Tata Kelola Peternakan dalam Kapitalisme Menjadikan Pemerintah Abaikan Hak Rakyat
Tinta Media - Narator Muslimah Media Center mengatakan, tata kelola peternakan di bawah sistem kapitalisme lebih berpihak kepada korporasi dan mengabaikan hak rakyat.
“Tata kelola sektor peternakan di bawah sistem kapitalisme hanya menjadikan pemerintah lebih berpihak pada korporasi dan mengabaikan hak rakyat, sekaligus tanggung jawabnya sebagai pengurus urusan rakyat,” ungkapnya di Serba-Serbi MMC: Harga Telur Makin Mahal Akibat Tata Kelola Peternakan Dibawah Kapitalisme? Senin (29/8/2022) melalui kanal Youtube Muslimah Media Center
Narator lalu menyontohkan kenaikan harga telur yang terjadi saat ini tak lepas dari liberalisasi perdagangan. “Harga pakan berpengaruh sekitar 70% pada biaya produksi dari tumbuhnya ayam secara keseluruhan. Kontribusi pakan ini cukup besar terhadap hasil produksi baik broiler maupun layer. Sedangkan komponen terbesar dari pakan itu sendiri adalah jagung. Sementara diadopsinya liberalisasi perdagangan sebagai konsekuensi bergabungnya Indonesia dalam WTO menjadikan Indonesia terikat untuk mengimplementasikan agrement on agriculture,” paparnya.
Konsekuensinya, lanjut Narator, negeri ini harus melakukan pengurangan subsidi ekspor, pengurangan subsidi dalam negeri dan membuka akses pasar. Dampaknya penghapusan biaya masuk impor yang mengakibatkan Indonesia diserbu berbagai produk impor termasuk jagung kedelai dan sebagainya.
“Inilah yang menyebabkan jagung sebagai bahan utama pakan ternak mengalami kenaikan. sebab jika harga impor mengalami kenaikan maka harga jagung dalam negeri juga ikut naik,” simpulnya.
Ditambah lagi, ujar Narator, pakan ternak di dalam negeri juga menyimpan polemik tersendiri. “Kita tidak bisa menutup mata dengan keberadaan produsen besar produk ternak. Mereka adalah para peternak raksasa yang juga memproduksi pakan ternak termasuk pakan ayam. Mereka menguasai industri peternakan dari hulu hingga hilir,” bebernya.
Korporasi Asing
Ia menilai, alasan di balik mahalnya harga pakan ternak khususnya ayam karena sektor produksi pakan ternak sudah dikuasai korporasi besar yang berasal dari negara asing. “Dari sisi modal dan daya saing, korporasi ini adalah pemain kuat dan besar. Akibatnya peternak lokal mau tidak mau memang harus membeli pakan bahkan benih ayam dari korporasi besar ini,” ungkapnya.
Faktor tersebut, nilainya, menjadi bukti bahwa cengkraman kapitalisme dan keterikatan Indonesia dalam perjanjian internasional seperti WTO (organisasi perdagangan dunia) menjadikannya tidak mandiri dan selalu bergantung pada pangan luar negeri. Hal itu tentu berpengaruh pada sektor peternakan.
Sistem Islam
Narator mengatakan, umat hari ini membutuhkan sistem yang mampu mewujudkan kemandirian pangan. Sistem ini pernah berjalan selama hampir 13 abad, yaitu sistem Islam kafah di bawah institusi Khilafah Islam.
Ia lalu membacakan hadis Rasulullah SAW riwayat Imam Muslim dan Imam Ahmad. “Imam atau khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.”
“Di dalam negeri politik pangan islam menjamin pemenuhan pangan seluruh individu rakyat baik untuk konsumsi harian maupun menjaga cadangan pangan, untuk mitigasi bencana atau paceklik. Termasuk peran lembaga negara seperti ‘berdikari’ yang tidak lain adalah perpanjangan pemerintah untuk mengatur stok dan stabilitas harga pangan hasil ternak,” ungkapnya.
Menurutnya, dengan kerja integral bersama bulog, berdikari berperan sebagai unit pelaksana teknis dalam mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan hasil ternak pada setiap individu rakyat, menyimpan cadangan pangan untuk kebutuhan pada kondisi bencana, ataupun untuk menstabilkan harga di pasar.
“Kedua lembaga ini dijalankan berlandaskan fungsi pelayanan dan menihilkan aspek komersial,” tandasnya.
Untuk mengatasi problem sektor peternakan sebagaimana saat ini, ucapnya, peran berdikari diantaranya adalah menyerap hasil produksi ternak dari para peternak lokal. Berdikari dengan dibantu bulog juga mengawasi hasil distribusi ternak sebagai fungsi penjagaan ketahanan dan sumber daya pangan masyarakat.
“Berdikari dan bulog sebisa mungkin meminimalkan stok yang bersumber dari impor terlebih jika itu berdampak pada faktor produksi ternak di dalam negeri,” tukasnya.
Semua langkah ini, menurutnya, semata agar rakyat benar-benar bisa merasakan peran pemerintah untuk mengurusi kebutuhan sekaligus harga pangan mereka.
“Karena itulah jika urusan pangan dikelola dengan sistem islam yakni khilafah maka ketahanan dan kedaulaan pangan bagi individu rakyat akan terwujud,” yakinnya memungkasi penuturan. [] Irianti Aminatun