Tinta Media: Politik
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 Agustus 2023

IJM: Meski Ibu Kota Pindah, Jakarta Akan Tetap Bergumul dengan Polusi

Tinta Media - Meskipun ibu kota  dipindahkan ke Kalimantan Timur, namun menurut Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana, Jakarta akan tetap bergumul dengan polusi.
 
“Banyak pengamat yang memperkirakan Jakarta akan tetap bergumul dengan persoalan kemacetan, polusi udara, dan juga krisis air, meski ibukota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur,” ujarnya dalam video: Polusi udara di DKI Parah Framing atau Fakta? Melalui kanal Youtube Justice Monitor, Rabu (16/8/2023).
 
Pemprov DKI Jakarta, imbuhnya, juga sedang menyiapkan langkah-langkah untuk menerapkan kebijakan bekerja dari rumah ( work from home/WFH) yang akan diwajibkan kepada aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta pada September nanti menyusul tingginya polusi udara di ibukota.
 
Namun, Agung pesimis upaya itu bisa mengatasi buruknya polusi udara Jakarta. Pasalnya, menurutnya, kegiatan pemerintahan beserta ASN diperkirakan hanya membebani  polusi Jakarta sekitar 10%.
 
Dikritik
 
Agung mengatakan, kinerja presiden juga dikritik karena buru-buru ke Cina untuk membujuk investor agar segera menginvestasikan uangnya ke ibukota Nusantara.
 
 “Presiden menjamin akan banyak fasilitas dan juga insentif bagi investor dari negara Cina tersebut.Tapi dugaan saya investor Cina belum yakin dengan semua jaminan pemerintah.  Kalau investor Cina percaya,  mereka tentu sudah lama masuk ke IKN bersama dengan mega proyek kereta cepat,” ujarnya.
 
Agung menilai, kebijakan pembangunan IKN yang dipaksakan ini akan lebih banyak  menguntungkan pihak  investor swasta.
 
“Para investor diberi keleluasaan secara pasti dengan adanya Rancangan Peraturan Pemerintah. Sementara  di sini jelas pihak yang sangat dirugikan adalah rakyat kecil,” kritiknya.
 
Biaya pembangunan IKN yang sangat besar juga  dikhawatirkan Agung akan  membebani APBN dan mengganggu pos belanja kegiatan lain.
 
“Memindahkan ibukota negara hanyalah salah satu cara untuk mengembangkan kawasan, bukanlah hal yang terlarang.  Hanya saja perlu ada banyak pertimbangan, karena dibutuhkan dana yang tidak sedikit . Jangan sampai ini mengorbankan masyarakat secara luas,” sarannya.
 
 Dalam penilaian Agung, seharusnya pemerintah memperbaiki dulu produksi dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang sangat melimpah di negeri ini untuk memakmurkan rakyatnya. Yaitu dengan meningkatkan nilai jual dan daya saing dalam hasil komoditi dan juga didukung dengan pemerintahan yang terus memperbaiki berbagai sarana yang mendukung infrastruktur lajunya industri.
 
 “Walhasil, pembangunan infrastruktur oleh negara semata-mata haruslah untuk kepentingan rakyat dengan terus melihat skala prioritas mana yang harus didahulukan,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Deklarasi Kemerdekaan Seorang Muslim Ketika Dia Bersyahadat

Tinta Media - Mantan Anggota DPR RI Hanafi Rais S.I.P., M.P.P. menegaskan bahwa deklarasi kemerdekaan seorang muslim adalah ketika dia bersyahadat.
 
“Kemerdekaan bagi seorang muslim dimulai dari kemerdekaan pemikirannya. Deklarasi kemerdekaan seorang muslim adalah ketika dia bersyahadat. Dia meniadakan segala bentuk sesembahan, kecuali hanya menyembah Dzat Yang Maha Menciptakan,” tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (17/8/2023).
 
Putra sulung mantan Ketua MPR-RI Amien Rais itu melanjutkan, men-declare pertama kali dengan kata "laa" ("tidak") ketika mengucap "laa ilaaha" adalah komitmen untuk menolak segala bentuk rupa kuasa manusia atas manusia.
 
“Cukup Sang Pencipta yang berhak berkuasa dan mengatur hidup manusia. Syahadat menjadi komitmen kemerdekaan kita semua untuk lepas dari segala bentuk penjajahan pemikiran, penjajahan manusia atas manusia, penjajahan kapital, sekaligus juga penjajahan nafsu atas akal,” imbuhnya.  
 
Ia berharap, Indonesia yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa sudah semestinya menegakkan komitmen di atas untuk menjadi negara yang merdeka seperti Yang Maha Esa inginkan dalam deklarasi syahadat tersebut tadi. “Jika tidak, maka kita belum pantas disebut merdeka, kita masih tetap terjajah. Merdeka itu sejak dari pikiran!” tandasnya.
 
Salah Sejak Awal
 
Hanafi menilai, Indonesia masih terjajah karena pemikirannya salah sejak dari semula. “Begitu kita mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa, ketika kita sudah bersyahadat, maka segala bentuk turunan dari keyakinan dan pengakuan itu mestinya mewujud dan mengikat dalam kebijakan negara, perbuatan para pembuat kebijakannya, dan sikap masyarakatnya,” paparnya.
 
Negara yang mengakui Tuhan tapi menjalankannya dengan cara dan aturan yang bukan dari Yang Maha Benar, nilainya, maka memunculkan kekacauan demi kekacauan.
 
“Yang lebih gawat adalah ketika kita tidak lagi sadar bahwa kita ini sedang  terjajah karena merasa manfaat yang dinikmatinya sekarang lebih baik daripada jaman nenek moyang kita. Ini adalah buah hegemoni pemikiran utilitarianisme. Yang dilihat hanya manfaatnya saja. Pemikiran semacam ini konsekuensi dari akidah yang memisahkan urusan rakyat, urusan negara, urusan umum dari agama atau ranah Tuhan (sekulerisme),” urainya.
 
Bertanya
 
Dalam pandangan Hanafi, untuk mencapai kemerdekaan hakiki, seluruh elemen negara dari elit politik, tentara, hingga level massa wajib kembali bertanya dan merekonstruksi pemahaman tentang makna syahadat dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa karena ini jadi pondasi kebangkitan umat dan bangsa.
 
“Mayoritas kita percaya Tuhan tapi kok terjajah, tapi kok tidak maju, tapi kok terbelakang? Maka jawabannya satu, kita bisa jadi sekedar percaya saja, tapi belum menjadikan Yang Maha Benar ini menjadi energi pendorong satu-satunya yang membangkitkan perubahan dan kemajuan kolektif. Dan itu sama sekali bukan wishful thinking (berangan-angan) karena Rasulullah saw dan para khalifah setelahnya pernah meneladankan pada kita, dan itu nyata!” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Senin, 14 Agustus 2023

IJM:Regulasi Ketenagakerjaan Berpihak kepada Pengusaha


Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM), Agung Wisnuwardana menilai regulasi ketenagakerjaan di tanah air justru berpihak kepada pengusaha.
 
“Di tanah air regulasi ketenagakerjaan sering justru berpihak kepada pengusaha atau investor dengan dalih menyuburkan iklim investasi,” ungkapnya dalam video: Ketika Buruh Berkeringat Demo Istana, Jokowi Malah Jajal LRT dan Selfie Bersama Para Artis? di kanal Youtube Justice Monitor, Jumat (11/8/2023).
 
Agar para investor mau berinvestasi dan membuka lapangan pekerjaan, sambungnya, beragam regulasi dibuat untuk kepentingan pengusaha dengan meninggalkan kepentingan tenaga kerja.
 
“Dengan dukungan negara, acap kali para pengusaha kapitalis berusaha  menekan gaji pegawai agar mereka mendapat keuntungan maksimal. Sebaliknya, mereka berusaha untuk mengeksploitasi tenaga para buruh untuk meningkatkan produksi demi keuntungan perusahaan,” kesalnya.  
 
Praktek-praktek seperti itu dinilai Agung sudah lazim di negara-negara kapitalis. “Para pengusaha kapitalis yang rakus akan membuka usaha di negara-negara berkembang yang memiliki bahan baku murah dan tenaga kerja yang juga bisa dibayar semurah-murahnya,” kritiknya.
 
Oleh karenanya, lanjut Agung, warga yang membutuhkan pekerjaan akhirnya terpaksa menerima tawaran upah murah karena kebutuhan nafkah.
 
“Akibatnya terjadilah kesenjangan sosial yang amat dalam, para pengusaha kaya raya sedangkan buruh menderita,” pungkasnya. [] Yung Eko Utomo

Sabtu, 12 Agustus 2023

Jika MPR Masih Ada, Minta Pertanggungjawaban Presiden Jokowi Atas Tambahan Utang Pemerintah 4511 Triliun Rupiah

Tinta Media - Presiden boleh menambah utang pemerintah berapapun jumlahnya, terserah presiden. UU mengatur batas maximum 3 persen GDP. Tapi pada saat darurat covid tidak ada batasan. Utang sebesar besarnya boleh. Sementara darurat akan ada terus. Bisa jadi dalam waktu dekat. 

Sah sah saja. Namun jika Majelis Permusyawratan Rakyat (MPR) masih ada maka tentu rakyat dapat meminta pertanggung jawaban presiden kemana uang uang hasil utang ini dibawa atau diangkut? 

Menurut data Bank Indonesia (BI) sekarang utang pemerintah dari komponen Surat Utang Negara (SUN) nilainya mengerikan yakni Rp. 4518 triliun. Padahal saat Jokowi naik ke tampuk kekuasaan sekitar November 2014 lalu SUN sebesar Rp. 1112 triliun. Naiknya berapa ini? Sebesar Rp. 3406 triliun atau naik 289 %. Belum pernah dalam sejarah Indonesia menambah utang segede ini dalam satu masa pemerintahan.

Utang pemerintah dari komponen utang luar negeri pemerintah bagaimana? Nambahnya juga tak kalah besar. Sekarang utang LN mencapai 203,4 miliar USD atau Rp. 3051 triliun rupiah. Tahun 2014 lalu 129 miliar USD atau naik 56,7 persen selama pemerintahan ini. Naik nya sangat besar yakni Rp. 1105 triliun. 

Nah sekarang utang pemerintah Jokowi yang harus ditanggung APBN ke depan totalnya mencapai Rp. 7569 triliun. Pie carane bayar? Apalagi kurs rupiah makin buruk. Sebelum Jokowi berkuasa kurs rata rata 8000 rupiah per USD, sekarang 15000 rupiah per USD. Tahun depan bisa 20000 rupiah per USD. Ingat Amerika lagi tarik uang 1,5 triliun dolar. Bisa gawat ini. 

Berapa tambahan utang dari dua komponen di atas selama masa pemerintahan Jokowi. Tidak main main tambahannya mencapai Rp. 4511 triliun. Ini pemerintahan setahun lagi dan bisa saja menambah lagi utang 1000 an triliun lagi. Nambah utang sih enak, bayarnya bagaimana? 

Kalau pemerintahan ini bubar begitu saja tahun depan. Bagaimana pemerintahan berikutnya membayar utang ini? Kalau pemerintahan sekarang tidak tanggung jawab atas penggunaanya. Kalau masih ada MPR tentu bisa dievaluasi ini uang dipake untuk apa? Bentuk pertanggung- jawaban presiden apa? Itu bisa menjadi pelajaran bagi pemerintahan ke depan. Jika utang ugal ugalan lagi maka MPR bisa memecatnya. Negara kita tidak kehilangan kewaspadaan jika nanti yang juga antek para rentenir global.

Oleh : Salamuddin Daeng
Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)

Rabu, 09 Agustus 2023

IJM: Sungguh Miris! Jika kritik Dianggap Fitnah



Tinta Media - Direktur  Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan, sungguh miris jika kritik dianggap fitnah.
 
“Sungguh miris, apabila kritik (materi dan visualnya) dianggap sebagai fitnah, hinaan, dan berita bohong,” ungkapnya dalam Program Justice Monitor : Ada Modus Baru Pembungkaman Hak Berpendapat? melalui kanal Youtube Justice Monitor, Senin (7/8/2023).
 
Modus itu muncul, sambungnya,  lantaran penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menjadi pasal karet.
 
“Imbasnya, kebijakan pemerintah yang berkuasa hanya menguntungkan segelintir orang dan merugikan masyarakat luas,” kritiknya.
 
Agung menegaskan, jika ada rakyat yang  kritis atau berseberangan dengan pemerintah seharusnya jangan dianggap sebagai musuh serta menjeratnya dengan undang-undang.
 
“Undang-Undang yang kontroversial itu seolah-olah tujuannya memenjarakan orang yang kritis atau orang yang berlawanan dari rakyat, tapi membuat nyaman penguasa atau pejabat.  Apabila arahnya ke sana tentu tidak boleh terjadi. Negara tidak boleh menempatkan rakyat sebagai musuh, tapi warga negara ada yang peduli, kalau ada yang salah, ada restorative  justice  (pengadilan yang melibatkan pihak terkait),dan begitu seharusnya,” tegasnya.
 
Agung menambahkan, bahwa kritik menjadi hal penting dari ekspresi konstruktif walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan dan tindakan pemerintah atau lembaga negara.
 
“Pada dasarnya kritik merupakan bentuk pengawasan, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Saat ini tumbuh dan berkembang pula kualitas kontrol yang dihasilkan terhadap semua proses dan hasil pembangunan. Itu adalah hal yang wajar. Dengan fungsi itulah selayaknya kritik masyarakat tidak terbelenggu dengan ancaman delik dalam UU ITE maupun KUHP,” pungkasnya. [] Evi

Pamong Institute: Kritik Bagian Penting Mekanisme Kontrol Pemerintahan


 
Tinta Media - Direktur Pamong Institut, Wahyudi Al-Maroky, mengatakan, kritik bagian penting dari mekanisme kontrol pemerintahan.
 
“Kritik adalah bagian penting dari mekanisme kontrol dan keseimbangan dalam pemerintahan. Pejabat publik harus siap untuk menerima kritik sebagai bagian dari tanggung jawab mereka terhadap publik,” tuturnya dalam Program Kabar Petang: ‘Rocky Gerung ‘Dikepung’ Laporan Relawan Jokowi Pakai UU ITE, What? Di kanal Youtube Khilafah News, Ahad (6/8/2023)
 
Ia menjelaskan, kritik kepada pejabat publik seharusnya tidak hanya diterima, tetapi juga diapresiasi. Terutama dalam situasi ketika negara menghadapi tantangan yang kompleks, respons yang konstruktif dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil dan relawan, dapat membantu mengarahkan perhatian kepada permasalahan yang lebih penting.
 
“Pejabat publik, termasuk Presiden Jokowi, seharusnya siap menghadapi kritik dan melihatnya sebagai sarana untuk perbaikan. Penerimaan terhadap kritik penting untuk mencegah kesalahan dan menjaga kesesuaiannya dengan kewajiban terhadap publik,” imbaunya.
 
Wahyudi juga menggarisbawahi bahwa ketika pejabat publik menerima kritik, itu merupakan bentuk tanggung jawab mereka terhadap kepentingan negara.
 
Namun, ia juga prihatin terhadap reaksi yang muncul dari pihak yang tidak berhubungan langsung dengan kritik.
 
“Terkadang, bukan pihak yang bersangkutan atau yang merasa dihinakan yang langsung merespons, tetapi justru pihak relawan. Ini kurang tepat dalam konteks respons terhadap kritik,” nilainya.
 
Dalam konteks pelaporan terkait dengan kritik terhadap Presiden Jokowi, ia mengingatkan, bahwa pelaporan semestinya berasal dari pihak yang merasa langsung terdampak atau dirugikan oleh pernyataan yang dikritik.
 
“Penerimaan terhadap kritik adalah tanda dari semangat demokrasi yang kuat. Dalam konteks ini, reaksi yang sifatnya spontan atau terlalu emosional dapat mengindikasikan kurangnya pemahaman terhadap pentingnya dialog, mediasi, dan toleransi terhadap berbagai pandangan,” kritiknya.
 
Menurutnya, dalam menghadapi kritik, pejabat publik seharusnya memilih pendekatan yang lebih terbuka dan mendengarkan aspirasi masyarakat. Dia juga menggarisbawahi bahwa tindakan otoritarian atau penolakan terhadap kritik dapat merusak citra dan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
 
“Para pemimpin hendaknya mengambil pelajaran dari karakter-karakter pemimpin besar dalam sejarah, seperti Khalifah Umar yang sangat mulia, kalaupun sudah di kritik biasa saja, diancam pedangpun malah berbahagia, bahkan mengatakan bersyukur  akan ada yang berani mengoreksi. jadi kalau dikritik jangan dijadikan sebagai musuh, tetapi harus dijadikan sebagai partner atau kawan untuk mencari solusi persoalan negeri ini,” pungkasnya. [] Abi Bahrain. 

Banyak Investor Asing Tidak Tertarik IKN, INDEF: Skema Pembelian Tanah Belum Jelas



 
Tinta Media - Soal banyaknya investor asing yang tidak tertarik pada Ibu Kota Nusantara (IKN), Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Dr. Muhammad Rizal Taufikurrahman menyampaikan karena skema pembelian tanahnya masih belum jelas.
 
“Ya ini yang paling penting sebenarnya, yaitu skema pembelian tanah di IKN masih belum jelas,” tuturnya dalam diskusi yang berjudul: IKN Untuk Cina? di kanal Youtube Media Umat, Ahad (6/8/23)
 
Ia berargumen, meskipun sudah gathering investor di dalam negeri, kemudian menawarkan ke investor di luar negeri, tapi masih sebatas komitmen Letter Of Intent (LOI) dan belum ada realisasi secara langsung di lapangan. “Ya masalahnya tadi skema lahan itu,” tandasnya.
 
Menurutnya, para investor banyak mempertimbangkan ulang  investasinya ke IKN, karena para investor tersebut butuh kenyamanan dan kepastian serta memperhitungkan investasinya dalam jangka pendek maupun jangkan panjang.
 
“Dan juga tentu saja sustainability dari investasi itu bagaimana? Return of investment-nya bisa terkalkulasi dengan baik tidak, kalau  tidak, ya untuk apa? Kan lebih baik investasi di sektor yang benar-benar bisa mendapatkan Return of investment atau Return of revenue dari investasinya,” tutupnya. [] Setiyawan Dwi

Politik 24 Jam

Tinta Media - Dulu, definisi politik yang paling gampang dipahami adalah definisinya Harold Lasswell (1936), pemikir politik asal Amerika. 

Lasswell mendefinisikan politik sebagai berikut: politics is about who gets what, when, and how. Terjemahan bebasnya kira-kira begini: politik itu soal siapa, dapat apa, kapan dan bagaimana caranya. 

Sampai di Indonesia mungkin bertambah satu: siapa dapat apa, kapan, bagaimana caranya dan "wani piro". 

Tidak ada soal why-nya dalam politik. 

Jika ditelisik definisi yang lahir dari konteks Barat tersebut, bisa jadi jawaban why atas kenapa berpolitik adalah karena ingin mendapatkan kekuasaan, struggle for power. 

Dalam khasanah Barat tersebut, sepintas kita bisa mengenali bahwa pertanyaan why menjadi tidak begitu penting dalam politik ini. Tapi yang dominan adalah siapa nya yang bakal dapat apa yang mengemuka. 

Maka, kita tidak terlalu heran jika sekarang ini bertebaran nama-nama calon pemimpin, walaupun tidak semuanya, di mana yang mengemuka adalah warna rambutnya, jumlah kekayaannya, cara memakai bajunya, dan tampilan-tampilan personal lainnya. 

Definisi politik ala Barat jelas sama sekali tidak mendasarkan pada pemahaman agama. Bagi tradisi sekuler, maka agama adalah urusan privat sekalipun mereka mempercayai bahwa Tuhan itu Sang Pencipta mereka. 

Tuhan hanya ada ketika mereka berada di tempat ibadah. Keluar dari sana, sepenuhnya Tuhan tiada. Urusan politik, ekonomi, sosial, pendidikan ya mutlak urusannya manusia. Aturannya ya aturannya manusia. Tuhan istirahat. 

Bagaimana dengan Islam? Jelas beda. Mutlak beda. Islam tidak sekedar agama, tetapi ideologi. Islam adalah keyakinan yang darinya terpancar segala aturan hidup manusia mulai dari urusan transendental, misalnya ibadah (puasa, shalat, zakat, haji), hingga urusan privat (cara berpakaian, makan, minum), sampai urusan umum misalnya bisnis, ekonomi, politik, hukum, pendidikan, pergaulan bahkan politik luar negeri. 

Pendek kata, Islam itu kaffah. 

Lantas, bagaimana Islam mendefinisikan politik? Definisi politik paling gampang yang kita perlu kenali lebih dalam adalah yang muncul dari ulama besar Syekh Taqiyuddin an-Nabhani. 

Politik adalah “ri'ayatu syuuni al-ummah dakhiliyyan wa kharijiyyan bil islam” (1953). Politik adalah pengaturan urusan umat baik di dalam negeri maupun juga luar negeri dengan cara Islam. 

Apa tujuannya berpolitik dalam Islam? Tujuannya tidak lain adalah melanjutkan kehidupan Islam yang pernah Rasulullah SAW ajarkan dan diteruskan oleh para sahabat dengan kekhalifahan-kekhalifahan setelahnya. 

Urusan umat tidak menunggu 5 tahunan. Urusan umat tidak menunggu karena mau pemilu. 

Tetapi urusan umat adalah urusan 24 jam yang harus terus perlu diurusi untuk ditemukan solusinya menurut syariat Islam dan sesuai dengan teladan Nabi kita SAW. 

Mengajari orang untuk mengganti bisnis yang kapitalistik menjadi sesuai syar’i adalah berpolitik. 

Memberi edukasi kepada para pelajar, mahasiswa agar tidak pacaran dan mengenalkan sistem pergaulan Islam adalah berpolitik. 

Mengenalkan publik untuk berpindah dari fashion yang serba terbuka aurat menjadi berpakaian yang syar’i adalah berpolitik. 

Mengajak publik untuk aware dengan makanan dan minuman yang halal dan menghindari yang haram adalah berpolitik. 

Dan tak lupa, "core of the core"-nya, mengajak dan mendakwahi seluas-luasnya khalayak untuk menegakkan hukum-hukum Allah dalam menyambut bisyarah Rasulullah, yaitu khilaafatan 'alaa minhajin nubuwwah, adalah tentu juga berpolitik.

Pendek kata, berpolitik adalah panggilan iman. Allahua'lam

Oleh: Ahmad Hanafi Rais
Mantan Anggota DPR RI

Senin, 31 Juli 2023

Ustadz Farid: Berpolitik pun Butuh Bimbingan dan Aturan Allah


Tinta Media - Dalam menyambut tahun baru Islam 1445 H dan memperingati hijrahnya Nabi Muhammad Saw, Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Ustadz Farid Wadjdi mengingatkan bahwa manusia ketika berpolitik pun juga membutuhkan bimbingan dan aturan dari Allah. 


"Dia membutuhkan bimbingan dan aturan dari Allah. Ketika berpolitik pun membutuhkan bimbingan dan aturan dari Allah. Ketika berekonomi pun kita membutuhkan bimbingan dan aturan dari Allah," ujarnya dalam dialog rubrik Menjadi Politisi Islam dengan tema "Hijrah Rasulullah SAW, Tonggak Negara Adi Daya Umat Islam" pada kanal Youtube Peradaban Islam ID, Senin (17/7/2023)

 

Lebih lanjut, Farid mengatakan bahwa manusia sesungguhnya membutuhkan agama, membutuhkan Allah dalam seluruh aspek kehidupannya. 

"Bukan hanya ketika dia shalat. Bukan hanya ketika dia shaum. Dia membutuhkan bimbingan dan aturan dari Allah dalam seluruh aspek kehidupan," ujarnya.

 

Dia menegaskan bahwa dengan diterapkannya Islam pada seluruh aspek kehidupan maka dalam setiap aspek kehidupan itu manusia mendapatkan kenikmatan dari Allah swt, ketenangan, dan sesuai dengan fitrah manusia.

 

"Kelebihan atau keunggulan Islam itu, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Baik ekonomi, politik, dan tentu saja individu, ibadah mahdhah," tegasnya. 

 

Beda

 

Farid menegaskan bahwa Islam berbeda dengan sekularisme. Sekularisme menimbulkan banyak kontradiksi. "Sering juga para ahli menyebutkan dengan apa yang disebut split personality gitu ya," jelasnya.

 

"Ketika di gereja dia takut pada Tuhan. Dia tunduk pada aturan Tuhan. Tapi ketika berekonomi dia tidak peduli gitu ya halal dan haram," paparnya.

 

Farid menilai kaum muslimin juga terjebak kepada pemahaman sekuler ini. "Kan ketika dia ibadah haji, dia tunduk pada aturan Allah. Tetapi ketika dia berpolitik, dia malah memusuhi aturan-aturan Allah," tegasnya.

 

"Kan ini tidak sejalan ya. Karena sesungguhnya kita itu membutuhkan bimbingan dan aturan dari Allah untuk seluruh aspek kehidupan kita," pungkasnya. [] Hanafi 

Selasa, 11 Juli 2023

Ini Penyebab Munculnya Ketidakpercayaan Publik terhadap Parpol dan DPR

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengurai sebab munculnya ketidakpercayaan publik terhadap partai politik (parpol) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Munculnya ketidak percayaan terhadap parpol dan DPR sudah menjadi konsekuensi logis. Sebab, realita parpol maupun DPR yang digadang-gadang sebagai wakil aspirasi rakyat, justru tidak membela kepentingan rakyat," urainya dalam program Serba-Serbi: Kepercayaan Publik pada DPR dan Parpol Rendah, Buah dari Sistem Kapitalisme, di kanal YouTube MMC, Kamis (6/7/2023).

Ia menjelaskan, sudah banyak bukti terkait hal ini, diantaranya kebijakan Undang-undang Ciptaker yang begitu kontroversial. Rakyat telah bertahun-tahun melakukan penolakan sejak masih menjadi RUU. 

RUU ini pun mendapat banyak kritik terkait substansi dan proses pengajuannya, namun faktanya DPR tetap melegalkan RUU ini menjadi Undang-undang," jelasnya.

Bahkan menurutnya lagi, sangat terlihat anggota dewan yang diklaim sebagai wakil rakyat, justru hanya menjalankan amanah partai sebagai petugas partai.

"Belum lagi parpol saat ini, tidak lebih hanya pendulang suara saat Pemilu. Padahal tugas mereka seharusnya adalah mendidik kesadaran politik umat," ucapnya.

Narator mengungkapkan, publik bisa melihat betapa banyak parpol yang masih melakukan rekrutmen dengan kaderisasi politikus instan agar partai politiknya masuk kualifikasi KPU.

"Alhasil, politikus yang ada bukan karena kapabilitasnya, melainkan karena modal dan popularitasnya," ungkapnya.

Ia pun menyatakan, inilah konsekuensi dari penerapan sistem sekularisme demokrasi sebuah sistem yang menegasikan (menyangkal) aturan Allah SWT dalam kehidupan manusia.

"Dan justru memberikan kedaulatan hukum di tangan manusia," pungkasnya. [] Muhar

Minggu, 09 Juli 2023

Ini yang Harus Dilakukan Agar Negeri-Negeri Islam Naik secara Politik

Tinta Media - Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana mengatakan untuk mendorong negeri-negeri Islam naik secara politik tidak mungkin bisa dilakukan kecuali kalau terjadi proses ideologisasi Islam.

"Harus ada sebuah dorongan bagi masyarakat untuk mendorong negara-negara itu naik secara politiknya dan itu tidak mungkin bisa dilakukan kecuali kalau terjadi proses ideologisasi Islam," ujarnya dalam acara Kabar Petang dengan tema Label Diktator Untuk Xi Jinping di kanal youtube Khilafah News kamis (29/06/23).

Menurutnya, kalau tidak dengan ideologisasi islam maka posisi negeri-negeri Islam akan terus membebek dan mengikut saja yang bermain di level Global kapitalisme atau mungkin juga turunan-turunan.

"Posisi umat Islam ini sekarang termasuk juga negara-negara yang mayoritas muslim, posisinya adalah negara-negara yang menjadi objek dari kontestasi yang terjadi di dunia internasional," ungkapnya.

Dia menjelaskan bahwa muncul penindasan kedzaliman yang selalu menjadi objek di negeri-negeri Islam ini karena kondisi yang lemah dan memprihatinkan bagi kita umat Islam dan dunia Islam.

"Maka untuk menjadi PR kita bagaimana kemudian menaikkan leverage politik dunia Islam masuk ke dalam kancah konstestasi internasional, itu ya harus power yang super gitu menjadi negara super power harus bisa bersaing dengan negara-negara yang sekarang sedang melakukan konstestasi Dalam persaingan di dunia internasional," lanjutnya.

Dia membeberkan selama ini belum ada negeri Islam yang masuk ke level itu. "Inilah situasi yang harus kita terima gitu penindasan akan selalu terjadi kezaliman pasti akan ada gitu ya kasus Palestina ini kan puluhan tahun nggak selesai-selesai penindasan terhadap minoritas muslim ya di India dan Myanmar kemudian juga di negeri-negeri yang lain ya ini kan seolah-olah tanpa ada solusi," tuturnya. 

Dia melanjutkan alasan kenapa terjadi penindasan di negeri Palestina, India, dan Myanmar. "Karena tidak ada perisai yang membela umat Islam dan perisai itu harus negara-negara yang memang menunjukkan visi misi ideologisasi Islam," pungkasnya. [] Setiawan Dwi

Rabu, 05 Juli 2023

PEMIMPIN YANG DIBENCI ALLAH DAN DILAKNAT RAKYAT

Tinta Media - Dalam banyak keterangan di kitab suci Al Qur’an, seorang pemimpin rakyat yang namanya Fir'aun (Pharaoh dalam bahasa Inggris) dianggap sebagai karakter yang dibenci oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur'an, Fir'aun digambarkan sebagai seorang penguasa yang sombong (merendahkan orang lain dan menolak kebenaran Islam), zalim (menyengsarakan rakyat) , dan durhaka terhadap Allah serta melawan nabi Musa. Fir'aun juga dikenal karena menindas Bani Israil (keturunan Nabi Yakub) dan menolak untuk mengakui keesaan Allah.

 

Dalam Al-Qur'an, Fir'aun digambarkan sebagai contoh negatif dan peringatan bagi umat manusia agar tidak meniru keangkuhan dan kezaliman yang ia perlihatkan. Allah SWT mengekspresikan kebenciannya terhadap Fir'aun dan menggambarkan kehancurannya sebagai peringatan bagi umat manusia untuk menghindari kekufuran, kesombongan, dan kezaliman. Kebencian Allah atas karakter kepemimpinan fir’aun berujung kepada ditenggelamkannya fir’aun di lautan hingga tewas. Jasadnya diabadikan Allah untuk dijadikan pelajaran bagi manusia berikutnya, khususnya para pemimpin.

 

Jika pemimpin dibenci oleh Allah berarti dia sedang berjalan diatas jalan kegelapan dan kesesatan. Jika Allah membenci, maka rakyat juga akan melaknatnya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang pemimpin dilaknat oleh rakyat adalah korupsi, ketidakadilan, penindasan, kegagalan dalam memenuhi janji-janji kampanye, keputusan yang merugikan masyarakat, atau tindakan represif terhadap pihak yang berseberangan dengan kekuasaan.

 

Pemimpin yang memiliki karkater fir’aun akan dibenci oleh Allah dan dilaknat oleh rakyatnya sendiri. Berikut adalah beberapa sifat-sifat yang dikaitkan dengan karakter Fir'aun. Pertama, kesombongan (kibr). Fir'aun diketahui memiliki rasa kesombongan yang sangat besar. Ia menganggap dirinya sebagai tuhan dan menuntut penghormatan dan penyembahan dari rakyatnya. Kesombongan ini menyebabkan dia melampaui batas dan menentang otoritas dan keesaan Allah SWT.

 

Kedua, kekufuran (syirk). Fir'aun menolak untuk mengakui keesaan Allah SWT. Dia mengklaim sebagai tuhan dan menganggap dirinya memiliki kekuasaan absolut atas umatnya. Tindakan ini dianggap sebagai perbuatan syirk, yaitu mempersekutukan Allah dengan sesuatu atau seseorang.

 

Ketiga, kedzaliman (zhalim). Fir'aun dikenal karena kezalimannya terhadap rakyat keturunan Nabi Yakub. Dia menindas mereka dengan keras dan melakukan kekejaman terhadap mereka, termasuk membunuh bayi laki-laki mereka dan memperbudak mereka.

 

Ketiga, penolakan terhadap ajaran Islam yang dibawa oleh nabi Musa. Ketika nabi Musa menghadap Fir'aun untuk menyampaikan pesan Allah dan meminta pembebasan Bani Israil, Fir'aun menolak untuk mendengarkan dan mengabaikan peringatan yang diberikan oleh Musa.

 

Keempat, kekerasan dan represi. Fir'aun menggunakan kekuasaannya untuk menindas dan menekan siapa pun yang melawan atau mengancam kedudukannya. Dia menggunakan kekerasan dan represi terhadap siapa pun yang dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaannya.

 

Sifat-sifat ini menggambarkan fir'aun sebagai pemimpin yang tiran, angkuh, dan melanggar ajaran agama. Dalam tradisi Islam, Fir'aun sering diambil sebagai contoh negatif dan peringatan bagi umat manusia untuk menghindari kesombongan, kezaliman, dan kekufuran. Bahkan dalam ajaran Islam, adalah diperbolehkan mendoakan keburukan bagi pemimpin zolim.

 
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 18/06/23 : 10.40 WIB)

Referensi: https://www.ahmadsastra.com/2023/06/pemimpin-yang-dibenci-allah-dan.html?m=1

Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

Jumat, 23 Juni 2023

Farid Wadjdi: Umat Harus Memiliki Kesadaran Politik Global Untuk Hadapi Negara Adidaya

Tinta Media - Pengamat Politik Internasional Farid Wadjdi menuturkan, umat Islam harus memiliki kesadaran politik Internasional intuk menghadapi negara adidaya.

“Kesadaran politik internasional ini harus tetap ada sehingga nanti umat Islam tidak mengalami kegagalan ketika menghadapi berbagai negara-negara adidaya yang ingin menghancurkan kaum muslimin,” ujarnya dalam Menjadi Politisi Islam - Kosovo Memanas, Menyusul Perang Ukraina? di kanal Youtube Peradaban Islam ID pada Senin (19/6/2023).

Ia menegaskan, sesungguhnya Islam telah mengajak umat Islam untuk sadar tentang konstelasi politik internasional dengan turunnya Surat Ar Rum yang menceritakan konstelasi pertempuran antara Kekaisaran Romawi melawan Kekaisaran Persia. 

“Bahkan kalau kita lihat sejak di Makkah (surat Ar Rum diturunkan). Ini menunjukkan bahwa dalam Islam antara Akidah dan syariah itu tidak bisa dipisahkan,” tegasnya.

Oleh karenanya, menurut Ismail, kesadaran politik tentang apa yang terjadi di tengah-tengah umat ini termasuk negara-negara adidaya itu menjadi sangat penting untuk bisa menerapkan Islam sehingga Islam dapat dirasakan oleh umat manusia.

“Jadi, (politik luar negeri Islam itu) bagaimana menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia ini. Bukan untuk mengeksploitasi kekayaan alam wilayah lain, bukan sekedar untuk meluaskan kekuasaannya dan berkuasa dan kemudian dianggap negara hebat,” pungkasnya.[] Yung Eko Utomo 

Selasa, 20 Juni 2023

UIY: Politik Identitas Itu Berbeda dengan Politisasi Identitas

Tinta Media - Menanggapi pernyataan presiden yang mempermasalahkan tentang politik identitas, Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto menyampaikan bahwa ada perbedaan antara politik identitas dengan politisasi identitas. 

"Nah, ini beda antara politik identitas dengan politisasi identitas," tuturnya dalam acara Diskusi Perspektif : Politik Identitas Atau Penundaan Pemilu Pintu Turbulensi Politik? Ahad (4/6/2023) di kanal Youtube Pusat Kajian dan Analisis Data.

Menurutnya, sebenarnya tidak pernah tidak ada politik identitas. Jadi semua orang itu berpolitik di dalam kerangka identitas. 

"Bahkan nama dari partai itu adalah identitasnya. Dan partai Islam ini, yaitu identitasnya itu partai Islam. Partai nasionalis ini, yaitu identitasnya. Jadi, sesungguhnya tidak pernah, sekali lagi tidak pernah tidak ada politik identitas. (Politik Identitas) selalu ada," tegasnya. 

Politisasi identitas

Sedangkan politisasi identitas, menurutnya, artinya identitasnya dipolitisasi melalui satu interpretasi ekstrem dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang yang merasa sama secara ras, misalnya.

"Ada juga interpretasi bahwa presiden Indonesia itu harus Jawa, misalnya. Itu sebenarnya politisasi identitas itu. Sama sebagaimana juga bahwa di Amerika itu, presiden Amerika itu harus white, white anglo saxon protestan itu. Itu juga politisasi identitas untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang yang merasa sama baik secara ras, etnisitas, agama, atau elemen perekat lainnya," bebernya.

"Jadi, Saya kira kalau berdasarkan kepada pengertian-pengertian tadi itu clear," ungkapnya.

Bahkan identitas itu, katanya, sesuatu yang melekat pada diri seseorang, satu kelompok. Tidak mungkin orang itu tidak punya identitas, baik itu identitas dalam arti etnisitas, warna kulit, bahasa, maupun kepercayaan.

"Nah, sekarang yang menjadi masalah atau masalahnya adalah tinggallah, bolehkah kita ini berpolitik berdasarkan identitas? Bolehkah kita berpolitik atas identitas? Atau pertanyaan selanjutnya bolehkah politisasi identitas?" ujar UIY.

Menurutnya, kalau politik berdasarkan identitas mestinya tidak dilarang, karena orang berpolitik itu bisa berdasarkan macam-macam. 

"Dan macam-macam itu pasti berdasarkan identitas, baik identitas itu berkenaan dengan etnisitas, maupun berdasarkan kepada kepercayaan, seperti dulu ada Jong Islamiten Bond, itu kan kumpulan pemuda-pemuda Islam," jelasnya.

Budi Utomo

Menurut UIY, kalau menilai sejarah secara jujur Budi Utomo, itu kan identitas. "Karena dia dalam AD ARTnya sudah menyebutkan ini organisasi untuk kemajuan priyayi. "Itu identitas itu priyayi, dokter, identitas itu, Jawa," ungkapnya.

Karena itu, mestinya tidak boleh juga ada yang mempersoalkan politik berdasarkan identitas agama Islam, politik Islam, misalnya.

"Lha wong di Eropa, yang ada Amerika yang dikenal sebagai negara demokrasi saja, ada kok politik yang berdasarkan identitas itu," pungkasnya.[]'Aziimatul Azka

UIY: Publik Harus Menolak Politisasi Islam dan Mendukung Islamisasi Politik

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengajak publik untuk menolak politisasi Islam dan mendukung islamisasi politik. 

“Publik harus cermat dalam menilai. Ini orang sedang datang ini melakukan politisasi Islam atau islamisasi politik. Kita harus keras menolak politisasi Islam. Tapi kita harus mendukung dengan keras juga islamisasi politik,” ungkapnya dalam program Fokus to The Point: Politisasi Agama Dipersoalkan Jokowi, Ada Apa? Kamis (15/6/2023) di kanal Youtube UIY Official.

Ia heran ketika presiden dan juga banyak pejabat tinggi di negeri ini, termasuk juga beberapa tokoh-tokoh agama, begitu kerasnya menolak apa yang disebut politik identitas. "Dan politik identitas itu tidak bisa ditutupi, arahnya adalah penolakan terhadap politik identitas Islam atau politik Islam,” sesalnya.

“Ini mengherankan, apa masalahnya? Sementara di saat yang sama kita melihat ada banyak sekali kenyataan-kenyataan yang kontradiktif. Misalnya satu sisi, ada seruan sangat kencang untuk menolak politik identitas. Tetapi di saat yang sama mereka menggunakan identitas-identitas agama untuk menarik hati atau menarik simpati konstitution Muslim,” lanjutnya.

Ia mengatakan, poster-poster di pinggir jalan itu menjelang pemilu ini hari, justru yang tidak biasa pakai kerudung, pakai kerudung, yang tidak biasa pakai peci, pakai peci. Bahkan jadi Imam Shalat, bahkan datang ke Mesjid, datang ke Pesantren. "Bukankah itu mereka sedang mengambil manfaat dari identitas identitas agama Islam,” cetusnya.

Uiy menilai ini kontradiktif. Mengapa satu sisi begitu keras yang menolak sebutan politik identitas, tetapi di sisi lain memanfaatkan identitas Islam untuk kepentingan politiknya. "Karena itu kita harus menolak narasi yang menolak politik identitas,” tegasnya.

Menurutnya, penting sekali menegaskan untuk mendukung islamisasi politik. "Jadi politik itu harus berdasarkan Islam. Sama juga dengan islamisasi ekonomi, Islamisasi budaya, islamisasi pendidikan dan sebagainya. Di saat yang sama harus keras menolak politisasi Islam,” pungkasnya. [] Abi Bahrain

PEMIMPIN CACAT MORAL


Tinta Media - Dalam suatu negara, pemimpin memiliki peran yang sangat penting, begitu pun kepemimpinan dalam Islam. Penundaan pemakaman jenazah Rasulullah karena memusyawarahkan khalifah pengganti beliau menunjukkan akan pentingnya kepemimpinan dalam Islam.  


Pemimpin dalam Islam dianggap sebagai amanah (amanat) dari Allah. Mereka memiliki tanggung jawab untuk melindungi, memimpin, dan mengelola umat atau masyarakat yang mereka pimpin dengan pedoman hukum Allah. Pemimpin bertanggung jawab kepada Allah atas cara mereka menjalankan tugas kepemimpinan mereka.

 

Pemimpin dalam Islam diharapkan menjadi pembela kebenaran dan keadilan. Mereka harus memerangi ketidakadilan, korupsi, dan ketidakadilan di masyarakat. Pemimpin diwajibkan untuk menjaga keadilan, memberikan hak-hak secara adil kepada semua warga negara dalam negara Islam.

 

Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab untuk memelihara keselamatan, ketertiban, dan kedamaian di masyarakat. Mereka harus bekerja untuk mencegah konflik, kekerasan, dan ancaman terhadap keamanan masyarakat. Pemimpin diharapkan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan damai bagi umat atau masyarakat yang mereka pimpin.

 

Pemimpin dalam Islam diharapkan menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat. Mereka harus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan umat atau masyarakat yang mereka pimpin, baik dalam hal ekonomi, pendidikan, kesehatan, atau aspek kehidupan lainnya. Pemimpin diwajibkan untuk memperjuangkan kesejahteraan umum dan memberikan manfaat bagi orang banyak.

 

Islam mendorong pemimpin untuk memimpin dengan adil, beradab, dan berakhlaq mulia. Pemimpin harus menjaga integritas, kejujuran, dan etika dalam segala aspek kehidupan. Mereka harus menjadi teladan dalam perilaku dan berusaha untuk mencapai kesempurnaan moral.

 

Pemimpin dalam Islam diharapkan melayani umat atau masyarakat yang mereka pimpin dengan tulus dan rendah hati. Mereka harus peduli terhadap kebutuhan, aspirasi, dan kesejahteraan umat. Pemimpin diwajibkan untuk mendengarkan dan merespons masalah dan keluhan umat, serta mencari solusi yang terbaik bagi kepentingan umum. Pemimpin ideal adalah pemimpin yang punya kemampuan dan kesholihan sekaligus. Pemimpin yang cacat moral adalah pemimpin yang buruk, misalnya hobbinya bermaksiat, seperti judi, melacur, mabok dan lain-lain.

 

Pemimpin cacat moral merujuk pada pemimpin yang memiliki kekurangan dalam hal moralitas dan etika. Mereka cenderung melanggar prinsip-prinsip moral, adab dan akhlak, juga memperlihatkan perilaku yang tidak jujur, tidak adil, tidak amanah, tidak menyampaikan kebanaran dan bodoh.

 

Pemimpin cacat moral sering kali tidak jujur dalam kata dan tindakan mereka, sebaliknya selalu berbohong dan menipu rakyatnya. Mereka mungkin berbohong, menipu, atau menyembunyikan informasi yang penting. Tidak adanya kejujuran ini merusak kepercayaan dan integritas kepemimpinan.

 

Pemimpin cacat moral sering terlibat dalam praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Mereka mungkin menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah, menerima suap, atau melakukan penyelewengan uang rakyat. Pemimpin cacat moral akan menyengsarakan rakyatnya.


Pemimpin cacat moral cenderung tidak adil dalam memperlakukan rakyat yang dipimpin. Pemimpin cacat moral cenderung menzolimi rakyatnya sendiri dan justru berpihak kepada kebururukan serta bertindak diskriminatif. Pemimpin cacat moral dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk memanipulasi, menekan, atau menindas rakyat.


Mereka mungkin menggunakan intimidasi, ancaman, atau bahkan kekerasan fisik atau emosional sebagai cara untuk melampiaskan nafsu kekuasaannya. Pemimpin cacat moral bisa menjadi pemimpin bengis yang tidak ragu membunuh rakyatnya dengan berbagai cara ketika rakyat dianggap menjadi penghalang kekuasaannya. Pemimpin cacat moral juga akan berlaku bengis bagi rakyat yang memperjuangkan kebenaran dan dianggap menentang kekuasaan. Hal ini pernah dilakukan oleh Fir’aun di zaman Nabi Musa.


Pemimpin cacat moral sering kali enggan atau tidak mampu mengambil tanggung jawab atas keputusan dan tindakan mereka. Mereka mencari pembenaran atau mencari orang lain yang disalahkan atas kegagalan atau kesalahan mereka sendiri. Pemimpin cacat moral selalu mencari kambing hitam atas kegagalan mereka sendiri.


Pemimpin cacat moral sering melanggar nilai-nilai etika yang dianggap penting dalam kepemimpinan. Mereka mungkin tidak memperhatikan ajaran agama, prinsip kejujuran, integritas, tanggung jawab, atau mengabaikan kepentingan umum demi kepentingan pribadi.


Pemimpin cacat moral sering kali tidak memperhatikan kebutuhan, aspirasi, dan kesejahteraan rakyat yang dipimpin. Mereka mungkin tidak peduli dengan penderitaan rakyat, dan hanya fokus pada kepentingan diri sendiri dan keluarganya. Pemimpin cacat moral dapat menyebabkan kerusakan besar dalam masyarakat yang dipimpin.


Pemimpin yang buruk sering kali tidak memiliki visi yang jelas atau tujuan yang dapat diikuti oleh rakyatnya sendiri. Mereka mungkin tidak memiliki arah yang jelas, tidak memberikan panduan yang memadai, atau tidak memperhatikan kepentingan jangka panjang serta tidak menjadi teladan bagi rakyatnya.


Islam mengajarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin Muslim sehingga memiliki adab yang tinggi. Karena itu seorang pemimpin muslim harus memiliki ketakwaan kepada Allah dalam arti patuh dan tunduk kepada semua perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah. Pemimpin bertaqwa adalah pemimpin yang menjalankan seluruh hukum Allah dalam mengurus rakyatnya. Pemimpin bertaqwa selalu menghindari dosa dan perilaku yang bertentangan dengan ajaran agama.


Keadilan adalah karakter penting dalam Islam. Pemimpin Muslim diharapkan untuk adil dalam perlakuan terhadap semua orang tanpa memihak atau melakukan diskriminasi. Mereka harus memperlakukan semua orang dengan keadilan dan menjalankan keputusan dan hukum dengan objektivitas. Keadilan adalah memberlakukan hukum Allah dalam setiap persoalan yang ada dalam urusan bangsa dan negara.


Pemimpin muslim harus menjadi orang yang dapat dipercaya dan menjaga amanah. Mereka harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawab mereka terhadap rakyat yang dipimpin dengan baik. Kepercayaan yang diberikan kepada pemimpin harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.


Pemimpin muslim harus memimpin dengan mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasulullah Muhammad. Mereka harus menjadi contoh dalam menjalankan ibadah dan mempraktikkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kepemimpinan mereka harus didasarkan pada ketaatan kepada Allah.


Pemimpin muslim harus menunjukkan akhlak yang baik dan berperilaku dengan etika yang tinggi. Mereka harus memperlakukan orang lain dengan kesopanan, menghormati hak-hak orang lain, dan menjaga hubungan yang baik dengan semua orang. Kesopanan, kesabaran, kelemahlembutan, kerendahan hati dan kejujuran adalah karakter yang dihargai dalam kepemimpinan menurut Islam.

Oleh: Ahmad Sastra

Dosen Filsafat 

(Ahmad Sastra, edisi 634, Kota Hujan, 16/05/23 : 21.40 WIB)

Sumber: https://www.ahmadsastra.com/2023/05/pemimpin-cacat-moral.html?m=1

 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab