Tinta Media: Politik Identitas
Tampilkan postingan dengan label Politik Identitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politik Identitas. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Juni 2023

UIY: Publik Harus Menolak Politisasi Islam dan Mendukung Islamisasi Politik

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengajak publik untuk menolak politisasi Islam dan mendukung islamisasi politik. 

“Publik harus cermat dalam menilai. Ini orang sedang datang ini melakukan politisasi Islam atau islamisasi politik. Kita harus keras menolak politisasi Islam. Tapi kita harus mendukung dengan keras juga islamisasi politik,” ungkapnya dalam program Fokus to The Point: Politisasi Agama Dipersoalkan Jokowi, Ada Apa? Kamis (15/6/2023) di kanal Youtube UIY Official.

Ia heran ketika presiden dan juga banyak pejabat tinggi di negeri ini, termasuk juga beberapa tokoh-tokoh agama, begitu kerasnya menolak apa yang disebut politik identitas. "Dan politik identitas itu tidak bisa ditutupi, arahnya adalah penolakan terhadap politik identitas Islam atau politik Islam,” sesalnya.

“Ini mengherankan, apa masalahnya? Sementara di saat yang sama kita melihat ada banyak sekali kenyataan-kenyataan yang kontradiktif. Misalnya satu sisi, ada seruan sangat kencang untuk menolak politik identitas. Tetapi di saat yang sama mereka menggunakan identitas-identitas agama untuk menarik hati atau menarik simpati konstitution Muslim,” lanjutnya.

Ia mengatakan, poster-poster di pinggir jalan itu menjelang pemilu ini hari, justru yang tidak biasa pakai kerudung, pakai kerudung, yang tidak biasa pakai peci, pakai peci. Bahkan jadi Imam Shalat, bahkan datang ke Mesjid, datang ke Pesantren. "Bukankah itu mereka sedang mengambil manfaat dari identitas identitas agama Islam,” cetusnya.

Uiy menilai ini kontradiktif. Mengapa satu sisi begitu keras yang menolak sebutan politik identitas, tetapi di sisi lain memanfaatkan identitas Islam untuk kepentingan politiknya. "Karena itu kita harus menolak narasi yang menolak politik identitas,” tegasnya.

Menurutnya, penting sekali menegaskan untuk mendukung islamisasi politik. "Jadi politik itu harus berdasarkan Islam. Sama juga dengan islamisasi ekonomi, Islamisasi budaya, islamisasi pendidikan dan sebagainya. Di saat yang sama harus keras menolak politisasi Islam,” pungkasnya. [] Abi Bahrain

Sabtu, 10 Juni 2023

REKOMENDASI BERSAMA: ADVOKAT, TOKOH DAN ULAMA NASIONAL TENTANG TOLAK CAWE-CAWE JOKOWI, TOLAK NARASI POLITIK IDENTITAS, KEMBALIKAN KEKUASAAN DI TANGAN RAKYAT

Tinta Media - Belum lama ini Presiden Jokowi menyatakan akan cawe-cawe dan tidak netral pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Padahal sebelumnya, Jokowi menolak disebut ikut cawe-cawe soal Pilpres. 

Pada saat yang sama, Presiden Jokowi juga selalu menyuarakan narasi penolakan terhadap politik identitas yang dapat dipahami sebagai penolakan terhadap politik berdasarkan Islam.

Berkenaan dengan hal itu, kami Advokat, Tokoh & Ulama Nasional menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:

*Pertama,* menolak tegas sikap politik Presiden Jokowi yang ikut cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Semestinya, Presiden Jokowi fokus menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan, tidak terjerumus masuk dalam kancah politik praktis dalam Pilpres 2024, yang dapat berujung chaos politik dan huru hara dikalangan rakyat.

*Kedua,* menolak narasi politik identitas yang substansinya adalah penolakan terhadap politik berdasarkan Islam sekaligus menyayangkan maraknya politisasi Islam dalam Pilpres dan Pemilu dimana Caleg dan Capres hanya mengeksploitasi Islam untuk tujuan elektabilitas, padahal sikap politik dan cita politiknya bertentangan dengan Islam bahkan memusuhi Islam.

*Ketiga,* mendesak agar Presiden Jokowi mengembalikan kekuasaan di tangan rakyat dengan memberikan kemerdekaan kepada segenap rakyat untuk menentukan pilihan siapa pemimpinnya. Cawe-cawe yang dilakukan Jokowi, hakekatnya adalah merampas hak atas kekuasaan dari rakyat untuk menentukan pemimpinnya.

*Keempat,* mendesak Presiden Jokowi untuk bersikap netral, imparsial dan adil untuk memberikan kesempatan kepada segenap putra terbaik bangsa untuk berkompetisi dalam Pilpres 2024 tanpa intervensi apapun dari Presiden, baik dengan dalih demi masa depan bangsa, atau karena pentingnya Pilpres, atau dengan dalih apapun juga. Cawe-cawe dalam Pilpres justru mengkonfirmasi ada kepentingan oligarki yang ingin diselamatkan Jokowi.

*Kelima* mengajak segenap elemen anak bangsa, baik dari kalangan advokat, tokoh, ulama, aktivis, mahasiswa, gerakan buruh tani dan nelayan, serta segenap elemen rakyat lainnya, untuk ikut secara aktif mengontrol jalannya pemerintahan dan sekaligus memastikan tidak ada unsur-unsur intervensi politik dalam bentuk apapun dalam kontestasi Pilpres 2024, dan agar tidak terjadi chaos politik dan huru hara dikalangan rakyat.

*Keenam,* menghimbau kepada segenap elemen partai politik, kontestan politik dan para politisi, untuk ikut mengkontrol dan mengkritik kebijakan zalim Jokowi, baik melalui wakilnya di DPR maupun secara langsung melalui kadernya. Jangan sampai kezaliman Jokowi kepada rakyat didiamkan. Sebab, jika dibiarkan pada akhirnya partai politik juga akan menjadi korban kezaliman rezim Jokowi.


Jakarta, 8 Juni 2023

Advokat, Tokoh & Ulama Nasional

TTD

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amien Rais, M.A.
2. Ahmad Khozinudin, S.H.
3. Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M.
4. Habib Muhammad Bin Husein Alatas
5. Dr. H. Ichsanuddin Noorsy, B.Sc., S.H., M.Si.
6. Muhammad Ishaq
7. KH Thoha Yusuf Zakariya, LC (Bondowoso)
8. KH Thoha Kholili (Bangkalan)
9. Mudrick Setiawan Malkan Sangidu (Solo)
10. DR Muhammad Taufik, SH MH 
11. Mudriq Al Hanan (Solo)
12. Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum
13. Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., MRINA 
14. Prof. Ir. Widi Agoes Pratikto, M.Sc, Ph.D.
15. KH Miqdad Ali Azka, LC
16. Yusuf Pulungan 
14. Ismar Syafruddin, SH MA
17. Ust Drs Alfian Tanjung, MPD (UAT)
18. Edy Mulyadi (Wartawan Senior)
19. Drs Abdullah Al Katiri, SH MH
20. Buya Fikri Bareno
21. Juju Purwantoro, SH MH 
22. KH Slamet Ma'arif 
23. Rizal Fadillah, SH MH
24. Dr Abdul Chair Ramadhan, SH MH
25. Aziz Yanuar, SH MH
26. Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Merah Putih)
27. Ustadz Bernard Abdul Jabar (UBAJ)
28. Azham Khan, SH
29. H. Eka Jaya (Ormas Pejabat)
30. Prof Dr Anthony Budiawan (Managing Director PEPS)
31. H. Novel Bamukmin, SH, M.Sos
32. Dr. Marwan Batubara, M.Sc., Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS) 
33. H. Zaenal Mustofa, Spd, SH MH
34. Heru Purwanto, S.H.
35. Dr Herman Kadir, SH, MHum

https://youtu.be/n-3HEFiytLw

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat

Rabu, 07 Juni 2023

Ajakan Jokowi Tolak Politik Identitas Dianggap Kerdilkan Gerakan Islam

Tinta Media - Pernyataan Presiden Joko Widodo terkait ajakan menolak politik identitas, dinilai  Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana seakan mengkerdilkan gerakan Islam padahal para pejuang kemerdekaan Indonesia menggunakan politik identitas. 

"Gerakan Islam seakan dikerdilkan dan dikucilkan, padahal politik identitas digunakan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia," ujarnya dalam program Aspirasi: Islam Jangan Dipojokkan Dengan Alasan Politik Identitas, Jumat (2/6/2023) di kanal Youtube Justice Monitor. 

Hal itu ia sampaikan karena politik identitas terlihat menyudutkan gerakan Islam. Sehingga gerakan /partai Islam tidak lagi memperjuangkan agama. 

"Banyak parpol (partai politik) yang tidak lagi memperjuangkan agama, begitu memperjuangkan agama disebut apa? Yah politik identitas," jelasnya. 

Padahal kata Agung, politik identitas digunakan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia memberi contoh Tuanku Imam Bonjol dan Pengeran Diponegoro yang berjuang melawan penjajah menggunakan politik identitas. 

"Saat berjuang, Imam Bonjol berjuang menegakkan Islam. Bajunya pun tampak baju seorang ulama, beliau lawan Belanda. Itu politik identitas. Begitu juga Pengeran Diponegoro, pada saat melawan Belanda juga pakai identitas Islam, pakai politik identitas," ungkapnya. 

Oleh karenanya ia mengimbau agar tidak ada lagi yang menuduh umat Islam dengan sebutan politik identitas. Dia juga mengajak umat Islam agar tidak melepaskan identitasnya. 

"Identitas kita Islam, kita ini berjuang ya ikut ajaran Islam, kita berjuang demi Islam itu poin dasar yang sangat penting," pungkasnya. [] Cicin Suhendi

Selasa, 06 Juni 2023

IJM: Menyampaikan Ajaran Islam Itu Dijamin oleh Konstitusi

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan bahwasanya menyampaikan ajaran dan konsep Islam terkait kepemimpinan dijamin dan dilindungi oleh konstitusi.

"Sedulur sahabatku sekalian menyampaikan ajaran dan konsep Islam terkait kepemimpinan dijamin dan dilindungi oleh konstitusi, jangan dituduh dituding kemudian ekstrimis radikal dan melakukan politik identitas," dalam video Islam Jangan Dipojokkan dengan Alasan Politik Identitas di kanal Youtube Justice Monitor Jumat (2/6/2023).

Dia melanjutkan bahwa jaminan itu tertuang pada pasal 29 ayat 1 dan 2 dan juga pasal 28e ayat 1. "Jaminan itu tertuang pada pasal 29 ayat 1 dan 2, yaitu ayat satunya setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Yang kedua Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu," bebernya.

"Sedangkan pasal 28e ayat 1 diterangkan dengan jelas juga setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, kemudian ayat yang kedua Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap sesuai dengan hati nuraninya," lanjutnya.

Dia menilai negara tidak boleh kemudian mengurangi kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apapun. 

"Maka negara dan siapapun tidak boleh kemudian melakukan stigmatisasi terhadap ajaran agama tersebut. Kemudian melakukan stigmatisasi dan kriminalisasi terhadap hal tersebut ini, adalah perbuatan yang melawan hukum," ungkapnya. 

Dia membeberkan Islam telah menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena itu semangat umat Islam adalah menjalankan Islam secara Kaffah dan ini didakwahkan, bukan kemudian di pojokkan dan diintimidasi dengan pojokan-pojokan politik identitas.

"Tolong Pak Jokowi anda jangan gampang berucap dan memojokkan umat Islam sedemikian rupa, bahwa kaum muslimin punya hak konstitusional menunjukkan identitas Islamnya apalagi dalam konteks akidah Islam, ini bagian dari dakwah Islam," pungkasnya.[] Setiawan Dwi

Agung Wisnuwardana: Politik Identitas Mendiskreditkan Umat Islam

Tinta Media - Pidato presiden Jokowi yang mengajak rakyat untuk menolak politisasi identitas dan agama dalam menyambut pemilu 2024, mendapat tanggapan Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)
Agung Wisnuwardana.

"Narasi identitas politik dan politik identitas masih mendeskriditkan umat Islam, Islam dirindukan namun juga dijadikan sebagai kambing hitam," ujarnya dalam video Islam Jangan Dipojokkan dengan Alasan Politik Identitas di kanal Youtube Justice Monitor Jumat (2/6/2023)

Ia menilai gerakan Islam seakan dikerdilkan dan dikucilkan padahal politik identitas digunakan oleh pejuang kemerdekaan Indonesia contohnya Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro berjuang menggunakan politik identitas.

"Imam Bonjol berjuang menegakkan Syariah Islam, bajunya pun juga tampak baju seorang ulama, beliau lawan Belanda itu politik identitas," bebernya.

Dia juga membeberkan Pangeran Diponegoro pada saat melawan Belanda yang juga pakai identitas Islam, pakai politik identitas.

"Jadi umat Islam jangan melepaskan identitasnya, identitas kita Islam kita ini berjuang ya ikut ajaran Islam, kita berjuang demi Islam Itu poin dasar yang sangat penting untuk kita catat bersama," pungkasnya.[] Setiawan Dwi

Minggu, 14 Mei 2023

UIY: Kampanye Tolak Politik Identitas Untuk Pengalihan Isu!

Tinta Media - Kampanye penolakan politik identitas oleh Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB) yang mengatasnamakan warga Jember, bahkan Jawa Timur dinilai Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) untuk mengalihkan perhatian publik pada persoalan sesungguhnya yang menimpa negeri ini.

"Itu satu jenis operasi yang pada intinya itu bertujuan untuk mengalihkan perhatian publik dari persoalan yang sesungguhnya terjadi atau yang menimpa negeri kita ini," ungkapnya dalam live: Lagi!! Kampanye Tolak Politik Identitas, Khilafah, Intoleransi, dan Terorisme??!! Di kanal YouTube PKAD, Senin (8/5/2023)

Ia mengungkit bahwa negeri ini sedang menghadapi banyak sekali masalah. Dan masalah yang paling utama itu berpangku kepada yang selama ini menjadi keprihatinan semua orang yaitu korupsi.

"Karena korupsi ini yang kemudian menjadi pangkal dari munculnya ketidakadilan, ketidakadilan politik, ketidakadilan publik, ketidakadilan hukum, ketidakadilan sosial, dan lain sebagainya," alibinya.

Bahkan, ia juga kecewa dengan politik hari ini yang mana orang yang salah tidak disalahkan, dan yang tidak salah disalahkan. Dan semua itu berpangkal dari korupsi, korupsi di dunia peradilan. Begitu juga korupsi bidang ekonomi membuat akhirnya yang mestinya menjadi hak rakyat diberikan kepada konglomerat dan sebagainya.

"Tapi rezim tidak menginginkan bahwa publik itu menyorot atau melayangkan pandangannya ke soal ini. Sebab jika ini terus disorot, maka ini akan menjadi bahaya besar bagi rezim," ungkapnya.

Karena menurutnya, rezim ini sedang membangun satu legitimasi. Legitimasi untuk melanjutkan kekuasaan yang gagal dengan narasi tiga periode ataupun perpanjangan pemilu. Karenanya, penguasa merancang penguasa berikutnya yang searah dengan kepentingan politik, ekonomi, dan ideologi dengan rezim yang ada saat ini.

"Jika rezim ini dianggap gagal karena terbongkar skandal-skandal korupsi, bahkan dalam skala yang sangat besar. Maka, itu akan berbahaya. Oleh karena itu, maka mereka melakukan apa yang disebut false flag tadi itu," jelasnya.

Jadi, Ustadz Ismail menuturkan bahwa itu merupakan usaha untuk mengalihkan perhatian publik kepada sesuatu yang sebenarnya bukan masalah atau tidak ril menjadi masalah. "Apa itu? Ya tadi radikalisme, terorisme, dan sebagainya," terangnya.

Ia pun meminta agar ditunjukkan kepadanya satu kasus saja yang itu dipicu oleh yang disebut radikalisme, jika itu korupsi. Korupsi yang dilakukan orang-orang yang disebut radikalisme pasti tidak akan ketemu. Sebab, yang kena ott, yang kena jaring itu justru orang-orang yang selama ini meneriakkan 'aku Indonesia, aku Pancasila', dan diantaranya yang kemudian campaign light.

"Jadi jelas sekali bahwa narasi anti radikalisme, dan sekarang ini anti politik identitas bahkan diseminarkan pada level yang cukup tinggi itu adalah, dalam konteks komunikasi, ini adalah operasi false flag," pungkasnya.[] Wafi

Menolak Islamisasi Politik Tapi Gunakan Politisasi Islam, UIY: Ini Paradoks!

Tinta Media - Cendekiawan muslim, Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menilai ada paradoks politik hari ini, satu sisi menolak Islamisasi politik, namun di sisi lain menggunakan Islam demi kepentingan politik.

"Mereka menolak Islamisasi politik tetapi menggunakan politisasi Islam, memanfaatkan Islam sebagai alat untuk meraih kepentingan politik. Ini paradoks," ungkapnya dalam live: Lagi!! Kampanye Tolak Politik Identitas, Khilafah, Intoleransi, dan Terorisme??!! di kanal YouTube PKAD, Senin (8/5/2023)

Pertama, bisa terlihat di politik hari ini ada usaha menyingkirkan Islam politik dari arena politik. "Ini merupakan paradoks yang sangat keterlaluan," ujarnya. 

"Satu sisi mereka itu mendewa-dewakan demokrasi. Dan demokrasi itu intinya kedaulatan rakyat. kedaulatan rakyat itu pada ujungnya itu kan penghargaan yang tinggi terhadap aspirasi rakyat. Nah, bagaimana bisa jika rakyat itu memiliki aspirasi berdasarkan agama, lalu mereka mengatakan bahwa ini terlarang berdasarkan agama Islam? Lalu dikatakan ini politik identitas tidak punya tempat di negeri ini," kesalnya.

Padahal, ia mengingatkan sekali lagi bahwa hal tersebut adalah aspirasi rakyat. Dan itu aspirasi-aspirasi yang legal secara politik, secara konstitusi juga legal. 

"Bahkan itu sebuah aspirasi yang kalau kita pandang dari sudut pandang ajaran Islam malah memang seharusnya seperti itu seorang muslim. Bahwa dia berdasarkan aspirasi politik, ekonomi, dan lain-lain nya berdasarkan ajaran Islam," tegasnya.

Tapi hari ini, ia membeberkan bahwa narasi politik identitas, aspirasi semacam ini itu dianggap berbahaya. Karenanya, narasi ini dianggap harus dihilangkan dan dihukum sesuatu perkara yang haram secara politik. Jadi ini satu paradoks yang tujuannya adalah menyingkirkan Islam politik dari tengah-tengah masyarakat.

"Kedua, tapi pada saat yang sama mereka menyadari bahwa Islam itu, Islam dan kemusliman atau muslim dan keislaman tidak bisa dilepaskan dari realita kehidupan masyarakat, karena itu merupakan satu posisi," urainya.

"Oleh karena itu, mereka menyerang apa yang disebut politik identitas. Tapi di sisi lain, mereka juga tetap menggunakan Islam sebagai salah satu simbol penentu dari kemenangan politik," ungkapnya. 

UIY mencontohkan sebagaimana dilakukan oleh capres. Capres yang resmi hari ini kan ada dua yang sudah ditentukan, yaitu Anies Baswedan dan Ganjar. Kalau Anies mungkin tidak dipersoalkan. Karena memang Anies tidak pernah mengatakan anti terhadap politik identitas. Bahkan Anies dianggap sebagai representasif dari politik identitas itu sendiri.

"Tapi kalau Ganjar dari PDI Perjuangan itu kan dengan keras mengecam politik identitas. Tapi ini hari kegiatan Ganjar dapat diliat gitu. Kemana dia? Pakaiannya seperti apa? Keluar masuk pesantren, ketemu kiai bukan untuk mendalami ajaran agama, tapi untuk apa? Inilah yang disebut sebagai politisasi agama," pungkasnya. [] Wafi

Kamis, 11 Mei 2023

UIY: Ada Usaha Menyingkirkan Islam Politik

Tinta Media - Menanggapi kampanye penolakan politik identitas oleh Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB) yang mengatasnamakan warga Jember, Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan bahwa ada usaha menyingkirkan islam politik dari arena politik. 

"Kita melihat secara lebih dalam lagi ada usaha untuk menyingkirkan Islam politik dari arena politik," jelasnya dalam program live: Lagi!! Kampanye Tolak Politik Identitas, Khilafah, Intoleransi, dan Terorisme??!! Di channel YouTube PKAD, Senin (8/5/2023) 

Ia mengungkapkan bahwa hal itu merupakan satu paradok yang sangat keterlaluan. Lebih lanjut, ia mengatakan hari ini dengan narasi politik identitas, dianggap berbahaya yang harus dihilangkan dan dihukumi sebagai satu perkara yang haram secara politik. 

"Jadi ini satu paradok yang tak lain tujuannya adalah menyingkirkan Islam politik dari tengah-tengah masyarakat," imbuhnya. 

"Satu sisi mereka itu mendewakan demokrasi dan demokrasi itu intinya kedaulatan rakyat, kedaulatan rakyat pada ujungnya adalah penghargaan yang tinggi terhadap aspirasi rakyat. Nah bagaimana bisa jika rakyat memiliki aspirasi berdasarkan agama lalu mereka katakan bahwa ini terlarang," tanyanya. 

Padahal, menurut UIY, aspirasi rakyat seperti itu merupakan aspirasi politik yang legal secara politik maupun secara konstitusi. 

"Bahkan itu aspirasi yang kalau kita pandang dari sudut ajaran Islam memang seharusnya seperti itu seorang Muslim. Dia mendasarkan aspirasi politik, ekonomi dan lain-lainnya itu berdasarkan ajaran Islam," pungkasnya.[] Cicin Suhendi

Kamis, 20 April 2023

Iwan Januar: Identitas Islam Hanya Digunakan Untuk Keuntungan Politik

Tinta Media - Pengamat Sosial Iwan Januar menilai bahwa identitas islam akan mendapat tekanan dalam demokrasi, tapi di sisi lain identitas islam hanya digunakan untuk mendapat keuntungan politik (political gain) oleh hampir semua politisi.

“Jadi di satu sisi dalam sistem demokrasi ini orang keberatan dengan penggunaan identitas terutama islam. Saya tekankan disini ya, tapi kalau yang lain kayanya sih enggak terlalu masalah seperti itu. Tapi di sisi lain untuk mendapat keuntungan politik, ini jadi political gain, ini justru kemudian hampir semua politisi baik itu di barat dan di timur. Termasuk di negeri kita yang katanya berbhineka tunggal ika itu, diambil manfaatnya karena memang banyak political gain nya, keuntungan politik di situ,” paparnya dalam acara live streaming: Inkonsistensi Politik Identitas, Kamis (30/3/23), di kanal YouTube Peradaban ID.

Ia menjelaskan bahwa identitas juga digunakan dalam politik oleh negara seperti Amerika sebagai approach atau pendekatan untuk mengambil suara atau mencari orang yang bisa menjadi spot gather untuk kelompok masyarakat tertentu.

“Ini kan bicara inkonsistensi. Konsisten ataukah inkonsisten seperti itu karena kalau kita melihat kemudian asistensi terhaap identitas islam terhadap politik ternyata justru itu juga menunjukkan bahwa negara seperti Amerika pun digunakan sebagai approach, pendekatan untuk mengambil suara atau mencari orang yang bisa menjadi spot gather untuk kelompok masyarakat tertentu untuk kelompok masyarakat islam di amerika, warga hispani, keturunan tionghoa, keturunan juga afrika itu dipakai di sana itu” jelasnya.

“Nah, ini apa namanya kalau bukan sebuah inkonsistensi” sesalnya.

Memang ada keuntungan yang diambil oleh politisi dan bahkan negara untuk melakukan pendekatan di tengah masyarakat dengan identitas islam sekaligus mengambil keuntungannya.

“Jadi ini kita bicara tentang inkonsistensi karena memang ada keuntunngan keuntungan politik sebetulnya yang kemudian diambil oleh parpol Kemudian politisi atau oleh negara sekaligus dengan menggunakan pendekatan-pendekatan identitas di tengah-tengah masyarakat” pungkasnya.[] Aksanul Barohin

Senin, 10 April 2023

Siyasah Institute: Demokrasi Mempersoalkan Identitas Islam Muncul di Kontestasi Politik

Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan, sistem demokrasi sejatinya mempersoalkan penggunaan identitas Islam hadir mewarnai kontestasi politik.

“Namun, dalam dunia politik, penggunaan identitas agama, Islam khususnya, di sini saya soroti itu jadi persoalan,” ujarnya dalam acara Catatan Peradaban: Inkonsistensi Politik Identitas, Kamis (30/3/2023) di kanal YouTube Peradaban ID.

Iwan menjelaskan, demokrasi mestinya terbuka terhadap segala gagasan, termasuk semua identitas apapun, tetapi justru inkonsistensi dengan politik identitas yang marak terjadi. 

“Jadi kalau hari ini umat Islam di tanah air itu dipaksa secara opini umum juga secara yuridis untuk menerima pemimpin non muslim misalnya, lantas kenapa pandangan terkait orang atau kelompok yang mengusung pemimpin Islam yang membawa aspirasi umat dan suasana perubahan Islam justru mendapat pertentangan?" tanya Iwan.

Menurutnya, inkonsistensi politik identitas terjadi atas beberapa alasan. Pertama, secara historis, identitas Islam dalam politik pernah dihapuskan saat masa Soekarno pada zaman orde lama, memberangus partai Islam, Masyumi, adanya kriminalisasi terhadap para tokoh Masyumi, Buya Hamka dan Mohammad Natsir.

“Hal itu berlangsung sampai ada penghapusan dan pencabutan eksistensi Partai Masyumi. Soekarno melihat Masyumi sangat vokal di dalam penolakan keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI). Ini yang jadi ganjalan besar bagi Soekarno untuk mewujudkan gagasan nasionalisme, agama dan komunisme (nasakom) sehingga keberadaan Islam sebagai identitas politik yang diusung Masyumi ini menjadi satu persoalan,” urai Iwan.

Ia juga mengatakan, kondisi pada masa orde baru pun tak jauh beda. Rezim orde baru pada saat itu juga melihat keberadaan Islam ketika tampil sebagai identitas politik dianggap menjadi ‘ancaman’, baik bagi prinsip demokrasi dalam negeri, maupun kepentingan global.

Kedua, para politisi di negara demokrasi justru menggunakan identitas untuk mendapatkan keuntungan politik atau political gain. Menurut Iwan, hampir semua politisi, baik di Timur maupun di Barat memanfaatkan identitas untuk mendulang suara. Perubahan cara berpakaian para politisi menjadi lebih agamis ialah salah satu yang paling nampak terlihat.

“Artinya memang ada political gain yang ingin diambil oleh partai politik, politisi bahkan negara sekalipun dengan menggunakan pendekatan-pendekatan identitas di tengah-tengah masyarakat,” pungkasnya. [] Rizki MP

Kamis, 16 Februari 2023

PERNYATAAN PROVOKATIF PSI, CONTOH NYATA POLITIK IDENTITAS YANG MEMECAH BELAH PERSATUAN DAN KOHESIFITAS BERBANGSA

Apa perlu kita challenge Pak Anies? Pak Anies, berani ngga bapak mengatakan bahwa FPI dan HTI serta organisasi turunannya itu terlarang dan tidak akan pernah mendukungnya? Beranikah Pak Anies mengatakan bahwa Pak Anies tidak butuh dukungan mereka,

[Grace Natalie, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, 3/2/2023]

Tinta Media - Entahlah, kurang jahat apa lagi politisi sekuler negeri ini kepada umat Islam. Setelah menuntut pembubaran ormas Islam dan dipenuhi rezim, masih saja mengedarkan tuduhan dan fitnah jahat kepada Ormas Islam.

HTI dan FPI bukanlah partai politik. Keduanya tidak memiliki kader yang menjadi Caleg, atau terlibat dalam koalisi partai politik untuk memberikan dukungan pada Capres tertentu. Jadi, keduanya tidak terlibat politik praktis dalam Pemilu.

Namun anehnya, dalam konstelasi Pilpres 2024, HTI & FPI masih saja terus mendapatkan serangan politik dari politisi sekuler. Sebelumnya, Hermawi Taslim dari NasDem yang memfitnah HTI & FPI sebagai Ormas terlarang.

Kini, giliran politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kembali mengedarkan fitnah dan tuduhan jahat kepada HTI & FPI. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia, Grace Natalie, menantang Anies Baswedan untuk menyatakan penolakan terhadap Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Kenapa harus selalu menyerang HTI & FPI? Kenapa harus menantang Anies Baswedan untuk berlaku zalim kepada HTI & FPI? Apa dasarnya, mengulangi ujaran HTI & FPI terlarang?

Kalau mau men-challenge Anies Baswedan, mengapa tantangan itu bersifat memecah belah umat Islam dan provokatif?

Kenapa tidak men-challenge Anies Baswedan, kenapa tidak menantang berani tidak Anies Baswedan menghukum mati koruptor setelah menjadi Presiden? kenapa tidak menantang berani tidak Anies Baswedan membatalkan Proyek Kereta Cepat dan Proyek IKN yang unfaedah, setelah menjadi Presiden? 

Atau setidaknya, menantang Anies Baswedan berani tidak memutus kerjasama dengan asing dan aseng? Mengambil seluruh tambang yang dikuasai asing dan aseng? atau mengusir seluruh TKA China?

Grace malah sibuk bicara politisasi agama dan politik identitas. Grace menuduh Anies bersekutu dengan kelompok intoleran. 

Aneh, PSI koar-koar anti politik identitas, anti intoleransi, nyatanya memicu konflik identitas dan sikap intoleran kepada HTI & FPI. Apa salah FPI dan HTI? Apa HTI dan FPI nggarong APBN? Kok seperti najis saja ada di negeri ini. Padahal, HTI & FPI adalah bagian dari anak bangsa yang juga ingin berkontribusi untuk negeri. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Rabu, 08 Februari 2023

Manuver Nasdem Terkait HT1 dan FP1 karena Kuatnya Tekanan Oligarki

Tinta Media - Pernyataan dari salah satu kader Partai Nasdem tentang manuver soal HTI dan FPI dibenci oleh Anies Baswedan dan Nasdem, menurut Analisis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan, karena kuatnya tekanan oligarki.

“Saya menduga demikian, jadi pernyataan yang disampaikan itu menggambarkan betapa kuatnya tekanan dari orang-orang kafir termasuk para oligarki, baik oligarki politik maupun oligarki ekonomi terhadap proses politik yang terjadi di negeri ini,” tuturnya dalam Kabar Petang: Nasdem dan Anies Benci HTI dan FPI? Sabtu (28/1/2023), di kanal Youtube Khilafah News.

Ia menyatakan Nasdem telah terjebak dalam wacana politik identitas yang justru telah digulirkan jauh hari dan wacana ini merupakan skenario yang dibuat oleh para negara kafir termasuk oligarki di dalamnya.
“Hal ini untuk meminggirkan peran umat Islam terutama umat Islam yang memiliki kesadaran politik agar tidak mengambil peran yang signifikan di dalam kontestasi tahun 2024,” ujarnya.

Para oligarki dan kapital global inilah yang mendesain siapa saja yang muncul di dalam kontestasi  2024. Dan mereka menyadari bahwa kunci dari berjalannya skenario tersebut ada di tangan umat Islam. Mereka membutuhkan suara umat Islam namun ia menilai di sisi lain justru mereka terus menerus memojokkan umat Islam.
“Ini kan aneh? Memojokkan umat Islam, memojokkan ajaran Islam bahkan melecehkan simbol-simbol Islam tapi mereka berharap di satu sisi terhadap suara umat Islam agar terlibat dalam kontestasi itu,” ucapnya.

Di sisi lain mereka (para oligarki dan kapital global) ini menyadari apabila umat Islam memiliki kesadaran politik yang benar akan menjadi lonceng kematian bagi mereka. Mereka akan menggunakan sejumlah instrumen, wacana-wacana politik untuk memastikan pemenang dalam kontestasi adalah orang yang sudah dalam genggaman mereka.

“Mereka sadar bahwa Islam politik adalah ancaman bagi mereka di masa depan sehingga berupaya betul agar Islam politik tidak bisa bangkit,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab