Tinta Media: Piala Dunia
Tampilkan postingan dengan label Piala Dunia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Piala Dunia. Tampilkan semua postingan

Senin, 08 Mei 2023

Piala Dunia, Alat Kepentingan Politik Kapitalis-Liberal

Tinta Media - Usai pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah pada Piala Dunia U-20 2023, seperti biasa muncul kembali gelombang pro dan kontra. Beberapa pihak bersyukur bahwasanya Piala Dunia U-20 tidak jadi dilaksanakan di Indonesia karena keikutsertaan Timnas Israel dan adanya standar ganda FIFA dalam menentukan kebijakan. 

Di sisi lain, penguasa negeri ini justru menyampaikan kekecewaan dan kesedihannya atas sikap masyarakat yang menolak keikutsertaan Timnas Israel di Piala Dunia U-20, hingga FIFA membatalkan status tuan rumah atas Indonesia.

Negara  bahkan dengan tegasnya menyampaikan agar masyarakat tidak mencampuradukkan keikutsertaan Timnas Israel dengan politik (presidenri.go.id/28/03/23). 

Jelas, pernyataan tersebut tidak nyambung dengan realitas politik saat ini. Pernyataan tersebut seolah meniadakan politik, tetapi justru menjadi pemain politik yang berjalan sesuai kepentingan Barat. 

Usai pernyataan tersebut, pada tanggal 30 Maret, tentara Israel kembali melakukan aksi biadab dengan memberikan tembakan gas air mata ke stadion penonton sepak bola di Palestina. Akibat tragedi ini, beberapa pemain sepak bola Palestina dan ratusan penggemar, termasuk anak-anak menjadi korban (jawapos.com/01/04/23). 

Inikah yang dikatakan bahwa penerimaan Timnas Israel di negeri ini tidak akan memengaruhi jaminan konsistensi politik luar negeri RI terhadap Palestina? Sampai detik ini, penyerangan terhadap saudara-saudara muslim di Palestina masih terus terjadi. Jelas, politik kapitalis bermain di sini. 

Awal Kemunculan Pertandingan Sepak Bola

Dari awal kemunculannya, pertandingan sepak bola diperkenalkan oleh Inggris (negara penjajah) di masa Khilafah Utsmaniyyah (1517-1924). Perkembangannya dimulai di Yunani yang pada saat itu merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Khilafah Utsmaniyyah. Mayoritas pemain dan kru yang terlibat dalam pertandingan adalah non-muslim, khususnya orang-orang Inggris, Yunani, Armenia, Yahudi. 

Pada saat itu, bagi umat Islam, sepak bola dipersepsikan sebagai permainan Barat yang identik dengan ajang perjudian dalam kompetisi sepak bola. Bahkan, Khalifah Abdul Hamid II yang berkuasa saat itu tidak mengizinkan umat Islam ikut berkompetisi dalam ajang sepak bola. 

Seiring meningkatnya euforia masyarakat terhadap sepak bola, Khalifah Abdul Hamid II membolehkan berdirinya klub sepak bola muslim dengan catatan bahwa sepak bola sama dengan cabang olahraga lain, seperti anggar, senam, angkat besi. Sepak bola hanya boleh dilakukan sebagai olahraga untuk menjaga kebugaran, bukan permainan/pertandingan dengan berbagai unsur haram di dalamnya (komunitasliterasiislam/18/12/22). 


Kemudian berdirilah induk organisasi sepak bola dunia FIFA yang bertempat di belakang markas besar Gedung Asosiasi Atletik, di negeri penjajah, Perancis. FIFA didirikan oleh Perancis, Belgia, dan beberapa negara penjajah lainnya. Setelah FIFA resmi berdiri, induk organisasi sepak bola itu memperkenalkan pesta olahraga sepak bola terbesar dunia, yaitu Piala Dunia. 

Alat Kepentingan Politik Kapitalis-Liberal

Sejak sepak bola dijadikan sebagai ajang pertandingan dunia, sudah pasti erat kaitannya dengan kepentingan politik kapitalisme global. Seperti halnya terpilihnya Ronaldo sebagai duta besar Piala Dunia 2030 untuk Arab Saudi, ini akan mendongkrak popularitas Arab Saudi di mata dunia. 

Apalagi, Saudi memiliki visi 2030, yaitu mengurangi ketergantungan negara pada minyak. Karena itu, perlu upaya diversi ekonomi dengan mengembangkan sektor pendidikan, kesehatan, hingga pariwisata. Salah satu upayanya adalah dengan mendirikan megaproyek kota Neom (Neo-Mustaqbal) yang akan dijadikan sebagai kota masa depan Arab Saudi di Pulau Sindalah dekat Laut Merah. 

Satu-satu jalan untuk memuluskan dan mempercepat visi 2030 Arab Saudi adalah dengan liberalisasi ekonomi. Tidak lain, Saudi harus menarik sebanyak-banyaknya investor asing. Arab Saudi yang awalnya terkenal dengan suasana Islami, kini sudah menyatakan diri sebagai negara terbuka, alias negara liberal. Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman telah menyusun program-program liberal untuk mencapai target dalam visi 2030. 

Di antaranya, Saudi akan mengizinkan penjualan dan konsumsi minuman khamr di Neom. Saudi juga akan mengizinkan pemakaian bikini di pantai, tidak lain agar banyak turis berdatangan, mengizinkan perayaan natal secara terbuka, mencabut aturan wajib hijab bagi wanita. Setelah tiga dekade dilarang, konser dan bioskop kini diizinkan untuk beroperasi (cnnindonesia.com/23/10/22). 

Dari sepak bola, bisa berujung pada terbukanya pintu liberalisasi ekonomi dan budaya yang dapat merusak tatanan kehidupan manusia. Hal ini akan terus terjadi selama paradigma politiknya menggunakan politik kapitalis liberal.

Hanya Tepat dengan Politik Islam

Olahraga akan tetap dipandang sebagai sarana untuk kebugaran jika paradigma politik yang digunakan adalah benar, yakni politik Islam. Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, politik dalam Islam adalah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri. Politik dilaksanakan oleh negara dan umat, karena negaralah yang secara langsung melakukan pengaturan ini secara praktis, sedangkan umat mengawasi negara dalam pengaturan tersebut. 

Pengaturan urusan umat di dalam negeri dilakukan oleh negara dengan menerapkan ideologi (mabda) di dalam negeri. Sedangkan pengaturan urusan umat di luar negeri yang dilakukan negara adalah mengadakan hubungan dengan berbagai negara, bangsa, dan umat lain. 

Konsep politik seperti ini tidak lain didasarkan pada alasan bahwa Rasulullah Muhammad saw. diutus untuk seluruh manusia sebagai suri teladan yang baik. 

Allah Swt. berfirman,
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا كَاۤفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيْرًا وَّنَذِيْرًا وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [QS. Saba: 28].

Allah menjadikan Nabi Muhammad sebagai suri teladan dalam seluruh aspek kehidupan. Mulai perkara ibadah, akhlak, makanan, minuman, hingga politik telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Itulah mengapa Allah mengakhiri tugas Muhammad sebagai Nabi dan Rasul di usia 63 tahun, yakni setelah Islam diturunkan secara sempurna sampai urusan politik bernegara. 

Jelaslah piala dunia erat kaitannya dengan politik, yakni politik kapitalis liberal. Bahwa ideologi yang memimpin dunia saat ini adalah ideologi kapitalisme. Tak heran jika dari sepak bola yang notabene olahraga bisa berujung pada rusaknya peradaban akibat invasi budaya liberal Barat. Bahkan, kebijakan yang diambil kerap menyakiti hati umat Islam dengan tetap memihak kepada kelompok penjajah, yakni Israel. 

Sepak bola yang dijadikan sebagai ajang piala dunia telah dijadikan sebagai khithah (rencana strategis) politik kaum penjajah Barat untuk menyerang aturan Islam dan mempertahankan eksistensi Barat.

Karena itu, umat Islam butuh disadarkan bahwa satu-satunya harapan tata kelola kehidupan yang sejahtera dan adil hanyalah dengan politik Islam. Setiap kepentingan materialistik yang melandasi aturan sosial dan bernegara akan tergantikan dengan kepentingan ilahiah semata, yakni aturan yang bersumber dari akidah Islam, wahyu Allah. 

Dalam Islam, setiap perkara akan ditempatnya sesuai kimah (nilai), yakni kimah akhlak, kimah materi, kimah kemanusiaan, dan kimah rukhiyah yang semuanya dilandasi pada ketakwaan. Perkara sepak bola tetaplah sebagai sarana kebugaran untuk memperoleh kimah materi yang pelaksanaannya harus terikat dengan aturan Allah, misal pakaiannya harus menutup aurat dan tidak boleh dijadikan sebagai ajang perjudian, kampanye LGBT atau kemaksiatan yang lain. 
Islam merupakan agama sekaligus politik yang detail, sempurna, dan paripurna untuk seluruh umat manusia di dunia. Tidak ada pilihan lain, kecuali kembali kepada politik Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam menjalankan segala urusan umat dan negara di kala menjadi pemimpin negara Islam. [Wallahua’lam]

Oleh: Azimatur Rosyida
Aktivis Muslimah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab