Tinta Media: Perusak Generasi
Tampilkan postingan dengan label Perusak Generasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perusak Generasi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 18 Februari 2023

Sistem Sekuler, Biang Keladi Perusak Generasi

Tinta Media - Maraknya penculikan terhadap anak mengkhawatirkan masyarakat, terutama keluarga. Anak kecil yang cenderung mudah percaya kepada orang lain akhir-akhir ini sangat rentan diculik tanpa pengawasan ekstra dari keluarga. Tidak jarang, anak-anak ditemukan dalam keadaan tak bernyawa atau telah direnggut kesuciannya.

Anak-anak yang diculik ini diketahui menjadi korban perdagangan manusia. Selain itu, banyak di antara mereka diperkosa. Tentu ini merupakan salah satu bentuk kelalaian penguasa dalam menjaga keamanan dan nyawa rakyatnya.

Kekerasan wanita dan anak selalu menjadi problem berkepanjangan. Tak mengherankan, kejadian ini terus berulang karena kapitalisme tidak mampu menjamin rasa keamanan.

Berdasarkan penelitian, anak-anak yang menjadi korban akan cenderung menjadi pelaku di masa depan jika tidak ditangani dengan tepat. Belum lagi trauma berkepanjangan yang berpengaruh buruk pada tumbuh kembang mereka.

Selain penculikan, kekerasan seksual yang melibatkan anak-anak makin massif. Yang sempat viral di media sosial salah satunya adalah tiga anak SD usia sekitar 8 tahun yang memerkosa seorang siswi TK di Mojokerto. Menurut kesaksian korban, pemerkosaan telah dilakukan tidak hanya sekali. (Tribun.news).

Mayoritas korban kekerasan dan perdagangan manusia secara global adalah perempuan. Berdasarkan data UN Woman, 35 persen perempuan pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual. Setiap hari, ada 137 wanita yang dibunuh oleh keluarganya. Dari empat korban perdagangan anak, tiga di antaranya adalah perempuan. Parahnya, tujuannya untuk eksploitasi seksual.

Akibat Sekularisme

Sebab terjadinya kondisi di atas tak lepas dari berlakunya sistem sekuler-kapitalis. Solusi yang muncul di bawah kungkungan sistem ini selalu terbukti mandul menyelesaikan masalah.

Gaya hidup sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), telah menghilangkan rasa keimanan masyarakat, bahkan individu. Tipisnya iman, membuat mereka merasa boleh-boleh saja melampiaskan nafsunya kepada siapa pun. 

Rasa takut berbuat bejat dan maksiat telah sirna dari diri mereka. Karenanya, perdagangan manusia dan perzinaan merebak dimana-mana walau pun termasuk perbuatan maksiat yang dimurkai Allah Swt.

Di sisi lain, dengan paradigmanya, sekularisme merasa harus memunculkan dorongan seksual di berbagai ruang lingkup masyarakat. Liberalisme melegalkan berbagai komoditas seksual, baik pornografi maupun pornoaksi yang terus memunculkan hasrat tidak tertahankan.

Selain itu, negara lemah dalam menjalankan posisinya sebagai pelindung masyarakat. Ia lemah untuk menjerat para penyebar konten-konten seksual tersebut.

Sanksi yang ada pun terbukti tidak menjerakan sama sekali. Nyaris setiap hari, narapidana baru masuk ke jeruji besi. Ini membuktikan ketidakefektifan hukum di negeri ini. Pelaku tidak merasa jera dan pihak lain tidak takut melakukan kejahatan serupa.

Maka bisa dibayangkan, sistem sekuler ini malah memberikan ruang bagi pelaku kekerasan dan penculikan terhadap anak sehingga semakin berkembang.

Sekularisme pun mengenal konsep 4 kebebasan; kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, kebebasan berakidah, dan kebebasan berperilaku.

Muncullah kontradiksi dalam penerapan sistem kapitalis-sekuler ini. Di satu sisi, ia mengecam kekerasan terhadap anak. Di sisi lain, ia mendukung kebebasan berperilaku.

UU TPKS menjadi bukti nyata pertentangan itu. Aturan ini disebut berguna untuk mencegah tindak kekerasan. Namun, menurut para pakar, ada satu pasal yang mengisyaratkan bolehnya berhubungan seksual, asalkan kedua pihak memberikan kerelaan.

Namun, bukankah tetap tidak menutup kemungkinan sang korban diancam agar menyebutkan bahwa ia melakukan tindakannya atas dasar kerelaan? Sangat mengerikan, akhirnya sistem inilah yang merupakan biang keladi perusak generasi.

Islam Solusi Tuntas Hadapi Predator Anak

Sistem yang diterapkan hari ini terbukti tak mampu menyelesaikan masalah predator anak. Oleh karena itu, penulis menawarkan aturan alternatif lainnya yang dengan izin Allah Swt. agar mampu menumpas predator anak hingga ke akar-akarnya.

Islam memiliki seperangkat aturan yang langsung berasal dari Alla Swt. Ibarat ponsel, yang paling tahu bagaimana cara merawat ponsel, cara kerja, dan sebagainya tentunya sang pembuat ponsel.

Begitu pula manusia, yang paling mengerti manusia pastilah penciptanya, bukan manusia itu sendiri. Ini juga merupakan salah satu alasan mengapa aturan sekuler buatan manusia tidak pernah bisa menyelesaikan masalah dengan tuntas.

Dalam Islam, pemuasan naluri seksual hanya boleh dilakukan dalam bingkai pernikahan. Jika dua sejoli sudah tidak bisa menahannya, maka syara’ mempersilakan mereka untuk menikah.

Jika masih belum siap menikah, maka Islam pun memiliki tata cara untuk menahannya, berupa menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan positif, terutama mengaji Islam, menghindari film-film yang membuat kita menghayalkan hal-hal yang tabu, dan memperbanyak ibadah kepada Allah Swt. Ini dalam segi individu.

Pencegahan kekerasan dan penculikan juga perlu peran masyarakat serta negara. Masyarakat Islam penuh dengan tanggung jawab kepada orang-orang di sekitarnya.

Islam mewajibkan kaum muslimin menasihati saudara sesama muslim jika mereka melihat saudaranya berbuat kemaksiatan. (lihat QS. Ali Imran ayat 110)

Tanggung jawab negara lebih besar dalam hal ini. Karena pemuasan naluri seksual hanya boleh dalam bingkai pernikahan, maka negara berkewajiban untuk mencegah munculnya rangsangan-rangsangan yang membesarkan naluri ini, di antaranya adalah:

Pertama, menghapus konten-konten yang berbau pornografi dan pornoaksi. Konten-konten apa pun yang memunculkan gejolak seksual harus diberantas.

Kedua, kurikulum pendidikan wajib berdasarkan Islam. Para peserta didik ditempa rasa takut berbuat maksiat dan ketakwaan sejak dini, sehingga memiliki benteng yang kokoh menghindari kemaksiatan.

Ketiga, dalam Islam, hukum asal pergaulan pria dan wanita terpisah. Mereka tidak boleh berinteraksi kecuali dalam aktivitas-aktivitas yang diperbolehkan syara’, berupa pendidikan, kesehatan, dan jual beli.

Maka, negara berperan untuk membuat pengaturan sedemikian rupa demi mencapai dan melaksanakan aturan Allah tersebut.

Keempat, negara memberikan sanksi yang tegas bagi penganiaya dan pelaku kekerasan seksual. Sanksi ini pasti memberikan efek jera dan menakuti masyarakat agar tidak berani melakukan hal-hal yang serupa.

Kelima, menjaga suasana takwa agar terus hadir di dalam individu muslim, keluarga, dan masyarakat. 

Keenam, menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki seluas-luasnya. Dengan demikian, ibu akan lebih fokus memainkan perannya sebagai pendidik dan pengawas anak.

Selain keenam hal di atas, seorang muslimah di dalam Islam juga diwajibkan untuk menutup aurat. Aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Di antara pakaian yang harus dikenakan adalah kerudung dan jubah (lihat QS Annur ayat 31 dan Alahzab ayat 59).

Wanita muslimah juga dilarang tabarruj dan bepergian lebih dari sehari semalam kecuali dengan mahramnya (Syekh Taqiyuddin Annabhani, Nizamul Ijtimai fil Islam)

Peran negara dalam menerapkan hukum-hukum di ataslah yang paling besar. Tanpa adanya negara yang berlandaskan hukum Islam, mustahil bisa diterapkan peraturan-peraturan Islam.

Islam tidak bisa diterapkan dalam naungan demokrasi, sebab demokrasi sendiri merupakan bagian daripada sekularisme. Islam hanya bisa diterapkan dalam sistem politik Islam sendiri bernama khilafah

Keberhasilan khilafah dalam menjamin rasa keamanan rakyatnya telah terukir indah dalam buku-buku sejarah. Di antaranya, bagaimana bisa hanya ada ratusan kasus kejahatan, tentunya kemaksiatan, selama belasan ratus tahun khilafah berdiri di masa lampau.

Oleh karenanya, penerapan hukum Islam di bawah naungan khilafah menjadi keharusan bagi pencegahan dan penyelesaian secara tuntas masalah kejahatan seksual bagi anak.[] Wallahu a’lam bishawab

Oleh: Wafi Mu’tashimah
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab