Tinta Media: Pinjol
Tampilkan postingan dengan label Pinjol. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pinjol. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Desember 2023

Indonesia Darurat JUDOL



Tinta Media - Tidak hanya merebak di kalangan orang dewasa, kini judi online (judol) juga merambah kalangan anak di bawah umur. Data terbaru dari PPATK menyebutkan bahwa sebanyak 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online, 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar, dengan penghasilan di bawah Rp10.000. Para pelajar yang terlibat adalah anak-anak dengan jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, dan mahasiswa. 

Dalam berjudi, mereka tidak perlu memasang taruhan atau deposit dalam jumlah besar. Dengan uang Rp10.000, mereka sudah bisa main judi. Caranya pun gampang, bisa dengan kirim pulsa, dompet elektronik, uang elektronik, bahkan QRIS.

Menurut data PPATK, transaksi judi online dari tahun 2017 hingga 2023 mencapai lebih dari Rp200 triliun. Budi Ari selaku menteri komunikasi dan informatika Republik Indonesia (Menkominfo RI) mengatakan bahwa Indonesia saat ini sedang darurat judi online. Data tersebut dilansir dari laman Kemendikbud Ristek, Selasa (28/11/2023).

Kurniawan Satria Denta seorang dokter spesialis anak mengungkapkan bahwa ia tidak menyangka akan menangani anak yang kecanduan judi online. Selama ini, kebanyakan kasus yang ia tangani adalah kecanduan gim atau kesulitan dalam belajar.

Sungguh sangat miris dan memprihatinkan melihat kondisi saat tersebut. Bagaimana kondisi generasi kita ke depannya jika pikiran, akal, dan perilakunya sudah terkontaminasi dengan judi online?

Jelas, dampak dari judi online ini sangat luar biasa membahayakan generasi dan menghancurkan bangsa dan negara. 

Dengan maraknya judi online di kalangan anak di bawah umur ini, tentu ada beberapa faktor yang menjadi penyebab. Hal ini wajib mendapatkan penanganan serius dari berbagai pihak, terutama oleh negara.

Yang pertama, faktor dari keluarga. Orang tualah yang memegang peran utama dalam mendidik anak, tetapi di zaman sekarang, orang tua mendapat tantangan berat dalam mendidik anak. Pada saat ini, anak-anak tumbuh di era digital yang serba bebas, ditambah sistem pendidikan sekuler yang tidak membentuk kepribadian anak yang berakhlak mulia. 

Awalnya, bisa jadi si anak bermain game, kemudian coba-coba ke judi online. Dari yang awalnya coba-coba, menjadi senang kemudian berubah menjadi kecanduan. Apalagi di zaman sekarang, sarana dan fasilitas sangat mudah mereka jangkau dan tanpa pendampingan orang tua juga. 

Perilaku buruk yang bisa ditimbulkan dari kecanduan pada judi online ini di antaranya, hidup lebih boros, stres, depresi, berbuat kriminal, menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang, lebih mudah emosional, dan yang paling fatal bisa melakukan aksi bunuh diri. Nauzubillah

Kedua, faktor masyarakat atau lingkungan setempat. Tak heran, sistem kapitalis saat ini telah membuat masyarakat lebih bersifat individualis, mempunyai rasa peduli yang rendah sehingga tidak mau ikut campur dalam urusan orang lain. Masyarakat tidak terbiasa untuk menyeru terhadap yang makruf dan mencegah kemungkaran.

Sebagai contoh, apabila ada orang tua melihat anak orang lain sedang bermain judi online, maka orang tua tersebut akan acuh saja, tidak mau menegur, bahkan bisa jadi berkata,"Biarkan saja dia seperti itu, yang penting anakku tidak seperti itu."

Ketiga, faktor negara. Pratama Persadha, pengamat pengamanan siber dari Comunication and Information System security Research Center (CISSReC) mengatakan bahwa pemerintah harus menyeriusi persoalan ini karena target judi online bukan hanya orang dewasa, tetapi generasi muda. Jika hal ini dibiarkan, Pratama meyakini bahwa masa depan generasi muda akan hancur. (BBC Indonesia, 27/11/2023)

Beginilah jadinya ketika aturan Islam sudah tidak lagi diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Judol adalah salah satu contoh fakta kerusakan yang terjadi di negeri ini. Inilah potret kehidupan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.

Padahal, ketika sistem Islam diterapkan, seluruh akses judi online yang ada di masyarakat akan ditutup. Negara juga akan menutup konten yang berisi keharaman dan mengajak kepada kemaksiatan.

Selain itu, negara akan memberikan sanksi hukum kepada para pelaku kemaksiatan agar mempunyai efek jera.
Negara juga akan menjamin kebutuhan pokok rakyat terpenuhi sehingga tidak ada lagi alasan bagi masyarakat untuk bermain judi online karena kesulitan ekonomi.

Dengan penerapan Islam kaffah, akan terwujud individu atau pribadi yang bertakwa, masyarakat yang senantiasa berdakwah, dan negara yang amanah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab terhadap rakyat. 

Wallahu 'alam.


Oleh: Wanti Ummu Nazba
Muslimah Peduli Umat

Rabu, 04 Oktober 2023

Mubalighah: Pinjol Baik Legal Maupun Ilegal Sama-Sama Haram


 
Tinta Media - Mubalighah Ustadzah Rif'ah Kholidah mengatakan bahwa dalam pandangan Islam keberadaan pinjol baik yang legal maupun ilegal keduanya sama-sama haram.
 
"Sejatinya keberadaan pinjol baik yang legal maupun ilegal keduanya sama-sama haram," tuturnya dalam tayangan Islam Menjawab: Bagaimana Pandangan Islam tentang Pinjol, Ahad (1/10/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
 
Rif’ah mengungkapkan meski tersemat label legal, transaksi pinjol hakikatnya adalah praktik ribawi yang diharamkan oleh Allah dengan azab yang sangat besar dan dosa yang besar pula.
 
"Legalisasi pinjol justru akan menyebarkan keharaman di tengah-tengah masyarakat yang berujung pada keburukan.  Allah Swt. telah memberikan larangan yang tegas dan keras tanpa adanya illat atau sebab hukum tentang keharaman riba," tegasnya.
 
Ia menambahkan, baik riba itu sedikit maupun banyak, baik riba itu dalam kaitannya untuk memenuhi keperluan yang sifatnya produktif maupun konsumtif.
“Maka tidak seorang pun boleh mengambil harta riba. Harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya jika mereka mengetahui,” imbuhnya.
 
Ia mengutip  firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275, “Orang-orang yang makan harta riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang yang kerasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa yang mendapatkan peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti maka apa yang diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya terserah kepada Allah. Barang siapa yang mengulangi maka mereka itu penghuni neraka, mereka akan kekal di dalamnya.”
 
 Imam Ibnu Katsir imbuhnya, dalam kitab tafsir menjelaskan bahwa Ibnu Abbas mengatakan orang yang makan harta riba itu pada hari kiamat nanti akan dibangkitkan dalam keadaan gila dan tercekik.
 
 "Dosa terhadap riba tidak hanya diberikan kepada mereka yang melakukan transaksi secara langsung baik itu yang memberi maupun yang menerima, tetapi juga diberikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut, baik itu penulisnya maupun saksinya,” tuturnya.
 
Rasulullah saw. lanjutnya, telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya dan dua saksinya. Mereka semua itu sama.
 
 Menurutnya, maraknya pinjol tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan riba sebagai pilarnya.
 
 "Oleh karena itu jalan satu-satunya untuk mengakhiri persoalan riba ini adalah dengan mencabut sistem ekonomi kapitalisme yang tengah bercokol sampai ke akar-akarnya dan kembali kepada sistem ekonomi Islam dalam naungan daulah Khilafah," simpulnya memungkasi.[] Muhammad Nur

Sabtu, 02 September 2023

Jutaan Orang "Terjerat" Pinjol, Mengapa?



Tinta Media  -  Miris. Itulah kesan yang otomatis muncul di hati saat membaca berita di satu propinsi saja hampir 3 juta orang "terjerat" pinjol. Terjerat dalam tanda kutip yah. Sebab banyak yang sengaja menjeratkan diri.

Mengapa terjerat? Tentu saja tidak hanya satu faktor. Ada faktor internal ada juga eksternal. 

Faktor internal

Faktor ini lebih ke sikap personal seseorang yang kemudian sangat berperan besar untuk terjerat pinjol atau utang lainnya.

1. Tidak qonaah alias Tamak

Sikap tamak sangat berbahaya. Berapa pun uang atau harta dimiliki tak pernah puas. Maka tak heran misalnya hp masih baru belum setahun sudah mau ganti. Baju harus ikut tren mode. Gaya rambut, sepatu, bahkan kendaraan harus trendi. Gaya hidup beginilah yang sangat mudah bagi seseorang untuk jadi pengutang termasuk pinjol.

2. Kurang pintar atur uang.

Ada beberapa orang tak punya harta misal mobil, motor, dll namun utangnya banyak. Gaya hidupnya juga biasa saja. Biasanya ini karena ga pintar atur uang. Sehingga dapat uang berapa pun juga habis enggak jelas.

3. Terjepit kemiskinan. 

Kondisi ini juga sering terjadi. Memang kondisinya miskin. Jangan kan hidup bergaya wong sekedar kebutuhan pokok pun kurang. Sehingga hidupnya dari gali lubang tutup lubang. Ga pernah cukup. Utang sudah di mana-mana. Sementara gaji atau pendapatan enggak pernah cukup.

Faktor eksternal

Faktor ini tak kalah perannya dalam menyuburkan pinjol. 

1. Sistem kapitalisme menyewakan uang dan harta. 

Sehingga orang berlomba lomba ikutan gaya hidup materialistis Meski kemampuan kurang bahkan nol. Iklan produk  membombardir setiap orang setiap saat. Termasuk iklan pinjol yang begitu manis dan menjanjikan kemudahan dalam segala hal. Jadilah pinjol dipilih oleh banyak orang 

2. Negara abai terhadap pendidikan rakyatnya.

Dalam hal ini adalah pendidikan karakter. Mestinya negeri yang mayoritas muslim ini menjadikan Islam sebagai asas dan metode pendidikan sehingga karakter Islam seperti qonaah, sabar, syukur dll terbentuk pada setiap individu rakyat. Namun faktanya pendidikan negeri ini adalah pendidikan berbasis materialistik sehingga hanya melahirkan orang orang yang menyaksikan materi tujuan tertinggi.

3. Negara kapitalis abai terhadap kesejahteraan rakyatnya.

Seluruh rakyat khususnya terhadap fakir miskin yang mestinya diberikan jaminan kebutuhan pokok yakni sandang, pangan dan papan. Sehingga tidak mudah terjebak utang apalagi pinjol yang sangat mencekik.

Bagaimana solusinya?

Solusinya mestinya sistemik bukan parsial. Yakni meliputi solusi untuk individu, masyarakat dma negara.

Individu mesti memiliki sikap qonaah dan sabar syukur. Di sinilah pentingnya ngaji. Harus ngaji dengan serius. Dan ati ati ngatur uang.

Masyarakat harus peduli untuk amar makruf nahi mungkar khususnya menolak riba termasuk pinjol. Ga boleh ada transaksi riba apa pun dalam masyarakat. Sehingga tidak ada orang yang terjerat utang riba seperti pinjol.

Negara harus melaksanakan sistem Islam secara kaffah sehingga bisa mendidik individu rakyat dan masyarakat agar memiliki kepribadian Islam. Berakidah Islam dan beramal Sholih yang pastinya akan secara sadar menjauhi pinjol. Ataupun segala jenis riba.

Termasuk negara menerapkan sistem ekonomi anti riba dan menyejahterakan rakyatnya dengan baik. Juga negara akan menghukum siapa pun yang melakukan praktik riba tentu saja termasuk pinjol. 

Begitu kurang lebih tentang solusi pinjol. Wallaahu a'lam.[]

Oleh: Ustadz Abu Zaid 
Tabayyun Center

Jumat, 18 Agustus 2023

UIY: Tidak Cukup Melihat Pinjol dari Sisi Legal atau Ilegal

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengingatkan peminjam dan pemerintah, agar tidak melihat pinjaman online (pinjol) sekadar permasalahan legal atau tidak legal (ilegal).
 
"Tidak cukup sekadar melihat pinjol ini legal atau tidak legal," ujarnya dalam program Focus to The Point: Pinjol Menggurita Rakyat Makin Sengsara, di kanal YouTube UIY Official, Senin (14/8/2023).
 
Ia pun menegaskan, peminjam dan pemerintah harus melihat pinjol sebagai fenomena dari rapuhnya kondisi ekonomi masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dari riba.
 
“Negara cenderung diam dalam masalah ini. Meski sudah ada upaya membersihkan pinjol yang  ilegal dan menyerukan kepada masyarakat untuk memanfaatkan yang legal. Tapi itu tidak cukup. Mengapa? karena jangan lagi yang ilegal, yang legal pun sebenarnya juga mengandung masalah," ucapnya.
 
Ia pun  menyatakan bahwa permasalahan utama pinjol terletak pada ribanya. UIY menyayangkan permasalah riba ini seperti  menjadi faktor yang tidak  harus diperhatikan, baik oleh peminjam maupun oleh pemerintah.
 
Islam
 
Dari sudut pandang Islam,  tuturnya, dalam hadits disebutkan satu dirham riba dosanya lebih berat daripada 36 kali berzina.
 
"Satu dirham itu kurang-lebih sekitar 95.000, itu ini hari itu kan kecil sekali. Tapi ternyata jauh lebih berat daripada 36 kali berzina. Apalagi kalau rate-nya itu sangat tinggi," tuturnya.
 
Pinjol menurutnya  adalah persoalan besar. Efeknya luar biasa, tidak hanya berdosa, tetapi juga punya efek terhadap ekonomi.
 
"Pasti ekonomi dari orang-orang yang terkena jeratan riba ini ini alih-alih sembuh, tapi malah justru secara ekonomi semakin parah,” ujarnya.
 
Selain itu, sambungnya, secara kejiwaan atau psikologis juga menimbulkan tekanan yang kemudian terjadi banyak kasus bunuh diri dan tindak kekerasan hingga pembunuhan.
 
Terakhir, UIY mengatakan, persoalan pinjol dengan beragam dampak buruknya tersebut penting sekali untuk diperhatikan.
 
"Dan disadarkan bahwa riba tidak akan pernah memberikan keberkahan," pungkasnya. [] Muhar

Rabu, 09 Agustus 2023

Tabayun Center: Maraknya Pinjol karena Negara Memfasilitasi


 
Tinta Media - Abu Zaid dari Tabayyun Center menilai maraknya pinjaman online (pinjol) karena negara memfasilitasi.
 
“Maraknya pinjol tidak lepas dari peran negara yang memang memfasilitasi. Yaitu memberikan ijin kepada lembaga-lembaga pinjol tersebut melalui Otoritas Jasa Keuangan atau OJK,” tuturnya di Kabar Petang : Pinjol Makin Menggurita, Rakyat Makin Sengsara, melalui kanal You Tube Khilafah News, Jum’at (4/8/2023).
 
 Kalau sudah diakui oleh OJK, lanjutnya, berarti  pinjol legal secara hukum. Menurutnya, seharusnya masyarakat menyadari bahwa pinjol yang berbunga atau riba ini sangat dilarang di dalam Islam, terlebih tidak sedikit para peminjam ini juga beragama Islam.
 
 “Pemakan riba itu diperlihatkan sebagai suatu kaum yang perutnya besar seperti rumah yang penuh dengan ular dan ular-ular itu terlihat dari luar. Lantas apa yang menyebabkan mereka berani menabrak ketentuan syariat Islam?” tanyanya retoris.
 
Tidak Merata
 
Abu Zaid menuturkan, maraknya pinjol saat ini yang nilainya mencapai puluhan triliun rupiah, karena bantuan kebutuhan pokok rakyat miskin, tidak merata.
 
“Bantuan yang tidak merata ini pada akhirnya membuat tidak sedikit masyarakat memilih untuk mendapatkan uang secara instan lewat pinjaman online. Apakah untuk biaya anak sekolah maupun kebutuhan makan sehari-hari. Dan patut dicatat total utang warga lewat pinjol pada Mei 2023 itu mencapai 51,46T. Sungguh angka yang cukup besar,” bebernya.
 
Secara personal, ucapnya,  manusia memang ada yang betul-betul membutuhkan solusi untuk berbagai kebutuhan pokok.  Tapi ada juga yang memang gaya hidupnya memanfaatkan pinjol itu untuk memenuhi seleranya. “Mereka  mungkin belum paham bahwa riba, hukumnya haram dan termasuk  dosa besar,” imbuhnya.
 
Dalam meberikan solusi terhadap pinjol, ulama yang murah senyum ini pun mengatakan, tidak cukup dengan melarang riba dan hukuman bagi pelakunya, tapi negara harus memberikan solusi.
 
“Negara harus memberikan jaminan kehidupan berupa pemenuhan kebutuhan pokok sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan karena itu tugas negara,” tandasnya. []Langgeng Hidayat

Senin, 07 Agustus 2023

IJM: Pinjol, Problem Serius di Negeri Ini


 
Tinta Merdeka - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardana mengatakan, pinjaman online (pinjol) menjadi problem serius di negeri ini.
 
“Pinjol yang  jelas ribawi ini menjadi problem serius di negeri ini,” tuturnya  dalam video: Rakyat Terjerat Pinjol, Negara Terjebak Pinjaman Luar Negeri, melalui kanal Youtube Justice Monitor, Sabtu (5/8/2023).
 
Maraknya penyedia jasa pinjaman online, lanjut Agung,  tidak lepas dari kondisi masyarakat yang memang membutuhkan pinjaman untuk kebutuhan sehari-hari.
 
 “Ada yang karena tekanan ekonomi,  ada pula yang untuk membiayai gaya hidup yang serba hedonis  seperti saat ini. Keadaan ini ditangkap oleh para pengusaha berotak kapitalis sebagai peluang investasi untuk pinjaman online,” terangnya.
 
Dalam penilaian Agung, meski sudah banyak menelan korban, karena tak ada pilihan lain, jumlah orang yang terjerat pinjaman online semakin hari bertambah.
 
“Saat ini riba adalah bagian dari sistem ekonomi kapitalisme.  Para kapitalis, seperti para pemilik bank menjadikan pinjaman sebagai investasi untuk memperkaya diri dengan mengeksploitasi ekonomi orang lain, dengan pinjaman yang berbunga dan mencekik,” ulasnya.
 
Agung menegaskan bahwa baik pinjol legal maupun ilegal, keduanya sama-sama praktek ribawi. Praktek pinjol yang berjalan selama ini, jelasnya,  mengandung unsur riba nasi’ah.
 
“Dalam skema pinjaman online, pihak OJK (otoritas jasa keuangan)  menetapkan bahwa penyedia jasa pinjol boleh memungut bunga pinjaman sampai batas tertentu. Kalau dalam Islam clear kok yang seperti ini hukum riba, mutlak haram. Keharamannya berdasarkan nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah,” jelasnya.
 
Solusi atas muamalah ribawi hari ini, menurutnya, tidak hanya dalam konteks individu, karena muamalah ribawi telah menjadi persoalan sistemik yang menjerat banyak pihak di negeri ini.
 
 “Oleh karena itu Islam mewajibkan negara untuk melindungi rakyat dari praktek-praktek muamalah ribawi seperti pinjaman online ini.  Masyarakat juga harus diingatkan agar tidak bergaya hidup konsumtif dan mudah berhutang  untuk mencukupi  gaya hidupnya yang ujung-ujungnya akan menyebabkan kesusahan,” ungkapnya.
 
 Negara, sambungnya,  wajib memberikan rasa aman dan nyaman untuk setiap warganya termasuk aman karena kebutuhan pokok mereka terpenuhi.
 
“Ini yang paling penting untuk kita pikirkan, bagaimana negara itu betul-betul hadir untuk menjamin kebutuhan hidup masyarakat. Dan tentunya ini juga sangat terkait dengan kepemilikan publik yang seharusnya bener-bener dimiliki oleh publik, seperti  sumber daya alam yang melimpah di negeri ini,” harapnya.
 
Namun Agung pesimis hal itu bisa terwujud, karena  negeri ini rumit. “Negaranya utang luar negeri dengan ribawi masyarakat nya terjerat pinjol. Kacaulah semuanya,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Sabtu, 29 Juli 2023

Rakyat Kepepet, Pinjol Meroket, Beban Hidup Makin Berderet

Tinta Media - Maraknya pembiayaan fintech peer to peer lending atau pinjaman online di tengah masyarakat mengalami peningkatan pembiayaan pada Mei 2023 mencapai Rp51,46 triliun, tumbuh sebesar 28,11% year on year (YoY) 

Jumlah pembiayaan tersebut 38,39% pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan rincian sebesar Rp15,63 triliun dan untuk pelaku usaha perseorangan dan badan usaha sebesar Rp4,13 triliun. 

Outstanding tertinggi mengalir ke Pulau Jawa dengan rincian Rp40 triliun sebesar 77,9%, kemudian di luar Pulau Jawa berkontribusi sebesar Rp11,3 triliun atau 22,1% dan kontribusi Sumatera, Sulawesi dan bali mencapai 1,4 triliun. 

Dan pada Mei 2023 sebanyak Rp17,7 juta jumlah rekening penerima pinjaman aktif. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya. 

Fakta peningkatan data tersebut menunjukkan begitu besarnya kebutuhan masyarakat dan UMKM pada akses keuangan yang diperkuat dengan mudahnya akses peminjam uang dibanding perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

Konsumerisme hingga Kesalahan Strategi Bisnis

Hadirnya pinjol dengan syarat mudah dan cepat dalam pencairan menjadi alternatif utama masyarakat untuk bisa mengakses keuangan dengan kondisi beban biaya kehidupan yang kian hari kian berat. 

Konsumerisme hingga hedonisme telah menjadi paham di tengah masyarakat. Gaya hidup bermewah-mewahan dengan sifat konsumtifnya tak lagi memandang mana kebutuhan dan mana keinginan.

Ditambah fenomena flexing menjadikan seseorang membeli barang branded hanya untuk meningkatkan status sosial, membeli sesuatu hanya karena sedang trend atau viral di sosial media, atau membeli sesuatu yang terbaru agar tidak FOMO atau ketinggalan zaman. 

Sangat wajar, dengan kehidupan yang semakin kepepet dan terjepit karena sulitnya mendapatkan pekerjaan, sedang gaya hidup mewah adalah tujuan dan kebahagiaan hidup yang harus dicapai, maka pinjol menjadi solusi untuk mewujudkan keinginan, bahkan kebahagiaan masyarakat saat ini. 

Pelaku-pelaku usaha pun tak kalah butuhnya. Daya saing bisnis atau usaha yang ketat, menjadikan mereka membutuhkan modal yang lebih, sedangkan keuntungan yang mereka dapatkan tak mampu meningkatkan usaha mereka. Maka, pinjol menjadi solusi mudah bagi pelaku usaha.

Kurangnya perhatian pemerintah terhadap UMKM menjadikan mereka harus berjuang sendiri untuk bertahan dan meningkatkan penjualan mereka. 

Kondisi ekonomi yang lesu saat ini berdampak pada terguncangnya UMKM atau pelaku usaha. Jika tak memiliki startegi bisnis yang tepat, maka gulung tikar menjadi kondisi akhir para pelaku usaha.

Kondisi dunia bisnis/usaha saat ini seperti hidup di hutan rimba, siapa yang kuat dia yang berkuasa sedang yang lemah harus siap mati diterkam. Maka, kekuatan utama pelaku usaha saat ini adalah modal yang besar. 

Fenomena Macet Bayar dan Mengemplang

Gaya hidup konsumtif dan hedon tanpa dibarengi dengan kemampuan finansial yang mumpuni menyebabkan meningkatnya pinjaman, bahkan juga meningkatnya kelalaian dalam pembayaran.

Sebagaimana menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) pada Mei 2023 tercatat meningkat 1,08 poin menjadi 3,36% dari tahun sebelumnya, bahkan dibandingkan dengan bulan sebelumnya, TWP90 meningkat dari 2,82% menjadi 3,36%. (Katadata.co.id, 14/7/23).

Anggota Dewan Komisioner OJK yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa banyak fakta penyebab macet bayar, di antaranya gaya hidup konsumtif, seperti membeli gawai baru, pakaian baru, rekreasi, bahkan membeli tiket konser. 

Selain itu, kebutuhan mendesak dan darurat, seperti biaya berobat dan sekolah juga menjadi penyebab kredit macet. 

Kesulitan pembayaran pun dialami pelaku usaha dan UMKM. Salah perhitungan dan strategi bisnis menyebabkan minimnya pendapatan dari penjualan barang atau jasa sehingga tidak mampu menutupi biaya cicilan utang yang akhirnya macet bayar. 

Belum lagi oknum yang memanfaatkan identitas orang lain untuk didaftarkan pinjol dan peminjam pinjol yang tertipu tanpa mendapatkan sepeser pun, sudah dipastikan kredit macet. 

Selain itu, yang tak kalah bermasalah dan butuh perhatian adalah fenomena gagal bayar (galbay) yang terjadi ketika peminjam mengambil kredit di platform pinjol ilegal agar tidak perlu membayar cicilan (mengemplang).

Menurut Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, OJK, masyarakat tidak perlu membayar platform pinjol ilegal dikarenakan tidak sah berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 13.

Dengan dasar tersebut, akhirnya bertebaran di media sosial, baik Instagram maupun Telegram yang membuka jasa (joki) untuk peminjaman galbay. Kesempatan tersebut juga terkadang dimanfaatkan para joki galbay untuk menggunakan data pribadi klien mereka. Inilah setumpuk permasalahan yang terjadi di negeri ini.  

Biang Keladi

Semua permasalahan yang terjadi tentu ada akar permasalahan yang menjadi sumber. Semua ini tidak terlepas dari sekulerisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Semua permasalahan kehidupan berjalan berdasarkan kehendak manusia, bahkan hawa nafsunya. 

Tujuan hidup yang semu, yaitu kesuksesan dunia dinilai dari banyaknya materi, sehingga kebahagiaan yang hendak dicapai hanya sebatas terpenuhinya kebutuhan jasmani yang bersifat duniawi. Maka, wajar jika konsumerisme dan hedonisme menjadi paham masyarakat saat ini. 

Terciptanya kehidupan yang serba sempit dan sulit merupakan dampak sistem yang diterapkan negeri ini, yaitu kapitalisme. Di sistem ini, hajat hidup orang banyak telah dikuasai asing dan aseng. Kekayaan yang hanya 1% dikuasai penduduk negeri ini menghasilkan kesenjangan tajam. 

Biaya hidup semakin melambung, ditambah beban berat biaya pendidikan dan kesehatan menjadikan masyarakat berupaya dan berjuang sendiri untuk bisa tetap hidup dan fenomena pinjol menjadi satu keniscayaan untuk tetap bisa bertahan dan eksis di zaman sekarang. 

Selama sistem kapitalisme dengan asas sekulerismenya masih langgeng di negeri ini, maka fenomena pinjol dengan segala permasalahannya akan terus mencuat, bahkan bisa jadi semakin rumit dan serius karena biang keladi dari permasalahannya masih diterapkan. 

Islam Solusi
 
Islam telah mengharamkan praktik riba dalam bentuk apa pun, termasuk lembaga yang dilegalkan pemerintah. Maka, masyarakat tak akan pernah dibiarkan melakukan hal yang jelas-jelas dilarang oleh syara'. Sistem Islam akan bertindak tegas dengan menutup akun-akun pinjol dan segala perangkatnya. 

Pemerintah akan mengatur kebutuhan manusia dan skala prioritasnya. Maka, gaya hidup konsumerisme dan hedonisme tak akan muncul pada masyarakat Islam. 

Sistem Islam dengan penerapan syariat Islam yang kaffah mampu mencetak individu-individu yang bertakwa. Masyarakat Islam berfungsi sebagai kontrol sosial, dan negara akan menindak aktivitas individu yang menyimpang dengan tegas.

Pemerintah Islam juga akan bertanggung jawab dan memastikan setiap warganya untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara cuma-cuma. 

Sehingga, masyarakat hanya perlu memikirkan kebutuhan primer individu, yaitu sandang, pangan, dan papan dengan segala kemudahan dan fasilitas yang diberikan pemerintah. 

Maka dari itu, beban umat tak akan lagi berat karena negera berfungsi sebagai pelayan dan pengatur urusan umat sehingga permasalahan pinjol dan sejenisnya tak akan pernah tumbuh subur di sistem Islam. 

Karena itu, sistem Islamlah satu-satunya solusi hakiki yang mampu menyelesaikan semua problematika manusia. Wallahu a'lam.

Oleh: Heti Suhesti (Aktivis Dakwah) 

Sabtu, 10 Desember 2022

Mahasiswa Terjerat Pinjol, Potret Korban Sistem Kapitalis

Tinta Media - Belakangan ini, berita diramaikan oleh ratusan mahasiswa dari perguruan tinggi negeri di Jawa Barat terjerat pinjaman online/pinjol. Mahasiswa tersebut mengalami ketakutan, lantaran didatangi oleh penagih utang (debt collector). Utang mereka pun beragam, mulai dari 3 juta rupiah hingga 13 juta rupiah (Republika.co.id)

Kabarnya, para mahasiswa yang terjerat pinjol ini, adalah korban penipuan dengan modus iming-iming imbal hasil yang besar. Menurut laporan yang diterima, total korban yang terjerat kasus penipuan hingga meminjam ke pinjol ini sebanyak 331 orang, 116 orang di antaranya mahasiswa asal IPB (Bbc.com).

Modus yang dilakukan oleh pelaku penipuan adalah dengan meminta korban untuk pura-pura membeli sejumlah barang di toko online pelaku. Pelaku menjanjikan akan mengembalikan uang yang dibelikan korban sekaligus imbal bagi hasil sebesar 10%. Mahasiswa yang tidak memiliki uang pun, akhirnya menggunakan jasa pinjol untuk modal dalam membeli barang fiktif tersebut. Hal inilah yang menjadikan mereka rugi dua kali. Sudah ditipu, terjerat oleh tagihan pinjol dan bunga yang kian menumpuk.

Minimnya literasi keuangan di kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa menjadi alasan yang disampaikan oleh Yatri Indah Kusuma Astuti, Humas IPB, terkait kasus penipuan pembelian barang fiktif ini. Bila kita lihat, masyarakat saat ini, seringkali mencari jalan pintas dalam menambah penghasilan. Iming-iming imbal bagi hasil yang besar dan passive income menjadi alasan yang dapat menjerat para korban untuk masuk ke dalam jebakan penipuan.

Ini adalah potret korban sistem kapitalis. Harta menjadi tujuan utama yang harus dikejar bagaimanapun caranya. Mereka berlomba mencari harta sebanyak-banyaknya dan dengan cara secepat-cepatnya, sehingga tidak lagi berpikir logis dan kritis. Hal ini semakin miris dikarenakan korbannya adalah mahasiswa yang seharusnya memiliki pola pikir yang lebih kritis dibandingkan masyarakat pada umumnya.

Pergeseran paradigma berpikir mahasiwa pun menjadi hal yang perlu disoroti dalam kasus ini. Jika sebelumnya mahasiswa diidentikkan dengan cara berpikir yang berpendidikan, serta upaya untuk menjadi solusi bagi masyarakat, faktanya saat ini yang kita lihat justru kebalikannya, mahasiswa seringkali malah terjebak pada arus hedonisme. Mereka menggunakan waktu dan uangnya hanya untuk bersenang-senang, tanpa memikirkan kondisi masyarakat dan umat. Ini dapat dilihat dari menjamurnya kafe-kafe tempat nongkrong mahasiswa dan juga tempat-tempat hiburan yang ramai dikunjungi oleh mahasiswa.

Padahal, mahasiswa adalah pemuda. Di tangannyalah harapan umat ditaruh. Eerginya masih penuh dan waktunya masih luang untuk memikirkan solusi bagi permasalahan umat. Sudah sepatutnya para mahasiswa kembali lagi berpikir mengenai perubahan yang perlu mereka lakukan untuk memperbaiki generasi mengubah diri dari yang terbawa arus justru menjadi penggerak arus.

Seperti yang dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah saw. Jika kita lihat, usia mereka ketika masuk Islam kebanyakan masih di bawah 30 tahun. Umar bin Khattab masuk Islam di usia 27 tahun. Ali bin Abi Thalib adalah yang termuda dengan masuk Islam di usia 10 tahun. Lalu ada Saad bin Abi Waqqash yang masuk Islam pada usia 17 tahun. Mereka aktif dalam membuat arus perubahan.

Mereka aktif berdakwah mengajak kepada ketauhidan dan melakukan perubahan dari masyarakat yang jahiliyah (menyembah berhala) menjadi masyarakat Islam yang mulia. Bahkan, kepemimpinannya menghantarkan  Islam pada puncak kejayaannya selama 13 abad, hingga akhirnya Islam bisa tersebar luas ke seluruh penjuru dunia.

Belum lagi cerita seorang khalifah muda yang namanya mungkin tak asing kita dengar, Muhammad Al-Fatih. Ia menaklukan Konstantinopel bukan karena mengharapkan harta ataupun kekuasaan, tetapi semata hanya untuk menegakan dakwah Islam dan memuliakan seluruh umat dengan Islam. 

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa perubahan yang menyeluruh ini, tidak akan dapat dicapai dengan sudut pandang materi keduniaan, melainkan perlu dicapai dengan sudut pandang Allah sebagai Rabb Pencipta langit dan bumi, yang tertuang di dalam syariat Islam. 

Maka dari itu, para pemuda perlu menjadikan Islam sebagai sudut pandangnya dan mencampakkan pemikiran kapitalis dan liberalis yang jelas-jelas hanya akan membawa mereka kepada kerusakan. Pemuda perlu mengembalikan jati dirinya menjadi pemuda muslim yang merupakan umat terbaik dengan cara kembali kepada syariat Allah dan melakukan pendalaman Ilmu Islam yang dapat membuat perubahan, baik bagi diri maupun masyarakat.

Hanya dengan ini, pemuda khususnya mahasiswa dapat menjadi penggerak perubahan, bukan lagi menjadi pembebek yang silau akan kesenangan yang fana di dunia yang justru akan menjebak mereka pada kerusakan yang lebih parah.[]

Oleh: Ummul Fiqri
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

Sabtu, 26 November 2022

Terseret Pinjol, Mahasiswa dalam Pusaran Kapitalisme

Tinta Media - Alih-alih mengoptimalkan potensinya untuk menuntut ilmu dan menjadi agen pengubah peradaban, ratusan mahasiswa di Kota Bogor malah terseret pinjol (pinjaman online). Dari 333 orang, sebagian besar adalah mahasiswa IPB. Total kerugian mencapai Rp2,1 miliar (www.viva.co.id/18/11/22). 

Kronologi Kejadian 

Ratusan mahasiswa tersebut tertipu bisnis online fiktif dengan iming-iming keuntungan sebesar 10 persen dari nilai yang diinvestasikan. Namun, untuk mendapatkan keuntungan tersebut para mahasiswa ini diharuskan mengajukan pinjaman online. Sedangkan pemilik bisnis online tersebut tak kunjung merealisasikan keuntungan 10 persen kepada korban. Akhirnya, ratusan mahasiswa ini terjebak tagihan pinjaman online. 

Beberapa kasus berawal dari keikutsertaan mahasiswa dalam panitia divisi sponsor yang menuntut mereka untuk fundraising (penggalangan dana) dalam sebuah project kampus. Kemudian, mereka mendapatkan tawaran dari temannya untuk bergabung dalam bisnis online fiktif tersebut. Rata-rata yang menjadi korban bisnis online fiktif ini adalah mahasiswa baru. Kebanyakan dari mereka terdorong menjadi pegiat di bidang wirausaha. Pebisnis online nakal yang tergiur dengan keuntungan besar memanfaatkan peluang ini. 

Imbas dari Program Kewirausahaan Mahasiswa MBKM 

Maraknya program-program UMKM mahasiswa tidak terlepas dari penggalakan program kewirausahaan di perguruan tinggi. Kampus yang seharusnya mencetak tenaga terdidik yang dengan ilmunya mampu membawa perubahan besar dunia dan mengangkat harkat martabat negara, kini berbelok sekadar menjadikan lulusan pencetak remah-remah rupiah. 

Mahasiswa yang seharusnya sibuk menuntut, mengkaji, dan mengamalkan ilmu untuk meraih pahala jariyah, kini tersibukkan dengan jualan dan cari uang. Pasalnya, melalui Program Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia (PKMI) tahun 2021 sebagai bentuk implementasi kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) menargetkan peningkatan kompetensi lulusan, baik soft skills maupun hard skills, agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman (dikti.kemdikbud.go.id/18/11/22). 

Artinya, relevan dengan kebutuhan di zaman ketamakan oligarki,  saat kelompok elit/pengusaha menjadi penguasa negeri. Jati diri mahasiswa sebagai agent of change hilang. Mereka justru menjadi buruh kerja yang semakin menguntungkan ‘industri’ oligarki. 

Jikalau sukses menjadi wirausaha, mereka tak akan mampu bersaing dengan perusahaan besar swasta/asing yang bercokol di negeri ini. Mereka hanya sekadar menjadi pejuang remah-remah rupiah yang bertahan sebentar. Program ini adalah desain kapitalisme yang ingin menjaga dan memuluskan kepentingan mereka/oligarki. 

Mahasiswa dalam Pusaran Kapitalisme

Di zaman yang serba materialistik, arah pendidikan semakin jelas memenuhi kebutuhan industri. Kehidupan sekuler yang tidak memandang halal haram menjadi paket komplit sumber inovasi kerusakan. 

Kondisi ini cocok bagi inovator bisnis online nakal layaknya SAN (pelaku bisnis fiktif) memanfaatkan segala kondisi yang ada, tanpa memandang aktivitas itu halal atau haram, demi meraih keuntungan. Seperti yang terjadi pada kasus ratusan mahasiswa terjebak pinjol ini. Mahasiswa pun tidak menggunakan standart halal dan haram ketika melakukan pinjaman online. Padahal, di dalam aktivitas pinjol ada unsur riba yang jelas diharamkan dalam Islam. Di satu sisi, peluang untuk memperoleh uang juga mudah melalui kemunculan berbagai aplikasi pinjol. 

Pada akhirnya, peristiwa ini logis terjadi dalam sistem kapitalisme. Hanya uang atau keuntungan materi saja yang menjadi standar perbuatan. Tanpa tebang pilih, mahasiswa pun masuk dalam pusaran gaya hidup kapitalistik. Mereka masuk kuliah agar lulus, kemudian bisa kerja dan dapat uang banyak. 

Standart sukses pendidikan hanya diukur dari seberapa banyak output yang terserap dalam dunia kerja. Sistem pendidikan ala kapitalisme telah gagal mencetak mahasiswa visioner dan ideologis. Memang betul, hanya ‘UUD’ yang berlaku di peradaban kapitalisme saat ini, alias Ujung-Ujungnya Duit, tanpa memandang halal haram perbuatan. 

Islam Mencetak Pemuda Takwa dan Ideologis 

Sistem pendidikan Islam akan mencetak pemuda-pemudi muslim yang bertakwa dan berideologi Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ 

“Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya: … dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah …” (HR. Bukhori Muslim) 

Pemuda muslim yang memiliki ideologi Islam akan memiliki kesadaran hubungannya dengan Allah. Bahwasanya, seluruh perbuatannya dalam 24 jam terikat dengan aturan Allah. Ia sadar bahwa ada Allah yang mengawasi dan menghisab amal perbuatannya. 

Pemuda muslim ideologis juga memiliki semangat perjuangan untuk mengubah suatu kondisi yang buruk menjadi baik/mulia. Sebab itulah, pemuda ideologis memiliki idealisme hidup karena ia berjalan sesuai standar dari Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. 

Dalam hal ini kejelasan sikap pemuda muslim ideologis meliputi hal berikut: 

Pertama, dalam hal pendidikan. Ia akan memandang bahwa perguruan tinggi adalah wadah untuk menuntut ilmu, bukan untuk menimba uang sebanyak-banyaknya. 

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah) 

Kedua, ketika hendak berbuat atau memutuskan sesuatu, ia berpikir terlebih dahulu, apakah perbuatannya dalam rida Allah atau tidak. 

Ketiga, ketika mengetahui kemungkaran, ia segera mencegahnya. Ia memiliki daya juang melawan kemungkaran. Ia seperti daya magnet yang mampu menarik pemuda-pemuda muslim lain untuk fastabiqul khairat dan mampu membuat arus perubahan di tengah-tengah masyarakat. 

Firman Allah Swt. 

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Al-Imran:110) 

Pendidikan dalam sistem Islam tidak diukur dari seberapa banyak output yang terserap dalam dunia kerja, melainkan mencetak generasi cerdas, beriman dan bertamwa. Generasi  Islam mampu memberikan sumbangsih keilmuan untuk membangun peradaban mulia, bukan generasi money oriented. 

Hal itu sebagaimana generasi ilmuwan muslim di masa peradaban Islam yang menjadi peletak dasar keilmuan hingga saat ini, seperti: 

Ibnu Sina, dijuluki Bapak Kedokteran Modern. Ia menjadi peletak dasar keilmuan kedokteran yang ilmunya digunakan hingga generasi sekarang. 

Al khawarizmi, penemu angka nol. Ia merupakan ilmuwan penting dalam sejarah matematika. 

Fatima al Fihri, pendiri universitas pertama di dunia (Al Qarawiyyin, 859M). 

Dan masih banyak ilmuwan muslim lainnya. Mereka adalah ilmuwan yang bertakwa dan ideologis yang mampu mengubah dunia dan membawa peradaban Islam pada puncak kejayaan. 

[Wallahua’lam]

Oleh: apt. Azimatur Rosyida, S.Farm. Pemerhati Generasi

Minggu, 20 November 2022

Ratusan Mahasiswa Tertipu Pinjol, MMC: Teracuni Pemikiran Kapitalis

Tinta Media - Adanya kasus penipuan dengan modus pinjaman online yang menimpa ratusan mahasiswa dinilai Muslimah Media Center karena teracuni oleh pemikiran kapitalis.

“Adanya sejumlah mahasiswa yang terjerat pinjaman online sejatinya menunjukkan potret pemuda hari ini yang telah teracuni oleh pemikiran kapitalis,” tutur narator MMC dalam rubrik Serba-serbi MMC: Ratusan Mahasiswa Tertipu Pinjol, Mahasiswa Terseret Arus Kapitalisme? pada Kamis (17/11/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.


Menurutnya, mahasiswa tersebut dicekoki gambaran pemuda sukses adalah ketika bisa meraih materi atau harta sebanyak-banyaknya. Narator merasa prihatin ketika menyampaikan hasil survei UGM yang menyatakan banyak di antara para korban tidak merasa dirugikan karena yang dianggap kerugian hanya finansial dan tidak memperhitungkan perkara penting yaitu waktu, kesempatan, dan martabat. 

“Paradigma sekuler kapitalisme dalam sistem pendidikan saat ini telah jelas telah menjauhkan pemuda dari posisi strategisnya sebagai penggerak perubahan menuju terbentuknya peradaban gemilang,” ujarnya.

Pendidikan tinggi yang memberi ruang begitu luas bagi mahasiswa yang ingin menyalurkan potensinya dalam dunia usaha, menurut narator sejatinya hanya membelokkan perjuangan pemuda agar mendukung penuh kebijakan rezim neo liberal. “Sistem Kapitalisme telah mencengkram seluruh potensi pemuda agar pemberdayaan mereka di seluruh bidang tidak keluar dari desain kapitalisme global,” paparnya.

Ia menceritakan ada 311 orang menjadi korban penipuan dengan modus pinjaman online atau pinjol dan 126 di antaranya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). 

“Para mahasiswa ditawari proyek usaha online dengan iming-iming bagi hasil sebesar 10% yang pembayarannya melalui pinjaman online. Hasil pinjaman digunakan untuk membayar produk. Namun apa lacur, janji bagi hasil 10% tak kunjung diberikan dan uang pun melayang,” katanya.

Narator sepakat dengan apa yang disampaikan oleh pengamat keuangan, Peter Abdullah. Peter menilai ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor atau IPB yang terjerat pinjaman dalam jaringan pinjol untuk penjualan -yang ternyata bodong- karena tamak, tidak memiliki kemampuan keuangan, dan tidak memiliki literasi pengetahuan mengenai masalah ini.
 
Pemuda Muslim

Narator mengajak agar pemuda muslim mengembalikan jati dirinya sebagai seorang muslim dengan ideologi Islam sebagai pemikirannya dan arah perjuangannya.

“Ideologi Islam tegak di atas akidah yang lurus sesuai dengan tujuan penciptaan manusia alam semesta dan kehidupan. Dari akidah Islam yang lurus inilah lahir sistem hidup yang benar yakni syariat Islam kaffah yang mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk pendidikan,” tuturnya.

Narator menjelaskan bahwa ideologi Islam akan menjadikan pemuda muslim memiliki kaidah berpikir yang bisa mengarahkan umat untuk maju dan membangun sebuah peradaban cemerlang di masa depan. Selain itu, menurutnya, pemuda berideologi Islam akan memiliki kesadaran politik Islam. 

“Para pemuda akan menyadari bahwa berbagai persoalan kehidupan yang menimpa manusia hari ini adalah akibat ideologi kapitalisme sekuler yang merusak dan tidak Allah ridhoi. Mereka akan bangkit dan mencampakkan pemikiran yang rusak dari benak mereka,” ujarnya penuh optimis.

Masih dengan penuh semangat dan optimisme, narator juga mempunyai harapan jika pemuda Muslim akan bertransformasi menjadi pemuda ideologis yang mampu menjadi pelopor perjuangan umat untuk mengembalikan Islam dalam tatanan kehidupan manusia. 

Narator menjabarkan bahwa pemuda Muslim ideologis akan menjadi sosok yang berani menyatakan visinya secara terang-terangan ke masyarakat yakni melanjutkan kembali kehidupan Islam di dalam dan di luar negeri dalam institusi politik yakni Khilafah. 

“Inilah arah pemberdayaan pemuda Muslim yakni mewujudkan para pemuda berideologi Islam yang siap memperjuangkan Islam semata-mata dengan kesadaran Iman. Dan hanya partai politik Islam ideologis saja yang mampu mencetak pemuda pejuang seperti ini,” pungkasnya.[] Erlina YD
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab