Tinta Media: Pinjol
Tampilkan postingan dengan label Pinjol. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pinjol. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Juli 2024

Miris! Bukan Hanya Terjerat Pinjol, Tapi Juga Terjerat Judol!

Tinta Media - Saat ini, bukan hanya pinjaman online (pinjol) yang merajalela. Akan tetapi, hampir 3,2 juta warga Indonesia terjerumus ke dalam judi online (judol). Mirisnya, bukan para pekerja yang memiliki penghasilan yang bermain judol, tapi, mereka yang berasal dari berbagai latar belakang seperti pelajar, mahasiswa, dan ibu rumah tangga.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyebutkan sepanjang 17 Juli 2023 hingga 21 Mei 2023 telah memblokir 1.904.246 konten judol. Beliau juga telah berkoordinasi dengan Google untuk mengelola kata kunci “judi online” di internet. Di kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengatakan bahwa pihaknya sudah menutup lebih dari 5 ribu nomor rekening (tirto.id).

Jokowi pun membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring yang diketuai oleh Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto, dengan Wakil satgasnya Menko PMK, Muhadjir Effendy (kumparan.com). Satgas Pemberantas Perjudian Daring memiliki dua cara untuk memberantas judol. Pertama, dengan upaya pencegahan yang dilakukan lewat jalur edukasi dan literasi. Kedua, dengan men-take down situs judol maupun situs yang menampilkannya (cnbcindonesia.com).

Dikarenakan banyak korban yang terjerat judol, Muhadjir Effendy mengusulkan agar korban judi daring masuk ke dalam penerima bansos. Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa bansos bagi korban judi online tidak tepat dan harus dikaji ulang, karena subsidi yang diberikan kepada pejudi berpotensi digunakan untuk berjudi kembali.

Besarnya keterlibatan rakyat Indonesia dalam judol sangat memprihatinkan. Semua terjadi karena kompleksitas persoalan hidup manusia dalam sistem kapitalisme. Kemiskinan sering kali menjadi alasan terjunnya masyarakat ke dunia judol. Kemiskinan dan judol ibarat lingkaran setan. Selain itu, gaya hidup di zaman kapitalis ini juga mempengaruhi permintaan judol yang menjadi cara mudah untuk mendapatkan uang secara instan.

Pembentukan satgas judol menunjukkan adanya kesadaran pemerintah akan kerusakan pada judol ini. Akan tetapi, solusi yang ditempuh belum menyentuh akar permasalahan.

Apakah pemblokiran situs-situs judi online adalah solusi yang tepat? Ibarat pepatah “mati satu tumbuh seribu”, walaupun satu situs diblokir, akan muncul kembali situs-situs sejenisnya.

Penghapusan atau pemblokiran konten tanpa perubahan perilaku masyarakat tidak akan menyelesaikan masalah. Dalam sistem sekuler kapitalis ini, masih ada masyarakat yang menganggap judi online sebagai hiburan atau permainan yang menyenangkan. Masyarakat pun punya banyak cara untuk mengakses situs-situs yang sudah diblokir, salah satunya dengan menggunakan VPN (Virtual Private Network).

Memang betul apa yang di katakan oleh MUI bahwa solusi pemberian bansos untuk “korban” judol tidaklah tepat, karena “korban”-nya sendiri sebenarnya memiliki kesadaran untuk memilih, tetapi memang sistem sekuler ini memaksa mereka untuk melakukannya.

Dalam Islam, perbuatan judi dalam bentuk apapun adalah haram hukumnya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS Al-Maidah: 90).

Solusi pencegahan judol dapat dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, melakukan pembinaan dan penanaman pemikiran Islam kepada seluruh elemen masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Negara membantu menyebarluaskan pemahan keharaman berjudi beserta kerugiannya.

Kedua, mengedukasi masyarakat bahwa harta harus dicari dengan cara yang halal, bukan dengan cara yang haram. Masyarakat juga diajarkan untuk mencari keberkahan, bukan kuantitasnya saja.

Ketiga, memberikan sanksi tegas kepada bandar serta pelaku judi dengan hukuman yang berefek jera. Sanksi yang diberikan berupa ta’zir, sesuai dengan kebijkaan hakim dalam memutuskan perkara tersebut menurut kadar kejahatannya.

Keempat, menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat agar terwujud kesejahteraan. Negara membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya serta memberikan bantuan modal bagi para pencari nafkah, dapat berupa tanah kosong untuk dikelola masyarakat atau modal usaha sebagai sumber mata pencaharian. Dengan begitu, masyarakat akan disibukkan dengan mencari harta yang halal daripada memilih jalan instan yang diharamkan.

Solusi di atas dapat dilakukan oleh pemimpin yang bertakwa dalam sistem Islam. Sementara itu, dalam sistem sekuler kapitalis, penguasa tidak berdaya apa-apa di hadapan mafia judol dan bahkan ada yang ikut terjerat.

Selama sistem sekuler kapitalisme masih ada, aktivitas haram seperti, judi, pinjol, miras, narkoba, dan sebagainya akan terus berkembang. Oleh karenanya, solusi sistematis dan komprehensif untuk memberantas segala bentuk keharaman adalah dengan menerapkan syariat Islam secara total sebagai aturan bermasyarakat dan bernegara. Dengan begitu, akan muncul pola hidup dan standar nilai masyarakat yang sesuai dengan Islam.

Oleh: Lia Nurindah, Sahabat Tinta Media 

Jumat, 28 Juni 2024

Jerat Pinjol Makin Mencekik, Butuh Solusi Sistemik

Tinta Media - Di tengah impitan ekonomi yang mendera, sulitnya rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidup, pinjaman online (pinjol) kerap dipilih sebagai solusi. Pinjol adalah penyedia jasa keuangan secara daring yang saat ini banyak dimanfaatkan masyarakat. Beraneka ragam iklan jejaring pinjol bertebaran di media sosial. Hanya dengan isi data berikut selfie memegang Kartu Tanda Penduduk (KTP), permasalahan ekonomi bisa teratasi.

Namun, faktanya pinjol hanyalah solusi pragmatis yang justru menuai segudang masalah. Pasalnya, jeratan bunga dan denda dalam pinjol mampu mencekik nasabahnya. Sudah menjadi rahasia umum, akibat gagal bayar pinjol, seseorang kerap mengalami depresi, berbuat kriminalitas, hingga bunuh diri.

Ini sebagaimana terjadi pada kasus perampokan toko sembako yang berada di Jalan Pangeran Ayin, Kelurahan Kenten Laut, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Mengutip berita dari Kompas.com (3/6), enam orang pelaku perampokan telah berhasil ditangkap Kepolisian Daerah Sumatera Selatan. Salah satu pelaku mengaku nekat merampok karena terlilit utang pinjol.

Millenial dan Gen Z pun saat ini menjadi pelaku pinjol. Diwartakan kumparanbisnis.com (21/6), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan penyaluran dana pinjaman online atau pinjol dari fintech lending pada April 2024 mencapai Rp21,67 triliun. Kredit macetnya mencapai Rp1,75 triliun. Penyaluran pinjol ini adalah untuk sektor produktif, perdagangan besar atau eceran, reparasi kendaraan, dll.

Di media sosial, sudah tak asing lagi iklan pinjol bertebaran dan dianggap sebagai solusi keuangan masyarakat. Permasalahan ekonomi beragam, mulai dari pemenuhan kebutuhan hidup, hingga pembiayaan gaya hidup. Dengan syarat yang mudah, keuangan dapat cair dalam waktu yang singkat.

Solusi Pragmatis

Bagi para kapitalis, keberadaan pinjol adalah sumber keuntungan. Dengan fakta, terjadi perputaran uang pinjol triliunan rupiah di tengah-tengah masyarakat. Sayang, kehadiran pinjol membawa jerat buruk yang merugikan.

Pemerintah menilai, jerat buruk pinjol ini akibat masyarakat mengambil pinjol ilegal. Oleh karenanya, pemerintah memberikan solusi kehadiran pinjol yang sudah dilegalisasi negara. Dilansir dari kontan.co.id, per Mei 2024 ada 100 pinjol resmi yang sudah berizin OJK.

Sayang seribu kali sayang, baik pinjol legal maupun ilegal keduanya sama-sama mengandung praktik ribawi, yakni berbunga, denda, dan potongan administrasi.

Beleid tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Di dalamnya tertuang batas bunga pinjol legal. Untuk pendanaan produktif, bunga dan denda sebesar 0,1%, pendanaan konsumtif denda dan bunga sebesar 0,3%.

Keberadaan pinjol legal merupakan solusi pragmatis yang justru menambah masalah baru. Hukum riba adalah haram. Telah banyak dali Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menyebutkan keharaman riba. Sebagaimana firman Allah Swt.

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

Segala sesuatu yang haram tentu akan menimbulkan beragam kerusakan. Praktik pinjol, baik legal maupun ilegal sama-sama haram yang justru menimbulkan beragam masalah baru. Kehidupan ekonomi justru makin sempit.

Islam Solusi

Sementara di dalam Islam, mengatasi problem pinjol yang mencekik ini butuh solusi sistemik. Solusi ini tegak atas dasar tiga pilar, yaitu individu, masyarakat, dan negara. Tiga pilar ini saling menguatkan agar tercipta kehidupan yang aman, nyaman, sejahtera, dan berkah.

Individu misalnya, di dalam Islam wajib memiliki akidah (keimanan) yang kokoh. Iman ini penting dimiliki setiap individu, sehingga setiap perbuatan akan bersumber pada hukum syari'at. Halal dan haram menjadi pijakan individu dalam berbuat. Kalaupun berada di kondisi ekonomi yang sulit, tidak menjadikan pinjol ribawi sebagai jalan keluar.

Dengan individu yang senantiasa menjadikan akidah Islam sebagai pondasi kehidupan, akan terbentuk suasana islami di tengah-tengah masyarakat yang senantiasa menjalani kehidupan beramar makruf nahi mungkar. Tak ada lagi celah bagi pelaku kemaksiatan dalam masyarakat Islam. Gaya hidup hedonisme tidak akan menjadi tujuan sebagaimana dalam sistem kapitalisme liberal hari ini.

Pilar selanjutnya adalah negara sebagai penanggung jawab kehidupan rakyat. Negara dalam sistem Islam haruslah menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai landasan bernegara. Dengan landasan ini, negara tidak akan salah langkah dalam menyelesaikan persoalan.

Dalam menyelesaikan persoalan ekonomi, negara Islam memiliki mekanisme penyelesaian, yakni memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Mulai dari sandang, pangan, dan papan. Begitu pula dengan pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang gratis dan terbaik untuk kehidupan rakyat.

Dananya dari mana? Diana didapat dari pemasukan negara, misalnya dari pemasukan sumber daya alam, sektor kepemilikan negara, ghanimah, dll.

Negara Islam tidak akan menghadirkan pinjol berbasiskan legal atau ilegal yang ribawi karena hal itu merupakan dosa besar. Rasulullah saw. melaknat para pelaku riba dalam sabdanya.

"Rasulullah saw. melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris), dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba. Beliau saw. berkata, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR Muslim, no. 1598)

Sungguh, jerat pinjol yang kian mencekik ini butuh solusi sistemik. Solusi ini harus mengakar, bukan solusi yang justru menjadikan masalah bertambah lebar. Saat kapitalisme sekuler menjadi tumpuan kehidupan, di sanalah banyak timbul kerusakan. Oleh karenanya, sudah selayaknya kita mengganti sistem kehidupan rusak ini dengan Islam yang berkahnya dapat dirasakan hingga seluruh alam. Wallahua'lam bisshawab.

Oleh: Ismawati, Sahabat Tinta Media

Sabtu, 18 Mei 2024

Terjerat Pinjol, Rakyat Makin Terseret Gaya Hidup Konsumtif


Tinta Media - Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah pinjaman di aplikasi pinjol terus meningkat. Terdapat sekitar 17 juta entitas yang menerima pinjol di seluruh Indonesia. Dalam data tersebut, guru yang paling banyak terjerat pinjol dengan persentase hingga 42 persen. Hal ini disebabkan karena penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup. Karena itu, mereka mencari alternatif lain yang lebih mudah, yakni dengan cara pinjaman online. 

Kebanyakan guru yang terjerat pinjol berusia 19 hingga 34 tahun (generasi milenial). Mereka mengerti yang namanya teknologi digital, aplikasi, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Alhasil, mereka yang paham dengan teknologi ini bisa mengaksesnya dengan sangat mudah.

Dudung Abdul Qadir selaku Wakil Sekretaris Jenderal (wasekjen) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengatakan bahwa hal ini dikarenakan penghasilan guru yang masih sangat rendah sehingga rentan terjebak pinjol.

Tren pinjol makin meningkat, sejatinya hal ini disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah kesempitan hidup yang menimpa sebagian masyarakat negeri ini. Pinjol pun menjadi jalan termudah yang dipilih untuk bisa memenuhi kebutuhan pangannya. 

Kesempitan hidup masyarakat tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini lebih melegalkan liberalisasi ekonomi. Alhasil, segala komoditas dikapitalisasi atau dibisniskan. Rakyat pun kesulitan mengakses kebutuhan-kebutuhan asasiahnya karena harganya mahal.

Selain itu, cara pandang sekuler-kapitalis yang diadopsi masyarakat telah menjerat mereka pada pinjol tak berkesudahan. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah mewarnai kehidupan masyarakat dengan gaya hidup hedonis dan materialis. Masyarakat kini memandang sumber kebahagiaan ada pada materi dan kesenangan jasadiah semata. Padahal, mengejar kesenangan materi juga membutuhkan cuan yang tidak sedikit. 

Gaya hidup materialis masyarakat juga diperkuat lagi dengan gempuran media yang secara terus-menerus mempersuasif masyarakat untuk hidup hedon. Masyarakat yang jauh dari pemahaman Islam tidak lagi mempedulikan apakah harta yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan asasiah dan gaya hidup mereka diperoleh melalui jalan halal ataukah bertentangan dengan aturan Allah, sebagaimana pinjol yang disertai riba. 

Negara cenderung abai terhadap persoalan ketakwaan rakyat, termasuk kesejahteraannya. Celakanya, negara juga melegalkan praktik pinjol dengan perizinan lembaga pinjol.

Mewujudkan masyarakat bersih dari riba membutuhkan peran sentral negara dalam menjauhi riba dengan segala bentuknya. Sistem Islam sebagai sistem pemerintahan berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunah tidak akan membenarkan praktik riba berlangsung. 

Penerapan syariat Islam secara kaffah sejatinya akan menghapuskan praktik riba. Untuk mencegah fenomena pinjam-meminjam, sistem Islam akan berupaya memenuhi kebutuhan asasiah setiap individu rakyat melalui penerapan sistem ekonomi Islam dengan mekanisme langsung maupun tidak langsung.

Dalam mekanisme tidak langsung, kepala keluarga yang menjadi pihak pencari nafkah akan dipermudah dan difasilitasi untuk bekerja. Lapangan kerja dalam sistem Islam akan terbuka lebar sebab seluruh kepemilikan rakyat hanya boleh dikelola oleh negara. 

Pengelolaan SDA dalam jumlah besar akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar pula. Jika kepala keluarga tidak mampu memenuhi, yang wajib membantu adalah kerabatnya. 

Pendapatan yang baik disertai aparat pemerintah yang amanah meniscayakan adanya data kekerabatan yang menunjang mekanisme ini. Jika seluruh kerabat tidak mampu memenuhi kebutuhannya, kewajiban memberi nafkah jatuh kepada kas negara (Baitul Maal). Anggaran yang digunakan negara untuk membantu individu yang tidak mampu akan diambil dari pos zakat.

Adapun mekanisme langsung akan dilakukan negara pada pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dalam hal itu, negara menggratiskan pelayanan-pelayanan tersebut kepada masyarakat, sehingga harta yang dimiliki masyarakat benar-benar fokus dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, ditambah kebutuhan sekunder ataupun tersiernya. 

Bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan keuangan, maka negara melalui lembaga Baitul Maal akan memberikan pinjaman tanpa riba, sebab Islam mengharamkan riba secara mutlak. 

Negara akan melarang pendirian lembaga pinjol dengan riba atau aktivitas sejenis. Di sisi lain, sistem pendidikan Islam mencetak masyarakat yang memiliki akidah Islam yang kuat dan berorientasi akhirat, sehingga amal-amalnya tidak berputar pada bagaimana memenuhi kesenangan duniawi, tetapi justru dihiasi dengan amal shalih. 

Demikianlah sistem Islam mewujudkan masyarakat tanpa riba sehingga kehidupan menjadi berkah karena diliputi rida Allah. Inilah indahnya hidup di bawah sistem Islam. Wallahu'alam bishshawab.


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Minggu, 14 April 2024

Pinjol dan Cara Penanganannya

Tinta Media - Pinjaman online sudah tidak asing dalam lingkungan bermasyarakat seperti sekarang. Platform fintech (financial technology) atau lebih dikenal dengan pinjol (pinjaman online) menjadi pilihan sebagian masyarakat karena menawarkan proses yang cepat dan syarat yang mudah. Hutang ke pinjol ternyata dilakukan oleh 18 juta warga Indonesia atau sekitar 5% penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 279 juta jiwa, dan mayoritas debitur aktif ada di pulau Jawa dengan persentase mencapai sekitar 73%. (www.rri.co.id, 13/04/2024)

Pinjaman online bahkan ada yang sifatnya legal dan ilegal. Keduanya sama-sama haram dan memiliki dampak buruk bagi masyarakat. Alih-alih menertibkan pinjol, Pemerintah justru ikut andil dalam hal penyediaan layanan pinjol ini.  Hal ini membuat pinjol semakin marak dan menjamur di Indonesia.

Dampak dari pinjol bagi masyarakat sangatlah banyak, dikutip dari Sukabumiupdate.com, terdapat 10 dampak negatif dari pinjaman online,  yaitu bea keterlambatan dan denda tinggi, siklus hutang berkelanjutan, masalah kredit, stres dan masalah kesehatan mental, gangguan hubungan sosial, kehilangan aset, tujuan keuangan terhambat, penyalahgunaan data pribadi, gugatan hukum dan kerusakan reputasi finansial.

Pemerintah pun tidak menindak tegas berbagai jenis pinjol yang sudah ada. Padahal sudah jelas transaksi pinjol hakikatnya adalah praktik ribawi yang diharamkan oleh Allah SWT, tetapi dalam sistem kapitalisme yang sekuler ini riba dianggap hal yang biasa,  padahal riba jelas-jelas haram dan menjauhkan kita dari keberkahan.

Merajalelanya pinjol merupakan salah satu bukti buruknya sistem ekonomi kapitalisme sekuler yang diterapkan di Indonesia. Sistem ini gagal dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya karena menjadikan riba sebagai jalan dari permasalahan ekonomi. Masyarakat dituntut untuk bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah. Masyarakat harus melakukan berbagai macam cara untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya,  termasuk menghalalkan riba dengan melakukan pinjaman online dari berbagai macam pihak. Padahal sudah jelas,  Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Dalam sistem Islam,  negara yang menjamin semua kebutuhan rakyat. Masyarakat dalam naungan sistem Islam diatur dengan sedemikian rupa dari segi sosial kemasyarakatan hingga ekonomi. Sistem ekonomi Islam menyediakan akses sumber ekonomi yang halal, yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan, gaji yang layak,  hingga pinjaman kepada negara serta bantuan dari negara ketika masyarakat mengalami kesusahan. Negara tidak lepas tangan terhadap kesejahteraan masyarakat,  masyarakat diatur sesuai syariat sehingga tidak terjerumus ke dalam praktik ribawi yang akan berdampak buruk bagi masyarakat. Jadi, solusi problematika kehidupan umat saat ini hanya bisa diselesaikan dengan menerapkan kembali sistem Islam kaffah yang terbukti mampu menyejahterakan umat. Wallahualam.

Oleh: Siti Suryani (Sahabat Tinta Media)

Pinjol dan Makna Ketakwaan


Tinta Media - Sangat bersyukur bagi seorang muslim yang masih diberi kesempatan umur hingga bisa menjalani dan mengisi bulan Ramadan dengan penuh ketaatan kepada Allah Ta'ala. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 183 yang artinya, 

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." 

Maka puncak dari ibadah yang dijalani selama bulan Ramadan adalah menjadi manusia yang bertakwa, yaitu ketakwaan yang penuh 100%, ketakwaan yang segera dijalankan tanpa menunda, tanpa mengulur waktu. Salah satu bentuk ketaatan kepada Allah adalah meyakini dan mengamalkan firman-Nya dalam surah Al Baqarah ayat 275, yang artinya,

"... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..."

Ayat di atas seakan bertentangan dengan fakta masyarakat saat ini, yang menjadikan utang disertai riba sebagai hal yang "lumrah". Bahkan, perkembangan dunia digital menjadikan utang tak hanya dilakukan di dunia nyata, tetapi "dipermudah" lewat dunia maya atas nama pinjol (pinjaman online).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan suku bunga pinjaman online mulai  tanggal 1 Januari 2024 resmi turun dari 0,4% per hari menjadi 0,3% per hari. Bagaimana dengan praktik di lapangan? Di tengah masyarakat juga marak pinjol ilegal yang penetapan bunga per harinya bahkan mencapai 5%.

Namun, beginilah keadaan masyarakat saat ini yang berada dalam kondisi sempit dan butuh pemenuhan kebutuhan, sehingga jalan tercepat adalah melalui pinjol baik yang resmi maupun ilegal. Maka tak heran, siapa pun bisa terjerat pinjol, mulai dari guru, korban PHK, ibu rumah tangga, mahasiswa, hingga pelajar SMA.

Yang membuat miris, gagal bayar tepat waktu utang pinjol melonjak pada Februari atau menjelang Ramadan. Kredit macet atau tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari yang biasa disebut TWP 90 pinjol naik dari Rp1,78 triliun pada Januari menjadi Rp1,8 triliun pada Februari. (katadata, 2/4/2024)

Memang tidak dimungkiri bahwa kebutuhan masyarakat jelang Ramadan semakin bertambah. Di sisi lain, harga bahan kebutuhan pokok pun juga meningkat. Sehingga, walaupun gaji pegawai ditambah dan ada THR hari Raya, ternyata belum bisa menutup biaya pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dengan kondisi ini, masyarakat butuh jalan keluar agar tidak lagi terjerat utang pinjol, baik yang berbunga rendah maupun tinggi.

Islam sebagai Solusi

Ramadan telah berakhir, dan hari raya Idul Fitri baru saja dilalui. Maka, sangat penting bagi kaum muslimin, terkhusus di negeri ini agar mengingat lagi tujuan perintah puasa Ramadan, yaitu agar kita menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah. Di antaranya yaitu, mau taat pada perintah dan larangan Allah agar tidak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan riba. Tentu saja, memutus rantai pinjol mustahil dilakukan seorang diri. Ini membutuhkan kerja sama dari berbagai elemen agar perintah Allah ini bisa dilakukan, mulai dari ketakwaan individu, ketakwaan masyarakat, dan ketakwaan negara.

Dalam panduan ajaran Islam, negara mempunyai peran sebagai pengurus urusan umat. Negara akan membuat kebijakan agar masyarakat terpenuhi kebutuhan dasarnya, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan yang berkualitas, hingga jaminan keamanan bagi tiap individu masyarakat. 

Dana untuk semua pembiayaan tersebut diambilkan dari pos baitul mal yang salah satu sumbernya adalah pengelolaan SDA menggunakan tata kelola syariah Islam dan hasilnya dikembalikan lagi untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Sehingga, di dalam kehidupan Islam, seorang laki-laki yang sudah baligh akan dimudahkan dan dimotivasi untuk giat bekerja. Negara akan membuka lapangan pekerjaan halal yang seluas-luasnya agar tidak ada laki-laki yang menganggur. Di sisi lain, edukasi terkait mengisi Ramadan dengan ketaatan bukan dengan arus konsumerisme akan terus digencarkan oleh negara. Salah satunya lewat media, sehingga kaum muslimin bisa fokus mengisi Ramadan dengan banyak beribadah, bukan banyak berbelanja.

Jika semua pengurusan di atas sudah dilakukan, tetapi masih ada warga yang ingin mengambil pinjaman, maka negara akan memfasilitasi dengan pinjaman tanpa bunga. Sehingga, ketakwaan kepada Allah Ta'ala benar-benar dilaksanakan, yaitu dengan mengamalkan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya tanpa kecuali. 

Inilah makna ketakwaan yang sesungguhnya, yakni terikat dengan syariah Islam secara kaffah. Semoga di bulan kemenangan kali ini kaum muslimin mau bersungguh-sungguh dalam upaya menjadi individu, masyarakat, dan negara yang bertakwa. Wa ma taufiqi illa billah wa ’alaihi tawakkaltu wa ilaihi unib.


Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik

Rabu, 10 April 2024

MMC: Pinjol adalah Bentuk Kelalaian Negara Mengurus Kebutuhan Rakyat


Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengatakan bahwa pinjol adalah bentuk kelalaian negara dalam mengurus kebutuhan rakyatnya.

"Pinjol tidak lain adalah bentuk kelalaian negara mengurus kebutuhan rakyatnya," tudingnya dalam tayangan Serba-serbi: Pinjol Meningkat, Buah Busuk Penerapan Sistem Kapitalisme, di kanal YouTube MMC, Rabu (10/4/2024).

Narator mengungkapkan, pinjol sudah menjadi alternatif masalah finansial masyarakat saat ini. Sekalipun telah banyak korban pinjol, namun impitan ekonomi membuat masyarakat tidak jera dengan sistem pinjol.

"Kondisi ini menunjukkan, tidak ada jaminan kebutuhan masyarakat yang seharusnya dilakukan oleh negara," ucapnya.

Ia pun menilai bahwa negara berlepas tangan dari tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan publik masyarakat. Negara justru memberi ruang bagi perusahaan atau pemilik modal mendirikan perusahaan fintech (Financial Technology) dengan produk pinjol.

"Membiarkan mereka berdiri dan menjerat masyarakat dengan slogan-slogan pinjaman mudah, langsung cair dan sebagainya," imbuhnya.

Padahal menurutnya, dibalik kemudahan pinjol jelas ada potensi gagal bayar yang akan menambah masalah bagi nasabah.

"Nasabah yang tidak mampu membayar pinjamannya akan mengalami kerugian baik secara finansial maupun psikologis. Mereka akan utang dan mengalami tekanan mental," terangnya memungkasi.

Sebelumnya diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit macet di industri fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) yang disebut Tingkat Wanprestasi 90 hari (TWP90) sebesar 2,95 persen di Januari 2024, atau naik dari Desember 2023 yang tercatat 2,93 persen.[] Muhar

Selasa, 19 Maret 2024

Pinjol Kian Marak di Sistem yang Rusak


Tinta Media - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memprediksi penyaluran pinjol pada Ramadan 2024 ini akan meningkat. Ini disampaikan oleh ketua umum AFPI Entjick S Djafar bahwa Asosiasi menargetkan pendanaan di Industri Fintech P2P lending saat Ramadan tumbuh sebesar 12%. Hal senada juga di ungkapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hal ini di proyeksi lantaran naiknya permintaan terhadap kebutuhan masyarakat saat Ramadan dan pembelian tiket mudik dan layanan pinjol juga di gunakan untuk membeli kendaraan bermotor. 

Selain untuk kebutuhan Ramadhan dan lebaran layanan pinjol juga banyak digunakan oleh pelaku UMKM untuk menambah modal secara mudah karena prosedurnya yang lebih mudah dibandingkan perbankan dan perusahaan pembiayaan. Inilah jika kita hidup di sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Jadi pola pikir dan pola sikap manusia semakin jauh dari aturan agamanya. Sudah jelas praktik ribawi adalah haram tetapi negara dalam sistem kapitalis justru seolah membiarkan pinjol tumbuh subur. Peran negara bukannya sebagai pelayan urusan umat melainkan penarik keuntungan semata. 

Pada bulan Ramadhan, Allah turunkan banyak keberkahan, sedangkan berkah dimaknai sebagai ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan). Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, tetapi para pelaku usaha justru meminjam modal dengan cara riba. Lantas, bagaimana keberkahan tersebut bisa terwujud jika modal yang dipakai juga dengan cara riba ? 

Jika sekarang yang di terapkan adalah sistem Islam, semua kejadian ini tidak akan pernah ada. Selain Islam melarang riba, Islam juga memberi solusi bagi masyarakat yang butuh membeli kebutuhan sehari-hari dengan mewujudkan perekonomian yang menyejahterakan. Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi tiap-tiap orang serta terwujudnya kemampuan memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Adapun tradisi mudik akan difasilitasi dengan transportasi publik sedangkan kebutuhan modal usaha untuk UMKM akan di penuhi dengan sistem pinjaman non ribawi atau bahkan hibah dari Baitul Mal. 

Dan momen Ramadhan akan di sambut oleh masyarakat di sistem Islam dengan memperbanyak amal shaleh, bukan justru konsumtif sehingga pengeluaran rumah tangga meningkat. Karena masyarakat pada sistem Islam sudah mendapatkan edukasi melalui sistem pendidikan dan dakwah yang di selenggarakan oleh negara sehingga bergaya hidup zuhud atau tidak berlebihan lebihan. 

Sudah saatnya kita bangkit terus beramar makruf dan menyadarkan umat bahwa sistem yang sekarang ini bukan pilihan solusi yang tepat. Hanya dengan sistem Islam Kaffah menjadi solusi yang hakiki dan yang bisa menyelesaikan problematika kehidupan umat manusia.


Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 02 Maret 2024

Marak Bank Emok dan Pinjol, Solusi Masalah Keuangan Rakyat ala Kapitalisme

Tinta Media - Wakapolresta Bandung Maruli Pardede mengungkapkan bahwa bank emok dan pinjol sering menjadi sumber keluhan yang diterima kepolisian. Namun, meski dianggap mengganggu, nyatanya jasa bank emok dan pinjol tetap diminati masyarakat sehingga hanya ditindaklanjuti pihak kepolisian dengan memberikan imbauan agar masyarakat tidak perlu meminjam jika tidak mempunyai kemampuan untuk membayar. 

Fenomena bank emok dan pinjol memang kerap diwarnai dengan masalah. Pada Juli 2023 lalu, seorang suami tega mengakhiri hidup istrinya setelah pertengkaran karena istrinya terjerat utang di bank emok. Ada juga yang depresi hingga bunuh diri karena selalu ditagih agen pinjol. 

Mirisnya, ternyata kasus bunuh diri tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi terjadi di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Korsel, Afrika Selatan, India dan lainnya. Bahkan, 23 September 2023 lalu, di India satu keluarga diduga bunuh diri setelah diteror penagih utang pinjol. 

Bank emok maupun pinjol merupakan inovasi jasa keuangan. Jika bank emok melakukan inovasi offline dengan datang menjemput bola, pinjol memanfaatkan teknologi secara online yang dengan platform ini menjadikan seseorang bisa meminjam uang dengan cepat. Namun, walaupun mudah, tetapi ternyata bunga yang harus dibayar sangat besar dalam jangka waktu singkat. Hal ini menjadikan para peminjam uang merasa sangat terbebani, apalagi jika telat membayar akan dikenakan denda yang berlipat, bahkan dipermalukan oleh para penagihnya. 

Anehnya, banyaknya kasus dan kemudharatan yang ditimbulkan tidak membuat bank emok dan pinjol menghilang, malah semakin bermunculan dan keberadaannya malah dianggap sebagai malaikat penolong bagi sebagian besar masyarakat saat ini. 

Maraknya bank emok dan pinjol tidak dapat dilepaskan dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang sekarang diterapkan di negeri ini. Dalam sistem ini riba dihalalkan dan  dilegalkan. Kurangnya keimanan pada diri individu, menjadikan mereka mudah tergiur untuk mendapatkan sesuatu dengan serba instan. Masyarakat yang gelap mata akhirnya menjadikan utang yang mengandung ribal sebagai jalan pintas. 

Apalagi, biaya kebutuhan hidup semakin mahal dan lapangan pekerjaan tidak menjanjikan gaji yang layak. Ditambah gaya hidup materialistik dan hedonistik yang menimpa sebagian besar masyarakat, menjadikan bisnis peminjaman uang semakin marak.

Mereka memaksakan diri mengikuti gaya hidup ala selebriti dan mendapatkan prestise, walaupun tidak mempunyai uang untuk membayar. Akhirnya, mereka mengakses pinjol ini. Inilah yang menjadikan keberadaan pinjol justru sulit dilepaskan dari kehidupan masyarakat, walaupun sudah banyak kasus dan kemudharatan yang ditimbulkan. 

Namun, keberadaan pinjol menjadi bisnis tersendiri bagi para pemilik modal yang ingin meraih keuntungan di tengah kondisi masyarakat saat ini. Inilah bukti kegagalan sistem politik demokrasi kapitalis yang menjadikan masyarakat kesulitan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Namun, pada saat yang sama, kondisi ini menjadi peluang bisnis bagi para kapitalis untuk mengail di air keruh. Tampak jelas bahwa sistem ini pro terhadap kepentingan kapitalis.

Negara tidak berfungsi sebagai pengurus dan pelayan rakyat, tetapi malah bertransaksi dengan rakyat sebagai penjual dan pembeli. Negara mewakilkan semua penyediaan layanan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi, listrik, dan lainnya kepada pihak swasta dengan standar bisnis. Sehingga, rakyat harus membeli semua fasilitas tersebut jika membutuhkan. Inilah yang menambah kesengsaraan rakyat karena beban hidup yang berat. 

Negara juga gagal dalam membentuk mental yang kuat pada rakyat, sehingga mereka tidak mampu memecahkan masalah kehidupan secara bijak. Rakyat justru memiliki mental lemah, sehingga mudah mengambil jalan pintas tanpa peduli apakah itu halal ataukah haram. Inilah yang menjadikan hidup mereka semakin sengsara dan merana.

Sudah selayaknya negara mengembalikan fungsi utamanya sebagai pengurus rakyat dengan menjamin kebutuhan asasi mereka, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Fungsi ini hanya bisa dijalankan oleh khalifah  yang menerapkan Islam secara kaffah dalam naungan negara, yaitu khilafah. 

Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang membagi kepemilikan menjadi 3, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.

Kepemilikan umum dan negara harus dikelola negara untuk kepentingan rakyat. Pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta. Hal ini mampu menopang negara agar mampu menyediakan lapangan kerja yang sangat luas bagi rakyat, terutama kaum lelaki yang bertanggung jawab mencari nafkah.  

Khilafah mengharamkan dan menutup segala bentuk akses transaksi haram seperti bank emok dan pinjol yang jelas ribawi, serta seluruh aktivitas yang akan mengundang murka Allah Swt. 

Selain itu, negara menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah, sehingga akan membentuk generasi berkepribadian Islam, generasi yang bermental kuat dan memiliki keimanan yang kokoh dan agung, sehingga saat menghadapi kesulitan dalam hidup, ia tak akan mudah mengambil jalan pintas. 

Alhasil, satu-satunya jalan mengatasi bank emok dan pinjol dengan segala permasalahannya adalah dengan mencabut sistem kapitalisme yang bercokol saat ini hingga ke akar-akarnya dan kembali pada sistem Islam.  

“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275) 

Wallahu’alam bisshawwab.

Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 24 Februari 2024

Bank Emok dan Pinjol Bikin Resah



Tinta Media - Keberadaan bank emok dan pinjol di sebut menghantui, tapi anehnya mengapa masih diminati? Di sejumlah wilayah Kabupaten Bandung bank emok kian menjamur, hampir di setiap RT / RW ada saja rumah yang di jadikan tempat berkumpulnya ibu- ibu rumah tangga yang terlibat dalam pinjaman bank emok. Dengan dalih untuk menutupi kebutuhan, namun tidak sedikit juga yang di gunakan untuk gaya hidup. 

Seperti yang di beritakan di ayobandung.com meskipun bank emok dan pinjol telah menjadi musuh bersama, nyatanya masih sering di gunakan oleh masyarakat kabupaten Bandung. Dan yang selalu terlibat adalah ibu- ibu rumah tangga, yang berpenghasilan rendah, bahkan hanya mengandalkan penghasilan suami mereka. 

Namun, keberadaan layanan pinjaman uang yang mudah tersebut sering kali menimbulkan masalah bagi para penggunanya, seperti pernyataan yang di sampaikan Wakapolresta Bandung, Maruli Pardede, mengungkapkan bahwa bank emok dan pinjol sering menjadi sumber keluhan yang di terima kepolisian, terutama di kabupaten Bandung, seperti yang terungkap saat acara Jumat curhat. Mayoritas keluhan terkait bank emok dan pinjol itu di sampaikan oleh ibu -ibu. Ungkap maruly pada Minggu 4 Januari 2024. 


meskipun dianggap mengganggu jasa bank emok dan pinjol masih saja di minati oleh masyarakat, namun pihak kepolisian merasa terbatas dalam memberantas layanan tersebut, dan memerlukan pengkajian mendalam, apalagi masalah pinjaman merupakan masalah perdata, yang jarang ditangani oleh kepolisian, kepolisian hanya menghimbau kepada masyarakat untuk tidak menggunakan jasa bank emok dan pinjol, ketika membutuhkan dana tambahan. 

Masyarakat berdalih untuk kebutuhan, serta sulitnya mendapatkan penghasilan, karena lapangan pekerjaan pun sangat sulit di dapatkan, akhirnya untuk menutupi kebutuhan yang semakin tinggi, mereka mengambil solusi cepat dengan bank emok dan pinjol. Meskipun tak sedikit kasus yang menimbulkan masalah, bahkan beberapa kasus pidana, seperti pada bulan Juli 2023 seorang suami di laporkan telah mengakhiri hidup istrinya setelah pertengkaran, karena istrinya terjerat utang bank emok dan pinjol. 


Bagaimana bisa di berantas? 

Ini sangat mengiris hati, jika pinjol dan bank emok terus di biarkan, maka akibatnya, bukan hanya satu atau dua kasus pertengkaran, perceraian rumah tangga akibat dari terjebak utang yang setiap hari terus berbunga. Mereka tidak memikirkan masa depan dunia dan akhirat, setiap perbuatan akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. 

Jika prinsip ekonomi kapitalisme yang bersandar pada supply dan demand masih jadi standar, maka akan sulit untuk memberantas, karena menurut masyarakatnya sendiri bank emok dan pinjol sekalipun sudah tersistem agar menjadi solusi keuangan saat ini? 

Bahkan pendidikan tinggi saja menawarkan mahasiswanya memakai skema pinjol, untuk membayar biaya kuliahnya, tak sedikit kampus- kampus yang menyediakan atau menyarankan untuk meminjamkan sejumlah uang untuk biaya perkuliahan, bahkan untuk UKT mahasiswa yang kurang mampu justru di tawari untuk membiayainya dari riba tersebut. 

Inilah bukti, jika sistem kapitalisme sekuler yang dipakai  maka pinjol dan bak emok akan sulit di berantas, karena sejak dari awal memang sudah tidak ada niat untuk memberantasnya. 

Berbeda dengan Islam, Islam mempunyai standar yang jelas tentang pemberantasan bank emok dan juga pinjol, dari mulai pembentukan akidah masyarakat dan konsep rezeki dari Allah SWT. Di dalam Islam sudah jelas bahwa riba itu haram, seperti dalam QS al Baqarah ayat 275 . Dan juga di dalam sejumlah hadits. 

Ù„َعَÙ†َ رَسُولُ اللَّÙ‡ِ صلى الله عليه وسلم آكِÙ„َ الرِّبَا ÙˆَÙ…ُوكِÙ„َÙ‡ُ ÙˆَÙƒَاتِبَÙ‡ُ ÙˆَØ´َاهِدَÙŠْÙ‡ِ ÙˆَÙ‚َالَ Ù‡ُÙ…ْ سَÙˆَاءٌ 

"Rasulullah ï·º mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka semuanya sama (berdosa)." (HR Muslim) 

Wallahualam bishowab


Oleh: Ummu Ghifa
Sahabat Tinta Media 

Bank Emok dan Pinjol, Menggiurkan dan Meresahkan!


Tinta Media - Bank emok dan layanan pinjaman online (pinjol) telah menjadi musuh bersama masyarakat, tak terkecuali di Kabupaten Bandung. Namun anehnya layanan bank emok dan pinjol masih sering digunakan masyarakat ketika mereka memerlukan sokongan dana tambahan. Maruli Pardede, Wakapolresta Bandung, mengungkapkan keberadaan bank emok dan pinjol banyak dikeluhkan warga kabupaten Bandung. Keluhan itu terungkap dalam acara “Jumat Curhat”, dalam acara tersebut mayoritas keluhan seputar pinjol dan bank emok datang dari kalangan ibu- ibu. Walaupun sudah banyak dikeluhkan, nyatanya jasa bank emok dan pinjol masih banyak diminati oleh masyarakat. 

Wakapolresta Bandung sendiri menyatakan bahwa pihak kepolisian hanya dapat menghimbau masyarakat agar tidak menggunakan jasa bank emok maupun pinjol. Namun jika terdesak dan terpaksa memilih opsi bank emok atau pinjol hendaknya masyarakat mempertimbangkan terlebih dahulu dari segi kemampuan finansial untuk membayar pinjaman tersebut. (ayobandung.com 4 Februari 2024)
Seperti kita ketahui bersama, dalam ekonomi kapitalisme ada prinsip permintaan dan penawaran. Selama barang atau jasa tersebut masih ada pihak yang memerlukan maka pihak penyedia barang atau jasa akan memberikan penawaran guna memperoleh laba atau keuntungan dalam aktivitas ekonomi tersebut. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa bank emok dan pinjaman online masih ada walaupun mayoritas masyarakat mengeluhkan dan merasa tidak nyaman dengan keberadaannya. 

Karena masih ada masyarakat yang lain yang merasa diuntungkan dan membutuhkan jasa dari bank emok dan pinjaman online. Apalagi hari ini pinjaman online telah tersistem sebagai solusi keuangan masyarakat bahkan pada tataran pendidikan tinggi. Pinjaman online dengan nama “Dana Cita” bisa digunakan mahasiswa untuk membayar biaya kuliah dengan syarat mahasiswa yang mengajukan pinjaman telah berusia 21 tahun dan pengajuan pinjaman tersebut atas persetujuan orang tua/ wali mahasiswa. 
Ditambah lagi perilaku masyarakat kapitalistik yang hedonis dan konsumtif, menjadikan tawaran bank emok dan pinjaman online bak angin segar yang sayang untuk dilewatkan di tengah panasnya hawa nafsu untuk memperoleh berbagai pemenuhan keinginan dan kebutuhan hidup.


Semua kenyataan ini menunjukkan pada kita bahwa mustahil memberantas penyedia layanan ribawi termasuk di dalamnya bank emok dan pinjol ketika sistem ekonomi yang tegak masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme dan masyarakat sendiri hidup dan terpengaruh oleh sistem kapitalisme- sekularisme.

Dalam Islam, hukum meminjam dan memberi pinjaman uang dengan adanya kelebihan “riba” bagi si pemilik modal adalah haram. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Ali Imran: 130 “ Hai orang- orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.

Selain haram, aktivitas riba juga dapat menimbulkan keresahan dan kesengsaraan bagi pelakunya. Maka tak jarang dampak dari riba juga bisa merusak tatanan kehidupan yang lain di luar aspek ekonomi. Banyak rumah tangga hancur karena riba, tindak kriminal terjadi gara- gara riba bahkan nyawa melayang karena riba. Kondisi ini telah Allah singgung sebenarnya dalam Q.S Al Baqarah: 275 “ Orang- orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual- beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual- beli dan mengharamkan riba. 

Barang siapa mendapat peringatan Tuhannya, lalu ia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Sudahlah sengsara dan tidak bisa hidup tenang di dunia, di akhirat pun terancam dengan siksa yang kekal dalam neraka. Naudzubillah min dzalik.. 

Hanya dalam sistem Islam masyarakat akan terbebas dari bank emok, pinjol dan aktivitas ribawi lainnya. Negara Islam dengan seperangkat aturannya akan menjadikan Islam sebagai landasan dan alat untuk mengatur semua aktivitas manusia tidak terkecuali dalam aktivitas ekonomi. Sistem ekonomi Islam dengan segala pengaturannya akan menjadikan kehidupan masyarakat sejahtera secara lahir dan batin. Untuk mewujudkannya negara Islam akan memastikan dua aspek terkelola dengan baik yakni aspek pendapatan dan pendistribusian dalam ekonomi. 

Dalam aspek pendapatan, negara akan memastikan sumber pendapatan negara yang meliputi sektor pertanian, perdagangan, Industri dan jasa bebas dari praktik dan segala bentuk keharaman serta kemaksiatan pada syariat termasuk di dalamnya melarang “riba” dan distorsi pasar lainnya yang akan merusak aktivitas ekonomi. Negara juga akan memastikan harta kepemilikan umum murni dikelola oleh negara untuk kepentingan umum dan memenuhi keterpenuhan kebutuhan asasiah masyarakat. 

Hal itu dilakukan oleh negara semata- mata untuk menjaga harta milik rakyat dan menjamin kemakmuran rakyat. Dalam hal distribusi, negara akan memastikan distribusi barang dan jasa di tengah- tengah masyarakat berjalan dengan baik. Sehingga setiap individu masyarakat dapat dipastikan keterpenuhan akan kebutuhannya. Negara akan menjamin setiap masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya baik dengan mekanisme langsung (santunan negara) ataupun tidak langsung (jalur nafkah) sehingga tidak ada satu pun masyarakat yang menderita karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hanya dalam Islam masyarakat akan merasakan kesejahteraan dan ketenteraman hidup dunia dan akhirat wallahu’alam bishawab.


Oleh : Selly Nur Amalia
Aktivis Muslimah 


Minggu, 11 Februari 2024

Pinjol untuk Pendidikan, Solutifkah?

Tinta Media - Aksi protes sejumlah mahasiswa terjadi di depan Gedung Rektorat Institut Teknologi Bandung (ITB) di Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/1/2024). Aksi ini terkait kebijakan kampus dalam skema pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) yang masih memiliki tunggakan dengan cara mencicil via aplikasi pinjaman online (Pinjol). (kompas.com, 29/01/2024). 

Akhir-akhir ini pinjol (pinjaman online) menjamur di Indonesia, memiliki daya tarik karena berbagai kemudahan yang ditawarkan. Di antaranya, bisa diakses dengan cepat dan mudah melalui hp, pinjaman tanpa agunan, syarat administrasi yang tidak ribet dan lain sebagainya. Perusahaan uang (Fintech) sebagai pemodal yang meminjamkan uang melihat banyak peluang, tidak hanya pada sektor konsumtif, tetapi juga merambah sektor pendidikan. 

Ketika pinjol dianggap solusi dalam masalah keuangan apa pun, termasuk pembiayaan pendidikan, hal itu merupakan buah dari sistem hidup sekuler kapitalisme. Sistem pinjol ini syarat dengan transaksi ribawi yang dalam pandangan Islam termasuk sesuatu yang haram. 

Masyarakat yang dipengaruhi pemikiran dan gaya hidup sekuler kapitalisme, cenderung berpikir pragmatis tanpa melihat halal haram dan melihat segala sesuatu hanya dalam pandangan kesenangan materi. 

Mereka berpikir, ketika ada masalah keuangan, kemudian ada perusahaan keuangan (Fintech) yang menawarkan pinjaman berbasis riba, maka itu dianggap solusi karena mendatangkan manfaat finansial. Padahal, sejatinya tidak menyelesaikan masalah sampai ke akar, bahkan bisa menambah masalah baru. 

Hal itu bisa kita ketahui dari pemberitaan di berbagai media atau sekitar kita. Tidak sedikit korban pinjol yang berakhir dengan bunuh diri yang tragis akibat tidak sanggup membayar bunga yang senantiasa bertambah setiap waktunya. 

Dosa Riba 

Riba merupakan dosa besar yang diharamkan di dalam Islam. Hal ini didasarkan pada Al-Qur'an surat Al-Baqarah Ayat 275, yang artinya: 

"Orang-orang yang memakan riba tidak akan dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang telah kerasukan setan karena gila. Demikian itu karena mereka menganggap jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan diharamkannya riba. Barang siapa telah mendapat peringatan dari Tuhannya, kemudian dia berhenti, maka apa yang telah diperoleh sebelumnya menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi itu, maka mereka sebagai penghuni neraka yang kekal di dalamnya." 


Seringan-ringannya dosa riba, seperti menzinai  ibu kandungnya sendiri, seperti sabda Rasulullah saw. 

“Riba itu ada 73 pintu (dosa), yang paling ringan seperti dosa menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah jika seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Hadis ini sahih dilihat dari jalur lainnya dalam syu’abul menurut Syaikh Al Albani). 

Pendidikan Tanggung Jawab Negara 

Kehidupan sekuler kapitalisme menjadikan negara hanya sebagai regulator. Tanggung jawab pengurusan rakyat, termasuk pendidikan diserahkan pada pengusaha swasta atau oligarki. Akhirnya, semua dikuasai oligarki yang semata-mata untuk mendapatkan keuntungan materi. 

Akibatnya, subsidi berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan mulai dikurangi, sehingga beban biaya pendidikan ditanggung oleh orang per orang. Walaupun sudah ada BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan program pendidikan dasar gratis, nyatanya di lapangan banyak terjadi penyelewengan dan salah sasaran. Kebutuhan lain terkait pendidikan pun mutlak memerlukan biaya, seperti seragam, alat tulis, dan sebagainya. Apalagi, Perguruan Tinggi yang sudah berstatus BHMN, biaya pendidikannya tidaklah gratis. 

Padahal, pendidikan termasuk salah satu kebutuhan asasiah atau mendasar yang bersifat kolektif. Kewajiban menuntut ilmu ada pada tiap individu rakyat, sehingga Islam menjadikan negara bertanggung jawab menjamin setiap rakyat untuk bisa menjalankan kewajibannya dengan mendapatkan pendidikan secara mudah, bahkan gratis. 

Tercatat dalam sejarah bahwa peradaban Islam mampu membangkitkan berbagai aspek kehidupan rakyat, di antaranya dalam pendidikan. Pembiayaan untuk membangun berbagai sekolah dan sarana prasarana pendidikan yang memadai dan berkualitas diambil dari Baitul mal. 

Masyarakat Islam akan berlomba-lomba menginfakkan hartanya untuk memajukan pendidikan. Ketika pun terjadi aktivitas saling pinjam meminjam harta antara masyarakat Islam, semuanya lepas dari riba, karena suasana keimanan setiap rakyat dikondisikan untuk senantiasa menjadikan kehidupan berstandarkan halal dan haram. 

Begitu pun dengan out put pendidikan yang dihasilkan dalam sistem Islam, mereka memiliki kepribadian Islam yang tidak hanya menguasai IPTEK, tetapi juga bertakwa.

Oleh: Evi, S.Pd. (Praktisi Pendidikan) 

Sabtu, 03 Februari 2024

Pinjol untuk Pendidikan, Solutifkah?



Tinta Media - Aksi protes sejumlah mahasiswa terjadi di depan Gedung Rektorat Institut Teknologi Bandung (ITB) di Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/1/2024). Aksi ini terkait kebijakan kampus dalam skema pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) yang masih memiliki tunggakan dengan cara mencicil via aplikasi pinjaman online (Pinjol). (kompas.com, 29/01/2024). 

Akhir-akhir ini pinjol (pinjaman online) menjamur di Indonesia, memiliki daya tarik karena berbagai kemudahan yang ditawarkan. Di antaranya, bisa diakses dengan cepat dan mudah melalui hp, pinjaman tanpa agunan, syarat administrasi yang tidak ribet dan lain sebagainya. Perusahaan uang (Fintech) sebagai pemodal yang meminjamkan uang melihat banyak peluang, tidak hanya pada sektor konsumtif, tetapi juga merambah sektor pendidikan. 

Ketika pinjol dianggap solusi dalam masalah keuangan apa pun, termasuk pembiayaan pendidikan, hal itu merupakan buah dari sistem hidup sekuler kapitalisme. Sistem pinjol ini syarat dengan transaksi ribawi yang dalam pandangan Islam termasuk sesuatu yang haram. 

Masyarakat yang dipengaruhi pemikiran dan gaya hidup sekuler kapitalisme, cenderung berpikir pragmatis tanpa melihat halal haram dan melihat segala sesuatu hanya dalam pandangan kesenangan materi. 

Mereka berpikir, ketika ada masalah keuangan, kemudian ada perusahaan keuangan (Fintech) yang menawarkan pinjaman berbasis riba, maka itu dianggap solusi karena mendatangkan manfaat finansial. Padahal, sejatinya tidak menyelesaikan masalah sampai ke akar, bahkan bisa menambah masalah baru. 

Hal itu bisa kita ketahui dari pemberitaan di berbagai media atau sekitar kita. Tidak sedikit korban pinjol yang berakhir dengan bunuh diri yang tragis akibat tidak sanggup membayar bunga yang senantiasa bertambah setiap waktunya. 

Dosa Riba 

Riba merupakan dosa besar yang diharamkan di dalam Islam. Hal ini didasarkan pada Al-Qur'an surat Al-Baqarah Ayat 275, yang artinya: 

"Orang-orang yang memakan riba tidak akan dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang telah kerasukan setan karena gila. Demikian itu karena mereka menganggap jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan diharamkannya riba. Barang siapa telah mendapat peringatan dari Tuhannya, kemudian dia berhenti, maka apa yang telah diperoleh sebelumnya menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi itu, maka mereka sebagai penghuni neraka yang kekal di dalamnya." 


Seringan-ringannya dosa riba, seperti menzinai  ibu kandungnya sendiri, seperti sabda Rasulullah saw. 

“Riba itu ada 73 pintu (dosa), yang paling ringan seperti dosa menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah jika seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Hadis ini sahih dilihat dari jalur lainnya dalam syu’abul menurut Syaikh Al Albani). 

Pendidikan Tanggung Jawab Negara 

Kehidupan sekuler kapitalisme menjadikan negara hanya sebagai regulator. Tanggung jawab pengurusan rakyat, termasuk pendidikan diserahkan pada pengusaha swasta atau oligarki. Akhirnya, semua dikuasai oligarki yang semata-mata untuk mendapatkan keuntungan materi. 

Akibatnya, subsidi berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan mulai dikurangi, sehingga beban biaya pendidikan ditanggung oleh orang per orang. Walaupun sudah ada BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan program pendidikan dasar gratis, nyatanya di lapangan banyak terjadi penyelewengan dan salah sasaran. Kebutuhan lain terkait pendidikan pun mutlak memerlukan biaya, seperti seragam, alat tulis, dan sebagainya. Apalagi, Perguruan Tinggi yang sudah berstatus BHMN, biaya pendidikannya tidaklah gratis. 

Padahal, pendidikan termasuk salah satu kebutuhan asasiah atau mendasar yang bersifat kolektif. Kewajiban menuntut ilmu ada pada tiap individu rakyat, sehingga Islam menjadikan negara bertanggung jawab menjamin setiap rakyat untuk bisa menjalankan kewajibannya dengan mendapatkan pendidikan secara mudah, bahkan gratis. 

Tercatat dalam sejarah bahwa peradaban Islam mampu membangkitkan berbagai aspek kehidupan rakyat, di antaranya dalam pendidikan. Pembiayaan untuk membangun berbagai sekolah dan sarana prasarana pendidikan yang memadai dan berkualitas diambil dari Baitul mal. 

Masyarakat Islam akan berlomba-lomba menginfakkan hartanya untuk memajukan pendidikan. Ketika pun terjadi aktivitas saling pinjam meminjam harta antara masyarakat Islam, semuanya lepas dari riba, karena suasana keimanan setiap rakyat dikondisikan untuk senantiasa menjadikan kehidupan berstandarkan halal dan haram. 

Begitu pun dengan out put pendidikan yang dihasilkan dalam sistem Islam, mereka memiliki kepribadian Islam yang tidak hanya menguasai IPTEK, tetapi juga bertakwa.


Oleh: Evi, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan) 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab