Politik Dinasti Semakin Meresahkan
Tinta Media - Penunjukan Paman Bobby Nasution, Benny Sinomba Siregar jadi Plh Sekda Kota Medan jadi sorotan. Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid saat ini Indonesia tengah menghadapi era normal baru yakni Nepotisme. “Itu semakin menunjukkan bahwa Pak Jokowi tidak mengindahkan kaidah-kaidah reformasi. Yaitu anti nepotisme serta kolusi,” kata Usman kepada Tribunnews.com di Jakarta, Senin (29/4/2024).
Menurutnya pada tingkatan tertentu itu bisa menjadi korupsi. Karena memberikan suatu jabatan dan promosi sebagai sebuah gratifikasi. “Itu seperti politik mengutamakan kepentingan keluarga,” jelasnya. (wartakotalive.com, 30 April 2024) Wakil wali kota Aulia Rachman menyampaikan dia yang telah mengusulkan pak Benny dengan melihat kinerja beliau ketika bekerja di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Pak Benny telah berhasil meningkatkan pendapatan daerah kota medan dengan signifikan.(CNNIndonesia,com, 2 Mei 2024)
Meskipun demikian penunjukan ini dianggap telah melanggar nilai-nilai reformasi yang anti nepotisme dan Bobby secara terang-terangan mempertontonkan hal tersebut bagi beberapa orang. Hal ini wajar saja karena menjelang Pesta Demokrasi yang telah berlangsung pun telah dipertunjukkan hal yang sangat mencoreng demokrasi itu sendiri. Keputusan MK mengenai usia Capres dan Cawapres bisa berubah dalam hitungan hari. Hal ini disinyalir karena sosok Ketua MK yang memimpin sidang gugatan ini adalah Paman Gibran Rakabuming. Sehingga Mahkamah Konstitusi berubah menjadi Mahkamah Keluarga.
Selain itu, terlihat tidak demokratisnya sidang ini karena yang menolak lebih banyak dibanding yang setuju tapi gugatan tetap dikabulkan walaupun degan syarat bagi yang di bawah usia 40 tahun pernah menjabat sebagai kepala negara maka dapat mengikuti pilpres. Suburnya Politik Dinasti telah terlihat dari sejak berlangsungnya perhelatan akbar “Demokrasi” dan ternyata berlanjut pada saat ini, Wali Kota Medan Bobby menunjuk dan melantik pamannya menjadi Plh Sekda.
Tren Politik Dinasti
Pada saat ini Politik Dinasti seakan-akan telah menjadi tren. Politik Dinasti merupakan proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu untuk bertujuan mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan di suatu negara. (Bawaslu.go.id). Sederhananya Politik Dinasti ialah rezim kekuasaan yang dijalankan secara turun-temurun dari keluarga kepala pemerintahan maupun pejabat yang sedang berkuasa. Dengan kekuasaan yang bergulir di sekitaran para kerabat keluarga membuat model pemerintahan yang cenderung serakah dan rawan terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Tren Politik ini bukan hanya karena ada “oknum” yang menyalahgunakan kekuasaan atau menyalahi etika dalam berpolitik tapi ini lahir dari sistem yang memang memberikan peluang atas hal tersebut. Demokrasi yang digadang-gadangkan dengan jargon dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanya sekedar ungkapan manis yang melenakan. Mengapa demikian? Dengan jargon yang manis tersebut seharusnya setiap orang memiliki peluang untuk menduduki suatu jabatan namun yang dapat meraihnya adalah orang-orang yang memiliki modal besar karena demokrasi yang merupakan anak dari kapitalis yang berdiri atas dasar sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) dan standar dalam kehidupan adalah materi. Nah, selanjutnya yang akan mendapatkan keuntungan besar dari orang-orang yang memiliki modal yang telah berkuasa adalah lingkaran dari para kerabat keluarganya. Demokrasi memberikan posisi pembuat hukum pada manusia. Penetapan hukum yang berlaku dalam sistem demokrasi diserahkan pada manusia. Hukum ini akan dapat berubah-ubah sesuai dengan kehendak yang berkuasa ketika itu. Sehingga dalam sistem demokrasi wajar jika terjadi praktik KKN.
Pandangan Islam
Sistem Islam merupakan sistem yang berdiri atas dasar akidah Islam yang telah menetapkan bahwa yang berhak untuk membuat hukum adalah Allah SWT. Allah telah menetapkan hukum yang mengatur seluruh lini kehidupan kita tidak hanya permasalahan ibadah semata. Salah satunya dalam 1slam pun diatur mengenai politik. Politik dalam sistem Islam merupakan sesuatu yang agung dan mulia. Politik bukan hanya sekedar meraih kekuasaan. Politik dalam Islam adalah mengurusi urusan umat, kelak amanah/jabatan tersebut akan diminta pertanggung jawaban di akhir kelak. Jelas bahwa politik dalam Islam bukan hanya masalah duniawi saja tapi juga memiliki sisi akhirat.
Islam mengajarkan kepemimpinan ditujukan untuk menerapkan syariat secara kaffah dan untuk kemaslahatan umat. Sehingga penting untuk memilih pemimpin sesuai dengan syarat dan ketentuan dari syariat yang telah ditetapkan oleh sang Khaliq serta mendapatkan dukungan penuh dari umat. Bukan pemimpin hasil turun temurun, melainkan umat menyadari benar dalam kepemimpinannya terdapat ketakwaan dan memiliki kapasitas yang memadai dalam menjalankan seluruh perintah syariat. Kepala negara dalam Islam yakni Khalifah dipilih dan dibaiat oleh umat. Sehingga sistem pemerintahan Islam merupakan sistem yang unik, khas dan berbeda dari sistem mana pun.
Pemimpin dalam sistem Islam merupakan pemimpin yang berintegritas yang memiliki kepribadian Islam dan memiliki kemampuan dan kelayakan menjadi penguasa. Jelaslah sistem demokrasi merupakan sistem yang lemah dari konsepnya. Tentu dalam pelaksanaannya lebih bobrok lagi. Sementara khilafah adalah sistem yang shahih yang berasal dari sang pencipta walaupun pada pelaksanaannya tentu akan tetap ada kelemahan karena khilafah merupakan negara manusiawi yang dijalankan oleh manusia yang lemah dan terbatas. Sudah saatnya kita kembali pada sistem yang akan melahirkan pemimpin yang meriayah/mengurusi urusan umat sesuai dengan fitrahnya yakni dengan syariat.
Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
Sahabat Tinta Media