Tinta Media: Pinjol
Tampilkan postingan dengan label Pinjol. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pinjol. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 03 Agustus 2024

Pinjol Jadi Solusi, Pemerintah Lepas Tangan Lagi

Tinta Media - Di tengah lonjakan biaya pendidikan, para orang tua, mahasiswa hingga pelajar dibuat kelimpungan. Tak dipungkiri segala upaya mereka tempuh untuk bisa menutupi biaya pendidikan tersebut. Bak angin segar, pemerintah memberikan persetujuan menggunakan pinjol sebagai alternatif untuk meringankan beban biaya pendidikan. Apakah mengadopsi sistem pinjaman online merupakan solusi ataukah gambaran atas ketidakmampuan serta bentuk lepas tangan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat?

Bikin geleng kepala. Statement dari seorang menteri yang memberikan persetujuan serta dukungannya atas wacana pinjaman online yang bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk membayar biaya kuliah. Muhadjir Effendy selaku Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ( Menko PMK ) mengungkapkan, inovasi teknologi saat ini berpeluang bagus dalam mengatasi kesulitan biaya kuliah yang mahal melalui sistem pinjol yang berlaku. Hal ini dianggap Muhadjir sebagai langkah alternatif untuk mengatasi berbagai kesulitan mahasiswa. Setidaknya, ada 83 perguruan tinggi yang menggunakan mekanisme pembayaran uang kuliah menggunakan pinjol melalui kerja sama resmi. Ungkap Muhadjir dalam agenda konferensi pers di kantor Menko PMK pada Rabu, 3/7/2024. ( tirto.id )

Selain itu, Muhadjir Effendy memberikan bantahan atas opini yang beredar tentang penggunaan pinjol sebagai bentuk komersialisasi pendidikan. Beliau  menanggapi hal tersebut dengan memberikan contoh yang mengacu pada kampus terkemuka bahwa kampus tersebut juga menggunakan pinjol untuk membantu mahasiswa. (CNN Indonesia)

Menanggapi hal ini, banyak kalangan masyarakat merasa kesulitan dalam mengambil tindakan yang tepat. Belum selesai dengan lonjakan UKT yang menenggelamkan senyum semangat para pelajar dan mahasiswa, kini angin segar seakan semakin mustahil didapat. Tekanan yang dirasakan masyarakat dari seluruh aspek kebutuhan, nyatanya tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Berfokus pada sulitnya mengakses pendidikan semakin menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam merealisasikan cita cita negara. Yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menuju Indonesia Emas 2045. Hal ini terkesan semakin mustahil jika di bayangkan dengan sederet fakta dari buruknya sistem pendidikan di Indonesia. Karena pendidikan adalah hal paling krusial yang menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa.

Munculnya gagasan yang melegalkan pinjol dalam mengatasi kesulitan mahasiswa memenuhi kebutuhan pendidikannya, adalah gambaran nyata dari sikap lepas tangannya pemerintah dalam mengurus rakyatnya. Mengakarnya sistem kapitalisme sekuler dalam benak para pemimpin mencetuskan berbagai macam gagasan serta kebijakan yang diambil tanpa adanya proses berpikir. Hingga tindakan yang diwujudkan dalam menghadapi masalah tidak bisa dijadikan solusi, gagasan tersebut hanya berisikan pernyataan-pernyataan mengecoh yang digunakan untuk menutupi ketidakpiawainya dalam menjalankan amanah.

Selain itu, komersialisasi dari segala bidang bukan menjadi hal yang baru dari wajah kapitalisme, tak terkecuali dari segi pendidikan. Ada harga mahal yang harus di bayar mahasiswa untuk menempuh pendidikan berkualitas. Pendidikan saat ini dijadikan komoditi bagi para pemimpin zalim untuk memperoleh keuntungan. Hal ini tidak lain adalah dampak dari liberalisasi pendidikan.

Dalam sistem pemerintahan yang menganut paham sekularisme pula, menjadi hal yang sangat mungkin terjadinya aktivitas menyepelekan aturan  agama. Sistem pinjol adalah salah satu sarana paling efektif untuk memperbanyak jaringan riba. Akibat dari ketidakpahaman masyarakat akan hukum syariat, menjadikan masyarakat dengan gamblang mengambil langkah instan untuk memenuhi kebutuhannya.

Menjamurnya riba, bukan solusi untuk mengatasi kesulitan ekonomi yang dirasakan oleh rakyat, bahkan dengan diberlakukannya aktivitas riba ini, akan semakin memperkeruh keadaan masyarakat yang memang sudah banyak mendapatkan tekanan ekonomi. Dengan ini, solusi berlakunya sistem pinjol dalam pembiayaan pendidikan adalah sarana menjerumuskan masyarakat ke dalam lubang kehancuran.

Pemerintah seharusnya memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya, terkhusus dalam bidang pendidikan. Seyogianya apabila tata kelola negara di atur dengan baik, negara akan dengan mudah memberikan fasilitas terbaik dalam bidang pendidikan. Bahkan, pendidikan bisa berjalan dengan gratis.

Tentu hal ini bertentangan dengan paham sistem kapitalis sekuler yang menjadikan keuntungan dan kebermanfaatan sebagai acuan dalam menjalankan amanah.

Islam sendiri memberikan perhatian khusus kepada ilmu. Hingga setiap mukmin diwajibkan untuk menuntut ilmu. Dengan itu, seharusnya negara tidak lepas tangan dari kewajibannya memenuhi kebutuhan pendidikan rakyatnya, seperti memfasilitasi, dan menjalankan proses pendidikan dengan sebaik mungkin.

Mekanisme ala Islam dalam mengelola harta milik negara serta berbagai kekayaan alamnya yang sesuai hukum syariat, akan memperkuat ekonomi negara. Anggaran yang dikeluarkan pun akan stabil dan merata ke seluruh aspek kebutuhan masyarakat. Tidak terkecuali pendidikan. Islam memandang pendidikan adalah kebutuhan paling dasar, dan membutuhkan perhatian khusus. Hal ini berbeda jauh dengan cara pandang ala kapitalis.

Untuk itu, pentingnya kesadaran kita untuk memutuskan rantai kepercayaan terhadap pemimpin zalim yang dengan mudahnya menciptakan aturan seikut hawa nafsu mereka. Di samping itu, Islam memiliki aturan khas, yang datang dari Pencipta manusia, alam beserta kehidupannya.

Islam juga memastikan sistem pendidikan berlangsung dengan baik, fasilitas yang memadai, tenaga kerja profesional, kurikulum yang digunakan harus berasaskan akidah, hingga kebutuhan lain yang diperlukan bagi para pelajarnya. Dengan mekanisme yang demikian, tujuan dari pendidikan pun akan mudah untuk diraih. Menghasilkan generasi gemilang dengan ilmu pengetahuan serta akidah yang  kuat. Wallahualam bissawab.

Oleh: Olga Febrina, Mahasiswi & Aktivis Dakwah Pemuda

Rabu, 31 Juli 2024

Pinjol untuk Pendidikan, Negara kok Tega?

Tinta Media - Pernyataan Menko PMK Muhadjir Effendy mengenai pembayaran uang kuliah dengan pinjol menjadi viral di kalangan masyarakat. Meski ia mengatakan ini adalah bentuk teknologi inovasi dan tetap harus menggunakan pinjol yang terdaftar secara resmi di OJK. Muhadjir menyatakan hal ini dalam konferensi pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta seperti yang dilansir oleh CNNIndonesia.com, (Rabu, 3/7/2024).

Tujuan menyatakan hal ini diduga untuk merespons dorongan DPR RI kepada Kemendikbudristek RI dan menggaet BUMN terkait upaya pemberian bantuan dana yakni biaya kuliah untuk membantu mahasiswa meringankan pembayaran dalam perkuliahan. Sikap dan respons dari pejabat negara ini mencerminkan rusaknya paradigma kepemimpinan dalam sistem sekuler kapitalisme. Negara malah mendukung pengusaha pinjol (pinjaman online), yang jelas akan menimbulkan kerusakan pada masyarakat. Hal ini juga membuktikan bahwa negara tidak bertanggungjawab pada tercapainya tujuan pendidikan. Seharusnya negara memberikan pendidikan secara gratis, bukan malah menawarkan pinjol untuk membayar pendidikan.

Selain itu, pinjol juga akan mengakibatkan kemiskinan, bahkan ada mahasiswa yang sampai bunuh diri karena terlilit pinjol karena tidak bisa membayarnya. Jangankan untuk membayar pinjol, faktanya di zaman yang serba mahal ini untuk kehidupan sehari-hari saja banyak masyarakat yang kesusahan. Apalagi untuk membayar pinjol demi bisa bayar uang kuliah. Ini adalah bukti bahwa Negara tidak bisa menyejahterakan rakyatnya.

Lalu bagaimana pandangan Islam terhadap fenomena ini? Dalam Islam, negara adalah pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dalam semua bidang kehidupan, termasuk mewujudkan kesejahteraan dan komitmen dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Islam menetapkan pejabat sebagai teladan umat, pemimpin umat, yang senantiasa wajib taat syariat dan menjadikan pemanfaatan teknologi sesuai dengan tuntunan syariat.

Begitu juga Islam menetapkan penguasa negara Islam sebagai pengurus umat. Sehingga wajib bagi negara untuk mengurus seluruh urusan rakyatnya, termasuk pendidikan. Negara Islam akan menggratiskan seluruh biaya operasional pendidikan bahkan biaya sarana dan prasarana pendidikan dengan berbagai fasilitasnya. Sehingga tidak perlu ada siswa yang putus sekolah karena tidak punya biaya, atau tak mampu kuliah karena keterbatasan biaya. Apalagi menggunakan pinjaman online sebagai biaya kuliah. Na’udzubillahi min dzalik.

Seluruh biaya pendidikan tersebut akan berasal dari Baitul Mal, yang merupakan pos pendapatan utama negara. Sehingga tidak perlu khawatir akan biaya pendidikan sama sekali. Sungguh suatu kehinaan jika pendidikan yang bertujuan untuk menimba ilmu malah didasarkan pada biaya pinjaman online, yang merupakan bagian nyata dari riba yang jelas keharamannya. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda :

“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al-Albani dalam Misykatul Mashabih mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Maka sungguh tidak layak menyandarkan biaya pendidikan kepada pinjaman online, yang sejatinya adalah riba yang begitu besar dosanya. Marilah kembali pada sistem Islam yang syar’i yang mampu menyejahterakan seluruh masyarakat sehingga kita tidak perlu lagi mengkhawatirkan biaya pendidikan apalagi menggunakan jalan yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu’alam bisshawwab.

Oleh: Ayu Rahma Nurjahra, Sahabat Tinta Media 

Pinjol, Solusi Sesat bagi Mahalnya Pendidikan Tinggi

Tinta Media - Pembiayaan pendidikan tinggi masih menjadi masalah yang belum teratasi. Setelah penundaan naiknya UKT, kini beralih dorongan untuk melakukan aktivitas keharaman secara legal, demi mengatasi permasalahan. 

Keberadaan sistem pinjol (pinjaman online) melalui perusahaan P2P lending di lingkungan akademik dianggap bisa membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam pembiayaan pendidikan. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Ia menganggap hal itu sebagai bentuk inovasi teknologi yang patut dimanfaatkan. 

Menurutnya, antara pinjol dengan judol (judi online) sebagai dua hal yang berbeda. Judol merupakan aktivitas yang melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pelakunya akan dikenai hukuman penjara 6 tahun dan denda 1 miliar. 

Sedangkan pinjol menurut Muhadjir, dianggap solusi bagi pembiayaan pendidikan bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan pembiayaan dana. (Tirto.id, 3-7-2024)

Sehingga, wacana student loan atau pinjaman online buat mahasiswa pun mendapat dukungan oleh Menko PMK, Muhadjir Effendy. Hal ini sebagai respon terhadap dorongan DPR kepada Kemendikbudristek untuk meminta BUMN terkait agar membantu mahasiswa yang kesulitan dalam membayar uang kuliah. (Cnn.Indonesia, 3-7-2024)

Sudah menjadi rahasia umum, adanya jenjang perguruan tinggi menjadi hal yang dianggap kebutuhan mewah bagi masyarakat menengah ke bawah. Minimnya anggaran pendidikan, membuat setiap PTN mencari sendiri tambahan pendapatan demi terselenggaranya operasional pendidikan. 

Solusi Sesat Pinjol

Sungguh menyedihkan, pinjol yang sejatinya usaha ribawi dijadikan solusi bagi pendidikan tinggi. Hal ini karena adanya kepemimpinan sekuler kapitalis yang dijalankan oleh negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia ini. 

Segala kebijakan negara yang dibuat tidak melihat halal dan haram. Semua hanya berlandaskan manfaat atau keuntungan materi bagi segelintir kelompok masyarakat. Sehingga, pinjol yang legal dan bertebaran di dunia digital, dianggap sebagai solusi praktis untuk mengatasi keluhan mahalnya pendidikan tinggi.  

Negara sudah tidak mampu memberi subsidi tambahan agar biaya pendidikan terjangkau oleh para mahasiswa, terutama bagi yang memiliki ekonomi menengah ke bawah. Anggaran yang minim sebesar 20 persen akan sangat kurang bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi. 

Negara menyerahkan kebebasan kepada masing-masing lembaga pendidikan untuk mencari pendapatan tambahan secara mandiri dari jatah yang diberikan oleh negara. Langkah praktisnya adalah dengan menaikkan biaya pendidikan tinggi, seperti UKT (Uang Kuliah Tunggal)

Maka wajar, pejabatnya pun melontarkan program pinjaman bagi mahasiswa, seperti student loan. Tawaran bunga lunak dan bisa dicicil setelah lulus kuliah, dijadikan sebagai pemikat. 

Sesatnya berpikir dalam mencari solusi terhadap berbagai masalah, sudah lazim dalam sistem sekuler kapitalisme. Segala sesuatu diukur dengan standar keuntungan, bukan halal dan haram. Padahal, sudah nyata adanya pinjol dan pinjaman ribawi konvensional adalah haram dalam Islam. 

Al-Qur’an secara jelas dan tegas menyatakan dalam QS. Al-Baqarah: 275.

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Perbuatan riba dihukumi sebagai dosa besar yang tidak terhapus dengan sekadar istighfar. Pelaku riba harus melakukan taubat nasuha, meminta ampunan kepada Allah Swt. dan berjanji untuk tidak mengulangi kembali. 

Jika semasa pendidikan mahasiswa telah terasuki pinjol, maka hal ini dianggap sebagai pelegalan atas tindakan yang haram. Besar kemungkinan, ketika sudah mendapat pekerjaan, pinjol pun masih berkelanjutan. Ditambah adanya budaya konsumtif yang dijadikan gaya hidup oleh sebagian generasi muda saat ini, bermunculanlah banyak jenis pinjol untuk memenuhi keinginan yang kadang tidak dibutuhkan.

Jaminan Pendidikan dalam Islam

Islam sebagai agama yang paripurna dan paling sempurna memberi pedoman kehidupan bagi umatnya. Pendidikan, dalam sistem Islam kaffah dengan insitusi Khilafah termasuk dalam struktur administrasi negara, sebagaimana kesehatan dan transportasi. 

Dikarenakan pendidikan termasuk kebutuhan asasi atau mendasar bagi setiap manusia, maka tidak ada perbedaan antara pendidikan dasar, menengah, atas, dan tinggi, kesemuanya menjadi hak bagi rakyat untuk mendapatkannya. 

Negara sebagai pengurus kebutuhan rakyat berkewajiban untuk mengatur dan memastikan bahwa pendidikan setinggi apa pun bisa dinikmati oleh setiap rakyat.

Maka, negara akan mengupayakan agar biaya pendidikan mampu dijangkau oleh seluruh lapisan rakyat, bahkan bisa menjadi gratis. 

Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beliau pernah membebaskan tawanan perang Badar, dengan tebusan berupa mengajarkan baca-tulis bagi penduduk Madinah secara gratis. Ini menjadi bukti, bagaimana pendidikan menjadi kebutuhan yang wajib diselenggarakan oleh negara untuk rakyat. 

Negara memberi anggaran yang maksimal untuk penyelenggaraan pendidikan yang berasal dari pos pendapatan fa’i, ghanimah, kharaj, dan kekayaan alam milik umum yang dikelola oleh negara. Maka, sumber pendapatan yang mengalir berlimpah inilah yang senantiasa dipakai untuk memenuhi seluruh hak warga negara, berupa pendidikan.

Wajar, jika di masa Kekhalifahan Abbasiyah (750-1258 M) terdapat Bait-Al Hikmah, perguruan tinggi yang ternama pusat penelitian sekaligus perpustakaan besar. Di masa inilah, dilahirkan berbagai ilmuwan besar yang sangat berjasa dalam ilmu pengetahuan modern dan disegani hingga sekarang. Ini karena karyanya masih dipakai pedoman bagi dunia iptek sekarang. Mereka adalah Al-Khwarizmi (Bapak Algoritma), Ibnu Sinna (Ahli Kedokteran), Jabbir bin Hayyan (Bapak Kimia). 

Walhasil, penyelenggaraan pendidikan akan berhasil dan mampu mencetak generasi cemerlang jika sistem negara menjadikan Islam kaffah sebagai landasan. Sistem sahih ini berasal dari Sang Pencipta, Allah Swt. 

Apabila setiap rakyat menerima pendidikan secara adil dan makruf, maka negara akan mampu menjadikan rakyat sebagai khairu ummah, seperti yang termaktub dalam TQS. Ali Imran: 110. 

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”

Hal ini menjadi kabar gembira bagi kaum muslimin untuk kembali kepada sistem Islam kaffah, agar terwujud kehidupan yang berkah dengan generasi cemerlang. Wallahu’alam bisahawwab.

Oleh: Nita Savitri, Pemerhati Kebijakan Publik dan Generasi

Minggu, 28 Juli 2024

Komersialisasi Pendidikan lewat Pinjol ala Kapitalisme

Tinta Media - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, dalam pernyataannya kepada CNN Indonesia (Rabu, 3/7/2024) menilai bahwa adopsi sistem pinjaman online (pinjol) melalui perusahaan P2P lending di lingkungan akademik adalah bentuk inovasi teknologi dan bisa menjadi peluang untuk membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan membiayai pendidikannya asal jangan disalahgunakan.

"Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung, termasuk pinjol. Asal itu resmi dan bisa dipertanggungjawabkan, transparan, dan dipastikan tidak akan merugikan mahasiswa,” ujar Muhadjir.

Mencengangkan, pernyataan yang dibuat oleh seseorang yang memiliki amanah jabatan untuk mengurus rakyat tersebut. Sikap pejabat yang demikian menunjukkan rusaknya paradigma kepemimpinan dalam sistem sekuler kapitalisme yang malah mendukung pengusaha pinjol. Padahal, hal tersebut menghantarkan pada kerusakan dan merusak masyarakat. 

Kita semua tahu bahwa pinjol layaknya fatamorgana di padang pasir dan merupakan harapan semu bagi masyarakat yang menghadapi masalah keuangan. Memang tak bisa dimungkiri bahwa biaya hidup yang tinggi, jumlah penduduk miskin yang besar, pekerjaan yang sulit didapat, serta gaya hidup hedonistik yang semakin menggila, serta mahalnya biaya pendidikan menjadi pendorong maraknya orang terlibat dalam pinjol. 

Mudahnya akses kredit pinjol dianggap cukup solutif walaupun dengan bunga yang sangat tinggi, yakni minimal 12 persen. Adapun bunga pinjaman produktif antara 12-24 persen per bulan bahkan, ada yang lebih. 

Hal ini menjadikan para nasabah pinjol kelabakan, bahkan untuk membayar bunganya. Belum lagi saat ada keterlambatan dalam pembayaran, debt collector beraksi dengan berbagai teror yang mengakibatkan peminjam stress hingga banyak yang bunuh diri. 

Alih-alih memberantas pinjol, kini pemerintah malah akan menjadikannya solusi agar bisa diakses mahasiswa untuk pembiayaan akademik. Bagaimana bisa?

Ini membuktikan lepasnya tanggung jawab negara dalam mencapai tujuan pendidikan. Di sisi lain, hal tersebut juga menggambarkan rusaknya masyarakat dan pragmatisme akibat kemiskinan dan gagalnya negara menyejahterakan rakyat. 

Padahal, pinjol memberikan berbagai dampak buruk bagi masyarakat. Pinjol menyebabkan utang ribawi mewabah . Padahal, pinjol merupakan utang ribawi yang haram dan dianggap perbuatan kriminal dalam Islam dan akan mengundang murka Allah swt. 

Namun, dalam sistem saat ini, pinjol yang menggunakan mekanisme riba dianggap legal selama mendapatkan izin dan sejalan dengan aturan yang berlaku. Padahal, dalam Al-Qur'an dan al-Hadis terdapat banyak dalil yang mengharamkan secara tegas praktik-praktik ribawi. 

Nabi Muhammad saw. bersabda: 

"Riba memiliki tiga puluh tujuh bentuk. Di antaranya yang paling ringan adalah seperti seorang pria menikahi ibunya. Sungguh, bentuk riba yang paling berat adalah seperti mencela seorang muslim." (HR Ibnu Majah dan al-Hakim). 

Sebagai sebuah sistem, Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas rakyat dalam semua bidang kehidupan. Islam akan memberikan solusi agar individu di dalam Negara Islam mampu memenuhi kebutuhan hidup, baik untuk mempertahankan hidup ataupun mengembangkan usahanya, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada utang. 

Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar setiap rakyat, yaitu pangan, pakaian, dan tempat tinggal, maka Negara Islam akan menerapkan mekanisme yang menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut dengan memberikan pekerjaan pada setiap laki-laki yang wajib bekerja. 

Negara Islam juga menggratiskan pendidikan, kesehatan, dan keamanan sehingga biaya hidup akan relatif terjangkau. Dengan begitu, rakyat tidak harus berutang untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. 

Negara Islam akan mewujudkan kesejahteraan dan komitmen dalam mencapai tujuan pendidikan Islam, serta menetapkan pejabat adalah teladan umat, pemimpin umat yang senantiasa taat syariat, dan menjadikan pemanfaatan teknologi sesuai dengan tuntunan syariat. Oleh sebab itu, satu-satunya cara untuk membebaskan masyarakat Indonesia dan dunia dari praktik rusak pinjaman ribawi yang didukung oleh pemerintah adalah menerapkan Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu'alam bisshawwab.

Oleh: Thaqqiyuna Dewi, S.I.Kom., Sahabat Tinta Media

Sabtu, 20 Juli 2024

Jerat Pinjol di Dunia Pendidikan, Keniscayaan dalam Sistem Kapitalisme


Tinta Media - Viral, pernyataan Menteri Koordinator PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) Muhadjir Effendi terkait pembayaran kuliah dengan pinjaman online (pinjol) sebagai bentuk inovasi teknologi digital. Selain itu, Muhadjir meyakini bahwa adanya pinjol di lingkungan akademik bisa membantu meringankan mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam pembiayaan pendidikan. 

Muhadjir juga mengatakan bahwa semua inisiatif, baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung, termasuk pinjol. Maka dari itu, Muhadjir mendukung wacana _student loan_ atau pinjol kepada mahasiswa untuk membayar uang kuliah.

Dengan dalih inovasi teknologi dan membantu meringankan mahasiswa terkait biaya pendidikan, benarkah pinjol merupakan solusi ataukah justru menambah beban mahasiswa?

*Keniscayaan dalam Sistem Kapitalisme*

Inilah bukti betapa mirisnya sikap pejabat di negeri ini. Sikap pejabat yang demikian menunjukkan rusaknya paradigma kepemimpinan dalam sistem sekuler kapitalisme. Mereka malah mendukung pengusaha pinjol yang menghantarkan pada kerusakan di tengah masyarakat. 

Bagaimana tidak, ketika masyarakat berada dalam berbagai kesulitan, negara justru memberikan solusi singkat agar masyarakat terjerat dalam aktivitas ribawi melalui pinjol. Padahal, jelas-jelas aktivitas ini dilarang oleh syariat. 

Di sisi lain, aktivis menggambarkan rusaknya masyarakat dan pragmatisme akibat kemiskinan dan gagalnya negara dalam melayani kebutuhan dasar masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan.

Hal ini merupakan keniscayaan dalam sistem kapitalisme, karena negara lebih mengutamakan kemudahan untuk pengusaha dibandingkan untuk menyejahterahkan rakyat.

*Sistem Islam*

Jauh berbeda dengan Sistem Islam. Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas rakyat dalam semua bidang kehidupan, termasuk mewujudkan kesejahteraan dan komitmen dalam mewujudkan tujuan pendidikan, yaitu mencerdaskan umat. 

Pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan dasar (primer) bagi seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pendidikan tingkat dasar sampai perguruan tinggi. 

Seluruh masyarakat akan mendapatkan pendidikan secara merata mulai dari sarana prasarana sampai staf pengajar tanpa biaya sedikit pun alias gratis.

Islam menetapkan bahwa pejabat meri teladan bagi umat. Mereka adalah pemimpin umat yang senantiasa taat syariat. Mereka memanfaatkan teknologi sesuai dengan tuntunan syariat. 

Jelas sudah, hanya dalam sistem Islam, kesejahteraan masyarakat akan terjamin. Wallahu a'lam bishawaab.

Oleh: Agustriany Suangga
Muslimah Peduli Generasi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab