Tinta Media: Perzinaan
Tampilkan postingan dengan label Perzinaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perzinaan. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 April 2023

Prihatin pada Bayi Hasil Perzinaan, Abai pada Akar Persoalan

Tinta Media - Pelaksana Tugas Kepala Bidang Pemenuhan Anak Kemen PPPA Rini Handayani di Banjarmasin kalsel pada satu kesempatan  mengungkapkan tentang langkah  penanganan masalah penelantaran anak yang marak terjadi. Dalam kesempatan tersebut, diungkap pula tentang perlunya saling sinergi dari berbagai pihak terkait edukasi reproduksi kepada anak dan remaja atau edukasi ketahanan keluarga. (republika.co.id)

Memahami Akar Masalah

Permasalahan penelantaran anak hanya secuil efek dari akar permasalahan yang sebenarnya. Makin derasnya arus sekularisasi, menjadi penyumbang terbesar kian rendahnya kesadaran ummat akan aturan hidup yang benar, terlebih hilangnya kesadaran akan hubungannya dengan Allah Swt. Sang Pemilik aturan. 

Maraknya persoalan kenakalan remaja seperti tawuran, pergaulan bebas, kriminalitas, bahkan tindakan asusila hampir setiap saat terjadi. Begitu pun masalah penelantaran anak yang terjadi di Kalsel, yang sejatinya ini hanya efek domino dari pelanggaran  terhadap hukum syara' , yaitu hukum Allah yang telah sekian lama di abaikan.

Ideologi kapitalis yang mengusung berbagai pemahaman kebebasan dengan asas manfaatnya saling melengkapi dengan arus globalisasi di berbagai bidang. Sementara, belum ada langkah tepat dan serius untuk menghentikan atau mencegah dampak buruk dari hal itu.

Hilangnya Peran Utama Keluarga

Hilangnya peran utama keluarga sebagai benteng terakhir peradaban memperparah  kondisi remaja. Mereka berjalan di tengah masyarakat tanpa landasan akidah Islam yang murni.  Padahal, akidah  berfungsi sebagai tameng dari serbuan pemahaman asing yang bertentangan dengan Islam dan kian massif di propagandakan oleh berbagai media sosial secara halus. 

Berbagai perilaku menyimpang, bahkan gamlang dipertontonkan hanya demi popularitas. Akibatnya, usaha untuk sekadar tampil eksis di depan kamera dilakukan tanpa rasa malu hingga melupakan batasan syara' , lupa waktu dan usia.

Pemahaman terhadap suatu fakta dan informasi yang diperoleh seseorang terkait fakta tersebut sangat berpengaruh pada langkah yang akan ditempuhnya ketika mengambil solusi bagi sebuah permasalahan. Begitu pun dalam menangani masalah yang terkait huhungan individu dengan selainnya. Para pemangku kebijakan semestinya paham betul sumber masalah yang terjadi agar solusi yang diberlakukan tidak sekadar di permukaan.

Problem dan Aturan yang Berlaku

Problem penelantaran anak hasil perzinaan bisa jadi tidak hanya di Kalsel. Namun,  juga berpotensi terjadi di berbagai daerah jika masih ada pembiaran pada masalah utama. Salah satunya adalah perilaku gaya hidup bebas, mempertontonkan aurat, mendekati zina, dan abainya orang tua dalam mengontrol pergaulan anak, bahkan kesemuanya semakin kompleks ketika aturan yang diberlakukan hanya bersifat formalitas dan tidak mengikat sama sekali. 

Edukasi tentang reproduksi dan ketahanan keluarga pastilah akan mudah tergerus dengan kondisi lingkungan yang sangat tidak kondusif bagi perubahan menuju kebaikan,  terlebih aturan yang di hasilkan acapkali berseberangan dengan fakta yang terjadi di lapangan. 

Naluri ketertarikan kepada lawan jenis adalah suatu fitrah yang ada pada manusia. Naluri bisa muncul jika ada pemicu dari luar tubuh dan ini sangat mudah didapati dalam sistem kapitalisme yang serba bebas dalam perilaku, kepemilikan dan keyakinan. Ini sangat betentangan dengan Islam yang menuntut ketertundukan seorang hamba kepada Rabb-nya.
 
Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam, individu dan masyarakat adalah satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisah. Keduanya akan semakin solid jika terdapat pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama. Aturan Islam yang sempurna dan menyeluruh memandang manusia adalah satu di mal0un dan dengan kondisi apa pun. Maka, aturan yang diberlakukan dalam Islam hanya satu, yakni hukum syara' yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah . Yakni Allah Swt. sebagai Zat Yang Maha Mengerti dan Mahatahu apa yang terbaik dan dibutuhkan manusia. Juga pencipta dari seluruh makhluknya tanpa terkecuali.

Kewajiban menutup aurat dalam Islam, larangan ikhtilat. khalwat,  pengoptimalan peran orang tua dan peran negara yang menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi pemimpin tumah tangga terbukti efektif menjauhkan masyarakat dari bermacam penyimpangan dan pelanggaran hukum syara'.  Ketakwaan individu bersinergi dengan kontrol masyarakat dan jaminan pelaksanaan hukum oleh negara Daulah. Kemudahan memperoleh pekerjaan, pendidikan, kesehatan bagi masyarakat menjadikan peran masing masing individu dalam keluarga tetap pada posisinya secara utuh.

Kesempurnaan aturan Islam telah dibuktikan dalam beberapa kepemimpinan, semisal masa Khalifah Ummar bin abdul aziz, Harun al Rasyid atau pada masa penerapan hukum yang tegas di era para Khulafaur Rasyidin.

Penutup

Islam dengan aturannya yang sempurna dan menyeluruh terbukti pula ampuh memberi efek jera bagi pelaku penyimpangan dan meminimalisir hal sama agar tidak kembali terulang.

Karenanya, penerapan aturan Islam dalam setiap aspek kehidupan masyarakat dan negara layak untuk diperjuangkan, meski ada upaya penjegalan penerepan oleh para pembenci Islam. Hal ini terbukti dengan kian gencarnya upaya terwujudnya kriminalisasi ajaran Islam dan para penyeru kebenaran. Meski demikian gaung terwujudnya kembali sebuah sistem yang mengadopsi hukum Islam secara kaffah semakin nyata dalam benak umat.

Bagi seorang mukmin pengusung kebenaran, cukuplah firman Allah  dalam surah Ali 'Imran yang berbunyi :

اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِ سْلَا مُ ۗ ِ

"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. 
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 19)

Sebaris ayat tersebut merupakan penguat akidah, penyemangat dakwah, dan pedoman bagi kaum muslimin, menyuarakan lebenaran demi melanjutkan kehidupan Islam, juga agar tetap berjalan pada koridor syara'. Satu-satunya jalan yang diridai Allah Swt. yakni terterapkannya aturan Islam.

Allahu'alam Bishawabb

Oleh: Maimunah Asmu'i
Sahabat Tinta Media

Rabu, 01 Februari 2023

Kiai Labib: Bukan Hanya Individu, Perzinaan Ini Tanggung Jawab Negara

Tinta Media - Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib menjelaskan bahwa masalah perzinaan bukan hanya tanggung jawab individu tapi juga negara.

“Perzinaan ini merupakan kejahatan besar, maka seharusnya yang punya kepedulian dan tanggung jawab bukan hanya individu saja tapi juga negara,” tuturnya dalam kajian Tafsir al-Wa'ie: Menghentikan Zina Butuh Negara Rabu (18/1/2023) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Menurutnya, ayat al-qur’an yang melarang untuk mendekati zina, tidak hanya ditunjukkan kepada individu-individu, tapi juga perintah kepada kaum muslimin yang dijalankan oleh negara untuk menghukum pelakunya.

“Faktanya, tidak semua orang bisa menjauhi perzinaan karena imannya lemah, maka penerapan sanki cambuk (jilid) 100 kali bagi para pelaku zina dalam surat an-Nuur ayat 2 ini ditujukan kepada kaum muslimin atau para amir yang mengurusi kaum muslimin,” tuturnya.

Tugas utama penguasa adalah menerapkan hukum Allah Swt. “Al Imam al-mawardi mengatakan Al imamatullah, yakni tugas seorang pemimpin itu adalah menjadi pengganti kenabian dalam dua hal, yaitu menjaga agama dan menegakkan hudud (iqomatul hudud),” ungkapnya. 

Ia mengatakan, kalau ada hukuman yang keras terhadap pelaku zina, maka perzinaan tidak akan merajalela. “Jika hukuman yang keras itu terjadi, maka akibatnya zina tidak merajalela. Mungkin dia tidak terlalu takut dengan azab akhirat karena tidak terlalu beriman kepada Al-Qur’an, tapi dia tidak berani melakukan zina karena takut dicambuk atau dirajam,” jelasnya.

Selain menerapkan hukum Allah Swt, negara tidak membiarkan rakyat memiliki keimanan yang lemah. “Negara tidak hanya menghukum pelaku zina, tapi juga harus melakukan pembinaan terhadap akidah Islam, pendidikan di keluarga, di masyarakat, termasuk di sekolah-sekolah kepada umat supaya imannya tidak lemah, pada saat yang sama negara mencegah berbagai macam hal yang bisa mengundang munculnya syahwat seperti konten-konten porno pada media,” tuturnya.

Hukuman keras bagi pelaku zina, lanjutnya, tidak boleh diubah dengan bentuk hukuman lain, karena rasa iba terhadap pelakunya. 

“Allah mengatakan dalam ayat ini, rasa iba kepada keduanya itu membuat kamu tidak melaksanakan dalam mencegah kalian untuk melaksanakan hukum Allah Swt, berarti kamu tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Nah, ini menjadi qarinah yang menunjukkan bahwa hukuman cambuk bagi pezina hukumnya fardhu (wajib) dan pelaksanaannya harus disaksikan di hadapan sekelompok kaum muslimin,” jelasnya.

Hudud jika dilaksanakan memiliki dua fungsi, yakni sebagai jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus).

“Hudud memiliki fungsi, pertama sebagai jawazir (pencegah), memberikan efek lebih besar yang dirasa yakni selain hukuman fisik juga psikis (malu) untuk mengulang kembali dan bagi orang lain yang menyaksikan juga tidak berani untuk melakukan yang serupa. Kedua sebagai jawabir (penebus), kalau sudah dihukum di dunia maka hukuman kepada pelakunya pada perbuatan tersebut diamaafkan Allah Swt. Nabi mengatakan bahwa bagi dia, itu sudah menjadi kafarat dunia atau menjadi penghapus. Ini didasarkan dalam hadits Nabi saw dari hadits riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa satu had (hudud) saja yang ditegakkan di muka bumi lebih baik bagi manusia dibandingkan dengan diguyur hujan selama 30 hari atau 40 pagi,” pungkasnya. [] Evi

Kiai Labib: Bukan Hanya Individu, Perzinaan Ini Tanggung Jawab Negara

Tinta Media - Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib menjelaskan bahwa masalah perzinaan bukan hanya tanggung jawab individu tapi juga negara.

“Perzinaan ini merupakan kejahatan besar, maka seharusnya yang punya kepedulian dan tanggung jawab bukan hanya individu saja tapi juga negara,” tuturnya dalam kajian Tafsir al-Wa'ie: Menghentikan Zina Butuh Negara Rabu (18/1/2023) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Menurutnya, ayat al-qur’an yang melarang untuk mendekati zina, tidak hanya ditunjukkan kepada individu-individu, tapi juga perintah kepada kaum muslimin yang dijalankan oleh negara untuk menghukum pelakunya.

“Faktanya, tidak semua orang bisa menjauhi perzinaan karena imannya lemah, maka penerapan sanki cambuk (jilid) 100 kali bagi para pelaku zina dalam surat an-Nuur ayat 2 ini ditujukan kepada kaum muslimin atau para amir yang mengurusi kaum muslimin,” tuturnya.

Tugas utama penguasa adalah menerapkan hukum Allah Swt. “Al Imam al-mawardi mengatakan Al imamatullah, yakni tugas seorang pemimpin itu adalah menjadi pengganti kenabian dalam dua hal, yaitu menjaga agama dan menegakkan hudud (iqomatul hudud),” ungkapnya. 

Ia mengatakan, kalau ada hukuman yang keras terhadap pelaku zina, maka perzinaan tidak akan merajalela. “Jika hukuman yang keras itu terjadi, maka akibatnya zina tidak merajalela. Mungkin dia tidak terlalu takut dengan azab akhirat karena tidak terlalu beriman kepada Al-Qur’an, tapi dia tidak berani melakukan zina karena takut dicambuk atau dirajam,” jelasnya.

Selain menerapkan hukum Allah Swt, negara tidak membiarkan rakyat memiliki keimanan yang lemah. “Negara tidak hanya menghukum pelaku zina, tapi juga harus melakukan pembinaan terhadap akidah Islam, pendidikan di keluarga, di masyarakat, termasuk di sekolah-sekolah kepada umat supaya imannya tidak lemah, pada saat yang sama negara mencegah berbagai macam hal yang bisa mengundang munculnya syahwat seperti konten-konten porno pada media,” tuturnya.

Hukuman keras bagi pelaku zina, lanjutnya, tidak boleh diubah dengan bentuk hukuman lain, karena rasa iba terhadap pelakunya. 

“Allah mengatakan dalam ayat ini, rasa iba kepada keduanya itu membuat kamu tidak melaksanakan dalam mencegah kalian untuk melaksanakan hukum Allah Swt, berarti kamu tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Nah, ini menjadi qarinah yang menunjukkan bahwa hukuman cambuk bagi pezina hukumnya fardhu (wajib) dan pelaksanaannya harus disaksikan di hadapan sekelompok kaum muslimin,” jelasnya.

Hudud jika dilaksanakan memiliki dua fungsi, yakni sebagai jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus).

“Hudud memiliki fungsi, pertama sebagai jawazir (pencegah), memberikan efek lebih besar yang dirasa yakni selain hukuman fisik juga psikis (malu) untuk mengulang kembali dan bagi orang lain yang menyaksikan juga tidak berani untuk melakukan yang serupa. Kedua sebagai jawabir (penebus), kalau sudah dihukum di dunia maka hukuman kepada pelakunya pada perbuatan tersebut diamaafkan Allah Swt. Nabi mengatakan bahwa bagi dia, itu sudah menjadi kafarat dunia atau menjadi penghapus. Ini didasarkan dalam hadits Nabi saw dari hadits riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa satu had (hudud) saja yang ditegakkan di muka bumi lebih baik bagi manusia dibandingkan dengan diguyur hujan selama 30 hari atau 40 pagi,” pungkasnya. [] Evi

Sabtu, 10 Desember 2022

Kritik Pasal Perzinaan KUHP, Pengamat: AS Tak Cocok Jadi Kompas Moral

Tinta Media - Kritikan Dubes AS terhadap pasal perzinaan di KUHP baru dinilai Pengamat Politik Internasional Umar Syarifuddin sebagai hal yang tidak penting.

“Nggak penting dan abaikan saja. Amerika tidak cocok menjadi kompas moral,” ujarnya kepada Tinta Media, Jumat (9/12/2022).

Menurutnya, liberalisme, demokrasi dan sekularisme membuat generasi AS rusak dan hancur secara moral. Budaya sarkastik, alkoholik, perzinaan ditambah lagi tumbuh pesatnya L68T di sana membuat AS mengalami krisis demoralisasi serius.

"Belum lagi persoalan pelik seputar kegagalan proses peleburan di dalam masyarakat Amerika. Masyarakat Amerika saat ini secara spesifik tumbuh secara rasial. Para imigran Inggris khususnya, dan imigran Eropa pada umumnya, menjajah Amerika di atas jutaan mayat orang Indian Amerika, penduduk asli Amerika," ungkapnya. 

“Karena kebutuhan koloni baru atas pekerja, didatangkanlah budak dari Afrika. Maka orang-orang Amerika memandang semua orang keturunan Afrika sebagai budak,” terangnya.

Praktik-praktik rasis terhadap orang kulit hitam terus berlanjut. Terlepas dari kenyataan bahwa para pemimpin Amerika berbusa-busa menyatakan telah berakhirnya rasisme, namun Umar mengungkap berbagai laporan berbicara tentang pandangan rasisme yang mengakar di Amerika terhadap orang-orang keturunan Afrika. 

“Dan di antara manifestasi rasisme terhadap orang kulit hitam di Amerika itu adalah peningkatan signifikan jumlah tahanan kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih Amerika, naiknya tingkat pengangguran di kalangan orang kulit hitam, dan perbedaan besar dan jelas dalam pendapatan rata-rata antara keluarga Afro-Amerika dibandingkan dengan orang kulit putih Amerika,” ungkapnya.

Menurut Umar, Pemerintah tidak perlu grogi dan panik merespon kritikan dari negara imperialis seperti AS. Pemerintah seharusnya peduli dengan nasehat dari para ulama yang mengingatkan secara tegas bahwa zina dan LGBT itu jelas dilarang. “Semua hubungan seksual di luar nikah itu haram. Jadi, mestinya yang dilarang itu bukan sekadar yang dipaksa, namun juga perbuatan asusila yang saling rela,” tegasnya.

Dalam ajaran Islam maka semuanya jelas. Di dalam al-Quran dinyatakan (yang artinya), “Janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Isra [17]:32). 

“Coba perhatikan, ayat itu digandengkan dengan pembunuhan anak (ayat 31), zina (ayat 32), membunuh manusia secara umum (ayat 33), memakan harta anak yatim (ayat 34), mengurangi timbangan (ayat 35), mengikuti tanpa ilmu (ayat 36), dan sombong (ayat 37). Semuanya itu hukumnya sama. Haram!” ucap Umar kembali menegaskan.

“Apalagi dalam ayat 37 dinyatakan: ‘Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu’. Sangat jelas!” tambahnya.

Begitu juga terkait dengan hubungan sesama jenis yang pada zaman Nabi Luth as. pernah dilakukan oleh masyarakat saat itu (Lihat: QS al-A’raf [7]: 80-81). Jelas sekali perbuatan liwaath itu merupakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan sebelum kaum pada jaman Nabi Luth. “Jelas haram. Itu kalau menggunakan aturan Islam,” tandasnya.

Meski demikian, Umar menjelaskan sesungguhnya pasal perzinaan tersebut belum sesuai dengan syariat Islam. Hukum syara’ yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syara’, yakni al-Kitab dan as-Sunnah adalah bahwa hukuman pezina adalah jilid untuk ghayru muhshan seratus kali dera sebagai pengamalan Kitabullah dan pengasingan sebagai pengamalan sunnah Rasulullah. Hanya saja, pengasingan itu bersifat boleh, dan bukan wajib, dan itu diserahkan kepada keputusan imam (khalifah). Jika dia suka, dia boleh menjilid dan mengasingkannya setahun, dan jika dia suka maka dia boleh menjilidnya dan tidak mengasingkannya. “Tetapi, tidak boleh mengasingkannya tanpa menjilidnya. Sebab hukumannya adalah jilid,” jelasnya.
 
Adapun hukuman muhshan adalah dirajam sampai mati, mengamalkan sunnah Rasulullah saw yang datang mengkhususkan kitabullah. Dan pada muhshan boleh digabungkan atasnya jilid dan rajam, jadi dijilid dahulu kemudian dirajam. Dan boleh juga hanya dirajam tanpa dijilid. “Tetapi tidak boleh dijilid saja sebab hukumannya yang wajib adalah rajam,” terangnya.

Dan yang perlu diketahui, menurutnya Islam bukanlah ideologi reaktif yang baru memunculkan regulasi saat muncul persoalan. “Islam memberikan rahmat atas alam semesta, melalui hukum-hukum Allah SWT yang mampu menjaga keteraturan relasi antar manusia sesuai fitrahnya,” jelasnya. 

“Karena perzinahan adalah kasus yang sulit dibuktikan—hingga had pun dikenakan pada qodzaf—maka syariah Islam telah memiliki hukum-hukum antisipatif dan preventif terhadap potensi kejahatan seksual,” jelasnya lebih lanjut.

Dipaparkannya bahwa dalam Khilafah, sistem sosial yang mengatur interaksi perempuan dan laki-laki mewajibkan keduanya untuk menahan pandangan bila melihat aurat ataupun syahwatnya terbangkitkan sekalipun tidak melihat aurat. Sistem sosial itu berpadu dengan sistem pendidikan. “Dengan itu keluarga akan mendidik anak-anak mereka sedari kecil untuk menjaga kehormatan, memiliki rasa malu dan selalu merasa diawasi Allah,” paparnya.  

Dengan begitu, Umar menambahkan bahwa mereka terbiasa menjaga pergaulan dan tidak merasakannya sebagai aturan yang memaksa. “Sistem layanan publik juga akan menjaga interaksi laki-laki dan perempuan secara tertib untuk menjaga campur baur (ikhtilath) yang tak berkorelasi dengan hajat yang akan ditunaikan,” tambahnya.

Sistem informasi pun diatur dalam membangun masyarakat islami yang kuat dan pasti hanya akan menyebarluaskan kebaikan. “Tak bakal ada konten pornografi ataupun pornoaksi,” ujarnya tegas.
 
Adapun sistem sanksi, menjadi solusi kuratif yang menjerakan. “Bagaimana tidak jera bila ancaman perzinahan dan perkosaan bisa dikenai hukuman mati (rajam)?“ tanyanya menegaskan.

Bahkan ungkapnya, sekadar pelecehan verbal saja bisa terkena ta’zîr penjara 6 bulan atau cambukan. “Inilah sistem perlindungan seutuhnya sebagai solusi konkrit penghapusan kekerasan seksual. Tidak hanya bagi perempuan, tetapi bagi semua anggota masyarakat,” pungkasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab