaku dosa, dan melakukan permusuhan terhadap hamba-hamba Allah, lalu (yang menyaksikan itu) tidak melakukan perubahan, baik dengan ucapan maupun perbuatan, maka Allah berhak memasukkannya ke dalam (neraka)."

Semua kriminal masyarakat akan hilang dengan cara penerapan aturan dengan sistem Islam, yaitu sistem Khilafah Islamiyah. Status sadar politik bagi umat ini adalah fardhu kifayah, sedangkan bagi penguasa adalah fardhu 'ain. Wallahu a'lamu bishawwab.

Oleh: Rohmadi
Aktivis Muslim
 

Tentang Penulis:

Rohmadi, sebagai guru dan pustakawan di Ma'had Bustanul Quran Assuryaniyah Bekasi. Email: ashadiqghazi@gmail.com. Penulis buku "Obat Sakit TBC (Tekanan Batin Cinta), tahun 2022. 


Kamis, 18 April 2024

Politik Industri Negara Khilafah

Soal:

Tinta Media - Apa makna “industri dengan jenis-jenisnya dibangun di atas asas politik perang”? Misal apa yang dinyatakan di dalam Kitab Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fî al-Hukmi wa al-Idârah: “Industri dengan jenis-jenisnya wajib dibangun  di atas asas politik perang.” Adakah contohnya?

Jawab:

Jawabannya ada pada Kitab Ajhizah halaman 108 file word. Demikian juga pada Kitab Muqaddimah ad-Dustûr (I/132) file word. Berikut kutipannya:

Karena Daulah Islamiyah merupakan negara yang mengemban dakwah Islamiyah melalui metode dakwah dan jihad, maka negara harus selalu siap untuk melakukan jihad. Ini menuntut industri di negara, industri berat atau ringan, dibangun di atas asas politik perang. Dengan begitu, jika diperlukan untuk mengubahnya ke industri yang menghasilkan industri perang dengan jenis-jenisnya, maka mudah bagi negara melakukan hal itu kapan saja diinginkan.

Oleh karena itu semua industri di dalam Negara Khilafah wajib dibangun di atas asas politik perang. Semua pabrik, baik yang menghasilkan industri berat atau menghasilkan industri ringan, dibangun di atas asas politik ini. Tujuannya untuk memudahkan pengalihan produksinya ke produksi perang kapan saja negara memerlukan hal itu.

Artinya, semua pabrik di dalam Negara Khilafah harus dibuat ke arah yang sedemikian rupa memungkinkan roda produksinya dapat dengan mudah dialihkan untuk menghasilkan produk-produk yang berkaitan dengan aspek militer yang tidak diproduksi dalam kondisi normal. Misalnya, jika ada pabrik kendaraan sipil maka harus dibangun sedemikian rupa yang memungkinkan dari aspek teknis dan praktis untuk mengalihkan roda produksi di situ untuk membuat kendaraan militer yang digunakan oleh negara dalam perang melawan orang-orang kafir. Misal lain, jika ada pabrik pakaian, maka harus dibuat sedemikian rupa yang memungkinkan produksinya dapat dengan mudah dialihkan menjadi pembuatan pakaian militer. Begitulah. Kebijakan (politik) pembangunan pabrik didasarkan pada politik perang dalam hal roda produksi, bangunan pabrik, dan dalam kemungkinan mencegah pemogokan di dalamnya, juga dalam kemungkinan bekerja di dalamnya di gedung bawah tanah, dll; di antara hal-hal yang ditentukan oleh para ahli dan disupervisi oleh negara.

[Dikutip dari Jawab-Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah tanggal 15 Muharram 1445 H – 02 Agustus 2023 M]

*Sumber:*

https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/90192.html

https://www.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/839403611080343

https://alwaie.net/fikih/politik-industri-negara-khilafah/

Sabtu, 06 April 2024

Beda Penetapan Awal dan Akhir Ramadan, sebab Persoalan Politik?



"Lihat orang-orang Islam, sekadar melihat bulan saja selalu berselisih, beda dengan kita (orang Barat), sudah pakem karena sudah lama menginjak-injak bulan."

Tinta Media - Kata-kata dari orientalis barat itu memang terkesan menggelitik. Namun, tahukah kalian bahwasanya kalimat itu membuat diri ini sebagai seorang muslim tertunduk malu?

Bagaimana tidak, ketika menetapkan awal dan akhir bulan Ramadan selalu saja  berselisih. Misalnya saja, tahun ini ada yang mengawali Ramadan secara tidak bersamaan. Ada yang mulai tanggal 11 Maret dan ada yang 12 Maret. Tahun lalu pun juga sama, begitu juga tahun-tahun yang sebelumnya. Hampir setiap tahun terjadi perbedaan.

Terkadang, kita meyakini bahwasanya fenomena perbedaan-perbedaan itu ada dasar dan landasannya, yaitu fiqih. Namun, pernahkah kita menelaah lebih lanjut bahwasanya ada faktor lain selain fiqih?

Kita ambil satu contoh saja misalnya, hasil rukyatul hilal di Cakung dan Jepara pernah ditolak oleh sidang isbat di Kementerian Agama dan MUI dengan alasan bahwa hasil perhitungan menunjukkan hilal pada sore itu jauh di bawah batas imkanur rukyat , jadi harus ditolak. (detikNews.com)

Padahal, waktu itu rukyat di Cakung dilakukan dengan tiga metode. Hasilnya, di masing-masing metode, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal. Namun, tidak diambil sumpah ketiga saksi tersebut.

Akhirnya, terjadi spekulasi di berbagai kalangan, karena mendengar alasan penolakan tersebut. Di satu sisi, hilal juga tampak di Malaysia dan Thailand. Secara geografis, Malaysia lebih dekat dengan Indonesia, lantas mengapa Indonesia tidak memakai data tersebut? Namun, pemerintah masih bisa beralasan karena negeri ini mengikuti konsep wilayatul hukmi.

Pendapat tersebut katanya diambil dari pendapat Imam Syafi'i, yang intinya adalah jika satu kawasan melihat bulan, maka daerah dengan radius 24 farsakh dari daerah tempat hilal terlihat bisa mengikuti hasil rukyat itu, sedangkan daerah di luar radius itu boleh rukyat sendiri.

Padahal, jumhur ulama tidak menganggap terkait penentuan awal dan akhir Ramadan karena perbedaan wilayah ataupun radius berapa pun  farsakh. Contohnya adalah ulama fiqih kontemporer yang terkenal bernama Al-Sayyid Sabiq. Beliau mengatakan bahwa jumhur ulama tidak menganggap adanya perbedaan terkait penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan baik di sisi  mathla' (jarak/wilayah) atau ikhtilaful mathali' (perbedaan wilayah). Karena itu, kapan saja penduduk satu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa.

Rasulullah saw. bersabda, "Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya."

Seruan ini bersifat umum, menyangkut seluruh umat. Jadi, siapa saja di antara mereka (umat Islam) yang melihat hilal di tempat mana pun, maka rukyat itu berlaku bagi umat Islam semuanya.

Kasus tersebut terus terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Contohnya, satu kasus yang dulu pernah menggelitik. Pada tahun 2006, ormas Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1427 H bertepatan dengan 23 Oktober 2006, sedangkan PBNU menetapkan 1 Syawal pada tanggal 24 Oktober 2006, bersesuaian dengan tanggal merah dan keputusan pemerintah. 

Faktanya, di berbagai wilayah, banyak warga NU yang berlebaran pada hari yang sama dengan warga Muhammadiyah, yaitu 23 Oktober 2006, karena mereka meyakini telah melihat hilal. Hilal ini juga terlihat di Malaysia dan Burnei Darussalam yang letaknya secara geografis dekat dengan Indonesia. Artinya, kalau toh ada perbedaan antara Muhammadiyah dan NU, faktanya itu terjadi sebatas di tingkat elite saja.

Kasus yang hampir sama juga terjadi saat menetapkan 1 Syawal tahun 2011. Ini sangat menggelitik juga. (eramuslim.com)

Jadi, memang jelas bahwa perbedaan awal dan akhir Ramadan bukan disebabkan oleh persoalan-persoalan fiqih, bukan persoalan mathla' (wilayah), bukan jarak, bukan juga perbedaan metodologi (hisab atau rukyatul), ataupun perbedaan organisasi. Namun, nyatalah bahwa itu semua terjadi karena persoalan politik atau lebih tepatnya ego nasionalisme. Hal itu diperjelas dengan fakta geografis Indonesia, Malaysia, dan Brunei yang berdekatan, tetapi hasilnya tidak diambil sebagai referensi.

Jadi, semua lebih karena dalih, bukan dalil. Dalih yang diambil adalah batas-batas imajiner politis nasionalistik, bukan dalil agama yang menjadi rujukan. Ini sudah tergambarkan lewat kasus-kasus yang dijelaskan tadi.

Ketika masing-masing negeri muslim menetapkan sendiri awal dan akhir bulan Ramadan berdasarkan hasil perhitungan ataupun rukyat di wilayah tersebut, maka akan terjadi perbedaan. Bila di wilayah itu tidak terlihat hilal, maka langsung dianggap hilal tidak tampak tanpa menunggu hasil rukyat di negeri muslim lain, bahkan negeri yang berdekatan sekalipun. 

Padahal, sudah jelas penetapan awal dan akhir Ramadan sesungguhnya terkait erat dengan peredaran bumi, bulan, dan matahari, sama sekali tidak ada kaitannya dengan batas-batas imajiner yang disebut dengan nasionalisme.


Oleh: Setiyawan Dwi 
Jurnalis

Minggu, 31 Maret 2024

Tidak Ada Lawan Abadi dalam Politik

”Keep Your Friends Close But Your Enemies Closer"
“Tetap dekati kawan-kawanmu tetapi lebih dekatlah ke musuh-musuhmu" 

Tinta Media - Saya patut menduga banyak masyarakat yang kecewa melihat tingkah pola politisi pasca pemilu. Ekspektasi berlebihan dalam politik sekuler seperti Peribahasa bagai pungguk merindukan bulan artinya "Mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi/mustahil untuk digapai atau diraihnya.

Dalam dunia politik sekuler sangat terang benderang dipertontonkan tanpa rasa malu sedikit pun untuk melakukan hal-hal yang tidak beretika, bermoral dan koruptif. Politik memang keras, sadis bahkan terkadang tidak bermoral dan berperikemanusiaan. Teman bisa saling “makan” apalagi lawan (Homo Homini Lupus). 

Benar kata orang dalam berpolitik tidak ada teman dan lawan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi. Dengan kata lain, dalam politik tidak ada musuh yang abadi dan tidak ada teman yang selamanya.

Peristiwa politik yang dipertontonkan kepada publik, semakin membuktikan bahwa setiap detik bisa saja berubah sehingga wajar saja publik meyakini partai- partai politik tanah sudah mengalami degradasi moral politik bukan lagi demi kemaslahatan rakyat dan kebaikan bersama melainkan kepentingan pribadi dan kelompok yang dikedepankan mengatasnamakan rakyat. 

Kepentingan rakyat dan bangsa hanya sekedar menjadi jargon-jargon politik seperti “demi rakyat”, “demi kepentingan bangsa”, “demi kedaulatan” dan lain sebagainya.

pertanyaannya apakah benar bahwa hakikat para politisi untuk kesejahteraan rakyat atau sebaliknya merebut dan membagi- bagi kekuasaan itu kepada pribadi per pribadi serta kelompok kepentingan?

Sepertinya kita mesti memikirkan ulang, apakah politik sekuler masih layak untuk dipertahankan?

Demikian.



Oleh: Chandra Purna Irawan 
(Ketua LBH Pelita Umat)

Kamis, 07 Maret 2024

Caleg Gagal Depresi, Bukti Rusaknya Politik Demokrasi



Tinta Media - Pesta Demokrasi telah usai. Meninggalkan berbagai fenomena miris lagi menyedihkan di kalangan para caleg (calon anggota legislatif) dan juga timsesnya. Dikutip dari tvOnenews.com (18/02/2024) terdapat dua timses gagal yang mengalami tekanan berat sehingga mengambil kembali amplop yang sebelumnya telah dibagikan kepada warga pada Sabtu sore. 

Tak hanya itu, warga desa Jambewangi, Kecamatan Sempu Banyuwangi, Jawa Timur dihebohkan oleh salah satu caleg yang menarik kembali material paving lantaran tidak mendapat dukungan suara seperti yang dikehendaki. (Kompas.com, 19/02/2024)

Hal serupa juga terjadi di Subang, Jawa Barat. Seorang caleg membongkar kembali jalan yang telah ia bangun karena mengalami kekalahan saat pemilu kemarin. Tak hanya membongkar jalan, ia juga melakukan aksi teror petasan siang dan malam di kawasan yang perolehan suaranya anjlok hingga menyebabkan satu orang lansia meninggal dunia terkena serangan jantung. (Newsokezone.com, 25/02/2024). 

Lebih parahnya lagi, terdapat seorang caleg yang gantung diri di kebun karet miliknya lantaran caleg yang diusungnya kalah. (mediaindonesia.com, 19/02/2024)
Berbagai fenomena tersebut menggambarkan lemahnya kondisi mental para caleg ataupun tim suksesnya yang hanya siap menang dan tidak siap kalah. Inilah bukti rusaknya penerapan sistem politik Demokrasi Kapitalisme. Sistem yang menegasikan aturan Allah Ta’ala sehingga politik tampak begitu kotor dan keji.

Pemilu politik Demokrasi Kapitalisme meniscayakan pemilu berbiaya tinggi, “Lu punya duit, lu punya kuasa”, itu katanya. Rela menghalalkan berbagai macam cara demi mendapat jabatan dunia yang sementara. Mereka ‘membeli suara’ rakyat dengan modal tinggi dengan pamrih mendapat suara rakyat. Mereka juga menjadikan jabatan sebagai sesuatu yang sangat diharapkan, berebut kursi pemerintahan demi keuntungan yang nanti akan didapatkan.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan sistem politik dalam Islam. Semua kejadian itu juga tidak akan pernah terjadi jika sistem yang diterapkan sahih, yaitu sistem Islam yang diatur langsung oleh Allah SWT Sang Pencipta manusia Al-Khaliq Al-Mudabbir. 

Dalam Islam, kekuasaan adalah sesuatu yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah kelak di yaumul hisab nanti. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Wahai Abu Dzar, engkau adalah pribadi yang lemah, sedangkan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan itu akan menjadi penyesalan dan kehinaan di hari akhirat, kecuali mereka yang dapat menjalankannya dengan baik” (HR Muslim).

Kekuasaan di dalam Islam digunakan untuk menegakkan syariat Allah dan Rasul-Nya di muka bumi ini, bukan untuk mendapat pengakuan dari masyarakat apalagi untuk memperkaya diri dan golongan.

Imam Al-Ghazali pernah menulis dalam kitabnya Al-Iqtishad fi al-I’tiqd bab 1 halaman 78 “Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar, agamanya adalah fondasi sedangkan kekuasaan adalah penjaganya, apa saja yang tidak memiliki fondasi akan hancur, apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap.”

Pemilu dalam Islam hanya sebatas uslub (cara) untuk mencari pemimpin atau majelis ummah. Mekanismenya sederhana, praktis, tidak berbiaya tinggi, tanpa tipuan atau janji-janji dan penuh dengan kejujuran. Individu yang terpilih adalah individu yang bermental kuat serta berkepribadian islami termasuk amanah pada jabatannya, sehingga ia akan berhati-hati dalam mengemban amanahnya, semata-mata hanya mengharapkan ridha Allah SWT.

Metode untuk mengangkat Khalifah adalah baiat, tanpa baiat maka kekuasaan Khalifah tidak sah.  Para calon tidak diwajibkan untuk memenuhi syarat afdholiyah sebagai Khalifah. Para calon hanya diwajibkan untuk memenuhi syarat in’iqad untuk menjadi kepala negara yaitu laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan. 

Seperti inilah hasil dari sistem sahih jika diterapkan. Sudah saatnya umat sadar dan bangkit dari keterpurukan saat ini. It’s time to be one ummah!
Waallahua’lam bisshawab. []

Oleh: Shiera Kalisha Tasnim
(Aktivis Muslimah)

Rabu, 14 Februari 2024

Film Dirty Vote, IJM: Potret Buram Politik Indonesia



Tinta Media - Menyikapi beredarnya film dokumenter Dirty Vote menjadi trending topik, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana menilai, ini  potret buram politik di republik Indonesia. 

"Dirty Vote seakan ingin menyajikan potret buram politik di Republik Indonesia," ujarnya dalam video:  Dirty Vote, Why? Di kanal Youtube Justice Monitor, Senin (12/2/2024). 

Dirty Vote, menurut Agung, adalah  sebuah film dan rekaman sejarah betapa rusaknya demokrasi yang sudah terjadi di Indonesia. 

"Dirty Vote juga menceritakan soal kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang cukup berbahaya dalam negara hukum," imbuhnya. 

Agung menegaskan,  film ini seolah mengingatkan pentingnya bagi publik dalam merespons praktik kecurangan. 

"Ingatlah kekuasaan itu ada batasnya tidak pernah ada kekuasaan manusia yang abadi," tandasnya. 

Menurutnya, sebaik-baiknya kekuasaan adalah meski masa berkuasa pendek tapi bekerja demi rakyat dengan menerapkan sistem hukum yang adil. 

"Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Selasa, 13 Februari 2024

Menjaga Kewarasan di Tahun Politik




Tinta Media - 'Kewarasan itu tercermin dari cahaya dalam dirimu. Ketakwaan, kesabaran, dan keistikamahan'. 

Berangkat dari quotes di atas, dapat kita petik pelajaran bahwasanya kewarasan berasal dari diri, yakni ketakwaan, kesabaran, dan keistikamahan. Hal tersebut harus dikaitkan dengan Maha Pencipta, apalagi dalam konteks tahun politik saat ini. 

Sedih, simpati, dan berempati ketika melihat dan menyaksikan umat yang selalu disodori janji manis dan kartu di ajang lima tahunan. Janji itu pun ada yang ditepati dengan syarat dan ada yang tidak dipenuhi. 

Upaya caleg dan capres-cawapres menampakkan keseriusan dalam mengumbar janji manis tersebut. Maka, konten-kontennya pun dibuat semenarik mungkin di media sosial. 

Sebagai umat terbaik, yang diberi Allah pemikiran, sejatinya hal itu mesti menjadi perhatian serius. Apalagi terkait janji lima tahunan tersebut, seperti makanan gratis, susu gratis, ciptakan 17 juta lapangan kerja, kemudahan birokrasi, dan lain-lain. Apakah narasi itu akan terwujud 100%? Apakah berdampak bagi keberlangsungan kehidupan umat? Tentu pertanyaan itu selalu menggelayut di pikiran kita. 

Janji manis dari caleg atau capres-cawapres mesti disadari bahwasanya hal itu hanya lip service untuk mendulang suara. Namun, yang menjadi substansi adalah perlunya kesadaran umat bahwa pemilu di alam demokrasi telah meniscayakan manusia untuk membuat hukum. Jelas sekali ini bertentangan dengan Islam yang menyatakan bahwa pembuat hukum hanyalah Allah Swt. 

Sebagaimana tertuang dalam firman Allah, 

"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah." ( TQS. Al An'aam: 57) 

Nah, dengan kesadaran inilah umat Islam sebagai umat terbaik  akan terjaga kewarasan. Jika yang diucapkan itu tidak ditepati, maka ia ingkar. Tentulah kita memahami bahwa ingkar janji termasuk tanda-tanda orang munafik. 

Sebagaimana Rasulullah bersabda, "Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, apabila berbicara ia bohong, apabila berjanji ia ingkar, apabila dipercaya ia mengkhianati". (Hadist Riwayat Bukhari). 

Berpegang pada Syariat Islam 

Setiap muslim dalam mengarungi kehidupan harus selalu berupaya berpegang pada syariat Islam. Sesuai kaidah fiqh "al-ashlu fi al-af'al at-taqayyudu bi al-hukmi asy-syar'iy (hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syariat) 

Untuk menjaga kewarasan di tahun politik ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan: 

Pertama, menguatkan ketakwaan. Bekal takwa ini merupakan benteng dalam menghadapi gempuran setiap harinya. Tentu lebih kuat lagi tekanan dan godaan di tahun politik ini. 

Allah Swt. berfirman, 

"Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (TQS. Al A'raf: 59). 

Kedua, kesabaran. Menghadapi situasi sulit dan morat-marit ini amatlah diperlukan kesabaran. Kondisi ekonomi yang susah, tekanan hidup yang lain terus menerpa. Agar kewarasan tetap terjaga, maka kita harus sabar dan selalu berjalan sesuai koridor syariat Islam. 

Ini sesuai dengan firman Allah Swt. 

"Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar." ( TQS. Al-Baqarah: 155). 

Ketiga, Keistikamahan. Senantiasa idrak silabillah harus terus dikuatkan. Amar makruf tidak boleh berhenti dan tetap melaju. Dengan semua itu, maka kewarasan kita aman terjaga. 

Sebagaimana firman Allah Swt. 

"(Yaitu) orang-orang (menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya 'Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,' ternyata ucapan itu menambah kuat iman mereka dan mereka menjawab," Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung." (TQS. Ali Imran: 173). 

Maka, seharusnya hal itu tidak hanya ada pada diri kita sendiri, tetapi kita harus mengajak saudara, teman, kerabat, dan lain sebagainya. Maknanya adalah secara kolektif dan komprehensif. Semoga Allah memberikan berkah bagi negeri ini. Aamiin.


Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Tinta Media 

Jumat, 09 Februari 2024

Khilafah News: Gen Z Sasaran Empuk Para Parpol dan Politisi



Tinta Media - Narator Khilafah News menyatakan bahwa Gen Z menjadi sasaran empuk para parpol dan politisi. 

"Gen Z ini menjadi sasaran empuk para parpol dan politisi. Ini bisa dimanfaatkan mereka untuk kepentingan politik," tuturnya dalam video: Gen Z Target Empuk Politisi Pragmatis? Kamis (1/2/2024) di kanal Youtube Khilafah News. 

Ia menyesalkan, tak jarang para generasi milenial dan Gen Z hanya dijadikan sebagai obyek politik semata. 

“Dalam era digital dan teknologi informasi yang semakin canggih, generasi milenial dan Gen Z telah menjadi kekuatan politik yang signifikan,” imbuhnya. 

Ia melanjutkan, dengan jumlah pemilih yang besar, kelompok ini terdiri dari individu yang lahir antara tahun 1980 hingga pertengahan tahun 2000-an yang telah tumbuh dalam era globalisasi, diversifikasi informasi dan akses internet yang luas. 

"Dengan ciri khasnya yang berbeda dari generasi sebelumnya, potensi generasi milenial dan Gen Z menggiurkan bagi para kandidat dan parpol prodemokrasi untuk mendapatkan dukungan suara yang signifikan," ujarnya. 

Ia mengungkapkan, di balik upaya parpol dan politisi untuk mendapatkan dukungan dari generasi milenial dan Gen Z terdapat risiko bahwa kelompok ini hanya dijadikan objek politik saja. 

"Selain itu juga, terdapat fenomena yang dikenal sebagai virtue signaling yang bermakna bahwa politisi atau parpol-parpol menggunakan isu sosial yang populer di kalangan generasi milenial dan Gen Z untuk memamerkan dukungan mereka tanpa melakukan tindakan nyata yang substansial," ungkapnya. 

"Hal ini, nilainya,  tentunya dapat mengakibatkan kekecewaan dan rasa ketidakpercayaan dari pihak generasi ini terhadap politik. 

Menurutnya, generasi milenial dan Gen Z tidak dijadikan sebagai kelompok yang benar-benar dihargai dan didengar. 

“Oleh karena itu, penting bagi generasi milenial dan Gen Z untuk sadar dan terus dibimbing oleh ulama agar tidak menjadikan diri sebagai sasaran empuk para parpol dan politisi sekuler pragmatis. Tetapi juga berperan aktif dalam memilih sistem dan pemimpin yang diridhai Allah Swt.," terangnya. 

Ia memandang , selain punya potensi yang menjadi pemantik perubahan besar. Generasi muda muslim juga memiliki potensi untuk terlibat secara aktif dalam politik Islam. "Baik melalui pembinaan, mengemban dakwah, aksi advokasi, bahkan pencalonan diri sebagai pemimpin yang saleh di masa depan," pungkasnya.[] Ajira

Kamis, 08 Februari 2024

KPU Langgar Kode Etik: Pencalonan Gibran Cacat Moral, Etika dan Hukum, Mengakibatkan Ketidakpastian Politik



Tinta Media - Pencalonan Gibran sebagai Wakil Presiden 2024-2029 diwarnai pelanggaran etika lagi. Untuk yang kedua kalinya. Pencalonan ini sangat dipaksakan, dengan menentang demokrasi.

Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) juga memutuskan, Ketua Mahkamah konstitusi Anwar Usman, yang juga paman Gibran, atau adik ipar Joko Widodo, melanggar kode etik berat, terkait uji materi batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.

Kali ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan, seluruh anggota komisioner KPU melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, terkait pendaftaran Gibran sebagai Calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Untuk itu, DKPP menjatuhkan sanksi Peringatan Keras kepada seluruh anggota komisioner KPU. Khusus kepada Hasyim Asy’ari, Ketua KPU, DKPP memberi sanksi Peringatan Keras Terakhir.

Peringatan Keras Terakhir? Sungguh aneh. Memang ada berapa banyak Peringatan Keras?

Sanksi dari DKPP ini terkesan main-main. Tidak serius. DKPP seharusnya memberhentikan, setidak-tidaknya, Ketua KPU Hasyim Asy’ari.

Karena, pelanggaran kode etik komisioner KPU kali ini bukan masalah kode etik semata, yang hanya menyangkut persoalan pribadi, seperti pelanggaran moral dan etika Ketua KPU dengan “wanita emas” Hasnaeni, yang tidak mempunyai dampak langsung terhadap suksesi kepemimpinan nasional.

Tetapi, pelanggaran Kode Etik para komisioner KPU kali ini sangat serius, karena menyangkut pelanggaran peraturan dan undang-undang, dengan dampak sangat serius bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan persidangan DKPP, KPU terbukti melanggar Peraturan KPU No 19 Tahun 2023, Pasal 13 ayat (1) huruf q, tentang Persyaratan Calon yang berbunyi, calon Presiden dan calon Wakil Presiden berusia paling rendah 40 tahun. Pada saat pendaftaran bakal calon Wakil Presiden, Gibran tidak memenuhi Persyaratan Calon, sehingga KPU seharusnya tidak menerima pendaftaran Gibran. Dengan kata lain, pendaftaran Gibran menjadi cacat hukum, alias tidak sah.

Pelanggaran terhadap Peraturan KPU secara otomatis juga melanggar UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Karena, Peraturan KPU merupakan pelaksanaan Undang-Undang Pemilu, seperti diatur di Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2):

(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, KPU membentuk Peraturan KPU dan Keputusan KPU.

(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.

Semua alasan KPU untuk membenarkan pendaftaran pencalonan Gibran, terbantahkan dalam persidangan DKPP. Alasan, Putusan MK “bersifat final”, juga tidak bisa menjadi alasan untuk melanggar Peraturan KPU dan Undang-Undang Pemilu.

Karena, Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023, yang meloloskan Gibran menjadi calon Wakil Presiden, masih bermasalah hukum. Putusan tersebut digugat masyarakat ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) karena juga (terindikasi) melanggar moral, etika dan hukum.

Majelis Kehormatan MK mulai memeriksa para hakim Konstitusi pada 31 Oktober 2023, dan membacakan hasil pemeriksaan atau putusan Majelis Kehormatan MK pada 7 November 2023.

Selama periode pemeriksaan (31 Oktober – 7 November 2023), nasib Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 menjadi tidak pasti. Karena, menurut Jimly Asshiddiqie, Ketua Majelis Kehormatan MK, Putusan MK tersebut bisa (masuk akal) dibatalkan. Hal ini disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie pada 2 November 2023, seperti dimuat di berbagai media, antara lain cnnindonesia dot com di bawah ini.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231102064044-12-1018912/jimly-anggap-masuk-akal-jika-putusan-mk-syarat-cawapres-dibatalkan

Berdasarkan fakta ini, tindakan KPU menerima pendaftaran bakal calon Presiden dan Wakil Presiden pada 25 Oktober 2023, dan mengubah Peraturan KPU pada 3 November 2023 jelas melanggar peraturan perundang-undangan.

Termasuk melanggar Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum No 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum, yang bersumber dari Undang-Undang tentang Pemilihan Umum dan juga Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Putusan KPU menerima pencalonan Gibran dengan menggunakan Peraturan KPU No 19 Tahun 2023, dan kemudian diubah dengan Peraturan KPU No 23 Tahun 2023, sebelum ada Putusan sidang Majelis Kehormatan MK (pada 7 November 2023), merupakan pelanggaran hukum yang sangat serius, karena mengakibatkan ketidakpastian hukum terkait Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Karena, tidak tertutup kemungkinan Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 tersebut bisa dibatalkan, seperti diucapkan oleh Ketua Majelis Kehormatan MK pada 2 November 2023.

Karena itu, sanksi Peringatan Keras yang diberikan kepada para komisioner KPU sangat tidak adil. Mereka seharusnya diberhentikan dengan tidak hormat, karena tidak mempunyai legitimasi lagi sebagai Penyelenggara Pemilu.

Selain itu, pencalonan Gibran sebagai Wakil Presiden menjadi cacat moral, cacat etika, dan juga cacat hukum. Cacat di Mahkamah Konstitusi, dan cacat di KPU.

Semua ini akan memicu ketidakpastian politik. Legitimasi pencalonan Gibran sebagai Wakil Presiden akan selalu dipertanyakan dan dipertentangkan.

—- 000 —-


Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Senin, 05 Februari 2024

Barat Tuding Pembela H4m45 dan Tolak Z10ni5 sebagai Teroris dan Antisemit, UIY: Bagian dari Politik Labeling dan Framing



Tinta Media - Cendekiawan Muslim, Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menganggap bahwa politik labeling dan framing yang dilakukan oleh Barat terhadap individu atau kelompok Islam yang membela H4m45 dan menolak Z10ni5 Yahudi sebagai bentuk hipokrisi besar. 

“Tudingan yang sangat tendensius, lebih merupakan sebagai usaha tak terpisahkan dari politik labeling dan framing yang dilakukan oleh Barat terhadap individu atau kelompok Islam sebagai bentuk hipokrisi besar,” ujarnya dalam program Focus to The Point: Gegara Bela H4m45 dan Tolak Z10ni5, Gerakan Lurus ini Disebut Teroris! Selasa (30/1/2024) melalui kanal Youtube UIY Official. 

UIY mengungkapkan setidaknya ada dua hal yang patut dicermati terkait tudingan sebagai teroris dan antisemit, yang dialamatkan Barat terhadap individu atau kelompok Islam, sebagai politik labeling dan framing. 

Pertama, melalui politik labeling dan framing, Barat merasa akan mendapatkan legitimasi dari publik, “Bahwa yang mereka lakukan adalah memerangi teroris, karena itu dia harus disematkan dulu sebagai kelompok teroris, jika kemudian mereka menangkap atau menyerang kelompok ini atau membubarkan, dalam rangka untuk mengambil tindakan terhadap kelompok teroris,” jelasnya. 

Kedua, untuk mendapat dukungan publik. “Bukan hanya publik domestik di mana negara itu mengambil tindakan, tapi juga publik internasional atau publik dunia, biasanya publik dunia itu, dia sudah tidak lagi ingat apakah betul dia teroris atau tidak, yang dia ingat adalah bahwa ini negara sedang memerangi kelompok teroris. Nah, di situlah bahayanya labeling dan framing,” bebernya. 

Ia menjelaskan, jika kembali kepada definisi bahwa teroris itu diartikan sebagai orang atau kelompok bahkan negara yang dalam meraih tujuannya menggunakan kekerasan, mestinya Amerika dan sekutu-sekutunya dianggap sebagai teroris. 

“Orang-orang yang kembali kepada definisi bahwa teroris itu diartikan sebagai orang atau kelompok bahkan negara yang dalam meraih tujuannya menggunakan kekerasan.  Mestinya Amerika dan sekutu-sekutunya dianggap sebagai teroris, karena faktanya banyak sekali melakukan kekerasan dan komisi HAM internasional, menyebut Amerika sebagai negara yang paling banyak menggunakan kekerasan dalam meraih tujuannya.  Seperti invasi Amerika ke Irak, Afghanistan, Vietnam dan sebagainya,” tuturnya. 

Ia mengatakan bahwa Hamas dan Syekh Ahmad Yasin Rahimahullah bukan teroris. “Hamas dan Syekh Ahmad Yasin Rahimahullah itu dianggap sebagai teroris, wong dia itu sedang berjuang untuk meraih kembali haknya membebaskan tanah Palestina dari penjajahan. Bagaimana, orang yang berjuang untuk merebut haknya membebaskan tanah Palestina, tanah yang diberkati, tanah khorojiah dari penjajahan disebut sebagai teroris. Sementara yang menjajah tidak disebut teroris,” ulasnya.

Menurutnya, kelompok-kelompok dakwah Islam itu bukan antisemit, “Sebab Islam memperlakukan Yahudi dengan sangat baik, sejarah panjang membuktikan bahwa Spanyol 700 tahun hidup damai di bawah Islam. Orang Yahudi dan Nasrani menyebut ‘Espanyol in three religion’, Spanyol dalam tiga agama, Karen Armstrong sampai mengatakan the Jewish enjoy their golden age under Islam in Andalusia,” pungkasnya.[] Evi

Kamis, 11 Januari 2024

Jelang Pemilu, Caleg Nyekar ke Bukit Siguntang?

Tinta Media - Jelang pemilu (pemilihan umum), sejumlah caleg mengadakan ritual nyekar dan ritual malam Jumat di bukit Siguntang. Sungguh ironis, akibat sistem sekuler kapitalis ini, akidah telah tergadai. Ini karena sejatinya ritual nyekar untuk mengharapkan keberuntungan seperti ini sesungguhnya merusak akidah Islam.  

Dikutip dari berita online Liputan6.com (Kamis, 7/12/2023), Wisata Heritage Bukit Siguntang Palembang Sumatera Selatan (Sumsel) ternyata menjadi lokasi favorit para calon legislatif (caleg) jelang pemilihan umum (pemilu) untuk ngalap berkah.
Menurut Rosita (42), salah satu juru kunci Wisata Bukit Siguntang Palembang, biasanya tiap bulan Desember jelang pemilu, banyak caleg-caleg yang datang ke makam-makam di Bukit Siguntang Palembang Mereka datang berziarah dan mengirimkan doa kepada para leluhur yang dipercaya sakti mandraguna di masanya. 

Ada yang berasal dari Palembang, Prabumulih, Ogan Ilir, Baturaja, Muara Enim, dan daerah-daerah lainnya. Banyak juga pengunjung dari daerah lain, seperti Bengkulu, Jakarta hingga beberapa negara Asia, di antaranya Malaysia, Singapura, dan lainnya.

"Kita hanya menyediakan kembang dan air untuk ditaburkan di atas makam para raja dan putri dari Kerajaan Sriwijaya. Jika ingin didoakan, kita bantu juga. Akan tetapi, keinginan mereka itu terkabul jika diijabah Allah Swt. Kita selalu mengingatkan agar tidak meminta hal-hal aneh ke makam, karena itu tak sesuai syariat Islam," ungkap Rosita.

Praktik seperti ini disinyalir sudah lama terjadi, bahkan seperti menjadi tradisi ketika menghadapi pemilu maupun pilkada. Sepertinya, untuk mencapai tujuan, mereka rela berbuat sesuatu yang terkadang di luar akal sehat. Praktik meminta keberuntungan pada arwah leluhur ini menjadi salah satu jalan yang mereka tempuh. 
Ada juga praktik meminta bantuan jin dengan melalui dukun-dukun yang mereka bawa ke Bukit Siguntang. Ini adalah bentuk menyekutukan Allah Subhanahu wata'ala dan termasuk dalam dosa besar, serta tidak terampuni, karena  bertentangan dengan akidah Islam. 

Sekularisme Kapitalisme-sekularisme- Demokrasi, Akar Masalah

Sekularisme membuat manusia mudah menggadaikan akidahnya. Hal ini wajar terjadi karena asas kehidupan sehari-hari tidak diatur dengan syariat Islam. Tentu mudah sekali membuat manusia tergelincir pada praktik yang menyesatkan ini karena lemahnya iman, sehingga tidak tahu bagaimana visi hidup sesungguhnya. Mereka hanya mengejar kebahagiaan dunia saja. 

Politik demokrasi yang memerlukan dana cukup besar membuat orang akan berbuat apa saja untuk meraih kemenangan dalam kanca perpolitikan. Sebenarnya, bisa kita lihat para caleg ini juga dengan keterbatasan value mereka sudah tidak yakin menang. Sudah bisa diduga, caleg yang mempunyai modal berlimpah itulah yang akan bisa duduk di kursi kekuasaan. 

Jadi, caleg yang di belakangnya banyak penyokong modal, itulah yang akan menang dalam pemilu, baik tingkat legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Ini karena dalam politik demokrasi, sejatinya kekuasaan adalah politik transaksional. Bahkan, bisa dibilang bahwa politik kepentingan hanya untuk segelintir elite politik. 

Dana yang dikeluarkan sudah cukup besar sehingga membuat mereka tidak mau rugi. Akhirnya, mereka menempuh jalur di luar akal sehat ini. Bisa juga karena dana untuk modal bertarung di pemilu politik demokrasi ini terbatas, akhirnya membuat mereka melakukan praktik syirik besar ini.

Islam Menjaga Akidah

Islam solusi dari berbagai persoalan di negeri ini. Praktik sesat ritual meminta bantuan kepada arwah leluhur jelas syirik. Sejatinya, meminta bantuan arwah leluhur ini sedikit pun tidak akan mendatangkan manfaat.

Dalam keyakinan Islam, kita wajib meng-Esakan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan menghindari segala bentuk penyekutuan dengan segala sesuatu selain Allah.

Ada beberapa hal yang dikategorikan syirik. Syirik dalam ibadah terjadi ketika seseorang beribadah kepada selain Allah Subhanahu wata'alah. Ini adalah syirik Akbar. Adapun syirik kecil yaitu melakukan perbuatan atau ibadah yang diniatkan hanya untuk pamer, riya', takabur, serta sombong atas amal yang dilakukan. Ini pun termasuk syirik kecil. 

Syirik dalam asma dan sifat (syirik fi asma wa sifat) terjadi ketika seseorang memberikan sifat yang seharusnya hanya dimiliki oleh Allah kepada selain-Nya, seperti menganggap bahwa manusia memiliki pengetahuan mutlak, kekuasaan yang absolut, atau pengawasan yang sempurna, seperti yang hanya dimiliki oleh Allah.

Syirik dalam pengabdian (syirik fi al-‘ibadah) terjadi ketika seseorang menjadi eksklusif mengabdikan diri kepada selain Allah dan menganggap bahwa ada kuasa selain Allah, yaitu dengan meminta bantuan, mempersembahkan kurban kepada selain Allah, dan berkeyakinan bahwa hal tersebut dapat memperoleh manfaat atau menolak bencana. 

Orang yang melakukan praktik syirik akan masuk neraka sebagaimana firman Allah:

"Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu." (Q.S al-Maidah: 72)

Namun, dalam kehidupan sistem sekuler kapitalis ini, mengambil politik demokrasi itu sendiri adalah bagian dari syirik besar. Seperti yang diketahui, sistem politik demokrasi ternyata menjadikan manusia sebagai pembuat hukum. Selain itu, para pemimpin dan pejabat negara yang duduk kursi kekuasaan, mereka berkuasa tidak sesuai dengan syariat Islam. 

Karena itu, keputusan dan undang-undang yang mereka buat acapkali bertentangan dengan syariat Islam, baik undang-undang pemerintahan, ekonomi, hukum, dan pengaturan kehidupan. Padahal, hanya Allah Subhanahu wata'ala  yang berhak membuat hukum. Asas dari  demokrasi yang lahir dari sekularisme (pemisahan agama Islam dari kehidupan) sangat bertentangan dengan akidah Islam. 

Dari sini jelas bahwa hanya sistem kehidupan yang menerapkan Islam kaffah yang harus diambil dan diperjuangkan. Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Emmy Rina Subki
Sahabat Tinta Media

Jumat, 05 Januari 2024

Omongan Paling Membagongkan: Ga Usah Kita Ngurus Politik karena Sudah Ada Ngurus



Tinta Media  - Salah satu kebutaan yang paling berbahaya adalah buta politik. Buta politik akan menyebabkan kesengsaraan lahir batin bahkan dunia akhirat. Kok bisa? 

Coba kita renungkan fakta hari ini. Mengapa rakyat 300 juta orang yang mayoritas muslim bisa menerima tunduk kepada rejim yang tak ramah kepada Islam? 

Mengapa 300 juta rakyat yang berulang kali dibohongi oleh para penguasa dan kroninya masih juga percaya kepada janji-janji kampanye? 

Jawaban yang jelas adalah karena rakyat mayoritas nya buta politik. Sehingga ga ngerti siapa lawan siapa kawan. Akibatnya rakyat malah berkawan sama musuh dan memusuhi kawan. Mudah diadu domba. Lalu mudah dikalahkan. 

Mayoritas muslim hari ini cuek dengan apa yang terjadi. Mayoritas egois hanya peduli dengan perut sendiri. Peduli sama nasib keluarga dan kelompoknya saja. 

Mayoritas muslim tak peduli siapa saja boleh jadi penguasa asal mau berjanji manis saat kampanye. 

Mayoritas rakyat tak faham atas semua tipu daya dan pengkhianatan rejim secara legal formal dengan membuat UU yang jelas-jelas tidak memihak rakyat. SDA dijual murah. Bahkan diserahkan begitu saja kepada asing. Nasib rakyat dalam bidang kesehatan, pendidikan diserahkan kepada swasta. Dll 

Mayoritas kaum muslim tak peduli lagi bagaimana nasib agamanya. Bahkan menerima begitu saja proyek moderasi beragama yang ujungnya bisa membuat murtad sebab mengakui pluralisme yakni semua agama sama benar. 

Yang paling parahnya saat kita ajak bicara tentang semua tingkah buruk penguasa maka rakyat akan berkata," Ga usah kita ngurus politik sudah ada yang ngurus.". Benar-benar Membagongkan bukan? 

Padahal yang kita omongkan adalah nasib rakyat yang diurus oleh penguasa yang tak setia ngurus mereka. 

Beginilah rusaknya kehidupan yang diurus oleh kapitalisme. Hanya Islam harapan kita. Ngaji yuk![]

Oleh: Ustadz Abu Zaid 
Tabayyun Center 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab