Tinta Media: Politik
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Desember 2023

FIWS: PBB Hanya Permainan Politik Amerika



Tinta Media - Menyoroti terkait adanya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang digadang-gadang mampu menyelesaikan konflik Palestina, Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Bung Farid Wadjdi menilai PBB hanya sebagai permainan politik Amerika.

“Ini hanya sekedar permainan politik Amerika Serikat, yang justru kita kritisi paling dasar masih berharapnya negara Islam terhadap PBB untuk menyelesaikan persoalan ini (Palestina),” ujarnya dalam acara Kabar Petang dengan tema Bongkar Siasat Amerika Atas Gaza dikanal Youtube Khilafah News Rabu (27/12/23).

Menurutnya, bukti-bukti telah menunjukkan bahwa PBB sudah menjadi alat Amerika untuk kepentingan Amerika sendiri.

“Kita tahu salah satu resolusi PBB justru memberikan legitimasi terhadap keberadaan entitas penjajah Yahudi adalah resolusi PBB No. 181 yang disahkan oleh menteri PBB pada tahun 1947, proyek ini diserahkan Palestina menjadi negara Arab dan Yahudi,” tuturnya.

Lebih lanjut, katanya, PBB menjadi bagian dari alat politik Amerika untuk seolah-olah menunjukkan Amerika adalah negara yang paling menentukan dunia.

“Sehingga bagaimana solusi terhadap konflik di Palestina itu sangat bergantung pada Amerika dengan veto yang dia miliki, jadi PBB ini bagian dari pencitraan Amerika,” ungkapnya.

Farid menilai, keberadaan PBB juga sesungguhnya ini menjadi semacam alat penyelamat bagi ideologi kapitalisme.

“Ya, dengan adanya PBB yang menyerukan gencatan senjata  yang itu pun tidak disetujui Amerika, kemudian redaksi kemungkinan disetujui itu adalah pengiriman bantuan kemanusiaan,” bebernya.

Jadi, sambungnya, seolah-olah Amerika itu masih baik, PBB itu masih baik, sistem ideologi kapitalisme itu masih baik. “Padahal apa yang terjadi sekarang di Palestina sesungguhnya untuk mengukuhkan peradaban Kapitalisme,” tandasnya. [] Setiyawan Dwi.

Kamis, 21 Desember 2023

Muncul Istilah Politik 'Gemoy', UIY: Politik Itu Sangat Serius

Tinta Media - Mengomentari munculnya istilah politik 'gemoy' yang berarti lucu atau riang gembira, Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menyatakan bahwa politik itu sangat serius.
 
"Politik itu sesungguhnya sangat serius kalau kita mengacu kepada pengertian-pengertian yang masyhur," ujarnya dalam program Fokus To The Point: Politik, Gemoy atau Serius? Di kanal Youtube UIY Official, Senin (18/12/2023).
 
Ia menjelaskan, dalam Islam politik itu diartikan sebagai riayah suunil ummah. Maknanya adalah mengatur kehidupan umat, kehidupan masyarakat, atau kehidupan rakyat.
 
"Itu kan serius sekali! Ekonominya, pendidikannya, sosial budaya politiknya, itu diatur sedemikian," jelasnya.
 
Sehingga, lanjut UIY, sebagai manusia dan masyarakat itu bisa diwujudkan seluruh pemenuhan kebutuhan-kebutuhan asasinya. Kebutuhan sandang, papan, pangan, juga kebutuhan pendidikannya.
 
"Sehingga itu bisa membawa masyarakat maju, menuju kepada peradaban yang agung," tuturnya.
 
Ia pun menegaskan, yang demikian itu adalah hal yang sangat serius.
 
"Kalau sangat serius mestinya juga dihadapi dengan serius, lalu dicapai dengan serius, lalu ditangani secara serius oleh orang-orang yang serius," tegasnya.
 
Apalagi dalam Islam, UIY memaparkan, itu semua adalah amal shalih, sebagai bentuk ibadah yang dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.
 
"Tak mungkin pertanggungjawaban itu tidak serius. Hidup ini serius. Apalagi politik, menyangkut hidup matinya umat, menyangkut banyak orang. Ya, jadi seharusnya disikapi dengan serius," paparnya.
 
Jika tidak disikapi dengan serius, terang UIY, maka makin nyata bahwa politik (demokrasi) yang terjadi saat ini hanya untuk mengejar kekuasaan.
 
UIY juga menyampaikan bahwa berkembangnya istilah tersebut baru didapatkan menjelang pilpres.
 
"Sebelumnya kan enggak pernah ada istilah politik 'gemoy', politik 'santuy', segala macam itu," ucapnya.
 
UIY menduga, munculnya istilah itu tidak bisa dilepaskan dari dinamika yang menggiringnya sejak beberapa waktu terakhir.
 
"Khususnya setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kemudian memberi jalan mulus bagi Gibran untuk menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres). Kemudian adiknya, baru 2 atau 3 hari menjadi anggota partai, lantas menjadi ketua umum," pungkasnya. [] Muhar.

Rabu, 13 Desember 2023

Seniman Dilarang Bicara Politik, FDMPB: Ruang Kritis Rakyat Sipil Makin Sempit



Tinta Media - Kedatangan polisi yang meminta Butet Kartaredjasa untuk menandatangani surat pernyataan dan komitmen untuk tidak berbicara soal politik dalam pentas teaternya menurut Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra, menunjukkan bahwa ruang kritis rakyat sipil semakin sempit dan pertanda negeri sedang tidak baik-baik saja. 

“Para seniman dan rakyat penikmat seni sudah merasakan ketidaknyamanan dalam rezim atau sistem, mulai bersuara kemudian menyinggung sosial politik dan dibungkam. Itu menunjukkan bahwa ruang kritis rakyat sipil semakin sempit dan pertanda bahwa negeri kita sedang tidak baik-baik saja dan sudah mulai parah,” ungkapnya dalam Kabar Petang: Loh! Butet “Dibungkam” Bicara Politik di Pentas Teater? Melalui Khilafah News Youtube Channel, Senin (11/12/2023). 

Menurut Ahmad, jika karya sastra dengan bahasa konotatif majas yang bicara, berarti itu sudah parah. “Kalau sastra yang bicara berarti itu sudah parah, karena umumnya menggunakan bahasa-bahasa konotatif atau majas yang tidak bisa langsung dipahami. Sudah menakutkanlah kalau kemudian bicara kritik tapi tetap ingin mengungkapkan ya pakai puisi aja gitu kan akhirnya,” jelasnya. 

Menurutnya, berbeda dengan para ilmuwan atau cendekiawan yang berbicara apa adanya. “Dengan menggunakan bahasa denotasi secara saintifik rasional gitu,” tambahnya. 

Menurut Ahmad, kritik mempunyai dua macam substansi, yakni berfungsi sebagai perhatian dan untuk perbaikan. 

“Kita lihat substansi dari kritik itu ada dua, yang pertama adalah sebuah perhatian, seperti  perhatian orang tua dalam memberikan masukan-masukan kepada anak atau anak kepada orang tua dengan cara-cara yang baik, itu sebenarnya adalah sebagai tanda perhatian tanda kasih sayang. Substansi kedua adalah perbaikan, sebenarnya namanya kritik itu kan tidak boleh sembarangan," bebernya. 

Ahmad menilai kritik juga harus berargumen yang berbasis ilmu, harus konstruktif, harus lebih baik dari kondisi hari ini dan itu kan sebenarnya ada pertimbangan-pertimbangan intelektualnya. 

"Maka penguasa yang berbesar jiwa itu justru mendengarkan suara rakyatnya, mempertimbangkan pikiran rakyatnya. Bahkan sepahit apa pun yang namanya kritik seperti minum jamu, walaupun pahit tapi kan sehat. Jadi seperti itulah kritik, bukan tentang kebencian tapi sebaliknya kritik itu tentang perhatian dan kasih sayang,” pungkasnya. [] Evi

Selasa, 12 Desember 2023

Politik Demokrasi Hanya untuk Kekuasaan, Perubahan Hakiki Hanya dengan Islam


Tinta Media - Bertebaran makna politik di sepanjang jalan yang memaknai politik hanya bersenang-senang untuk meraih kekuasaan. Politik riang gembira, politik jalan ninja kita atau pernyataan lainnya yang tidak memahami politik sebagai aktivitas untuk mengurusi umat. Berjoget riang gembira dengan bagi-bagi amplop atau bingkisan sembako menjelang pemilu dianggap langkah pragmatis untuk meraih simpati rakyat agar mau menjatuhkan pilihannya. Aturan dibuat untuk dilanggar, money politik dianggap sedekah yang dilakukan caleg atau capres-cawapres untuk mendapatkan dukungan. Blusukan dan janji-janji manis ditebar dengan memberikan harapan palsu pada rakyat yang menginginkan perubahan dan bisa hidup srjahtera. Namun, pergantian aktor politik atau rezim tidak membawa angin perubahan ke arah yang lebih baik, malah ambisi untuk terus berkuasa ditampakkan secara vulgar  oleh mereka yang sudah menikmati kue kekuasaan. Koalisi dilakukan hanya untuk menggalang kekuatan.

 

 

 

Kedaulatan ditangan rakyat adalah ide utopis, janji demokrasi yang tidak pernah terbukti, faktanya kedaulatan ditangan oligarki. Rakyat diberi angan-angan semu untuk menentukan nasib mereka sendiri. Nyatanya, atas nama rakyat banyak aturan dibuat hanya menguntungkan oligarki, tapi merugikan rakyat. Suara buruh yang menyuarakan perbaikan nasib mereka tidak ditanggapi. Suara oligarki lebih didengar dan diberi jalan untuk menguasai negeri yang memiliki kejayaan dan keindahan yang luar biasa. Masihkah sistem demokrasi layak dipertahankan jika ingin sebuah perubahan hakiki.

Sejarah membuktikan demokrasi sistem yang tidak manusiawi. Pergantian rezim tidak membawa perubahan hakiki. Setiap rezim menginginkan politik dinasti yang menjadikan anak keturunannya terus berkuasa, meskipun menghalalkan segala cara bahkan melanggar prinsip-prinsip dalam berdemokrasi. Ambisi kuat untuk mempertahankan kekuasaan ditunjukkan dengan menyalahgunakan kekuasaan, bahkan dengan mengubah aturan yang mereka buat sendiri.

Tentunya hanya dengan Islam kita berharap untuk melakukan perubahan hakiki, yang memaknai politik tidak hanya berebut kekuasaan, tapi lebih pada usaha untuk mengurusi rakyat agar terpenuhi hak dan kebutuhan mereka untuk bisa hidup aman dan sejahtera. Keadilan akan dirasakan oleh semua rakyat dengan menerapkan hukum dari Sang Pencipta manusia, hidup dan alam semesta. Sebuah sistem yang menjaga jiwa, keamanan, kehormatan manusia. Menjaga rakyat dan juga pemimpinnya dari keburukan, bujukan setan yang terkutuk dengan selalu mengaitkan setiap perbuatan dengan semua perintah dan larangan-Nya agar Allah SWT. Ridho pada mereka. Pemimpin yang amanah dan dicintai rakyat akan mampu membawa gerbong perubahan menuju Indonesia maju.

Sementara, politik demokrasi hanya jalan di tempat, Indonesia maju hanya janji semu yang jauh dari kenyataan. Bagaimana bisa Indonesia maju ditopang oleh hutang riba yang terus menggunung tanpa ada usaha untuk menyelesaikannya. Biaya politik yang tinggi membuat para pejabat yang terpilih menyalahgunakan kekuasaan dengan mencuri uang rakyat. Korupsi menggurita karena hikum buatan manusia telah menyuburkannya. Hukum tidak tegas dan memberi celah bagi koruptor, pencuri uang rakyat terbebas dari hukuman. Kehidupan sekuler membuat hidup semakin sulit karena pintu berkah dari langit dan bumi tertutup bagi penduduk suatu negeri yang lebih memilih diatur dengan hukum peninggalan kolonial penjajah.

Politik kotor hanya demi kekuasaan harus diganti dengan politik bersih dan mulia dalam sistem Islam agar kehidupan Islami bisa terwujud untuk menciptakan penduduk suatu negeri yang beriman dan bertakwa. Allah SWT. Membuka pintu berkah langit dan bumi, karena penduduknya yang beriman dan bertakwa.  “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Surat Al-A’raf Ayat 96). Saatnya beralih ke politik Islam untuk perubahan hakiki dengan meninggalkan politik demokrasi yang hanya untuk ambisi merebut kekuasaan. Politik dalam sistem Islam yang menghasilkan pemimpin amanah untuk mengurusi rakyat karena dorongan iman dan takwa. Begitu pula rakyat peduli dan mencintai pemimpinnya dengan terus melakukan muhasabah agar pemimpinya bisa tetap lurus menjalankan tugasnya dengan menerapkan Islam secara kaffah.

Seorang muslim yakin bahwa penerapan Islam secara kaffah akan membawa kebaikan. Sebaliknya meninggalkan dan mendustakan syariat-Nya, hanya akan mendatangkan keburukan dan azab yang pedih. Kehidupan dunia yang hanya sementara tidak layak dijadikan tujuan, karena semua ini akan segera tinggalkan. Semua yang ada di dunia akan menjadi cerita pada waktunya nanti saat kita harus kembali kepada-Nya. Sementara, kehidupan akhirat akan menjadi nyata dan kita akan tinggal selama-lamanya. Lalu bagaimana bisa kita meninggalkan Islam saat berpolitik dan mati-matian mengejar kekuasaan dan nikmat dunia yang segera kita tinggalkan. Sudah saatnya kita berpikir cerdas untuk mengatur hidup kita dengan Islam termasuk juga saat kita berpolitik agar Allah SWT. Ridho dengan apa yang kita kerjakan sehingga kita akan mendapatkan kebaikan di dunia terlebih di akhirat nanti.

Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media

Minggu, 03 Desember 2023

Drama Politik Demokrasi




Tinta Media - Di Kampung Cibeureum Empe RT 004/020, Desa Pangalengan, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, relawan Ganjar Pranowo yang tergabung dalam Santri Dukung Ganjar (SDG) Jawa Barat, membantu pembangunan gedung organisasi keagamaan. Pada hari Sabtu (11/11/2023) lalu, dilaksanakan Pemberian bantuan dan kerja bakti.

Menurut Koordinator wilayah SDG, sosok Ganjar Pranowo-Mahfud telah menginspirasi kegiatan ini. Misi dari pasangan calon presiden-calon wakil presiden ini adalah mempercepat pembangunan manusia Indonesia unggul, berkualitas, produktif, dan berkepribadian. Pembangunan gedung organisasi keagamaan di Pangalengan ini akan dijadikan tempat kegiatan kemasyarakatan dan pendidikan keagamaan. 

Material bangunan diberikan oleh Santri Dukung Ganjar. Menurut Koordinator Wilayah SDG Jabar, pemberian bantuan ini adalah sesuai dengan misi Ganjar-Mahfud, bahwa perubahan masyarakat dilakukan melalui pendidikan untuk membangun Indonesia Emas di 2045."

Warga Asahan begitu antusias menyambut kadatangan Capres Ganjar Pranowo. Menurut Ach Hakiki, mereka membangun bersama masyarakat dari sektor keagamaan terlebih dahulu, untuk menopang kemajuan Pangalengan. 

Sektor pendidikan dan keagamaan akan dikembangkan oleh SDG. Oleh sebab itu, SDG akan ikut terlibat langsung dalam pembangunan di Pangalengan. Hal ini karena Pangalengan adalah kecamatan yang cukup besar, tetapi belum ada perguruan tinggi di sana. Mereka menyosialisasikan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di sela kegiatan gotong royong membangun gedung organisasi keagamaan. Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi bukti nyata tentang visi misi Ganjar-Mahfud. 

Mereka juga turun memberikan bantuan konkret ke masyarakat, tidak sebatas gagasan saja. Atang Sukmajaya sebagai tokoh masyarakat, menyambut baik bantuan yang diberikan para pendukung Ganjar-Pranowo. Menurut nya bantuan tersebut adalah positif.

Sebenarnya, fenomena drama dari calon presiden dan calon wakil presiden menjelang pemilu sudah menjadi  hal biasa. Sudah menjadi tradisi juga ketika menjelang pemilu, para calon presiden dan calon wakil presiden mendekati dan berinteraksi dengan warga, seperti memberikan bantuan-bantuan, memberi janji-janji manis agar mereka dipilih oleh masyarakat. Akan tetapi, ketika sudah terpilih, mereka lupa akan janji-janji tersebut. 

Drama politik menjelang pemilu adalah bukti dari sistem politik demokrasi yang telah menjadi panggung perpolitikan. Berbagai drama politik akan kita temui di setiap tahun politik  yang dilakoni oleh para politisi kita.  Pertarungan antara kontestan politik memberikan dampak kepada rakyat, bahkan tidak jarang mengorbankan nyawa rakyat. 

Drama politik adalah salah satu produk dari penerapan sistem politik demokrasi. Sistem politik inilah yang menjadi panggung utama arena pertarungan politik yang hanya bertujuan untuk mengambil alih kekuasaan. Sistem ini seakan-akan berpihak pada kepentingan rakyat, tetapi pada prakteknya justru rakyat terabaikan dari periayahan negara. 

Ada alasan mengapa sistem politik demokrasi dikatakan sebagai panggung terwujudnya drama politik, yaitu karena sistem ini berlandaskan pada sekuler liberal yang menentang agama sebagai pedoman dalam menjalankan pemerintahan, juga dalam mekanisme pemilu. Aturan agama yang diabaikan oleh para politisi menjadikan politik uang, kecurangan, dan penipuan akan selalu ada dan mewarnai drama politik ini. 

Sistem politik demokrasi ini sama halnya dengan model negara korporatokrasi, yaitu negara yang dipimpin oleh sejumlah korporasi, sementara posisi pejabat semacam regulator untuk para pengusaha kakap, agar bisa memuluskan kepentingan mereka.

Sistem politik Islam tentunya berbeda dengan sistem politik demokrasi yang hanya berbicara masalah kekuasaan dan menghalalkan segala cara dalam kontestasinya. Politik dalam Islam bermakna ri'ayah su'unil ummah (mengurusi urusan umat), baik di dalam maupun di luar negri. Dalam sistem Islam, rakyat dan pemerintah bersama-sama melakukan aktivitas politik. Urusan rakyat diatur oleh pemerintah secara praktis, sedangkan rakyat mengontrol sekaligus mengoreksi pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya. 

Fungsi pemimpin negara adalah bertanggung jawab terhadap urusan rakyat, sekaligus melindungi dari segala macam bahaya. Sehingga, fokus utama kerja penguasa adalah mengurusi urusan umat, bukan sekadar janji-janji manis belaka. 

Inilah salah salah satu urgensi adanya kepemimpinan dalam Islam, agar masyarakat benar-benar diriayah semua kepentingannya. Hal ini karena seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. di akhirat kelak.
Wallahu'alam bisshawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Kamis, 30 November 2023

Diamnya Pemimpin Muslim pada Zionis, FKUA: Negeri Muslim Mengalami Kekalahan Politik



Tinta Media - KH Heru Laode Elyasa dari Forum Komunikasi Ulama Aswaja (FKUA) menanggapi alasan para pemimpin muslim diam kepada entitas penjajah Yahudi.

“Ini kita melihat betapa negeri-negeri kaum muslimin itu mengalami satu kekalahan politik,” ujarnya dalam acara Kabar Petang dengan tema Mereka Mengkhianati Palestina di kanal Youtube Khilafah News, Sabtu (18/11/2023).

Kalau dilihat pada sebuah pertarungan antara zionis dan sekutunya, lanjutnya, ada pertarungan bersenjata yang diwakili Hamas dan ada pertarungan politik untuk pemimpin muslim di seluruh dunia.

“Pemimpin-pemimpin muslim di seluruh dunia ini kalah dalam persoalan politik sehingga mereka mengalami ketakutan terhadap Zionis yang di belakangnya itu adalah Amerika,” tuturnya.

Posisi Amerika, Prancis, dan negara-negara lainnya, ungkapnya, itu memosisikan sebagai global player. “Dan ini tentu PR terhadap kaum muslimin, sesungguhnya kaum muslimin dilarang oleh Allah SWT untuk menjadi objek dari para negara-negara kafir,” bebernya.

Dan sangat memprihatinkan, kata KH Heru, ketika Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri 57 negara di Riyad disuruh diam oleh Netanyahu. “Mereka lebih takut kepada Zionis daripada kepada Allah SWT,” tandasnya. [] Setiyawan Dwi

Jumat, 24 November 2023

UIY: Hukum Dimainkan untuk Kepentingan Politik


 
Tinta Media – Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menilai bahwa hukum dimainkan untuk kepentingan politik.
 
“Hukum seperti dimainkan untuk kepentingan politik, bahwa orang bisa selamat jika masih inline dengan kekuasaan, dengan rezim, sehingga orang yang memilih jalan yang bertentangan dengan penguasa harus berpikir sekian kali,” ungkapnya, di Focus To The Point: Pejabat Hukum, Guru Besar Hukum, Terjerat Korupsi, Ada Apa? Melalui kanal Youtube UIY Official, Senin (20/11/2023).
 
Meski demikian UIY mengingatkan, orang yang inline dengan kekuasaan cepat atau lambat dia akan menjadi pesakitan.
 
 “Seperti yang kita sudah lihat pada Menteri Pertanian, kemudian Menteri Komunikasi dan Informatika. Itu semua menunjukkan bahwa penegakan hukum itu secara teoritik untuk keadilan, tapi dalam faktanya untuk kekuasaan,” jelasnya.
 
Ia mengulas, ketika hukum itu ditegakkan bukan di atas prinsip keadilan, tapi atas dasar kekuasaan, maka yang terjadi adalah like and dislike (suka atau tidak suka).
 
“Like and dislike ini bukan benar salah, tetapi suka atau tidak suka. Kalau suka atau tidak suka, maka yang salah bisa menjadi benar, yang benar bisa menjadi salah. Ini akan menjungkirbalikkan hukum yang semakin menjauhkan dari prinsip keadilan. Ketika keadilan hilang, yang ada ketidakadilan,” bebernya.
 
Ketika ketidakadilan merajalela, lanjutnya, akan memperkuat adagium might is right (yang punya kuasa itulah yang benar), bukan right is might. “Itu satu langkah menuju hukum rimba,” tukasnya.
 
Ia menilai, biasanya ketika sudah tidak punya kekuasaan, orang akan menjadi pesakitan, kecuali memberikan kompensasi besar berupa uang pelicin atau sogokan yang besar.
 
“Akibatnya, dia berpikir kalau korupsi yang besar sekalian. Di situ kita melihat bahwa akhirnya yang dirugikan adalah negara, bangsa, dan rakyat. Rakyat dihisap pajaknya sampai yang kecil-kecil, sementara uang pajak yang begitu besarnya dikorup oleh mereka-mereka yang berpikiran koruptif, jahat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
               
 

Minggu, 05 November 2023

Ada Lobi Politik di Balik Pertemuan Tiga Capres dengan Jokowi?



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai ada kemungkinan lobi politik yang dilakukan Presiden Jokowi dengan mengundang tiga calon presiden dalam jamuan makan.
 
“Pertemuan Presiden Jokowi itu bisa saja ditafsirkan banyak arti, atau bahkan tidak tertutup kemungkinan juga ada lobi-lobi politik di meja makan,” tuturnya dalam video:Tidak Ada Makan Siang Gratis Melalui kanal Youtube Justice Monitor, Selasa (31/10/2023).
 
Ia berargumen, dalam urusan politik ada ungkapan no freelance (tidak ada makan siang gratis)  sebab hampir setiap aktivitas politik yang dilakukan punya makna, baik tersirat maupun tersurat.
 
“Apakah ini  juga bisa ditafsirkan bahwa Jokowi sedang terdesak? Masa jabatannya tinggal satu tahun lagi sementara banyak proyek ambisius pribadi yang belum tuntas,” tanyanya mengakhiri penuturan.[] Muhammad Nur

ANTROPOSENTRISME DEMOKRASI DAN DISORIENTASI POLITIK



Tinta Media - Ketika seorang pemimpin negara telah mulai memasukkan anggota keluarganya masuk dalam dunia politik. Apakah masyarakat khususnya generasi milenial dan generasi z secara tidak langsung, sedang 'dipaksa' menyaksikan praktik politik dinasti ? Saat ini, apakah indonesia sedang baik-baik saja?

Tentu saja iya, pertama, sebab terlihat gamblang mulai dinamika di MK soal batas usia capres dan cawapres hingga pencalonan cawapres Gibran. Kedua, Sebagaimana pengakuan Prabowo, dia sendiri mengatakan saat pidato di depan partai PSI bahwa politik dinasti itu hal yang wajar dengan menyinggung partai-partai lain yang juga mempraktekkan politik dinasti.

Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat capres dan cawapres berusia 40 tahun atau memiliki pengalaman menjadi kepala daerah. Putusan 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya dinilai tidak sah.

Denny menjelaskan, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah mengatur, "seorang hakim... wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa."

Selain pelanggaran benturan kepentingan, putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 juga dinilai mempunyai cacat konstitusional lain. Salah satunya terkait legal standing pemohon "Pemohonnya sebenarnya tidak mempunya legal standing, dan karenanya, permohonan wajarnya dinyatakan tidak diterima, sebagaimana dengan baik dijelaskan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo," pungkasnya.

Dari dua faktor ini sebenarnya tengah terjadi sebuah praktek politik yang tidak sehat yang akan ditonton oleh generasi z, tentu saja hal ini tidaklah merupakan pendidikan politik, sebagaimana disampaikan oleh Prabowo. Apa yang dimaksud pendidikan politik ketika yang terjadi adalah dinasti politik. Dalam filsafat, pernyataan Prabowo bisa disebut sebagai apologi.

Indonesia, jelas tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja. Sebab demokrasi yang telah dikenal dalam kendali oligarki, kini malah ditambah seolah politik hukum itu dikendalikan oleh keluarga. Keputusan MK terbukti memunculkan berbagai polemik di masyarakat. Indonesai sedang tidak baik-baik saja, sebab masa depan hukum di negeri ini semakin suram.

Apakah hukum demokrasi tidak melarang, bahkan menyatakan sah-sah saja terhadap ada dinasti politik? Apa dampak dan ancaman dinasti politik jika terjadi di Indonesia? Demokrasi itu kan bersifat antroposentrisme di mana manusia menjadi penentu segalanya, sementara manusia dipenuhi oleh kepentingan pragmatis. Inilah yang sesungguhnya menjadikan demokrasi dalam prakteksnya mengalami disorientasi politik, karena salah sejak dari paradigmanya.

Karena itu politik dinasti yang akan dianggap bukan masalah selama masih sejalan dengan kepentingan pragmatisnya. Kuliatas dan kualifikasi calon pemimpin menjadi no dua, inilah awal kerusakan politik demokrasi.

Politik dinasti ini tentu saja akan berdampak buruk bagi kemajuan bangsa ini. Sebab kriteria pemimpin yang berkualitas menjadi tidak berlaku di negeri ini. Generasi muda bangsa ini juga akan putus asa untuk meningkatkan kualitas diri, jika para pemimpin hanya diambil dari orang-orang dekat, meski secara kualitas masih dipertanyakan.

Politik dinasti yang hanya mengutamakan kedekatan keluarga, bukan karena kualifikasi personal akan berdampak buruk pada kemajuan negeri ini dalam jangka panjang. Sebab kompleksitas masalah bangsa ini bukan hanya harus diselesasikan oleh pemimpin yang punya kualifikasi, namun juga soal sistem yang harus diperbaiki.

Ada beberapa watak antroposentrisme demokrasi kapitalisme sekuler. Karena hasrat yang selalu tidak terpuaskan, manusia melalui akal pengetahuannya berusaha memenuhi hasratnya dengan berbagai gagasan yang mengindikasikan eksploitasi kapitalis.

Karakter antroposentrisme kapitalis yakni opresif/eksploitatif, reduksionis, kuasa-menguasai (kolonialisme), berwawasan ilmu pengetahuan modern dan berteknologi. Antroposentrisme kapitalis melihat alam sebagai objek, alat, komoditas, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia.

Antroposentrisme kapitalis hadir sebagai ideologi untuk menggerakkan kaki tangan proyek-proyek pembangunan yang bermisikan ‘pembangunan peradaban’. Antroposentrisme berkonspirasi dengan ilmu pengetahuan modern dengan mengabaikan cara-cara pengetahuan ekologi dan pendekatan holistik, serta mengebirikan kaum perempuan sebagai ahli.

Apakah dinasti politik membuat orang yang tidak kompeten bahkan kemaruk akan berkuasa? Iya jelas, sudah saya tekankan di awal tadi, bahwa dinasti politik ini tidak mengutamakan kualifikasi kepemimpinan, namun hanya karena kedekatan keluarga. Hal ini tentu saja mengkonfirmasi adanya kerakusan atas kekuasaan. Dinasti politik juga sangat mengabaikan kompetensi, maka hal ini menunjukkan rasa kemaruk dan tak peduli kepada masa depan bangsa dan Negara.

Apakah jika dibiarkan, gurita kekuasaan keluarga akan menjalar ke semua bidang kenegaraan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif? Dan jika gurita kekuasaan terjadi, yang akan muncul kemudian adalah gurita korupsi, jamaah keluarga berkorupsi, hingga berlanjut munculnya industri hukum, mafia hukum, dan mafia peradilan? Dan apakah ini bisa dicegah?

Benar sekali, sebab mereka yang hari ini punya kuasa akan bisa mengatur dengan kekuasaan dan uangnya untuk sebanyak-banyaknya mengajak anggota keluarga untuk ikut berkuasa. Sementara kekuasaan itu sangat dekat dengan kerakusan dan rasa kemaruk karena pragmatism, sehingga berpotensi akan terjadi tindak korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pencegahannya tentu saja menjadikan hukum sebagai panglima dimana hukum dirumuskan berdasarkan kepentingan bangsa yang lebih besar, bukan bisa dipermainkan sesuai kepentingan segelintir orang. Antroposentrisme demokrasi berpotensi terjadinya disorientasi politik. Dalam Islam, syariat Islam adalah hukum yang didasarkan oleh firman Allah, tak bisa diubah oleh manusia.

Pencegahan kedua tentu saja kembali kepada individu yang harus memiliki orientasi yang lurus dan benar. Setiap individu pemimpin harus menyadari bahwa kepemimpinan adalah amanah berat yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan akhirat. Jika paham ini, maka seorang pemimpin akan takut berebut jabatan, apalagi mewariskan jawaban kepada keluarganya.

Pencegahan ketiga adalah dengan adanya kendali dari masyarakat dengan terus melakukan proses kontroling dan pengawasan. Masyarakat harus memiliki kesadaran politik agar para pemimpin di negeri ini tidak melakukan penyimpangan. Terlebih pada intelektual dan ulama yang harus terus memberikan arah dan pencerahan bagi perjalanan bangsa ini.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 28/10/23 : 08.40 WIB) 

Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa

Kamis, 26 Oktober 2023

PAKTA: Putusan MK Tentang Batas Usia Minimal Capres Cawapres Bukti Bobroknya Demokrasi

Tinta Media - Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang berbunyi “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana mengatakan bahwa itu bukti bobroknya demokrasi.
 
“Keputusan MK ini menurut saya itu menunjukkan bukti bobroknya demokrasi,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (25/10/2023).
 
Erwin beralasan, kalaulah MK itu berfungsi untuk meluruskan semua regulasi yang tak sejalan dengan konstitusi, ini justru MK itu sendiri telah merontokkan konstitusi.
 
“Jadi bukan lagi Mahkamah Kontitusi di tengah-tengah masyarakat malah berkembang menjadi mahkamah keluarga. Kenapa mahkamah keluarga? Karena dengan sendirinya klausul ini, ini menjadi karpet merah untuk Gibran,” ulasnya.
 
Erwin menerangkan, yang memutuskan itu adalah paman Gibran, presiden Indonesia itu adalah Jokowi, bapaknya Gibran. “Jadi apapun yang terkait dengan pasal ini senantiasa ini pasti terhubung dengan Gibran. Jadi, ini merupakan karpet merah untuk Gibran,” imbuhnya.
 
Terus Berkuasa
 
Dalam penilaian Erwin, putusan MK ini merupakan bagian dari ambisi Jokowi untuk senantiasa terus berkuasa.
 
“Setelah upaya-upaya yang dia lakukan untuk bertahan tiga periode itu gagal karena banyak hal, akhirnya dia berusaha untuk diteruskan oleh keluarganya. Siapa yang paling mungkin? Yang paling mungkin adalah Gibran. Nah, jadi ini merupakan upaya untuk melanggengkan ambisi Jokowi untuk terus berkuasa,” bebernya.
 
Menurutnya, dinasti politik semacam ini sangat berbahaya bagi rakyat dan negara, karena akan menutup celah bagi orang lain yang jauh lebih kapabel, yang jauh lebih mampu, yang jauh lebih memiliki kapasitas untuk berkuasa.
 
 “Yang berkuasa itu pada akhirnya adalah anaknya penguasa sekarang. Apakah mampu atau tidak itu menjadi nomor sekian. Dia enggak cakap, itu nomor sekian, dia tidak memiliki kapasitas, tidak memiliki integritas, itu nomer sekian. Akhirnya kondisi negara yang memang sudah amburadul tidak kunjung bisa diperbaiki,” sesalnya.
 
Islam
 
Erwin lalu membandingkannya dengan Islam. “Dalam Islam isu politik dinasti itu sama sekali tidak ada, karena Islam itu paradigma politiknya adalah riayah suunil ummah (mengurusi urusan masyarakat),” ujarnya.
 
Maka dengan sendirinya, ia melanjutkan,siapa di antara orang-orang terbaik dalam Islam yang mampu untuk mengurus urusan masyarakat dengan cara yang baik akan diserahi amanah kepemimpinan.
 
“Apakah bapaknya sudah menjadi khalifah, kemudian anaknya ternyata memiliki kemampuan yang sama dengan bapaknya bahkan mungkin lebih baik dibanding bapaknya tidak masalah,” tambahnya.
 
Ini, ucapnya, berbeda dengan demokrasi. Dalam demokrasi politik itu bukan pengurusan terhadap urusan rakyat tetapi politik bermakna kepentingan.
 
“Kepentingan yang dilegalkan melalui peraturan perundang-undangan bahkan dengan sendirinya perundang-undangan itu dibuat akan berpihak kepada yang membuat dan juga keluarga yang membuat. Pada akhirnya negeri ini bukan menjadi milik rakyat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Minggu, 22 Oktober 2023

Sistem Demokrasi Gagal Memberantas Korupsi, Islam Solusi Hakiki

Tinta Media - Dugaan korupsi di jajaran menteri kembali terjadi. Dilansir dari tirto.id bahwa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tengah menjadi sorotan dugaan korupsi. Dugaan tersebut diperkuat ketika Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Syahrul dan kantor kementan, kemudian tim penyidik pun menemukan dokumen, sejumlah uang senilai miliaran rupiah, dan 12 pucuk senjata api. (Kamis 05/10/2023).

Dari tahun ke tahun, ada saja pejabat publik yang ditangkap oleh KPK atas dugaan korupsi. Pemerintah telah gagal dalam memberantas korupsi, bukan nya berkurang justru semakin bertambah. Meningkatnya kasus korupsi menjadi masalah bagi pemerintah untuk memberantas korupsi sehingga upaya-upaya yang dilakukan tidak juga menemukan solusi. 

Fenomena korupsi di negeri ini dianggap menjadi hal biasa, karena sistem pemerintahan saat ini belum mampu menciptakan masyarakat yang bersih dari korupsi. Bahkan, seolah-olah sudah menjadi budaya di masyarakat, bisa dikatakan mengakar pada sistem pemerintahan secara umum. 

Gerakan anti korupsi belum menjadi gerakan bersama. Gerakan anti korupsi hanya secara parsial, tidak secara menyeluruh sampai ke akar-akarnya.

Pemberantasan korupsi di negeri ini hanya ilusi. Tindakan pemerintah tidak dilakukan secara sistematis untuk mengatasi korupsi secara tuntas. Pembentukan KPK pun tak mampu menghentikan gerak korupsi, sehingga kasus korupsi masih terus ada. 

Beberapa faktor yang mendorong individu melakukan tindakan korupsi, bisa karena faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal bisa berupa sifat tamak/rakus, gaya hidup konsumtif, dan moral yang kurang kuat. 

Sedangkan faktor ekternal di antaranya adalah politik. Hal ini karena politik merupakan sarana untuk melakukan korupsi. Ada juga faktor hukum karena. Hal ini disebabkan karena lemahnya penegak hukum serta sifat hukum yang tidak tegas. Selain itu, ada juga faktor ekonomi. Ketika pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, maka dengan mudah mereka melakukan korupsi agar terpenuhi kebutuhan tersebut. 

Masalah korupsi butuh solusi secara tuntas dengan cara pencegahan. Namun, sistem demokrasi, kapitalisme, sekulerisme tidak mampu mencegah secara tuntas. 

Berbeda jika sistem Islam diterapkan. Islam mengharamkan tindak korupsi. Banyak ataupun sedikit, tetap akan mendapatkan sanksi yang tegas sebagimana sabda Rasulullah saw. 

“Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji), maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud)

“Barang siapa melakukan ghulul, maka ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat.” (HR At-Tirmidzi)

Korupsi termasuk ghulul, baik mengambil harta yang bukan haknya dari uang negara, risywah (suap menyuap), atau hadiah untuk pejabat dan keluarganya.

Rasulullah saw. bersabda,

“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR Ahmad)

Islam juga memiliki mekanisme mencegah terjadinya korupsi. Melalui sistem pendidikan Islam, negara akan menjadikan masyarakat menjadi betakwa. Untuk para pejabat, akan diseleksi dari orang-orang yang bertakwa. Negara juga akan melakukan perhitungan harta pejabat sebelum menjabat dan sesudahnya. 

Penerapan kebijakan nya bersumber dari Al-Qur'an, assunah, qiyas dan ijma sahabat sehingga pelaku korupsi tidak hanya dipenjara, tetapi akan dikenakan sanksi potong tangan. 

Rasulullah saw. bersabda,

“Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Oleh: Nasiroh (Aktivis Muslimah)

Minggu, 24 September 2023

Politik Tanpa Agama? No Way!

Tinta Media - Pemilihan Presiden tinggal lima bulan lagi, para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres)  beserta partai - partai pendukung sudah mulai berkampanye,  baik secara terang-terangan maupun secara terselubung di media sosial.

 

Dalam situasi panas kompetisi mengumpulkan pendukung,  Menteri Agama Yaqut Cholil mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan pertanyaan banyak pihak. Pak Menag memperingatkan masyarakat agar tidak memilih capres dan cawapres yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk mendapatkan kekuasaan. Agama Islam adalah rahmat untuk semesta alam,  bukan hanya rahmat bagi umat Islam saja, katanya. 

 

Pernyataan Menag ini mengandung pesan bahwa agama Islam jika menyatu dengan politik akan menjadi sesuatu yang buruk, harus dihindari. Pernyataan Menag juga menjadi bukti bahwa negara ini memang sekuler,  memisahkan agama dari kehidupan berpolitik. 

 

Pencitraan negatif agama Islam dalam politik asalnya datang dari Barat, dari kaum orientalis yang bertujuan untuk menciptakan Islamofobia.  Sungguh ironis kalau sekarang tuduhan itu keluar dari mulut seorang menteri agama yang notabene seorang muslim. 

 

Padahal kenyataannya politik sekularisme - demokrasi yang digunakan saat inilah yang rusak, karena menerapkan prinsip Machiavelli:  Menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan. Kegiatan pencitraan peduli pada rakyat,  blusukan ke pesantren dan pasar,  berpakaian bagai orang taat beragama,  berfoto saat beribadah dan politik uang atau bantuan adalah formula baku banyak politisi saat pemilu menjelang agar dipilih kaum muslim. 

 

Politik uang juga menjadi suatu hal yang lumrah dilakukan menjelang pemilu. Seorang cawapres dan anggota legislatif mengatakan bahwa bila seseorang dicalonkan untuk menjadi anggota legislatif pusat butuh dana Rp 40 Milyar,  untuk menjadi Bupati / Walikota butuh uang Rp 30 Milyar dan Gubernur bisa mencapai Rp 100 Milyar,  maka seorang calon presiden harus menyediakan dana sampai trilyunan. Tentu biaya yang besar ini tidak mungkin disediakan secara mandiri,  pasti ada bantuan dari pihak lain. Saking besarnya politik uang di negeri ini, menurut standar internasional,  menjadikan Indonesia sebagai negara dengan politik uang ke-3 terbesar di dunia. Bukan prestasi yang patut dibanggakan. 

 

Mekanisme pemilu demokrasi sekuler seperti itu dapat dipastikan hanya akan menghasilkan para eksekutif dan legislatif yang setelah terpilih, sibuk mencari cara bagaimana mengembalikan modal daripada bekerja memikirkan kesejahteraan rakyat. Jabatan dan kewenangan dimanfaatkan untuk mengganti ongkos politik saat pemilu. Tidak ada rasa takut kepada Allah SWT atas dosa perbuatan itu. 

 

Berbeda dengan sistem Islam, politik dan agama tidak dapat dipisahkan karena agama menjadi landasan pelaksanaan politik. Islam bukan saja mengatur masalah spiritual tapi juga mengatur masalah urusan duniawi seperti politik,  ekonomi, sosial,  pemerintahan dan lain-lain. Orientasi politik Islam adalah mengurusi urusan umat dengan menerapkan hukum-hukum Allah SWT dan menjadikan Islam sebagai Rahmatan lil 'alamiin. 

 

Kegiatan politik dilakukan oleh umat (rakyat) dan negara (Pemerintah).  Pemerintah mengatur urusan rakyatnya secara praktis dan rakyat mengontrol juga mengoreksi Pemerintah dalam melakukan tugasnya. Kedaulatan membuat hukum ada pada Allah SWT.

 

Dalil-dalil syariah merupakan kontrol terhadap aktivitas politik dalam Islam,  seperti HR Bukhari yang berbunyi: Seseorang yang ditetapkan Allah untuk mengurus kepentingan umat,  tetapi dia tidak memberikan nasihat kepada mereka,  tidak akan mencium baunya surga. 

 

Atau HR Bukhari - Muslim yang berbunyi: Tidaklah seorang hamba yang ditetapkan Allah untuk mengurus rakyat,  lalu ia mati dalam keadaan menipu mereka,  kecuali Allah mengharamkan dirinya masuk surga. 

Dengan begitu,  dalam Islam tidak ada satu pun aktivitas seorang muslim yang dapat terpisah dari syariah agama. Begitu pula dalam aktivitas politik.  Tidak mungkin kekuasaan terpisah dari agama, seperti pernyataan Ibnu Taimiyah,  Jika kekuasaan terpisah dari agama atau agama terpisah dari kekuasaan, niscaya perkataan manusia akan rusak. Hanya dengan agama Islam pelaksanaan politik dapat terjaga dari bermaksiat kepada Allah SWT. 

 

Wallahu a'lam bish shawwab

 

Oleh: Wiwin

Sahabat Tinta Media 

Kamis, 07 September 2023

PDIP Kritik Food Estate, PAKTA: Sudah Terlambat


 
Tinta Media  - Menanggapi kritik PDIP terkait food estate, Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana menyatakan, hal itu sudah terlambat.
 
“Sudah terlambat, pahlawan kesiangan bahkan kemalaman,” ungkapnya dalam rubrik:  PDIP Kritik Food Estate, Bagaimana Dengan IKN? Di kanal Youtube PAKTA Chanel,  Kamis (31/8/2023).
 
Terkait apakah kritik terhadap food estate tersebut merupakan pembelaan terhadap rakyat, Erwin justru mempertanyakan mengapa PDIP sama sekali tidak mengkritik proyek IKN padahal anggarannya jauh lebih besar dan belum ada tanda-tanda keberhasilan.
 
“Anggaran IKN itu lima kali lipat. Food estate sudah ada yang jalan bahkan diklaim sebagai berhasil, sudah kelihatan wujudnya. Sementara belum nampak tanda-tanda kehidupan di IKN,” jelasnya.
 
Oleh karenanya, PDIP sebagai perwakilan wong cilik semestinya melakukan kritik serupa terhadap IKN yang terindikasi gagal. Juga proyek lain seperti kereta cepat dan ketimpangan di masyarakat seperti proses ganti rugi warga yang belum terselesaikan, kesulitan masyarakat mendapatkan gizi seimbang, stunting  yang  jumlahnya 20 hingga 30% dan lain-lain.
 
“Kritikan (terhadap food estate) sama sekali tidak bersentuhan dengan aspirasi, kepentingan dari masyarakat,” pungkasnya. [] Yung Eko Utomo

Selasa, 05 September 2023

IJM: Peta Baru Cina Rendahkan Kedaulatan Indonesia



Tinta Media - Peta baru Cina yang mengklaim wilayah Laut Cina Selatan termasuk Perairan Natuna di Indonesia dinilai Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana telah merendahkan kedaulatan Indonesia. 

“Peta baru yang dirilis Cina dan mencakup atas Perairan Natuna di Indonesia jelas telah merendahkan kedaulatan negara Indonesia,” ucapnya dalam video Peta Baru Cina Acak-Acak Negara Tetangga, RI Juga? Jumat (1/9/2023) di kanal Youtube Justice Monitor.
 
Menurutnya, Cina juga telah mengabaikan Hukum Laut Internasional Uncloss 1982 yang mengatur batas-batas maritim seperti laut teritorial, zona ekonomi eksklusif (ZEE), landas kontinen dan lainnya. Meski Indonesia adalah non clientmen state atau bukan negara pengklaim di Laut Cina Selatan, ia mengungkap ketegangan sudah terjadi sejak 2017 soal Laut Natuna Utara yang diklaim masuk teritorial Cina.  

“Indonesia menyatakan Laut Natuna Utara masuk  ZEE Indonesia dan sejak awal menolak klaim Laut Cina Selatan tentang nine dash line (sembilan titik imaginer). Garis ini kan tidak diakui Hukum Internasional Unclos 1982,” ulasnya.

Walau Cina tahu betul sikap Indonesia soal sengketa teritorial di Laut Cina Selatan, Agung membeberkan jika Cina menandatangani Unclos tersebut tetapi secara sengaja tidak pernah mendefinisikan makna hukum dari sembilan garis putus-putus tersebut.

“Kasus ini adalah konflik teritorial yakni masalah geopolitik klasik yang terus melanda dunia hari-hari ini. Negara-negara powerfull biasa melakukan klaim sepihak atas teritorial mereka dan harus menabrak rambu-rambu hukum internasional bahkan kedaulatan maritim negara lain,” imbuhnya. 

Ia menyayangkan negara-negara ASEAN yang hanya bisa mengutuk sambil menonton adu otot antara Amerika Serikat dengan Cina di kawasan tersebut. Jadi ia menilai Indonesia sama sekali tidak layak menjadikan Cina sebagai negara sahabat.

“Sayangnya Indonesia sudah terperangkap dalam hubungan asimetrik dengan Cina dan menjadi mitra dagang strategis. Ini bisa dengan mudah mempengaruhi kemandirian politik  bahkan kedaulatan teritorial Indonesia,” tutupnya.[] Erlina

Senin, 04 September 2023

Di Balik Presidential Threshold Ada Kepentingan Oligarki


 
Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menegaskan bahwa di balik presidential threshold ada kepentingan oligarki.

“Di balik presidential threshold  20% ini ada kekuatan yang memiliki kepentingan serta mengambil keuntungan. Siapa yang memiliki kepentingan itu? Saya kira banyak pengamat yang menyebut ini semua demi oligarki,” tuturnya dalam acara Focus To The Point: Bongkar Pasang Koalisi, Kepentingan Siapa? Sabtu (2/9/2023) di kanal Youtube UIY Official.
 
UIY beralasan, oligarki lebih mudah mengatur sedikit orang dibanding banyak orang. “Jika presidential threshold nol mungkin akan ada lebih dari 10 calon presiden. Mengatur 10 calon tentu tidak lebih mudah ketimbang misalnya mengatur tiga,” tandasnya.
 
Ia menambahkan, di balik ini semua ada maksud. Maksud yang paling dicari oleh oligarki, ucapnya, adalah akses bisnis dan akses kekuasaan.
 
“Karena itulah maka banyak yang mengatakan bahwa yang terjadi sekarang bukan kedaulatan rakyat tapi kedaulatan pemilik modal. Rakyat hanya dijadikan sebagai alat legitimasi saja,” simpulnya.
 
UIY menyayangkan, rakyat dipaksa untuk memilih yang sudah menjadi pilihan oligarki. “Ibarat seperti ini, aku pilihkan buat kamu, kamu pilih diantara yang aku pilihkan, lalu dibilang nah inilah pilihan rakyat,” ucapnya memberikan ilustrasi.
 
Semua Negara
 
UIY mengatakan, oligarki itu ada di semua negara kapitalis karena oligarki itu kumpulan dari kekuatan pemilik modal dan pemilik kekuatan politik.
 
“Oligarki politik dan oligarki pemilik modal itu ada di semua negara demokrasi liberal kapitalis. Hanya yang menjadi soal adalah apakah oligarki mengendalikan atau dikendalikan. Itu yang membedakan!,” cetusnya.
 
 UIY melanjutkan, seharusnya oligarki itu dikendalikan bukan mengendalikan. “Tapi bagaimana mengendalikan oligarki, wong alat pengendali itu Cuma dua, kalau tidak keuangan ya kekuasaan. Mereka yang punya keuangan, tinggal mengendalikan kekuasaan. Siapa yang memiliki kekuasaan tinggal mengendalikan keuangan, itu kan bolak balik disitu,” tukasnya.
 
Dengan pengendalian oligarki ini, sebutnya, pemimpin yang terpilih kecil kemungkinan bekerja untuk rakyat. Ia memberikan contoh pemimpin yang ada sekarang yang mencabut subsidi pupuk, subsidi listrik dan lain-lain tapi memberikan subsidi kendaraan listrik. “Dimana letak keberpihakannya kepada rakyat, karena kita tahu siapa di balik kendaraan listrik itu,” pungkasnya. [] Setiyawan

Ini Cara Islam Agar Pemimpin Tidak Dikendalikan Segelintir Orang


 
Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) membeberkan cara Islam agar pemimpin tidak dikendalikan oleh segelintir orang.
 
“Pertama, ini yang  paling  penting, seorang pemimpin saat dia memimpin, itu bukanlah memimpin dengan cek kosong. Maksudnya dia tidak memimpin semau dia. Dalam Islam pemimpin itu dipilih untuk melaksanakan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Artinya dia dipilih untuk melaksanakan syariat Islam kafah,” tuturnya dalam acara Focus To The Point dengan tema Bongkar Pasang Koalisi, Kepentingan Siapa? Sabtu (2/9/2023) di kanal Youtube UIY Official. 
 
Karena itu, ucapnya, kewenangan pemimpin dipagari syariat. Jika melanggar pasti ada koreksi dari masyarakat atau partai politik atau majelis umat.
 
“Yang kedua menanamkan konsekuensi bahwasanya kepemimpinan atau amanah itu tanggung jawabnya berat dihadapan Allah, dan akan berakhir dengan kehinaan dan penyesalan, kecuali yang mengambil secara hak dan yang melaksanakannya secara amanah atau berkacamata pada akhirat,” bebernya.
 
Pertanggungjawaban di akhirat ini, lanjutnya, akan membuat pemimpin  takut untuk menggunakan jabatan itu. Alih-alih untuk kepentingan pribadi, bahkan sekedar untuk melanggar pun dia sudah takut.
 
“Apalagi ada mekanisme Mahkamah Mazalim, jika pemimpin  melanggar syariat bisa diberhentikan karena pelanggaran itu,” pungkasnya. [] Setiyawan.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab