Tinta Media: Petani
Tampilkan postingan dengan label Petani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Petani. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Oktober 2024

Beras Mahal, Petani Kian Terjungkal



Tinta Media - Perekonomian di Indonesia masih bergantung pada sektor pertaian. Indonesia juga memiliki sumber daya alam dan air yang melimpah, tanah yang subur, dan berada pada iklim tropis sehingga mendapatkan sinar matahari yang cukup dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Jadi, sudah sewajarnya jika Indonesia dikenal sebagai negara agraris. 

Sebagai negara agraris, harusnya ada banyak keuntungan bagi masyarakat. Hasil panen yang diperoleh harusnya bisa menjadi penopang perekonomian negara karena bisa mencukupi kebutuhan rakyat, sehingga tidak memerlukan impor dari negara lain. Bahkan, ini bisa menjadi sumber penghasilan negara apabila diekspor ke negara lain.

Namun mirisnya, ternyata semua itu jauh panggang dari api. Di negara yang subur,  kekayaan alam melimpah dan masih banyak sawah, tetapi harga beras mahal. Bahkan, Bank Dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal dibandingkan dengan harga beras di pasar global. Saat ini harga beras dalam negeri konsisten bercokol tertinggi di kawasan ASEAN (kompas.com 20/9/2024).

Mahalnya harga beras tidak lantas membuat kehidupan petani menjadi lebih baik. Justru, 
banyak petani yang berada di bawah garis kemiskinan karena mahalnya harga beras diikuti pula oleh mahalnya bahan kebutuhan pokok lain. 

Selain itu, biaya produksi pertanian pun semakin tinggi. Hal inilah yang membuat petani semakin susah. Bahkan, menurut hasil Survei Terpadu Pertanian 2021 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), diketahui bahwa pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari USD1 sehari atau USD341 dalam kurun waktu satu tahun (Metrotv, 20/9/2024).

Penerapan sistem politik demokrasi dan ekonomi kapitalis telah menjadikan korporasi  sebagai  “penguasa” yang sesungguhnya dan hanya berorientasi pada keuntungan saja. Sehingga sektor pertanian pun tidak lepas dari cengkeraman oligarki dari hulu hingga ke hilir. Hal ini  sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani. Jadi tidak heran, walaupun harga beras mahal, kehidupan petani tidak semakin meningkat, malah kian terjungkal.

Seluruh faktor di atas sebenarnya merupakan kondisi klasik yang selama ini telah menjadi pemicu munculnya masalah dalam tata kelola beras. Sekalipun pemerintah telah menetapkan banyak kebijakan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah, nyatanya kebijakan itu tidak solutif karena regulasi yang dilahirkan hanya berupa kebijakan teknis yang tidak berbasis kebutuhan rakyat yang sebenarnya. Lantas, apa yang menjadi akar masalah sebenarnya?

Ini semua terjadi karena penerapan sistem kapitalisme. Di sistem ini, negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang lebih berpihak kepada oligarki. Konsep untung-rugi yang diterapkan makin melemahkan petani dengan modal terbatas dan menguatkan kaum kapitalis atau pemilik modal dalam pertanian. Begitu pula dengan konsep pertanian modern seperti food estate yang sekarang ini dikembangkan. Ini pun merupakan wujud dari korporatisasi atau industrialisasi pertanian yang sudah pasti bukan berorientasi pada rakyat. 

Berbeda dengan sistem Islam, negara menempatkan ketahanan dan kedaulatan pangan sebagai salah satu basis pertahanan dan untuk menyejahterakan rakyatnya. Negara akan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkannya sesuai dengan sistem ekonomi Islam. 

Khalifah, pemimpin dalam sistem Islam akan menetapkan kebijakan yang berbasis pada rakyat. Kebijakan dalam sektor pertanian di antaranya adalah

Pertama, negara akan mendorong peningkatan produktivitas lahan pertanian.

Kedua, negara menjamin pembangunan infrastruktur pertanian seperti pembuatan irigasi, saluran air, serta akses transportasi di wilayah produksi pertanian. 

Ketiga, negara mengolah lahan-lahan mati serta memberikan insentif pemodalan dan sistem bagi hasil kepada para petani.

Salah satu bukti bahwa sistem Islam sangat memperhatikan sektor pertanian adalah dengan dibangunnya kanal di Fustat Mesir oleh Amr bin Ash di bawah kepemimpinan Umar. Kanal ini selain dimanfaatkan untuk infrastruktur pertanian, juga dimanfaatkan untuk kepentingan jalur transportasi dari Mesir ke Hijaz. Itulah beberapa langkah kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah dalam daulah Islam. Semua kebijakan pastinya akan lebih berpihak pada rakyat, bukan pemilik modal. Sehingga, kesejahteraan petani semakin baik.




Oleh: Rini Rahayu 
(Sahabat Tinta Media)

Rabu, 09 Oktober 2024

Beras Termahal Se-ASEAN, Mengapa Pendapatan Petani Rendah?



Tinta Media - Bank Dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia lebih mahal daripada harga beras dunia. Bahkan, harga beras dalam negeri konsisten tertinggi di kawasan ASEAN.

Namun, tingginya harga beras dalam negeri ini tidak sebanding dengan pendapatan petani lokal. Merangkum hasil survei pertanian terpadu Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan rata-rata petani sangat kecil, yaitu Rp15.199 per hari. Artinya, per tahun hanya mencapai Rp5,2 juta. Petani medapat keuntungan rendah, padahal harga jual beras kepada konsumen sangat tinggi.

Indonesia disebut sebagai negara agraris karena tanah pertaniannya yang subur dan luas. Seharusnya, kondisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negerinya sendiri. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. Hampir setiap tahun pemerintah Indonesia mengimpor beras dari negara lain.

Kendala terbesar yang dihadapi oleh para petani adalah kenaikan biaya produksi yang relatif tinggi, mulai dari  biaya tenaga kerja, sewa lahan, mahalnya harga pupuk, pestisida, sampai benih. Subsidi yang diberikan kepada para petani dibuat sulit, walaupun para petani diberi kartu tani untuk membeli benih, pupuk, dan lain sebagainya. Akan tetapi, prosesnya rumit, sulit,  juga terbatas. 

Menurut survei, para petani banyak meminjam uang untuk modal kepada individu, bank, atau lembaga keuangan lain seperti koperasi. Namun, ketika akan meminjam ke bank, ada kendala yang dihadapi, yaitu tidak mempunyai jaminan, prosesnya sulit, dan bunga yang tinggi. Karena prosesnya yang rumit, maka para petani sulit mendapatkan modal sehingga banyak yang terjerat rentenir dengan bunga tinggi, yang akhirnya memaksa petani untuk menjual lahan pertanian dan beralih menjadi buruh tani.

Di sisi yang lain, masuknya para kapitalis besar dalam bisnis di bidang pertanian menjadikan posisi para petani lokal semakin sulit. Hak ini karena para kapitalis berkuasa mulai dari proses produksi, melalui peminjaman modal yang dilegalkan oleh penguasa. 

Seperti para kartel, mereka memberi pinjaman kepada petani yang tidak mempunyai modal. Setelah panen, para kartel dan tengkulaklah yang mengendalikan harga. Ketika para petani ingin menjual sendiri hasil pertaniannya ke pasar induk agar harganya lebih tinggi, mereka tidak diterima karena hanya menerima dari para tengkulak saja. Akhirnya, para petani terpaksa menjual kepada tengkulak (lewat para kartel)  dengan harga yang sesuai keinginan mereka. 

Pada akhirnya, biaya produksi yang dikeluarkan tidak dapat ditutupi dengan apa yang didapat oleh mereka dari hasil penjualan gabah, sehingga petani sering mendapat keuntungan yang kecil, kalaulah tidak dikatakan merugi. Inilah penyebab harga beras tinggi sedangkan pendapatan petani rendah. 

Kondisi tersebut menyebabkan banyak yang tidak mau lagi jadi petani, termasuk generasi muda sehingga menyebabkan penurunan jumlah petani. Padahal, Indonesia adalah negara agraris dan beras merupakan makanan pokok orang Indonesia. 

Dengan kondisi ini, pemerintah menjadikannya sebagai alasan untuk membuka kran impor beras, yang akhirnya justru semakin menguntungkan para kartel (oligarki) dan menyengsarakan petani. Kebijakan impor juga membuat ketergantungan kebutuhan negeri ini terhadap beras, sehingga memengaruhi kedaulatan pangan.

Di sisi konsumen, daya beli masyarakat relatif lemah. Menurut perhitungan Bank Dunia, 40 persen penduduk indonesia masih dalam kategori miskin. Kondisi seperti ini menyebabkan tata niaga pangan menjadi tidak sehat. Para kartel, tengkulak, dan pedagang dengan mudah memainkan harga dan melakukan penimbunan barang. Sementara itu, solusi yang diambil pemerintah untuk menekan harga hanyalah dengan menetapkan batas harga eceran tertinggi (HET) pangan agar penjual tidak menjual di atas harga tersebut. Tentu hal ini tidak sedikit pun dapat membantu nasib para petani ataupun rakyat secara umum dalam memenuhi kebutuhan beras.

Inilah buah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, serta berpihak kepada oligarki, termasuk para kartel dan tengkulak.

Negara seharusnya menyediakan lahan untuk ketahanan pangan (beras), pupuk yang terjangkau dengan proses yang mudah, pengadaan alat-alat pendukung untuk pertanian yang canggih, serta pengembangan bibit unggul, dan meningkatkan kemampuan petani sehingga semakin ahli. Negara juga harus menetapkan berbagai perangkat aturan yang dapat menguatkan ketahanan pangan dalam negeri, sehingga petani sejahtera dan rakyat pun memiliki kemampuan daya beli yang tinggi.

Untuk menangani problematika pangan yang terjadi, Islam mempunyai sistem politik ekonomi Islam yang bertujuan menjamin kebutuhan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, papan, sandang, dan perumahan bagi seluruh rakyat, serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Untuk mewujudkan ini, negara harus memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat dapat  terjangkau, baik melalui mekanisme pasar maupun melalui pemberian bantuan.

Untuk mendorong produksi, negara dalam Islam akan memberikan insentif dan kebijakan yang mendukung produksi dan distribusi yang efisien, seperti tidak adanya biaya sewa lahan pertanian karena dilarang oleh syara'. Sebagai alternatif, akan diterapkan syirkah (kerja sama ) antara pemilik modal dengan penggarap sesuai dengan syariat, atau melalui akad ijarah, dan akad-akad lain yang sesuai syariat. 

Tanah juga dijaga produktivitasnya dengan larangan atas pemilikannya untuk menelantarkan tanah pertanian selama lebih dari 3 tahun. Negara juga bertanggung jawab kepada mereka yang membutuhkan dan mampu menggarap tanah, tetapi minim modal. Hal itu dilakukan dengan memberi biaya atau modal untuk berproduksi, seperti pupuk, benih, serta sarana dan prasarana pertanian yang dapat diperoleh dari baitul mal jika petani mengalami kesulitan. 

Selain itu, untuk memudahkan konsumsi, akan dibuat  mekanisme yang memudahkan pengaturan pasar agar beroperasi secara efisien dan tetap sesuai syariat, serta memberikan bantuan di luar kerangka pasar .

Negara juga akan memberikan dukungan dan dorongan kepada para petani untuk mengadopsi infit pertanian terbaik serta teknologi terkini agar hasil pertanian dapat ditingkatkan produktivitasnya secara efisien.

Negara Islam memiliki struktur pemerintahan yang bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak publik, yang diwakili oleh lembaga hisbah, yang tugasnya mengawasi kegiatan publik, termasuk para pedagang dan pekerja. Tujuannya agar mereka mematuhi hukum-hukum Islam dan menutup celah penipuan, seperti kecurangan, penimbunan, dan praktik-praktik yang diharamkan oleh syariah dalam perdagangan dan pekerjaan. Mereka juga bertugas memberikan sanksi terhadap setiap pelanggaran, seperti penggunaan timbangan atau takaran yang merugikan masyarakat.

Islam melarang pemerintah untuk mematok harga barang dan jasa yang diperdagangkan. Harga ditentukan oleh mekanisme pasar yang sehat tanpa intervensi pembatasan harga yang merugikan produsen maupun konsumen dari harga yang terlalu mahal.
Solusi ini akan mencegah timbulnya para kartel dan tengkulak dalam mengendalikan harga yang merugikan para petani seperti di sistem kapitalisme.

Solusi Islam bisa memastikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, demi mewujudkan kesejahteraan, juga untuk mencapai rida Allah Swt. melalui penerapan Islam yang benar dan menyeluruh. Semua ini hanya bisa diterapkan oleh negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yaitu khilafah. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media


Jumat, 04 Oktober 2024

Bahan Pokok Melangit, Petani Justru Menjerit



Tinta Media - Harga beras di Indonesia makin tinggi dibandingkan dengan negara lain. Bahkan, biaya produksi beras di dalam negeri telah meningkat. (Liputan 6.com, 21-9-2024)

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Timor - Leste Carolyn Turk menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan tingginya harga beras, seperti kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi. Sehingga, petani mendapatkan keuntungan yang rendah. Di sisi lain, konsumen membayar beras dengan harga tinggi. Bahkan, tingginya harga beras dalam negara ini memiliki dampak yang serius bagi masyarakat luas.

Para petani harus menanggung biaya produksi pertanian yang sangat tinggi, termasuk bibit, pestisida, pupuk, dll. Adapun kebijakan subsidi pupuk bagi para petani ternyata jauh dari meringankan beban biaya yang harus dikeluarkan oleh mereka. Ini merupakan salah satu contoh pemerintah yang belum bisa menyejahterakan para petani untuk bisa meningkatkan pendapatan dan kualitas pangan dengan sarana yang memadai.

Rantai distribusi merupakan salah satu penyebab harga beras tinggi. Rantai distribusi beras dari produsen ke konsumen yang cukup panjang tersebut pasti sangat merugikan para petani sebagai tangan pertama penghasil beras. Praktik tengkulak beras yang masih banyak terjadi menyebabkan petani menjual dengan harga yang sangat rendah sebelum panen. Alhasil, para petani terjebak oleh para tengkulak yang memainkan harga.

Sektor pertanian sekarang banyak dikuasai oleh para pemilik modal sehingga petani yang bermodal kecil dengan lahan sawah dan alat yang seadanya akan tergeser oleh pemilik modal besar yang memiliki lahan yang luas dan alat yang canggih. Sehingga, banyak petani yang menjual lahan sawahnya kepada pemilik modal daripada harus menanggung kerugian yang terus-menerus akibat biaya produksi yang mahal.

Adanya impor beras bukan merupakan solusi utama pemerintah agar bisa memenuhi stok beras dalam negeri. Impor terus-menerus akan menjauhkan negara dari kemandirian pangan. Kebijakan impor beras juga akan berpengaruh terhadap APBN karena negara akan rugi sedangkan negara lain yang mengekspor beras ke negara kita akan mendapatkan keuntungan.

Di sisi lain, dengan adanya kebijakan impor akan berdampak kepada ketahanan pangan Indonesia terancam. Negara yang kaya akan kesuburan tanah malah harus impor beras dari luar. Lahan pertanian dijadikan tempat membangun gedung-gedung, perumahan, industri, sehingga mengakibatkan keseimbangan alam menjadi terganggu dan nasib para petani menjadi menyedihkan.

Permasalahan bahan pangan tidak hanya dalam memenuhi stok, tetapi bagaimana negara bisa menjadi garda terdepan dalam menyejahterakan rakyat dalam menjaga kedaulatan dan ketahanan pangan. Selain itu, negara hanya bisa mengatur dan menyelesaikan permasalahan pangan hanya pada aspek teknik saja. 

Masalah yang sangat mendasar pangan adalah lahan yang makin sempit dikarenakan pengalihan fungsi, tata kelola yang sangat kacau. Selain itu, negara tidak membantu dan memberikan fasilitas untuk para petani agar menghasilkan produk pangan yang bagus. Negara sudah sangat abai dengan penerapan sistem sekuler kapitalisme dalam mengelola pangan.

Bagaimana Islam menyelesaikan permasalahan pangan?

Pangan adalah salah satu masalah penting bagi suatu negara, sehingga tidak perlu bergantung kepada negara lain. Saat ini, banyak lahan yang kosong tetapi tidak ada yang mengelola. Di sisi lain, banyak petani yang justru tidak memiliki lahan sendiri untuk bertanam. Alhasil, mereka terpaksa menjadi buruh tani di negaranya sendiri. Itu salah satu bukti negara abai dalam menyejahterakan para petani.

Dalam sebuah negara, militer bukan salah satu sistem pertahanan negara. Akan tetapi, negara harus memiliki ketahanan pangan dalam pemenuhan kebutuhan rakyatl.

Pada masa kejayaan Islam, sistem ketahanan pangan telah diterapkan. Oleh karena itu, dalam Islam, sistem pangan harus dilakukan secara mandiri, berdikari, dan sistematis.

Dalam sistem Islam, negara akan mengupayakan pengembangan bibit unggul, harga pupuk yang terjangkau oleh para petani, serta memberikan pelatihan dan keterampilan. Secara gratis, negara menyediakan air sebagai akses yang merupakan faktor penting bagi irigasi pertanian. 


Dalam naungan sistem khilafah, negara akan memberikan kebijakan yang bisa menyejahterakan para petani. Islam mengatasi pangan secara fundamental dan mewujudkan pangan yang mandiri dan berdaulat. Wallahualam bissawab.



Oleh: Leni Anisa
Sahabat Tinta Media

Kamis, 23 Mei 2024

Petani Tergusur Akibat Sistem Kufur


Tinta Media - Siapa yang tidak kenal dengan sosok petani yang berjasa besar dalam produksi pertanian? Setiap butir beras adalah hasil kerja kerasnya. Namun, saat ini keberadaan petani sedang terancam oleh kehadiran mesin-mesin modern berteknologi canggih, bak pertanian di negara-negara maju.

Kementerian Pertanian berencana untuk membangun klaster pertanian modern yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan juga perekonomian petani. Penggunaan mesin-mesin berteknologi pun dinilai mampu menghasilkan produksi padi tiga kali dalam setahun. Yang akan menggarap adalah para petani milenial. Pertanyaannya, efektifkah rencana tersebut?

Kemajuan teknologi tak bisa lagi terelakkan, mulai dari perabotan rumah tangga, alat komunikasi, kendaraan, hingga mesin produksi pertanian. Semua serba canggih. Sebenarnya tak ada yang salah dengan penggunaan sains atau teknologi di bidang pertanian jika itu benar-benar membawa kemaslahatan untuk masyarakat.

Namun, sayangnya kehadiran mesin berteknologi ini akan menggantikan posisi petani. Seperti yang kita ketahui bahwa pertanian adalah sumber kehidupan para buruh tani atau pemilik lahan. Pertanian adalah mata pencaharian mereka. Pemerintah tidak benar-benar memikirkan dampak yang akan terjadi pada kehidupan para petani. Bayangkan jika rencana ini terealisasi. Sudahlah upah buruh tani tidak seberapa, masih diperparah lagi harus kehilangan pekerjaannya. 

Negeri yang subur ternyata belum tentu makmur. Faktanya, negeri ini tak mampu memenuhi kebutuhan berasnya sendiri, sering terjadi kelangkaan produksi padi dengan alasan gagal panen akibat el nino. Hal ini yang mendasari rencana Mentan, untuk membangun klaster pertanian dengan kecanggihan mesin-mesinnya demi meningkatkan produksi sebanyak tiga kali lipat.

Inilah watak asli sistem sekuler kapitalisme. Yang dipikirkan hanya keuntungan saja, tanpa memikirkan bagaimana nasib para buruh tani yang terkena dampak teknologi. Orientasi sistem ini sebatas materi dan kesenangan duniawi.   

Penguasa yang lahir dari sistem ini pun menjadi materialistis. Apa pun atau siapa pun yang lebih menguntungkan akan diprioritaskan.

Hal yang paling dikhawatirkan dalam sistem ini adalah proyek besar yang rawan dijadikan bancakan bagi pihak-pihak yang terkait.

Di sisi lain, alih-alih demi meningkatkan perekonomian petani, survei menunjukkan bahwa 50.1 persen petani meminjam uang kepada individu, 29,3 persen ke bank, dan sisanya ke koperasi. Ini membuktikan bahwa para petani hidup dalam kesulitan ekonomi. 

Banyak petani sulit berproduksi akibat biaya produksi yang sangat tinggi. Menurut Survei Struktur Ongkos Usaha Tanaman Padi (BPS, 2017), komposisi pengeluaran petani padi terbesar adalah biaya tenaga kerja (48,95 persen), sewa lahan (26,36 persen), pupuk (9,4 persen), pestisida (4,3 persen), dan benih (3,8 persen). 

Dalam sistem kapitalisme, penguasa menjadikan kekuasaannya sebagai lahan bisnis. Hal ini membuat para petani terjerat pinjaman rentenir, bahkan terpaksa menjual lahannya dan menjadi buruh tani. Selama sistem rusak ini diterapkan, negara tidak akan mampu memberikan solusi terbaiknya. Rencana ini pun mustahil mampu meningkatkan perekonomian petani.

Rencana ini semakin menunjukkan ketidakpedulian penguasa akan nasib rakyat. Harusnya penguasa bertanggung jawab atas kehidupan rakyat agar lebih baik, bukan malah menghilangkan pekerjaan rakyat dan digantikan dengan mesin.

Harusnya pemerintah belajar dari sistem Islam yang paripurna dalam mengurus rakyat. Negara yang menerapkan sistem Islam (Khilafah) yang berlandaskan syariat Islam dan ajaran Rasulullah saw. mampu memecahkan setiap problem kehidupan. 

Politik ekonomi negara Islam bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Termasuk persoalan sektor pertanian, Khilafah akan memastikan ketersediaan padi memadai dan harga terjangkau. 

Ini dilakukan dengan memberikan insentif dan kebijakan yang mendukung produksi dan distribusi yang efisien seperti menyediakan secara gratis lahan untuk digarap, pupuk, benih, sarana dan prasarana pertanian, juga memberikan dukungan dalam penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Dengan tidak mengganti peran para petani, penggunaan teknologi justru akan ikut mempermudah pekerjaan petani. Efisiensi waktu pun akan memberi dampak positif, yakni petani akan lebih punya waktu untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa.

Khalifah sebagai raa'in akan memberikan jaminan kepada rakyat, termasuk petani. Khalifah akan memberikan bantuan dana atau sarana pendukung produksi pertanian, seperti mesin berteknologi yang akan diberikan cuma-cuma kepada petani tanpa menggusur peran mereka. Hal ini karena negara sadar betul bahwasanya petani punya posisi strategis dalam menjamin ketersediaan bahan pangan dalam negeri.

Maka dari itu, negara akan concern terhadap proses produksi, distribusi, hingga konsumsi demi meningkatkan produktivitas pertanian dan menyejahterakan masyarakat khususnya petani. Hanya dengan sistem sahih yaitu Khilafah, petani makmur tidak tergusur seperti dalam sistem kufur.
Wallahualam bishshawab.



Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Minggu, 17 Maret 2024

Pupuk Sulit Petani Menjerit


Tinta Media - Harga beras yang melambung tinggi membuat para petani antusias untuk segera memanennya, seperti yang dilakukan oleh salah seorang petani di kampung Citalitik Desa Soreang Kabupaten Bandung. Ia begitu semangat memanen padi milik orang tuanya, harga jual gabah yang tinggi tentu akan mendapatkan keuntungan yang besar. Namun para petani masih menyimpan kegelisahan yaitu sulitnya mendapatkan pupuk sehingga proses penanaman padi menjadi terhambat. (detikjabar) 

Pupuk langka mengapa? 

Pupuk merupakan saprotan (sarana produksi pertanian) ketika pupuk sulit didapat tentu harus kita pertanyakan, Indonesia negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) namun kondisi rakyatnya jauh dari kata makmur. Semua ini terjadi tidak lepas dari sistem ekonomi kapitalis yang terus bercokol di negeri ini pemenuhan kebutuhan rakyat tidak merata penguasa lebih memihak pada oligarki dari pada rakyatnya sendiri pemalakan pun terus terjadi. 

Hal itu bisa kita lihat saat ini pemerintah mengeluarkan kartu tani agar petani bisa membeli pupuk, namun tidak semua petani memiliki kartu tani tersebut. hanya petani-petani yang memiliki lahan luas dan banyak yang mendapatkan kartu tani, sedangkan petani yang lahannya sedikit harus mengeluarkan uang yang besar agar bisa membeli pupuk, contohnya pupuk urea petani bisa membeli dengan harga Rp 130 ribu per lima kilogram dan ini pun di batasi.(detikjabar) 

Ironi sekali semua bidang di jadikan ladang bisnis bagi penguasa dan oligarki, tidak peduli seberapa besar penderitaan rakyat yang penting mendapatkan keuntungan yang besar meskipun itu harus mengorbankan rakyatnya sendiri. 

Hal ini sangat memprihatinkan dan harus ada penyelesaian yang tuntas. Negara harus hadir untuk memberikan rasa keadilan dan pemerataan, bagaimana negara berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, negara juga sebagai pelaksana harus memastikan pendistribusiannya secara terorganisir dan tepat sasaran. 

Semua ini akan kita dapati ketika adanya kepemimpinan islam oleh seorang kholifah yang akan menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh yaitu riayatul su'unil ummah (meriayah seluruh urusan umat) sehingga rakyat benar-benar merasakan keadilan, keamanan dan kesejahteraan,seperti yang sudah di contohkan oleh sahabat Rosul saw sayidina umar bin Khattab r.a ketika menjadi seorang khalifah telah mengganti kerugian yang di alami petani syiria dengan mengambil dari kas baitul mal, ini merupakan bentuk perhatian dan kepedulian terhadap rakyatnya. Dan dalam islam pemimpin diperintahkan untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu. Wallahu a'lam bishowab 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Oleh: Indun Triparmini, 
Sahabat Tinta Media

Senin, 19 Februari 2024

Mupakat untuk Kesejahteraan Petani?



Tinta Media - Pemerintah kabupaten Bandung melalui Dinas Pertanian, kembali melaksanakan kegiatan "Mupakat" atau Musyawarah Bupati dengan Masyarakat Tani, di lapangan sepak bola Kiara Payung desa Banjaran kabupaten Bandung, Selasa 30 Januari 2024 (bidikekspres.id kab Bandung). Mengapa petani khususnya di Bandung tidak sejahtera? Kebijakan impor yang merugikan petani, harga pupuk dan benih yang mahal juga langka juga alih fungsi lahan turut andil dalam ketidaksejahteraan para petani. Karena yang diterapkan sistem kapitalis sekuler yang semua berpihak kepada para pemilik modal saja. 

Maka dengan kenaikan pupuk dan benih ini tentu akan menguntungkan bagi pengusaha sebagai pemilik modal yang besar. Maka solusinya harus mendasar, yaitu mengenyahkan sistem kapitalis sekuler yang menjadi akar semua persoalan di negeri ini. 

Dengan menerapkan sistem Islam untuk segala permasalahan masyarakat sebagai solusi tuntas, yang tentunya solusi ini akan melindungi dan menyejahterakan rakyat. 

Sistem Islam mewajibkan para penguasanya untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat serta menjaga kedaulatan dan ketahanan pangan di negaranya. Salah satunya dengan memudahkan para petani untuk meningkatkan produktivitas pangan dengan menyediakan sarana dan prasarana pertanian yang murah bahkan gratis. Juga negara Islam tidak bergantung kepada impor yang tentunya akan merugikan petani lokal. Selain itu negara Islam akan tanggap terhadap bencana atau pun perubahan iklim yang memungkinkan berdampak pada produktivitas pertanian. 

Wallahu a'lam bish shawwab



Oleh: Ummu Sigit 
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 13 Februari 2024

Mupakat untuk Kesejahteraan Petani?



Tinta Media - Kesejahteraan petani saat ini memang jauh dari harapan, jika dahulu petani diandalkan sebagai penopang ekonomi memang benar, karena petani terdahulu mereka sejahtera, dari mulai tanah yang di garap merupakan tanah hak milik, kebutuhan benih dan pupuk tidak sulit di dapat, bahkan distribusi hasil pertanian pun mudah untuk di jual langsung ke pasar - pasar tradisional maupun pasar modern, karena petani dahulu mereka tidak terjebak pada tengkulak yang memanipulasi harga, bahkan harga jual pun standar pasar. Itulah gambaran petani terdahulu yang bisa menyekolahkan anak- anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi sampai jadi sarjana. 

Kini nasib petani sangatlah miris, mereka kesulitan dari berbagai faktor, terutama tanah yang di kelola untuk pertanian kini semakin sempit, karena sudah beralih fungsi menjadi bangunan - bangunan kokoh menjulang , seperti perumahan dan juga gedung perkantoran. Maka ada upaya yang di lakukan pemerintah daerah untuk mengatasi keluhan masyarakat petani, seperti yang di lakukan di kabupaten Bandung melalui dinas pertanian kembali melaksanakan Mupakat (musyawarah Bupati dengan masyarakat tani) yang di laksanakan di lapangan sepakbola Kiara payung Desa Banjaran wetan kecamatan Banjaran kabupaten Bandung. Selasa (30 /01/2024) 

Mupakat ini di laksanakan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya di kertasari, karena menurut Bupati Bandung, petani memiliki peran sangat penting, pada kegiatan mupakat tersebut, Bupati kabupaten Bandung Dadang supriatna yang di dampingi kepala Dinas pertanian kabupaten Bandung Ningning hendasah, langsung mendengar berbagai aspirasi masyarakat petani. 

Setelah itu, Bupati Bandung mengatakan, kegiatan MUPAKAT ini di laksanakan karena masyarakat kabupaten Bandung yang diantaranya sebanyak 88.000 petani itu mendapatkan program BPJS ketenagakerjaan. Maka dengan hadirnya Mupakat ini masyarakat dan bupati bermusyawarah dan terjun langsung ke lapangan, ternyata banyak kebutuhan- kebutuhan, terutama saat ini mayoritas para petani mengeluhkan tentang kebutuhan pupuk subsidi yang di distribusikan secara langsung kepada para agen. Dan ini sangat menyulitkan petani. 

Maka melalui kegiatan Mupakat ini menurut Bupati Bandung, menghadirkan petani dalam rangka menampung aspirasi, dan ternyata selain pupuk, banyak kebutuhan tentang Alsintan ( alat mesin pertanian) . Bupati menyebutkan bahwa pemerintah kabupaten Bandung telah menggulirkan program hibah untuk para petani yaitu :25 milyar untuk 50.000 petani. Bidikexpres.com.

Selain itu dengan adanya program BPJS ketenagakerjaan, Dadang mengatakan, contohnya ada seorang petani yang meninggal dunia, ahli warisnya langsung mendapatkan Rp 42 juta dari BPJS ketenagakerjaan, namun benarkah itu menjadi solusi? 

Program Mupakat Ini seperti angin segar bagi para petani untuk mencari solusi, di tengah krisis  yang terjadi saat ini, dadang juga mengatakan, jika masyarakat petani membutuhkan biaya produksi, pemerintah sudah memberikan solusi, yaitu pinjaman dana bergulir tanpa bunga dan tanpa jaminan. Petani boleh meminjam, dan memanfaatkan program tersebut daripada pinjam ke bank emok. 

Namun ini tidak menyentuh akar persoalan, karena solusi yang di hadirkan hanya solusi tambal sulam, bahkan akan menimbulkan masalah baru, seperti modal yang mengandalkan pinjaman walaupun tanpa jaminan, sudah jelas pinjaman tersebut pasti berbunga, dan itu merupakan riba yang sudah jelas hukum nya haram, di dalam islam,btidak ada keberkahan dari usaha nya jika modal yang di gunakan berasal dari riba. 

Mengapa petani di Indonesia khususnya kabupaten Bandung tidak sejahtera? 

Kebijakan impor yang merugikan petani, jelas ini sangat menyakitkan, panen raya yang seharusnya menjadi kegembiraan untuk petani, kini hanya mendapatkan keuntungan yang tidak seberapa, bahkan bisa kembali modalpun sudah hal yang luar biasa, karena biaya produksi menanam sangatlah tinggi. Harga pupuk dan benih mahal juga langka.

Inilah yang membuat tingkat kesejahteraan petani tidak meningkat, bahkan tidak sedikit petani beralih profesi, menjual tanah garapannya, ada yang menyewakan tanah garapan nya, dan tidak sedikit juga ada yang menjadikan tanah garapannya menjadi rumah petak untuk di jadikan kontrakan, demi melanjutkan hidup, karena dari hasil tani yang tidak menjanjikan. 

Juga kesenjangan hidup dalam sistem kapitalis sekuler ini menjadikan para petani di rugikan, apalagi kebijakan impor yang tidak pro terhadap masyarakat terlebih petani. 

Sehingga solusinya harus mendasar, yaitu mengenyahkan sistem kapitalis sekuler yang menjadi akar semua persoalan di negeri ini. Dan menggantikan nya dengan sistem Islam yang jelas sudah terbukti bisa mensejahterakan masyarakat, karena ini merupakan tanggung jawab negara dalam memelihara dan memenuhi setiap kebutuhan rakyat nya. Seorang kholifah atau pemimpin di dalam sistem islam ( khilafah) adalah raa'in yang berhak menentukan kebijakan termasuk untuk para petani. Maka petani akan merasakan kesejahteraan.
Wallahu'alam


Oleh : Ummu ghifa 
Sahabat Tinta Media 


Rabu, 06 Desember 2023

Hanya dengan Islam Para Petani Dimuliakan




Tinta Media - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) melakukan diskusi panel yang bertajuk Smart Farming for Sustainable Growth, dengan tema "Inovasi dan Tantangan Penerapan Standar Berkelanjutan dan Community Development untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Juga Mengatasi  Perubahan Iklim" di Jakarta Convention Center, Kamis (16/11). Kegiatan ini digelar sebagai upaya menjawab permasalahan terkait perlunya percepatan penerapan standar inovasi berkelanjutan dalam mendukung ketahanan pangan dan mengatasi perubahan iklim saat ini.

Perubahan iklim berdampak pada produktivitas lahan pertanian. Selain itu, terjadinya perang antar negara di beberapa kawasan dunia semakin mempersulit penyediaan bahan pangan, bahkan berakibat terhambatnya rantai pasok dan distribusi bahan pangan.

Guna mengantisipasi terhambatnya rantai pasok bahan pangan, Sekretaris Badan Standardisasi Instrumen Pertanian mengatakan bahwa harus ada upaya untuk memperkuat kemandirian produksi pangan dalam negeri di tingkat desa, kecamanatan, kabupaten-kota dengan memanfatkan potensi masing-masing, baik menggunakan kearifan lokal ataupun adopsi teknologi yang sesuai dan mendatangkan manfaat yang maksimal. Apabila hal ini dapat direalisasikan dalam waktu tidak terlalu lama, maka cita-cita banyak kalangan masyarakat agar kita berdaulat dalam pangan dapat direaliasikan.

Smart Farming menjadi gagasan yang dihadirkan pemerintah di tengah masyarakat untuk menghadapi permasalahan keterbatasan lahan, produktivitas yang rendah, perubahan iklim, nilai pasca panen yang rendah, dan terbatasnya air dan pupuk.

Smart farming yang telah dilaksanakan yaitu dengan penggunaan loT dengan fertigasi (penyiraman air dan pupuk) pada pilot projek perkebunan tomat yang terletak di Desa Cibodas, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. 

Diharapkan, penggunaan IoT fertigasi ini mampu menghemat Pupuk hingga 50%, meningkatkan hasil panen sebanyak 40%, serta meningkatkan pendapatan petani menjadi lebih dari dua kali lipat. Program smart farming yang diterapkan oleh petani ini juga diharapkan bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri saja, tetapi mampu menjangkau pasar ekspor.

Kemajuan dan kecanggihan di era digital ini memang membawa banyak perubahan di berbagai sektor kehidupan. Isu ketahanan pangan dan perubahan iklim merupakan isu global yang digaungkan negara-negara kapitalisme melalui PBB. Smart Farming yang digagas sebagai solusi dengan memanfaatkan teknologi modern dan digitalisasi, ujung-ujungnya hanya akan didominasi oleh korporasi-korporasi pertanian yang memiliki kemampuan modal besar dan masuknya produk-produk teknologi asing yang menguasai pasar dalam negeri.

Semua ini terjadi tak luput dari dampak sistem politik dan ekonomi yang lebih memihak pada para pengusaha yang mempunyai modal dengan menjadikan petani dan sektor pertanian sebagai penopang industri. Beberapa lahan pertanian telah beralih fungsi menjadi lahan infrastruktur industri modern. Ini adalah kebijakan yang tidak propetani yang mengakibatkan problem utama di dunia pertanian. Adanya teknologi-teknologi digital pertanian hanya akan menguntungkan sebelah pihak. Smart Farming memang memudahkan dalam pertanian, tetapi bisa menghancurkan para tenaga kerja petani itu sendiri.

Inilah watak dari sistem yang diterapkan saat ini. Walaupun berbagai kebijakan diterapkan, tetapi tak mampu menyejahterakan rakyat. Secanggih apa pun program itu sehingga memudahkan dalam penggunaannya, tetapi faktanya SDM yang ada tidak memiliki kemampuan untuk menerapkannya jika tidak dibarengi dengan edukasi dari program terkait 

Islam sangat memuliakan profesi petani. Selain mendapat manfaat ekonomi untuk mencukupi kebutuhan keluarga, bertani juga merupakan sebuah ibadah. Yang perlu kita ketahui, Al-Qur’an dan hadis telah mengemukakan kepada kita tentang paradigma Islam dalam bidang pertanian. Ini menunjukkan besarnya perhatian Islam terhadap dunia pertanian, karena menyangkut kebutuhan primer makhluk Allah dalam melangsungkan kehidupan, termasuk di antaranya hadis mengenai keutamaan bercocok tanam. Di antara kesimpulan yang dapat di ambil, yaitu:

Pertama, pertanian dalam pandangan Islam bukan semata-mata kegiatan yang bersifat sekularistik, melainkan usaha yang memunyai nilai-nilai transendental. Ini juga bisa dilihat dari pemberian nilai sedekah, sebagai penjelas adanya keterkaitan antara kegiatan menanam dengan keimanan kepada Allah.

Kdua, kegiatan pertanian harus berorientasi maslahat, bukan hanya bagi dirinya, tapi ditujukan untuk kebutuhan pangan orang lain, juga generasi sesudahnya. Ini bisa terlihat jelas dalam redaksi hadis tentang keutamaan menanam, bahwa Allah telah mengklasifikasikan kegiatan bertani sebagai perbuatan sedekah, jika apa yang ditanamnya dikonsumsi oleh manusia maupun makhluk Allah yang lain.

Ketiga, saatnya masyarakat Islam yang sebagian dibesarkan dan berasal dari lingkungan petani seyogyanya tidak meninggalkan profesi petani. Masyarakat seharusnya bangga dan mau terjun langsung dalam dunia pertanian. Semangat juga inovasi dan kreasi dalam dunia petanian perlu ditingkatkan dan digelorakan. 

Dampaknya, hasil pertanian dapat dimaksimalkan dengan biaya produksi yang lebih ditekan oleh pemerintah. Maka, hal ini akan berdampak positif pada naiknya pamor para petani, yang pada saat ini semakin lama semakin luntur. 

Keempat, perlu peran negara untuk bisa memaksimalkan para petani dalam bercocok tanam. Karena itu, dibutuhkan daulah Islam yang mampu mengatur dengan seadil-adilnya. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Yuni Irawati 
(Sahabat Tinta Media)

Minggu, 02 Juli 2023

Impor Beras Kembali Dibuka, Petani Mengelus Dada

Tinta Media - Bagaikan ayam mati di lumbung padi, peribahasa di atas menggambarkan kelamnya nasib petani di negeri gemah ripah loh jinawi. Pasalnya, buruknya sistem pertanian dalam negeri menyebabkan kran impor beras kembali dibuka. Bahkan, tragedi el nino menjadi alasannya. Padahal, fenomena ini bisa diantisipasi dengan menambah stok beras sejak setahun lalu, sehingga tidak akan terjadi kekosongan beras ketika terjadi kekeringan.

Beberapa pengamat kebijakan publik mengindikasikan bahwa impor beras dilakukan karena adanya kepentingan pemilu tahun depan. Sebagimana pemilu 2019 lalu, kejadian yang sama juga terjadi, yaitu impor beras sebanyak 2,2 juta ton.

Dikutip katadata.co.id, 17/6/2023, pemerintah mengimpor beras dari India sebesar 1 juta ton. Kebijakan ini dilakukan agar pencapaian Cadangan Beras Pemerintah (CBP) stabil, baik stok dan harganya. Padahal, sebelumnya Badan Pangan Nasional (Bapenas) telah menugaskan Bulog untuk mengimpor 2 juta ton sepanjang tahun 2023. Jadi, total pemerintah mengimpor beras sebanyak 3 juta ton.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa impor ini tanpa perencanaan karena berdampak  merugikan petani dalam jangka panjang. Seharusnya Bulog mampu menambah ketersediaan beras sejak setahun lalu karena kekeringan ekstrim sudah bisa diprediksi sebelumnya.

Jebakan Liberalisasi Pangan

Sebelum tahun 1994, Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor pangan. Namun, setelah tahun 1994, negara agraris ini menjadi pengimpor pangan. Ini disebabkan pemerintah dan negara-negara yang tergabung dalam organisasi WTO telah meratifikasi perjanjian liberalisasi perdagangan, khususnya liberalisasi industri pertanian pada tahun 1995. 

WTO mengeluarkan Agreement of Algiculture (AoA) yang berpijak pada tiga pilar, yaitu perluasan akses pasar, pemotongan subsidi ekspor, dan pengurangan dukungan domestik. Semenjak itu, kebijakan pemerintah terkait pertanian mengalami perubahan. 

Indonesia wajib  meliberalisasi pasarnya secara bertahap. Akhirnya, pasar dalam negeri dipenuhi dengan produk impor dengan barang berkualitas dan harganya lebih murah. Lambat laun, kondisi tersebut mematikan petani lokal.

Kondisi ini diperparah lagi dengan terjadinya krisis moneter tahun 1998. Ekonomi negara runtuh dan akhirnya mencari pinjaman kepada IMF  (Internasional Moneter Fund). Jebakan utang ini menyebabkan pemerintah wajib mengikuti prasyarat yang diajukan IMF, antara lain meliberalisasi industri perdagangan, termasuk komoditas pertanian, khususnya pangan. 

Sejak tahun 1998, Indonesia resmi mencabut subsidi pupuk, melepas tata niaga pupuk, benih unggul, dan pestisida, sehingga banyak petani menderita dengan meningkatnya biaya produksi. Sedangkan ketika panen, harganya kurang bersaing dikarenakan banyaknya beras impor murah yang membanjiri pasar. Para petani merugi dan memilih untuk tidak menanam padi lagi.

Pada tahun 2010, Indonesia bergabung dengan perjanjian ACFTA (ASEAN China Free Trade). Imbasnya, produk China membanjiri pasar. Lagi-lagi impor tersebut membunuh petani secara perlahan. Akhirnya, semakin ke belakang pemerintah semakin melepas satu-persatu subsidinya sehingga ketergantungan akan impor semakin tinggi. Tak ayal, harga pangan hasil petani lokal melambung tinggi, kalah bersaing dengan produk impor.

Alhasil, negara agraris tak mampu lagi punya ketahanan pangan nasional yang kokoh. Ini disebabkan oleh rakusnya negara kapitalis. Melalui organisasi dunia, PBB, IMF, ACFTA, mereka menindas negara berkembang. Liberalisasi sektor pertanian telah merenggut kebahagiaan petani lokal, sehingga banyak petani yang ganti profesi dan menjual lahannya. Alhasil, minimnya generasi penerus dalam bidang pertanian diambang mata. Astaghfirullah.

Sebuah Ironi 

Kebijakan impor pangan dilakukan oleh menteri perdagangan, setelah melakukan perundingan dalam kabinet. Kebutuhan pangan yang mendesak akibat kekeringan ekstrim menjadi alasan mengimpor 3 juta ton beras. 

Padahal, jika pemegang kebijakan di negeri ini berpihak kepada rakyat, tentunya akan mencari solusi yang terbaik, misalnya memperbaiki sistem industri pertanian, mulai dari pengadaan benih, tata niaga pupuk, pestisida, sampai alat-alat pertanian modern. 

Dari skill SDM, para petani diberikan pelatihan dan dana yang dibutuhkan agar proses produksi meningkat drastis. Ini sebagai antisipasi jika terjadi bencana paceklik, tentunya jika pemimpin negeri ini beriktikad menjadi pelayan rakyat bukannya pro oligarki, serta tidak sekadar mencari manisnya keuntungan impor semata.

Islam Satu-satunya Solusi Tuntas

Sistem Islam adalah sistem kehidupan yang unik. Dalam sistem ini, negara Islam bertanggung jawab menerapkan aturan-aturan Islam secara utuh. Negara mengatur urusan umat dalam negeri ataupun luar negeri, sehingga semua masyarakat mendapat jaminan hidup layak dan sejahtera.

Demikian juga sektor  perdagangan. Islam menjamin ketersediaan kebutuhan pokok dan distribusi ke tengah masyarakat. Sejarah telah membuktikan pula bagaimana ampuhnya aturan Islam menangani musim paceklik. 

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, kekeringan ekstrim melanda pada tahun 18H. Masa paceklik terjadi selama 9 bulan. Pada saat itu, di Madinah masih terkendali karena persediaan tercukupi. Begitu daerah sekitar Madinah kekurangan pangan, mereka mendekat ke Madinah. Akhirnya, sebagai pemimpin, Umar turut merasakan kelaparan dan tidak lagi memakan makanan seperti biasa. 

Setiap hari Khalifah Umar menyembelih onta untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat. Sedangkan Umar lebih memilih memakan roti dan minyak saja sampai kulitnya yang kemerahan berubah kehitaman. Kemudian Khalifah Unar menulis surat kepada beberapa gubernur di wilayah yang surplus pertaniannya agar membantu Madinah.

'Amru bin Al 'Ash ra, gubernur Mesir mengirimkan bantuan makanan dan bahan pokok berupa gandum. Abu Musa Al Asy'ari, gubernur Basrah juga mengirimkan bantuan ke Madinah. Abu  Ubaidah membawa 4.000 hewan tunggangan dipenuhi oleh makanan, kemudian dibagikan ke perkampungan sekitar Madinah. 

Demikianlah ketika sistem Islam diterapkan untuk mengatur kehidupan. Permasalahan bisa diatasi dengan tuntas tanpa menimbulkan persoalan berikutnya, sebagaimana tanggung jawab seorang pemimpin yang amanah, rela kelaparan, dan lebih mementingkan kepentingan umatnya. 

Gambaran ketahanan pangan nasional negara Islam sangat kokoh, sehingga bisa menjadi cadangan ketika diperlukan oleh wilayah yang paceklik. Inilah kemandirian pangan yang mewujudkan kesejahteraan. 

Dalam sistem pertanian, negara Islam akan melakukan beberapa hal: 

Pertama, ekstensifikasi pertanian. Ini dilakukan dengan memanfaatkan tanah mati yaitu tanah yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun. Maka, tanah tersebut akan diberikan kepada siapa saja yang mampu menghidupkannya. 

Kedua, intensifikasi pertanian dengan pengadaan alat-alat pertanian yang canggih. Pemerintah juga memberikan bantuan modal, benih, pupuk, pestisida, sehingga petani bisa memproduksi padi dengan baik sampai tercipta swasembada pangan. 

Ketiga, menciptakan sistem distribusi yang baik agar tidak terjadi penimbunan dan monopoli pihak yang tidak bertanggungjawab.

Demikianlah bagaimana hajat hidup rakyat terpenuhi ketika menggunakan aturan Islam. Setiap individu dapat merasakan kesejahteraan walaupun kondisi bencana kekeringan. Ini menjadi bukti bahwa pemimpin dalam Islam adalah pengurus rakyat yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah Swt.

Sebagaimana hadis Rasulullah saw.

" Seorang imam adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya". (HR. Bukhari dan Muslim).

Wallahu a'lam bissawab.

Oleh: Irma Hidayati, S.Pd.
Pegiat dakwah

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab