Tinta Media: Pilpres 2024
Tampilkan postingan dengan label Pilpres 2024. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pilpres 2024. Tampilkan semua postingan

Minggu, 04 Februari 2024

Pilpres 2024, Pamong Institute: Jokowi sebagai King Maker Paslon 02?

Tinta Media - Dalam kontestasi pilpres 2024, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al-Maroky menyatakan bahwa Jokowi berperan sebagai King Maker pasangan calon (paslon) 02. 

“Kita lihat dalam kontestasi, Jokowi jadi King Maker dari pasangan calon 02,” tuturnya dalam acara Kabar Petang dengan tajuk Jokowi ‘Pasang Badan’ Buat Putranya? Rabu (31/01/2024) di kanal Youtube Khilafah News. 

Ia mengibaratkan dukungan seorang bapak kepada anaknya seperti dalam permainan bola. 

"Kalau saya ibaratkan kontestasi seperti permainan bola, tidak beda jauhlah kira-kira. Ada pihak yang menjadi pemain atau pihak yang ditampilkan disuruh bertanding, ada juga pihak yang melatih, yang bermain juru taktiklah di belakang itu, ada juga sponsor yang mendanai kegiatan-kegiatan tersebut. Sehingga kalau kita lihat maka pasti ada King Maker di belakangnya," jelasnya. 

Menurutnya, bentuk dukungan kepada anak, itu sebagai konsekuensi restu orang tuanya. 

"Kalau tidak ada restu, tentu tidak diizinkan untuk ikut. Nah kalau sudah ikut tentu konsekuensinya akan dibantulah, masa ada bapak melihat anaknya sedang berjuang tidak diberi support, tidak diberi bantuan, tidak didukung, kan begitu kira-kira," bebernya. 

Ia menjelaskan bahwa dukungan diberikan dari awal pencalonan. "Dari awal didukung, kita bisa melihat faktanya, karena dari segi usia saja tidak memenuhi syarat awalnya. Tetapi dari perjalanan yang ada, netizen maupun publik bisa menilai bahwa ada peran keluarga di situ terutama pamannya," jelasnya. 

Ia mengungkapkan dukungan keluarga terutama pamannya dalam konteks MK. 

"Pamannya itu kan terkena  pelanggaran etika berat lah kira-kira begitu, gara-gara memutuskan persoalan yang diajukan, boleh tidaknya usia di bawah 40 itu bisa maju sebagai capres atau cawapres dan itu menunjukkan bahwa King Maker di situ adalah Pak Jokowi," ungkapnya. 

Terakhir, Wahyudi menegaskan, jika tidak didukung jadi cawapres, dari awal sudah dilarangnya. 

"Tidak bisa dihindari dari opini publik bahwa beliau ada di belakang itu, jika beliau tidak menyetujui pasti akan dilarang anaknya dan faktanya tidak dilarang, sekarang sudah melaju sampai ikut dalam tahap-tahap proses demokratisasi dalam konteks proses kampanye dan seterusnya," pungkasnya. [] Evi

Senin, 01 Januari 2024

PENGUNGSI ROHINGYA DALAM PUSARAN PILPRES 2024



Tinta Media - Apakah terdapat politisi yang mengangkat isu imigran/pengungsi Rohingya untuk kepentingan meraup suara di Pilpres 2024? mengingat bahwa isu Rohingya sangat “seksi” untuk diangkat dan dimainkan dengan diberikan bumbu “nasionalisme” dan “kedaulatan”.  

Isu imigran/pengungsi sering diangkat dan dimainkan dalam berbagai Pilpres, di antaranya Pilpres Turki, Pilpres Amerika Serikat dll. 

Misalnya Pilpres di Turki pada waktu Pemilihan Presiden di Turki, kandidat Presiden yang bernama Kemal Kilicdaroglu Pemimpin oposisi sekaligus penantang Presiden petahana Recep Tayyip Erdogan.  

Kemal Kilicdaroglu telah bekerja sama dengan partai nasionalis sayap kanan dan berjanji untuk memulangkan semua migran Suriah. 

Pernyataan Kemal Kilicdaroglu memperburuk gelombang permusuhan, kebencian dan tindakan anarkis yang meningkat. 

Bagaimana dengan Pilpres Di Amerika Serikat? Mantan presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, berjanji akan memperluas tindakan tegas dalam masalah keimigrasian pada masa jabatan pertamanya jika menang pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Tindakan tegas tersebut di antaranya adalah dengan menangkap secara massal imigran dan akan menahan mereka di kamp-kamp penampungan sambil menunggu deportasi. Demikian dilaporkan koran The New York Times pada Sabtu (12/11). 

Lantas bagaimana dengan Pilpres di Indonesia apakah terdapat politisi yang memainkan dan mengangkat untuk kepentingan suara? Kenapa isu pengungsi Rohingya muncul pada masa kampnye Pilpres 2024? untuk menjawab pertanyaan tersebut sangat mudah yaitu silakan amati jawaban-jawaban para politisi dan kandidat Pilpres apakah menyulut emosi, memperburuk gelombang permusuhan, kebencian dan tindakan anarkis terhadap pengungsi. 

Terakhir, saya ingin mengingatkan bahwa Pancasila dan UUD 1945 yang sering diagung-agungkan bahkan dianggap “di atas ayat suci” telah mengajarkan kepada kita untuk peduli terhadap “kemanusiaan” bahkan ditegaskan dengan frasa “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Ketika ada manusia, anak-anak dan wanita yang terancam nyawa di negaranya, lalu melarikan diri hingga terkatung-katung di tengah lautan ditambah sedikitnya makanan dan minuman. Lalu anak-anak dan wanita Rohingya tersebut meminta sedikit pertolongan, lantas kita mengusirnya, di mana letak “kemanusiaan yang adil dan beradab” itu, di mana nilai Pancasilanya?

Demikian. 
IG @chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. 
(Ketua LBH Pelita Umat  dan Mahasiswa Doktoral)

Kamis, 31 Agustus 2023

Amerika dan Cina Punya Kepentingan di Pilpres 2024?

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menduga Amerika dan Cina punya kepentingan di pemilihan presiden (pilpres) 2024.
 
“Sejumlah pengamat menilai Amerika Serikat dan Cina punya kepentingan dalam pilpres 2024 di Indonesia. Dugaan seperti itu sulit dibuktikan tapi bisa dirasakan banyak orang,” tuturnya dalam video: Asing  ‘Bermain’ di Pilpres 2024? Melalui kanal Justice Monitor, Selasa (29/8/2023).
 
Amerika dan Cina butuh Indonesia itu clear, ucapnya, karena keduanya berkepentingan menjadikan Indonesia sebagai mitra strategis.  “Hal itu wajar karena Indonesia negara besar dan kekayaan alamnya melimpah. Posisi strategisnya luar biasa. Maka kedua negara itu dinilai sangat bergantung  pada Indonesia,” ulasnya.
 
Agung menegaskan, sebagian pengamat menilai, dua periode Jokowi berkuasa, hubungan Indonesia dengan Cina akrab.
 
“Sebagian menilai hubungan presiden Cina Xi Jinping dengan Presiden Jokowi ini seperti adik dan kakak. Wajar bila rujukan ekonomi Indonesia di era pemerintahan Jokowi adalah Cina bukan Amerika Serikat. Amerika Serikat belum tentu senang  dengan hubungan ini, sehingga tidak menutup kemungkinan  akan berupaya merebut kembali pengaruhnya di pilpres 2024,” duganya.
 
Pengaruh negara-negara kapitalis, sebutnya,  sesuatu yang tidak dapat dihindari buat Indonesia, baik langsung atau tidak. “Indonesia merupakan negara dengan sumber daya ekonomi yang besar, posisi yang strategis, sehingga negara lain terutama yang memiliki kekuatan besar di dunia, akan punya kepentingan terhadap pilpres di Indonesia.  Termasuk Amerika dan Cina di dalamnya,” argumennya.
 
Agung melanjutkan, untuk itu dua negara itu jelas  ikut serta dalam upaya memupuk harapan agar tokoh yang menguntungkan mereka  bisa memenangi  pilpres.
 
“Amerika Serikat sebagai pemegang hegemoni internasional tidak ingin bila Cina dan Inggris  mengganggu kepentingannya di kawasan ASEAN termasuk di  Indonesia,” lugasnya.
 
*Terlibat Aktif*
 
Agung berharap, umat  terlibat aktif menolak intervensi asing, dan berupaya mewujudkan pemimpin yang  melayani umat untuk membela Islam.
“Umat juga harus menangkal dan melawan seluruh skenario busuk negara-negara kapitalis baik dari barat maupun timur, baik dari Amerika Serikat, Inggris, Eropa maupun Cina,” imbuhnya.
 
Agung mengatakan, umat memerlukan kepemimpinan mandiri, berdaulat. Dan itu hanya bisa diwujudkan apabila umat lepas dari kepentingan Amerika maupun Cina.
 
“Itu bisa lurus tegak hanya jika kita serius menegakkan syariah Islam secara kafah. Di sinilah pentingnya khilafah hadir dan tegak. Indonesia  termasuk salah satu yang potensial untuk tegaknya khilafah,”  pungkasnya.[] *Irianti Aminatun*

Rabu, 17 Mei 2023

Pilpres 2024, Pamong Institute: Calon yang Muncul Sudah Direstui Oligarki

Tinta Media - Terkait penentuan calon presiden 2024, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky M.Si., mengatakan bahwa calon-calon yang muncul adalah yang sudah direstui dan diinginkan oligarki.

"Jadi calon-calon yang muncul itu tidak lain adalah calon-claon yang sudah direstui atau sudah diinginkan oleh segelintir orang, baik dari segelintir politisi maupun segelintir pengusaha, itu yang kemudian disebut oligarki,” ujarnya dalam Diskusi Online Fokus UIY: Pemimpin Tidak Harus Shaleh? Ahad (14/5 2023) di kanal YouTube UIY Official. 

Ia mengatakan calon dari ketua umum partai yang memiliki suara besarpun kemudian tidak bisa menentukan calonnya sendiri. Bahkan yang ingin mencalonkan anaknya pun tidak bisa. Akhirnya hanya bisa mencalonkan sesuai pesanan yang diintervensi atau yang dimintakan oleh kaum oligarki. 

"Sehingga itulah yang terjadi sekarang. Masyarakat bahkan ketua partai pun tidak punya naluri kekuatan, kekuasaan, kewenangan untuk menentukan calonnya sendiri," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan para calon presiden yang sudah ditunjuk itu pun juga tidak bisa menentukan sendiri wakilnya dengan siapa. 

"Jadi, ini menunjukkan bahwa baik rakyat maupun calon presiden yang sudah dicalonkan, itu pun tidak punya daya untuk bisa memilih siapa calon pendamping sebagai wakilnya," ujarnya 

Dia menjelaskan bahwa memang seperti itulah fenomena dalam sistem pemerintahan demokrasi. Akhirnya yang muncul adalah orang yang dikehendaki oleh kaum oligarki dengan catatan track record yang sudah diketahui publik. 

"Kemudian calon yang sudah dipilihkan oligarki itu harus diterima publik. Disuruh memilih yang ada dan menjelaskan bahwa mereka itulah yang terbaik. Jika ada masalah yang dulu, itu sudah diperbaiki," tuturnya. 

"Bahkan untuk meyakinkan publik, calon tersebut menggunakan legalitas dari ulama, agamawan maupun mungkin ada sebagian aktifis juga yang diminta jadi tim sukses. Mereka disuruh menjelaskan bahwa inilah orang terbaik saat ini," tambahnya.

Ujung-ujungnya, kata Wahyudi, pemimpin banyak cacat dan tidak berkualitas pun bisa terpilih kembali. "Ini yang disayangkan, dengan pesta politik yang begitu mahal, energi yang besar dan hasilnya, ya orang-orang yang sudah dipilihkan oleh kaum oligarki," pungkasnya.[] Hamdan Dahyar Simabua

Selasa, 16 Mei 2023

KEDUDUKAN PEJUANG KHILAFAH PADA PILPRES 2024

Tinta Media - Agar tidak muncul pertanyaan berulang seputar preferensi politik pejuang Khilafah, maka tulisan ini dibuat. Pertama, agar tidak ada salah duga. Kedua, agar tetap menjaga ukhuwah dalam perbedaan visi politik.

Yang perlu ditegaskan, rakyat tidak perlu terlalu habis-habisan mendukung Capres tertentu, dan menyerang Capres yang lain. Karena perseteruan di kalangan elit itu bisa selesai dengan berbagi kekuasaan, sementara perbedaan di kalangan rakyat mewariskan legacy dendam.

Contohnya, anda yang dahulu kontra Jokowi dan mendukung penuh Prabowo boleh jadi masih menyimpan dendam atas kekalahan, sekaligus memendam dendam atas pengkhianatan. Anda tidak terima dengan kemenangan Jokowi, sekaligus anda tidak ikhlas dengan pengkhianatan Prabowo.

Sementara Jokowi dan Prabowo telah berdamai dan segera berbagi kekuasaan, sesaat setelah pengumuman MK tentang ditolaknya gugatan Prabowo. Anda tidak perlu merasa Prabowo membela Anda karena membawa perkaranya ke MK, itu hanya tehnik agar Prabowo tidak disalahkan dan agar kemenangan Jokowi yang dianggap curang dibersihkan melalui putusan MK.

Dan peristiwa semacam ini, akan berulang menimpa kepada siapapun yang mendukung Capres manapun. Maksudnya, dukung mendukung Capres bisa berujung kekecewaan. Kecewa karena kekalahan, bahkan kecewa karena pengkhianatan.

Dan hari ini, anda mempertanyakan dimana posisi pejuang Khilafah? Mendukung Capres mana?

Sebenarnya, adalah hak konstitusional bagi segenap warga negara -termasuk pejuang Khilafah- untuk melabuhkan dukungannya. Pejuang Khilafah berhak mendukung Anies Baswedan, mendukung Ganjar Pranowo maupun mendukung Prabowo Subianto.

Ketika ketiga nama ini nantinya ditetapkan sebagai Capres definitif oleh KPU, maka pejuang Khilafah juga berhak secara bebas memilih Anies Baswedan, Ganjar Pranowo atau nyoblos Prabowo Subianto. Hanya saja, asas Pemilu itu LUBER, yang paling penting 'rahasia' karena pilihan itu dilakukan secara tertutup didalam bilik suara. Tak ada seorang pun yang mengetahui pilihan pemilih lainnya.

Jadi bisa saja, orang yang gembar gembor dukung Anies, saat di TPS nyoblos Ganjar. Begitu juga yang dukung Prabowo, milih ganjar. Semua serba rahasia. Kalaupun akhirnya Ganjar menang Pilpres, suaranya bisa saja juga 'dirahasiakan'.

Sebab, suara yang bisa dikontrol itu hanya yang di TPS. Saat kotak suara itu tour ke kecamatan, kabupaten, hingga jumlah suaranya masuk tabulasi nasional, TAK SEORANG PUN TAHU, KARENA PROSESNYA JUGA SANGAT RAHASIA, HANYA TUHAN DAN PETUGAS KPU SAJA YANG TAHU. Problemnya, kredibilitas KPU dipertanyakan.

Lanjut,

Kalaupun pejuang Khilafah, bahkan warga negara Indonesia tidak memilih Anies, Prabowo maupun Ganjar, itu juga diperkenankan oleh konstitusi. Hingga saat ini, memilih adalah hak bukan kewajiban. Jadi, terserah kepada rakyat mau menggunakan haknya, atau tidak. Bahkan, mengambil pilihan untuk tidak memilih, itu juga hak.

Adapun pejuang Khilafah jelas berjuang untuk Islam, untuk menegakkan syariat Islam dalam institusi Khilafah. Jadi, pejuang Khilafah tidak pernah berjuang untuk individu tertentu siapapun itu, sehingga tidak akan pernah dikecewakan atau dikhianati oleh sosok tertentu, siapapun orangnya.

Kalau ada dampak, baik peningkatan elektabilitas atau penurunan elektabilitas karena aktivitas pejuang Khilafah, itu hal yang lumrah. Wajar. Jangan buruk muka cermin dibelah.

Kalau kita bicara solusi bangsa, tentulah syariat Islam dan Khilafah layak menjadi solusi bagi negeri ini. Kapitalisme saja dibiarkan mengatur negeri ini, kenapa Islam dilarang? didiskriminasi?

Setiap orang akan berjuang dan berkorban untuk sesuatu yang diyakininya. Khilafah diperjuangkan oleh pejuang Khilafah, karena mereka meyakini kebenarannya, meyakini akan kembali tegak di muka bumi.

Jadi, tak mungkin pejuang Khilafah meyakini sistem demokrasi yang merupakan sistem pemerintahan warisan barat akan menyelamatkan negeri ini. Lagipula, berjuang untuk Islam, untuk syariah & Khilafah jelas diridloi dan mendapat pahala dari Allah SWT. Memperjuangkan Capres terbukti kecewa bahkan sampai dikhianati. Masih mau, menjadi tumbal demokrasi? [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/

Senin, 06 Februari 2023

PILPRES 2024 DAN MASA DEPAN POLITIK ISLAM: DEMOKRASI ATAU KHILAFAH?

Tinta Media - Bahagia sekali rasanya suasana batin penulis pada Kamis, 26 Januari 2023, dimana penulis dapat berjumpa dengan sejumlah sahabat-sahabat penulis dalam sebuah forum diskusi. Di masa yang lalu, kami terbiasa berdiskusi bersama.

Namun, sejak pandemi, sejak peristiwa pasukan Wakanda menyerang negara api, aktivitas dakwah dalam bentuk diskusi publik nyaris terhenti. Seperti lama 'Bad Rest', penulis kembali mencoba mengajak melangkah bersama lagi, setahap demi setahap, sampai akhirnya bisa lari seperti sedia kala.

Wahyu Rahmansyah, S.S, Abu Hafidz dan Ustadz Wahyu Abu Fawwaz. Tiga sahabat yang membersamai penulis dalam sebuah diskusi yang mengambil tema "PILPRES 2024 DAN MASA DEPAN POLITIK ISLAM: DEMOKRASI ATAU KHILAFAH?".

Seperti biasa, Bung Zakariya yang menjadi hostnya. Maaf, bukan hanya host tetapi pembicara kelima.

Sebab, setiap selesai mengantarkan diskusi, host kita yang satu ini selalu memberikan ringkasan materi dan sarah tambahan atas pemaparan yang telah disampaikan pemateri. Tahu lah, maksudnya.

Selalu, penulis mendapatkan kesempatan yang pertama. Dalam kesempatan itulah, penulis memaparkan sejumlah analisa konstelasi politik Pilpres 2024 dan rekomendasi gerakan politik Islam, yang kurang lebihnya sebagai berikut:

*Pertama,* tidak ada jaminan Pemilu atau Pilpres 2024 akan dilaksanakan sesuai jadwal. Berbeda dengan saat Pilpres 2019 yang lalu, suasana menjelang Pilpres 2024 ini justru dipenuhi dengan 'konsolidasi wacana' untuk pengkondisian bagi incumbent melanggengkan atau setidaknya menambah usia kekuasaannya.

Terakhir, berkumpulnya kepala desa dan perangkat desa yang menuntut tambahan periode jabatan yang direspons Presiden, bukanlah kegiatan biasa yang tak terkoordinasi. Ada upaya yang terstruktur, tersistem dan massif, melanjutkan sejumlah manuver gerakan sebelumnya (seperti berkumpulnya APDESI) untuk menyiapkan suasana pra kondisi untuk memperpanjang usia kekuasaan Jokowi.

Teknisnya bisa melalui amandemen konstitusi untuk jabatan Presiden tiga periode, amandemen konstitusi untuk melegitimasi penundaan Pemilu, atau terbitkan dekrit. Dekrit bisa untuk tujuan menunda Pemilu untuk mengokohkan kekuasaan Jokowi, atau dekrit kembali ke UUD 1945 agar Pilpres cukup dilaksanakan oleh parlemen.

Semua sarana konstitusi dapat dikondisikan, baik melalui jalur amandemen maupun dekrit Presiden. Semua dukungan elit politik baik parpol, legislator hingga kekuasaan yudikatif (MK) dapat dikondisikan.

Yang menjadi ganjalan untuk mengeksekusi rencana ini hanya tinggal soal persepsi publik dan kehendak rakyat. Acara-acara mengumpulkan APDESI (Asoasi Pemerintahan Daerah Seluruh Indonesia), mengumpulkan kepala desa dan perangkat desa dengan modus suap jabatan kepala desa, tipu-tipu big data oleh Luhut Panjaitan, adalah diantara langkah awal penggalangan dukungan opini publik untuk memperpanjang usia kekuasaan Jokowi, baik melalui mekanisme amandemen konstitusi maupun menerbitkan dekrit, baik untuk tujuan menunda Pemilu, atau memberikan kesempatan tiga periode jabatan Presiden.

Karena itu, bagi yang masih sibuk copras capres, sibuk membentuk relawan ini dan itu untuk mendukung capres, penulis mengingatkan. *Bisa saja tidak ada Pilpres 2024, karena itu jangan habiskan energi secara mubazir untuk perjuangan copras capres.*

*Kedua,* banyak gerakan umat Islam yang bergerak tanpa arah, tanpa tujuan yang jelas. Kalaupun punya visi Islam, baru sebatas ingin mendudukan umat Islam sampai ke tampuk kekuasaan.

Belum ada kesadaran kolektif tentang pentingnya Islam sampai ke tampuk kekuasaan. Bukan sekedar menjadikan si fulan dan fulanah yang muslim agar menjadi penguasa, sampai ke tampuk kekuasaan (menjadi Presiden, anggota DPR, kepala daerah, anggota DPRD), *melainkan mampu menjadikan Islam berkuasa ditandai dengan diterapkannya syariat Islam dalam dimensi Negara, dimensi kekuasaan.*

Karena itulah, gerakan umat Islam menjadi terlihat terpecah, terbelah, tidak terkonsolidasi, karena 'mimpi pergerakan' belum memiliki perspektif yang sama. Yang ada di politik juga bukan berorientasi agar syariat Islam berkuasa, namun masing-masing sibuk menyiapkan kader-kadernya berkuasa melalui mekanisme politik Pemilu 2024.

*Ketiga,* dibutuhkan persepsi, qona'ah (keyakinan) dan parameter (ukuran) yang sama tentang apa itu visi perubahan dan kebangkitan Islam. Perubahan dan kebangkitan yang diperjuangkan adalah upaya dan ikhtiar maksimal untuk mengubah sistem sekulerisme demokrasi sekuler menuju sistem Islam, ditandai dengan diterapkannya syariah Islam secara kaffah dalam dimensi negara.

Pada titik tersebut, maka umat Islam harus memiliki parameter perubahan dan kebangkitan yang sahih, yakni melalui tegaknya institusi penegak syariat Islam dibawah naungan daulah Khilafah. *Sederhananya, parameter perubahan dan kebangkitan Islam itu ditandai dengan tegaknya daulah Islam Khilafah.*

Nah, pada titik itulah, umat Islam dapat mencurahkan seluruh tenaga, waktu, pikiran, uang hingga nyawa, untuk merealisir tujuan kebangkitan Islam. Seluruh investasi perjuangan, harus diarahkan untuk visi ini, bukan untuk copras capres, sehingga umat Islam merasa qona'ah dalam berjuang dan tidak merasa khawatir akan dikhianati oleh Capres seperti yang pernah terjadi dalam Pilpres 2019 yang lalu.

Inilah visi bersama umat Islam, visi yang lebih realistis ketimbang visi copras capres. Visi yang tidak akan mungkin tersusupi pamrih dunia dan potensi dikhianati. Visi yang menjadikan tujuan izzul Islam wal Muslimin sebagai prioritas amal pergerakan.

Memang benar, belum seluruhnya umat Islam paham atau setuju dengan visi itu. Dakwah menjadi sangat relevan untuk semakin digencarkan, agar umat Islam sampai pada pemahaman, keyakinan, hingga kerinduan yang membuncah pada cita penegakan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah ala minhajin Nubuwah.

Diskusi semacam yang penulis lakukan bersama sahabat-sahabat penulis lakukan ini, perlu untuk digalakkan dan dilakukan oleh seluruh pengemban dakwah. Agar terjadi transformasi radikal dikalangan umat Islam, terjadi konversi visi misi dari yang hanya sekedar ingin menaikan umat Islam ke tampuk kekuasaan melainkan menjadikan Islam berkuasa.

MasyaAllah, indah sekali saat negeri ini menjadi Madinah yang kedua. Menjadi titik tolak kebangkitan Islam melalui tegaknya Khilafah di negeri ini. Lalu, umat Islam kembali memimpin dunia, menebarkan rahmat Islam ke seluruh penjuru dunia, sebagaimana hal itu telah diperoleh dan dilakukan oleh Kekhilafahan Islam pada periode silam. Masa depan umat Islam adalah Khilafah, bukan demokrasi. [].

[Catatan Diskusi Pekanan, Sebuah Ikhtiar Untuk Menggalang Visi Bersama Umat Islam]

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Pejuang Syariah & Khilafah

Kamis, 03 November 2022

REBUT DULU BARU RIBUT? KEBIASAAN MENYERAHKAN CEK KOSONG MEMBUAT UMAT ISLAM SELALU DIKHIANATI


Tinta Media - Ada yang meminta saya puasa bicara politik, tak terlibat dalam diskursus Pilres 2024. Ada yang bahkan -melafadzkan mantra lama- untuk meminta ikut merebut, baru ribut. Maksudnya, menangkan calonnya dulu, baru ribut tentang visi misi (baca : rebutan kursi).

Mohon maaf, kalau Nasdem saja boleh mencalonkan Capres sebelum masa pendaftaran Capres, Surya Paloh boleh bersumpah meminta dukungan agar diberikan kekuasaan, kenapa saya yang hanya menulis tidak boleh ? Lagipula, ciri khas tulisan yang saya buat adalah logis dan analitis.

Tidak setuju dengan isinya, bantah saja. Tidak usah malu, sebagaimana saya juga terbuka mengkritik partai dan politisi apapun dan siapapun, jika tidak sejalan dengan Islam.

Kebiasaan konyol kita itu dalam politik mudah berkompromi, akhirnya tertipu. Hanya menjadi tukang dorong mobil mogok. Setelah politisi sampai ke tampuk kekuasan, kepentingan umat Islam ditinggalkan.

Tidak muluk-muluk, umat Islam hanya inginkan syariat Islam, itu syarat dukungannya. Tak perlu kasih uang atau jabatan.

Nah, komitmen syariat Islam itu harus jelas diawal, tertulis dalam kontrak politik. Kita tidak mau, menawarkan cek kosong dan meminta politisi menulis apapun isinya sesuai kehendak mereka.

Kita mau, capres dan politisi yang komitmen dengan syariat Islam. Kalau tidak ? mohon maaf, komitmen apapun selain syariat Islam tidak ada nilainya.

Jangan sampai, kami ribut seperti Pilpres 2019. Sudah dikalahkan, dikhianati, akhirnya kecewa. Itu juga gara-gara cek kosong, gara-gara slogan menyesatkan 'rebut dulu baru ribut', akhirnya hanya meributkan pepesan kosong belaka.

Siapapun yang punya komitmen dengan Islam, agar tak mengobral murah dukungan kepada politisi atau capres. Dukungan kita mahal harganya, hanya bisa ditebus dengan komitmen memperjuangkan syariat Islam. Kalau tidak? ya, kita bisa mengalihkan dukungan atau tidak memberikan dukungan.

Syariat Islam harga mati, tak bisa ditawar atau diganti dengan lainnya. Apalagi, hanya ditukar dengan slogan kosong.

Jadi, jangan tuntut kami untuk memberikan dukungan. Tapi, komitmen apa yang diberikan kepada kami umat Islam. Komitmen dengan syariat Islam?

Berikan dukungan terbuka pada syariat Islam, baru umat ini akan memberikan dukungan terbuka sebagai kompensasinya. Jika tidak komitmen pada syariat Islam sebelum berkuasa, apalagi setelah berkuasa?

Saat membutuhkan dukungan umat Islam saja, enggan komitmen pada syariat Islam. Apalagi nanti setelah berkuasa? Jangan-jangan, gantian menjadi penindas Umat Islam? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Jumat, 01 Juli 2022

PILPRES 2024, SIAPA CAPRES DUKUNGANMU?


Tinta Media - Pilpres 2024 masih dua tahun lagi, namun seluruh perbincangan politik mengarah kesana. Para politisi dan penguasa, sibuk menguras seluruh energi untuk Pilpres. Urusan rakyat, seolah dijadikan nomor sekian.

Masalah minyak goreng, misalnya. Sejumlah partai bungkam, tidak peduli dengan derita emak-emak yang berbulan-bulan dibuat pusing oleh migor. Jokowi sendiri, hanya sibuk jonja janji.

Tapi kalau untuk urusan Pilpres, semua parpol bersuara. Bahkan, Partai Nasdem nyolong start, dengan lebih awal melakukan Rakernas untuk menentukan sosok  Capres. PDIP merasa, ada partai yang menikung, dan mencabut kader PDIP dari akarnya.

Ada yang membentuk Koalisi Indomesia Baru (KIB), menjajaki koalisi Semut Merah, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, dan seterusnya. Semua berlomba, karena khawatir ketinggalan kereta. Soal derita rakyat, sepertinya mereka tak peduli.

Beberapa pihak, juga ada yang menanyakan kepada penulis siapa sosok capres yang didukung. Bahkan, ada yang sempat mengajak untuk bergabung mendukung sosok tertentu dalam Pilpres 2024.

Sebenarnya, masih sangat terlalu dini bagi rakyat untuk bicara Pilpres. Berbeda dengan partai yang memang punya kepentingan dan kewenangan untuk mengajukan capres.

Pasal 222 UU Pemilu (UU No 7/2017) telah memberikan batasan, hanya partai politik atau gabungan partai politik yang bisa mengajukan Capres. Itupun harus lolos PT 20 %. Rakyat tidak punya hak dan wewenang mengajukan Capres.

Karena itu, sejatinya sebelum pendaftaran capres, semua urusan ada pada kendali partai. Siapapun nama yang didukung rakyat, tidak mungkin bisa jadi Capres kalau tidak didukung dan didaftarkan partai politik.

Misalnya Anies Baswedan, walaupun elektabilitasnya disebut tinggi, tetap saja akan percuma jika seluruh partai kompak membuang Anies dan berkomitmen diantara mereka, hanya akan mengusung kader dari partai. Karena itu, urusan bakal capres sepenuhnya urusan dan kewenangan Parpol.

Penulis sendiri, melihat arah perubahan bangsa tidak ditentukan oleh sosok Presiden. Melainkan sistem yang diterapkan.

Selama sistemnya sekuler, maka selamanya Indonesia akan terpuruk. Karena al Qur'an telah menegaskan :

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

(QS : Ar Rum : 41).

Kerusakan negeri ini, fasad yang timbul, semuanya bermuara dari ulah manusia yang tidak menerapkan Islam dan malah melanggengkan sistem sekuler demokrasi. Dalam pandangan akidah Islam, selama tidak menerapkan hukum Allah SWT, sudah pasti dunia akan rusak.

Korupsi, Kolusi, riba, zina, miras, judi, penguasaan SDA oleh swasta dan asing, kemiskinan, pengangguran, serbuan TKA China, sekulerisme agama, penodaan agama, kriminalisasi ulama, pendidikan materialis, dll, semuanya itu terjadi karena negeri ini tidak menerapkan Islam. Solusi atas semua problem yang mendera negeri ini tentu saja adalah dengan menerapkan syariah Islam.

Jadi, siapa sosok yang didukung untuk Pilpres 2024 ?

Jelas, siapapun yang konsen dan terbuka menyuarakan syariat Islam, menolak sekulerisme, menolak riba, judi, zina, miras, menolak korporasi swasta dan asing mengangkangi SDA negeri ini, anti amerika dan china, dan visinya setelah menjadi Presiden akan menerapkan Islam, sangat layak didukung. Namun, apakah ada sosok yang digadang menjadi Capres punya visi seperti itu?

Masalahnya, dalam banyak urusan umat, semua nama yang digadang-gadang menjadi Capres bungkam. Misalnya, soal kasus pembantaian anak bangsa pada peristiwa KM 50, kriminisasi HRS, penangkapan sejumlah ulama dan aktivis, penguasaan asing aseng atas negeri ini, semua nama yang disebut akan dijadikan capres bungkam.

Kalau demikian, bagaimana mungkin umat memberikan dukungan kepada sosok Capres yang tidak mendukung Umat? Agak mustahil, meminta umat membela dan berkorban untuk Capres, sementara sosok yang mau nyapres diam terhadap masalah umat bahkan ada yang ikut memusuhi Umat. 

Rasanya umat lebih selamat membela Syariah Islam ketimbang Capres. Peristiwa Pilpres 2019 sudah cukup dijadikan preseden betapa sakitnya dikhianati, dan betapa sia-sia pengorbanan dan dukungan untuk Capres.[].

Follow Us Ahmad Khozinudin Channel
https://heylink.me/AK_Channel/

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab