Tinta Media: Petani
Tampilkan postingan dengan label Petani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Petani. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 Mei 2024

Petani Tergusur Akibat Sistem Kufur


Tinta Media - Siapa yang tidak kenal dengan sosok petani yang berjasa besar dalam produksi pertanian? Setiap butir beras adalah hasil kerja kerasnya. Namun, saat ini keberadaan petani sedang terancam oleh kehadiran mesin-mesin modern berteknologi canggih, bak pertanian di negara-negara maju.

Kementerian Pertanian berencana untuk membangun klaster pertanian modern yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan juga perekonomian petani. Penggunaan mesin-mesin berteknologi pun dinilai mampu menghasilkan produksi padi tiga kali dalam setahun. Yang akan menggarap adalah para petani milenial. Pertanyaannya, efektifkah rencana tersebut?

Kemajuan teknologi tak bisa lagi terelakkan, mulai dari perabotan rumah tangga, alat komunikasi, kendaraan, hingga mesin produksi pertanian. Semua serba canggih. Sebenarnya tak ada yang salah dengan penggunaan sains atau teknologi di bidang pertanian jika itu benar-benar membawa kemaslahatan untuk masyarakat.

Namun, sayangnya kehadiran mesin berteknologi ini akan menggantikan posisi petani. Seperti yang kita ketahui bahwa pertanian adalah sumber kehidupan para buruh tani atau pemilik lahan. Pertanian adalah mata pencaharian mereka. Pemerintah tidak benar-benar memikirkan dampak yang akan terjadi pada kehidupan para petani. Bayangkan jika rencana ini terealisasi. Sudahlah upah buruh tani tidak seberapa, masih diperparah lagi harus kehilangan pekerjaannya. 

Negeri yang subur ternyata belum tentu makmur. Faktanya, negeri ini tak mampu memenuhi kebutuhan berasnya sendiri, sering terjadi kelangkaan produksi padi dengan alasan gagal panen akibat el nino. Hal ini yang mendasari rencana Mentan, untuk membangun klaster pertanian dengan kecanggihan mesin-mesinnya demi meningkatkan produksi sebanyak tiga kali lipat.

Inilah watak asli sistem sekuler kapitalisme. Yang dipikirkan hanya keuntungan saja, tanpa memikirkan bagaimana nasib para buruh tani yang terkena dampak teknologi. Orientasi sistem ini sebatas materi dan kesenangan duniawi.   

Penguasa yang lahir dari sistem ini pun menjadi materialistis. Apa pun atau siapa pun yang lebih menguntungkan akan diprioritaskan.

Hal yang paling dikhawatirkan dalam sistem ini adalah proyek besar yang rawan dijadikan bancakan bagi pihak-pihak yang terkait.

Di sisi lain, alih-alih demi meningkatkan perekonomian petani, survei menunjukkan bahwa 50.1 persen petani meminjam uang kepada individu, 29,3 persen ke bank, dan sisanya ke koperasi. Ini membuktikan bahwa para petani hidup dalam kesulitan ekonomi. 

Banyak petani sulit berproduksi akibat biaya produksi yang sangat tinggi. Menurut Survei Struktur Ongkos Usaha Tanaman Padi (BPS, 2017), komposisi pengeluaran petani padi terbesar adalah biaya tenaga kerja (48,95 persen), sewa lahan (26,36 persen), pupuk (9,4 persen), pestisida (4,3 persen), dan benih (3,8 persen). 

Dalam sistem kapitalisme, penguasa menjadikan kekuasaannya sebagai lahan bisnis. Hal ini membuat para petani terjerat pinjaman rentenir, bahkan terpaksa menjual lahannya dan menjadi buruh tani. Selama sistem rusak ini diterapkan, negara tidak akan mampu memberikan solusi terbaiknya. Rencana ini pun mustahil mampu meningkatkan perekonomian petani.

Rencana ini semakin menunjukkan ketidakpedulian penguasa akan nasib rakyat. Harusnya penguasa bertanggung jawab atas kehidupan rakyat agar lebih baik, bukan malah menghilangkan pekerjaan rakyat dan digantikan dengan mesin.

Harusnya pemerintah belajar dari sistem Islam yang paripurna dalam mengurus rakyat. Negara yang menerapkan sistem Islam (Khilafah) yang berlandaskan syariat Islam dan ajaran Rasulullah saw. mampu memecahkan setiap problem kehidupan. 

Politik ekonomi negara Islam bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Termasuk persoalan sektor pertanian, Khilafah akan memastikan ketersediaan padi memadai dan harga terjangkau. 

Ini dilakukan dengan memberikan insentif dan kebijakan yang mendukung produksi dan distribusi yang efisien seperti menyediakan secara gratis lahan untuk digarap, pupuk, benih, sarana dan prasarana pertanian, juga memberikan dukungan dalam penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Dengan tidak mengganti peran para petani, penggunaan teknologi justru akan ikut mempermudah pekerjaan petani. Efisiensi waktu pun akan memberi dampak positif, yakni petani akan lebih punya waktu untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa.

Khalifah sebagai raa'in akan memberikan jaminan kepada rakyat, termasuk petani. Khalifah akan memberikan bantuan dana atau sarana pendukung produksi pertanian, seperti mesin berteknologi yang akan diberikan cuma-cuma kepada petani tanpa menggusur peran mereka. Hal ini karena negara sadar betul bahwasanya petani punya posisi strategis dalam menjamin ketersediaan bahan pangan dalam negeri.

Maka dari itu, negara akan concern terhadap proses produksi, distribusi, hingga konsumsi demi meningkatkan produktivitas pertanian dan menyejahterakan masyarakat khususnya petani. Hanya dengan sistem sahih yaitu Khilafah, petani makmur tidak tergusur seperti dalam sistem kufur.
Wallahualam bishshawab.



Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Minggu, 17 Maret 2024

Pupuk Sulit Petani Menjerit


Tinta Media - Harga beras yang melambung tinggi membuat para petani antusias untuk segera memanennya, seperti yang dilakukan oleh salah seorang petani di kampung Citalitik Desa Soreang Kabupaten Bandung. Ia begitu semangat memanen padi milik orang tuanya, harga jual gabah yang tinggi tentu akan mendapatkan keuntungan yang besar. Namun para petani masih menyimpan kegelisahan yaitu sulitnya mendapatkan pupuk sehingga proses penanaman padi menjadi terhambat. (detikjabar) 

Pupuk langka mengapa? 

Pupuk merupakan saprotan (sarana produksi pertanian) ketika pupuk sulit didapat tentu harus kita pertanyakan, Indonesia negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) namun kondisi rakyatnya jauh dari kata makmur. Semua ini terjadi tidak lepas dari sistem ekonomi kapitalis yang terus bercokol di negeri ini pemenuhan kebutuhan rakyat tidak merata penguasa lebih memihak pada oligarki dari pada rakyatnya sendiri pemalakan pun terus terjadi. 

Hal itu bisa kita lihat saat ini pemerintah mengeluarkan kartu tani agar petani bisa membeli pupuk, namun tidak semua petani memiliki kartu tani tersebut. hanya petani-petani yang memiliki lahan luas dan banyak yang mendapatkan kartu tani, sedangkan petani yang lahannya sedikit harus mengeluarkan uang yang besar agar bisa membeli pupuk, contohnya pupuk urea petani bisa membeli dengan harga Rp 130 ribu per lima kilogram dan ini pun di batasi.(detikjabar) 

Ironi sekali semua bidang di jadikan ladang bisnis bagi penguasa dan oligarki, tidak peduli seberapa besar penderitaan rakyat yang penting mendapatkan keuntungan yang besar meskipun itu harus mengorbankan rakyatnya sendiri. 

Hal ini sangat memprihatinkan dan harus ada penyelesaian yang tuntas. Negara harus hadir untuk memberikan rasa keadilan dan pemerataan, bagaimana negara berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, negara juga sebagai pelaksana harus memastikan pendistribusiannya secara terorganisir dan tepat sasaran. 

Semua ini akan kita dapati ketika adanya kepemimpinan islam oleh seorang kholifah yang akan menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh yaitu riayatul su'unil ummah (meriayah seluruh urusan umat) sehingga rakyat benar-benar merasakan keadilan, keamanan dan kesejahteraan,seperti yang sudah di contohkan oleh sahabat Rosul saw sayidina umar bin Khattab r.a ketika menjadi seorang khalifah telah mengganti kerugian yang di alami petani syiria dengan mengambil dari kas baitul mal, ini merupakan bentuk perhatian dan kepedulian terhadap rakyatnya. Dan dalam islam pemimpin diperintahkan untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu. Wallahu a'lam bishowab 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Oleh: Indun Triparmini, 
Sahabat Tinta Media

Senin, 19 Februari 2024

Mupakat untuk Kesejahteraan Petani?



Tinta Media - Pemerintah kabupaten Bandung melalui Dinas Pertanian, kembali melaksanakan kegiatan "Mupakat" atau Musyawarah Bupati dengan Masyarakat Tani, di lapangan sepak bola Kiara Payung desa Banjaran kabupaten Bandung, Selasa 30 Januari 2024 (bidikekspres.id kab Bandung). Mengapa petani khususnya di Bandung tidak sejahtera? Kebijakan impor yang merugikan petani, harga pupuk dan benih yang mahal juga langka juga alih fungsi lahan turut andil dalam ketidaksejahteraan para petani. Karena yang diterapkan sistem kapitalis sekuler yang semua berpihak kepada para pemilik modal saja. 

Maka dengan kenaikan pupuk dan benih ini tentu akan menguntungkan bagi pengusaha sebagai pemilik modal yang besar. Maka solusinya harus mendasar, yaitu mengenyahkan sistem kapitalis sekuler yang menjadi akar semua persoalan di negeri ini. 

Dengan menerapkan sistem Islam untuk segala permasalahan masyarakat sebagai solusi tuntas, yang tentunya solusi ini akan melindungi dan menyejahterakan rakyat. 

Sistem Islam mewajibkan para penguasanya untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat serta menjaga kedaulatan dan ketahanan pangan di negaranya. Salah satunya dengan memudahkan para petani untuk meningkatkan produktivitas pangan dengan menyediakan sarana dan prasarana pertanian yang murah bahkan gratis. Juga negara Islam tidak bergantung kepada impor yang tentunya akan merugikan petani lokal. Selain itu negara Islam akan tanggap terhadap bencana atau pun perubahan iklim yang memungkinkan berdampak pada produktivitas pertanian. 

Wallahu a'lam bish shawwab



Oleh: Ummu Sigit 
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 13 Februari 2024

Mupakat untuk Kesejahteraan Petani?



Tinta Media - Kesejahteraan petani saat ini memang jauh dari harapan, jika dahulu petani diandalkan sebagai penopang ekonomi memang benar, karena petani terdahulu mereka sejahtera, dari mulai tanah yang di garap merupakan tanah hak milik, kebutuhan benih dan pupuk tidak sulit di dapat, bahkan distribusi hasil pertanian pun mudah untuk di jual langsung ke pasar - pasar tradisional maupun pasar modern, karena petani dahulu mereka tidak terjebak pada tengkulak yang memanipulasi harga, bahkan harga jual pun standar pasar. Itulah gambaran petani terdahulu yang bisa menyekolahkan anak- anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi sampai jadi sarjana. 

Kini nasib petani sangatlah miris, mereka kesulitan dari berbagai faktor, terutama tanah yang di kelola untuk pertanian kini semakin sempit, karena sudah beralih fungsi menjadi bangunan - bangunan kokoh menjulang , seperti perumahan dan juga gedung perkantoran. Maka ada upaya yang di lakukan pemerintah daerah untuk mengatasi keluhan masyarakat petani, seperti yang di lakukan di kabupaten Bandung melalui dinas pertanian kembali melaksanakan Mupakat (musyawarah Bupati dengan masyarakat tani) yang di laksanakan di lapangan sepakbola Kiara payung Desa Banjaran wetan kecamatan Banjaran kabupaten Bandung. Selasa (30 /01/2024) 

Mupakat ini di laksanakan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya di kertasari, karena menurut Bupati Bandung, petani memiliki peran sangat penting, pada kegiatan mupakat tersebut, Bupati kabupaten Bandung Dadang supriatna yang di dampingi kepala Dinas pertanian kabupaten Bandung Ningning hendasah, langsung mendengar berbagai aspirasi masyarakat petani. 

Setelah itu, Bupati Bandung mengatakan, kegiatan MUPAKAT ini di laksanakan karena masyarakat kabupaten Bandung yang diantaranya sebanyak 88.000 petani itu mendapatkan program BPJS ketenagakerjaan. Maka dengan hadirnya Mupakat ini masyarakat dan bupati bermusyawarah dan terjun langsung ke lapangan, ternyata banyak kebutuhan- kebutuhan, terutama saat ini mayoritas para petani mengeluhkan tentang kebutuhan pupuk subsidi yang di distribusikan secara langsung kepada para agen. Dan ini sangat menyulitkan petani. 

Maka melalui kegiatan Mupakat ini menurut Bupati Bandung, menghadirkan petani dalam rangka menampung aspirasi, dan ternyata selain pupuk, banyak kebutuhan tentang Alsintan ( alat mesin pertanian) . Bupati menyebutkan bahwa pemerintah kabupaten Bandung telah menggulirkan program hibah untuk para petani yaitu :25 milyar untuk 50.000 petani. Bidikexpres.com.

Selain itu dengan adanya program BPJS ketenagakerjaan, Dadang mengatakan, contohnya ada seorang petani yang meninggal dunia, ahli warisnya langsung mendapatkan Rp 42 juta dari BPJS ketenagakerjaan, namun benarkah itu menjadi solusi? 

Program Mupakat Ini seperti angin segar bagi para petani untuk mencari solusi, di tengah krisis  yang terjadi saat ini, dadang juga mengatakan, jika masyarakat petani membutuhkan biaya produksi, pemerintah sudah memberikan solusi, yaitu pinjaman dana bergulir tanpa bunga dan tanpa jaminan. Petani boleh meminjam, dan memanfaatkan program tersebut daripada pinjam ke bank emok. 

Namun ini tidak menyentuh akar persoalan, karena solusi yang di hadirkan hanya solusi tambal sulam, bahkan akan menimbulkan masalah baru, seperti modal yang mengandalkan pinjaman walaupun tanpa jaminan, sudah jelas pinjaman tersebut pasti berbunga, dan itu merupakan riba yang sudah jelas hukum nya haram, di dalam islam,btidak ada keberkahan dari usaha nya jika modal yang di gunakan berasal dari riba. 

Mengapa petani di Indonesia khususnya kabupaten Bandung tidak sejahtera? 

Kebijakan impor yang merugikan petani, jelas ini sangat menyakitkan, panen raya yang seharusnya menjadi kegembiraan untuk petani, kini hanya mendapatkan keuntungan yang tidak seberapa, bahkan bisa kembali modalpun sudah hal yang luar biasa, karena biaya produksi menanam sangatlah tinggi. Harga pupuk dan benih mahal juga langka.

Inilah yang membuat tingkat kesejahteraan petani tidak meningkat, bahkan tidak sedikit petani beralih profesi, menjual tanah garapannya, ada yang menyewakan tanah garapan nya, dan tidak sedikit juga ada yang menjadikan tanah garapannya menjadi rumah petak untuk di jadikan kontrakan, demi melanjutkan hidup, karena dari hasil tani yang tidak menjanjikan. 

Juga kesenjangan hidup dalam sistem kapitalis sekuler ini menjadikan para petani di rugikan, apalagi kebijakan impor yang tidak pro terhadap masyarakat terlebih petani. 

Sehingga solusinya harus mendasar, yaitu mengenyahkan sistem kapitalis sekuler yang menjadi akar semua persoalan di negeri ini. Dan menggantikan nya dengan sistem Islam yang jelas sudah terbukti bisa mensejahterakan masyarakat, karena ini merupakan tanggung jawab negara dalam memelihara dan memenuhi setiap kebutuhan rakyat nya. Seorang kholifah atau pemimpin di dalam sistem islam ( khilafah) adalah raa'in yang berhak menentukan kebijakan termasuk untuk para petani. Maka petani akan merasakan kesejahteraan.
Wallahu'alam


Oleh : Ummu ghifa 
Sahabat Tinta Media 


Rabu, 06 Desember 2023

Hanya dengan Islam Para Petani Dimuliakan




Tinta Media - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) melakukan diskusi panel yang bertajuk Smart Farming for Sustainable Growth, dengan tema "Inovasi dan Tantangan Penerapan Standar Berkelanjutan dan Community Development untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Juga Mengatasi  Perubahan Iklim" di Jakarta Convention Center, Kamis (16/11). Kegiatan ini digelar sebagai upaya menjawab permasalahan terkait perlunya percepatan penerapan standar inovasi berkelanjutan dalam mendukung ketahanan pangan dan mengatasi perubahan iklim saat ini.

Perubahan iklim berdampak pada produktivitas lahan pertanian. Selain itu, terjadinya perang antar negara di beberapa kawasan dunia semakin mempersulit penyediaan bahan pangan, bahkan berakibat terhambatnya rantai pasok dan distribusi bahan pangan.

Guna mengantisipasi terhambatnya rantai pasok bahan pangan, Sekretaris Badan Standardisasi Instrumen Pertanian mengatakan bahwa harus ada upaya untuk memperkuat kemandirian produksi pangan dalam negeri di tingkat desa, kecamanatan, kabupaten-kota dengan memanfatkan potensi masing-masing, baik menggunakan kearifan lokal ataupun adopsi teknologi yang sesuai dan mendatangkan manfaat yang maksimal. Apabila hal ini dapat direalisasikan dalam waktu tidak terlalu lama, maka cita-cita banyak kalangan masyarakat agar kita berdaulat dalam pangan dapat direaliasikan.

Smart Farming menjadi gagasan yang dihadirkan pemerintah di tengah masyarakat untuk menghadapi permasalahan keterbatasan lahan, produktivitas yang rendah, perubahan iklim, nilai pasca panen yang rendah, dan terbatasnya air dan pupuk.

Smart farming yang telah dilaksanakan yaitu dengan penggunaan loT dengan fertigasi (penyiraman air dan pupuk) pada pilot projek perkebunan tomat yang terletak di Desa Cibodas, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. 

Diharapkan, penggunaan IoT fertigasi ini mampu menghemat Pupuk hingga 50%, meningkatkan hasil panen sebanyak 40%, serta meningkatkan pendapatan petani menjadi lebih dari dua kali lipat. Program smart farming yang diterapkan oleh petani ini juga diharapkan bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri saja, tetapi mampu menjangkau pasar ekspor.

Kemajuan dan kecanggihan di era digital ini memang membawa banyak perubahan di berbagai sektor kehidupan. Isu ketahanan pangan dan perubahan iklim merupakan isu global yang digaungkan negara-negara kapitalisme melalui PBB. Smart Farming yang digagas sebagai solusi dengan memanfaatkan teknologi modern dan digitalisasi, ujung-ujungnya hanya akan didominasi oleh korporasi-korporasi pertanian yang memiliki kemampuan modal besar dan masuknya produk-produk teknologi asing yang menguasai pasar dalam negeri.

Semua ini terjadi tak luput dari dampak sistem politik dan ekonomi yang lebih memihak pada para pengusaha yang mempunyai modal dengan menjadikan petani dan sektor pertanian sebagai penopang industri. Beberapa lahan pertanian telah beralih fungsi menjadi lahan infrastruktur industri modern. Ini adalah kebijakan yang tidak propetani yang mengakibatkan problem utama di dunia pertanian. Adanya teknologi-teknologi digital pertanian hanya akan menguntungkan sebelah pihak. Smart Farming memang memudahkan dalam pertanian, tetapi bisa menghancurkan para tenaga kerja petani itu sendiri.

Inilah watak dari sistem yang diterapkan saat ini. Walaupun berbagai kebijakan diterapkan, tetapi tak mampu menyejahterakan rakyat. Secanggih apa pun program itu sehingga memudahkan dalam penggunaannya, tetapi faktanya SDM yang ada tidak memiliki kemampuan untuk menerapkannya jika tidak dibarengi dengan edukasi dari program terkait 

Islam sangat memuliakan profesi petani. Selain mendapat manfaat ekonomi untuk mencukupi kebutuhan keluarga, bertani juga merupakan sebuah ibadah. Yang perlu kita ketahui, Al-Qur’an dan hadis telah mengemukakan kepada kita tentang paradigma Islam dalam bidang pertanian. Ini menunjukkan besarnya perhatian Islam terhadap dunia pertanian, karena menyangkut kebutuhan primer makhluk Allah dalam melangsungkan kehidupan, termasuk di antaranya hadis mengenai keutamaan bercocok tanam. Di antara kesimpulan yang dapat di ambil, yaitu:

Pertama, pertanian dalam pandangan Islam bukan semata-mata kegiatan yang bersifat sekularistik, melainkan usaha yang memunyai nilai-nilai transendental. Ini juga bisa dilihat dari pemberian nilai sedekah, sebagai penjelas adanya keterkaitan antara kegiatan menanam dengan keimanan kepada Allah.

Kdua, kegiatan pertanian harus berorientasi maslahat, bukan hanya bagi dirinya, tapi ditujukan untuk kebutuhan pangan orang lain, juga generasi sesudahnya. Ini bisa terlihat jelas dalam redaksi hadis tentang keutamaan menanam, bahwa Allah telah mengklasifikasikan kegiatan bertani sebagai perbuatan sedekah, jika apa yang ditanamnya dikonsumsi oleh manusia maupun makhluk Allah yang lain.

Ketiga, saatnya masyarakat Islam yang sebagian dibesarkan dan berasal dari lingkungan petani seyogyanya tidak meninggalkan profesi petani. Masyarakat seharusnya bangga dan mau terjun langsung dalam dunia pertanian. Semangat juga inovasi dan kreasi dalam dunia petanian perlu ditingkatkan dan digelorakan. 

Dampaknya, hasil pertanian dapat dimaksimalkan dengan biaya produksi yang lebih ditekan oleh pemerintah. Maka, hal ini akan berdampak positif pada naiknya pamor para petani, yang pada saat ini semakin lama semakin luntur. 

Keempat, perlu peran negara untuk bisa memaksimalkan para petani dalam bercocok tanam. Karena itu, dibutuhkan daulah Islam yang mampu mengatur dengan seadil-adilnya. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Yuni Irawati 
(Sahabat Tinta Media)

Minggu, 02 Juli 2023

Impor Beras Kembali Dibuka, Petani Mengelus Dada

Tinta Media - Bagaikan ayam mati di lumbung padi, peribahasa di atas menggambarkan kelamnya nasib petani di negeri gemah ripah loh jinawi. Pasalnya, buruknya sistem pertanian dalam negeri menyebabkan kran impor beras kembali dibuka. Bahkan, tragedi el nino menjadi alasannya. Padahal, fenomena ini bisa diantisipasi dengan menambah stok beras sejak setahun lalu, sehingga tidak akan terjadi kekosongan beras ketika terjadi kekeringan.

Beberapa pengamat kebijakan publik mengindikasikan bahwa impor beras dilakukan karena adanya kepentingan pemilu tahun depan. Sebagimana pemilu 2019 lalu, kejadian yang sama juga terjadi, yaitu impor beras sebanyak 2,2 juta ton.

Dikutip katadata.co.id, 17/6/2023, pemerintah mengimpor beras dari India sebesar 1 juta ton. Kebijakan ini dilakukan agar pencapaian Cadangan Beras Pemerintah (CBP) stabil, baik stok dan harganya. Padahal, sebelumnya Badan Pangan Nasional (Bapenas) telah menugaskan Bulog untuk mengimpor 2 juta ton sepanjang tahun 2023. Jadi, total pemerintah mengimpor beras sebanyak 3 juta ton.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa impor ini tanpa perencanaan karena berdampak  merugikan petani dalam jangka panjang. Seharusnya Bulog mampu menambah ketersediaan beras sejak setahun lalu karena kekeringan ekstrim sudah bisa diprediksi sebelumnya.

Jebakan Liberalisasi Pangan

Sebelum tahun 1994, Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor pangan. Namun, setelah tahun 1994, negara agraris ini menjadi pengimpor pangan. Ini disebabkan pemerintah dan negara-negara yang tergabung dalam organisasi WTO telah meratifikasi perjanjian liberalisasi perdagangan, khususnya liberalisasi industri pertanian pada tahun 1995. 

WTO mengeluarkan Agreement of Algiculture (AoA) yang berpijak pada tiga pilar, yaitu perluasan akses pasar, pemotongan subsidi ekspor, dan pengurangan dukungan domestik. Semenjak itu, kebijakan pemerintah terkait pertanian mengalami perubahan. 

Indonesia wajib  meliberalisasi pasarnya secara bertahap. Akhirnya, pasar dalam negeri dipenuhi dengan produk impor dengan barang berkualitas dan harganya lebih murah. Lambat laun, kondisi tersebut mematikan petani lokal.

Kondisi ini diperparah lagi dengan terjadinya krisis moneter tahun 1998. Ekonomi negara runtuh dan akhirnya mencari pinjaman kepada IMF  (Internasional Moneter Fund). Jebakan utang ini menyebabkan pemerintah wajib mengikuti prasyarat yang diajukan IMF, antara lain meliberalisasi industri perdagangan, termasuk komoditas pertanian, khususnya pangan. 

Sejak tahun 1998, Indonesia resmi mencabut subsidi pupuk, melepas tata niaga pupuk, benih unggul, dan pestisida, sehingga banyak petani menderita dengan meningkatnya biaya produksi. Sedangkan ketika panen, harganya kurang bersaing dikarenakan banyaknya beras impor murah yang membanjiri pasar. Para petani merugi dan memilih untuk tidak menanam padi lagi.

Pada tahun 2010, Indonesia bergabung dengan perjanjian ACFTA (ASEAN China Free Trade). Imbasnya, produk China membanjiri pasar. Lagi-lagi impor tersebut membunuh petani secara perlahan. Akhirnya, semakin ke belakang pemerintah semakin melepas satu-persatu subsidinya sehingga ketergantungan akan impor semakin tinggi. Tak ayal, harga pangan hasil petani lokal melambung tinggi, kalah bersaing dengan produk impor.

Alhasil, negara agraris tak mampu lagi punya ketahanan pangan nasional yang kokoh. Ini disebabkan oleh rakusnya negara kapitalis. Melalui organisasi dunia, PBB, IMF, ACFTA, mereka menindas negara berkembang. Liberalisasi sektor pertanian telah merenggut kebahagiaan petani lokal, sehingga banyak petani yang ganti profesi dan menjual lahannya. Alhasil, minimnya generasi penerus dalam bidang pertanian diambang mata. Astaghfirullah.

Sebuah Ironi 

Kebijakan impor pangan dilakukan oleh menteri perdagangan, setelah melakukan perundingan dalam kabinet. Kebutuhan pangan yang mendesak akibat kekeringan ekstrim menjadi alasan mengimpor 3 juta ton beras. 

Padahal, jika pemegang kebijakan di negeri ini berpihak kepada rakyat, tentunya akan mencari solusi yang terbaik, misalnya memperbaiki sistem industri pertanian, mulai dari pengadaan benih, tata niaga pupuk, pestisida, sampai alat-alat pertanian modern. 

Dari skill SDM, para petani diberikan pelatihan dan dana yang dibutuhkan agar proses produksi meningkat drastis. Ini sebagai antisipasi jika terjadi bencana paceklik, tentunya jika pemimpin negeri ini beriktikad menjadi pelayan rakyat bukannya pro oligarki, serta tidak sekadar mencari manisnya keuntungan impor semata.

Islam Satu-satunya Solusi Tuntas

Sistem Islam adalah sistem kehidupan yang unik. Dalam sistem ini, negara Islam bertanggung jawab menerapkan aturan-aturan Islam secara utuh. Negara mengatur urusan umat dalam negeri ataupun luar negeri, sehingga semua masyarakat mendapat jaminan hidup layak dan sejahtera.

Demikian juga sektor  perdagangan. Islam menjamin ketersediaan kebutuhan pokok dan distribusi ke tengah masyarakat. Sejarah telah membuktikan pula bagaimana ampuhnya aturan Islam menangani musim paceklik. 

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, kekeringan ekstrim melanda pada tahun 18H. Masa paceklik terjadi selama 9 bulan. Pada saat itu, di Madinah masih terkendali karena persediaan tercukupi. Begitu daerah sekitar Madinah kekurangan pangan, mereka mendekat ke Madinah. Akhirnya, sebagai pemimpin, Umar turut merasakan kelaparan dan tidak lagi memakan makanan seperti biasa. 

Setiap hari Khalifah Umar menyembelih onta untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat. Sedangkan Umar lebih memilih memakan roti dan minyak saja sampai kulitnya yang kemerahan berubah kehitaman. Kemudian Khalifah Unar menulis surat kepada beberapa gubernur di wilayah yang surplus pertaniannya agar membantu Madinah.

'Amru bin Al 'Ash ra, gubernur Mesir mengirimkan bantuan makanan dan bahan pokok berupa gandum. Abu Musa Al Asy'ari, gubernur Basrah juga mengirimkan bantuan ke Madinah. Abu  Ubaidah membawa 4.000 hewan tunggangan dipenuhi oleh makanan, kemudian dibagikan ke perkampungan sekitar Madinah. 

Demikianlah ketika sistem Islam diterapkan untuk mengatur kehidupan. Permasalahan bisa diatasi dengan tuntas tanpa menimbulkan persoalan berikutnya, sebagaimana tanggung jawab seorang pemimpin yang amanah, rela kelaparan, dan lebih mementingkan kepentingan umatnya. 

Gambaran ketahanan pangan nasional negara Islam sangat kokoh, sehingga bisa menjadi cadangan ketika diperlukan oleh wilayah yang paceklik. Inilah kemandirian pangan yang mewujudkan kesejahteraan. 

Dalam sistem pertanian, negara Islam akan melakukan beberapa hal: 

Pertama, ekstensifikasi pertanian. Ini dilakukan dengan memanfaatkan tanah mati yaitu tanah yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun. Maka, tanah tersebut akan diberikan kepada siapa saja yang mampu menghidupkannya. 

Kedua, intensifikasi pertanian dengan pengadaan alat-alat pertanian yang canggih. Pemerintah juga memberikan bantuan modal, benih, pupuk, pestisida, sehingga petani bisa memproduksi padi dengan baik sampai tercipta swasembada pangan. 

Ketiga, menciptakan sistem distribusi yang baik agar tidak terjadi penimbunan dan monopoli pihak yang tidak bertanggungjawab.

Demikianlah bagaimana hajat hidup rakyat terpenuhi ketika menggunakan aturan Islam. Setiap individu dapat merasakan kesejahteraan walaupun kondisi bencana kekeringan. Ini menjadi bukti bahwa pemimpin dalam Islam adalah pengurus rakyat yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah Swt.

Sebagaimana hadis Rasulullah saw.

" Seorang imam adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya". (HR. Bukhari dan Muslim).

Wallahu a'lam bissawab.

Oleh: Irma Hidayati, S.Pd.
Pegiat dakwah

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab