Tinta Media: Perundungan
Tampilkan postingan dengan label Perundungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perundungan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 Maret 2024

Kasus Perundungan Minim Penanganan


Tinta Media - Kasus perundungan masih marak terjadi di negeri kita ini. Kejadian perundungan demi perundungan terus terjadi dan tampak belum ada solusi tuntas dan tegas dari negara. Dilansir dari KOMPAS.TV (02/03/2024), Polresta Barelang, Batam telah menetapkan empat tersangka kasus perundungan di Batam yang videonya tengah viral di media sosial. 

Pada video pertama, terlihat korban yang mengenakan kaos putih dan celana hitam dihajar oleh sekelompok remaja putri. Pelaku menjambak dan menendang kepala korban tanpa ada perlawanan. Adapun pada video kedua, remaja putri yang mengenakan kaos hitam dan celana kuning tampak sedang ditendang wajahnya oleh pelaku hingga kepalanya terbentur ke besi ruko. Kasus ini diduga terjadi karena pelaku dan korban saling ejek di media sosial dan berujung dengan penganiayaan. 

Bullying atau perundungan merupakan tindakan yang menggunakan kekuasaan untuk menyakiti seorang individu maupun sekelompok orang, baik secara verbal, fisik ataupun psikologis, sehingga korbannya akan merasa trauma, tertekan dan tidak berdaya. 

Negara telah berusaha untuk mencegah kasus ini dengan membentuk satgas anti kekerasan di sekolah yang tertuang dalam perkemendikbud ristek nomor 46 tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan dalam lingkungan satuan pendidikan Indonesia. Namun upaya itu belum membuahkan hasil. 

Anak yang menjadi pelaku kekerasan menggambarkan lemahnya pengasuhan dan gagalnya sistem pendidikan mencetak anak didik yang berkepribadian mulia. Semua ini tidak lepas dari sistem yang diterapkan saat ini yaitu kapitalisme sekularisme. Sistem yang menganut paham kebebasan juga memisahkan agama dari kehidupan. Manusia bebas melakukan apa saja sesuai keinginan mereka tanpa memperhatikan batasan halal dan haram. 

Pendidikan yang disajikan saat ini hanya mengedepankan untuk mengejar materi. Islam sebagai ideologi hanya diajarkan sebagai agama ritual saja. Keluarga sebagai pelindung utama pun bahkan sering kehilangan peran utamanya sebagai pendidik pertama bagi seorang anak. 

Kondisi ekonomi yang sulit dan keluarga yang ‘broken home’ kerap menjadi faktor utama dalam tumbuh kembang anak. Peran ibu sebagai ‘ummun wa rabbatul bayt’ juga mulai memudar lantaran banyak ibu yang memilih untuk terjun dalam dunia karier. 

Pihak sekolah juga sering kali mengabaikan keberadaan kasus ‘bullying’ ini. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas terhadap perbuatan mereka, maka bisa membuat persepsi bahwa mereka yang mempunyai kekuatan, diperbolehkan untuk berperilaku agresif. 

Berbeda dengan sistem pendidikan kapitalisme, penerapan sistem pendidikan dalam Islam tersistem dengan memadukan tiga peran pokok pembentukan kepribadian generasi yaitu keluarga, masyarakat, dan negara. Orang tua terutama ibu sangat berperan penting dalam mendidik anak. Anak harus dipastikan mampu memahami betul jawaban dari uqdatul kubro. Uqdatul kubra adalah pertanyaan besar kehidupan yaitu dari mana manusia berasal, untuk apa manusia hidup, dan akan kemana setelah kematian?

Jika bisa menjawab pertanyaan besar ini dengan benar, maka dia akan memahami hakikat kehidupan dan tujuan hidupnya di dunia. Dia tahu diciptakan oleh Allah Swt. sehingga hidupnya pun harus mengikuti aturan Allah karena kelak ia akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di dunia kelak di hari penghisaban. Jawaban atas uqdatul kubro ini juga menjadi jalan menuju iman yang kuat dan menjadi petunjuk arah manusia dalam menjalani kehidupan di dunia sebagai bekal untuk kehidupan akhirat. 

Masyarakat yang menerapkan  syariat Islam secara kaffah juga akan membentuk masyarakat Islam yang menjunjung tinggi amar ma’ruf nahy munkar. Dengan demikian, kemaksiatan sekecil apa pun pasti akan selalu diperhatikan. 

Negara akan tegas dalam mengontrol tayangan televisi dan media sosial. Negara juga akan memberi sanksi yang membuat jera terhadap para pelaku kriminal, termasuk pelaku perundungan. Semua wajib bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya jika sudah mencapai batas baligh atau 15 tahun. 

Demikianlah, Islam memiliki sistem yang sempurna yang menjamin terbentuknya kepribadian yang mulia baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Sudah saatnya kasus perundungan ini segera dituntaskan untuk mencegah rusaknya generasi. Generasi muda pun akan produktif dan mengoptimalkan kemampuannya untuk membangun peradaban gemilang.


Oleh : Shiera KT
Aktivis Muslimah 

Kamis, 07 Maret 2024

Kasus Perundungan, Butuh Solusi Cerdas dan Berkesinambungan



Tinta Media - Kasus bullying (perundungan) masih menjadi masalah besar yang terus mengancam generasi hingga saat ini. Begitu banyak kasus yang terungkap di kalangan pelajar.

Bullying, Krisis Adab Para Pemuda

Salah satu kasus perundungan yang kini menjadi sorotan adalah kasus bullying remaja perempuan di Batam. Kasus yang sempat viral di media sosial ini, masih ditangani pihak kepolisian (liputan6.com, 3/3/2024). Empat tersangka pelaku perundungan telah diamankan pihak kepolisian. Berdasarkan keterangan, perundungan yang terjadi didasari motif sakit hati karena saling ejek. 

Tidak hanya di Batam, kasus serupa pun terjadi di salah satu pondok pesantren di Malang, Jawa Timur. Pelaku diketahui telah menyiksa juniornya dengan menyetrika dadanya menggunakan setrika uap (metro.tempo.com, 24/2/2024). Akibatnya, nyawa korban pun melayang. Kasus ini terjadi karena pelaku merasa tersinggung dan marah atas ucapan korban. 

Beberapa waktu lalu, juga terjadi bullying di Binus School Serpong. Para pelaku telah melakukan kekerasan secara bergantian kepada seorang korban (bbc.com, 21/2/2024). Pergaulan ala gangster menjadi salah satu dugaan penganiayaan. Diduga korban akan bergabung dengan komunitas tersebut, namun dengan dalih sebagai peraturan tidak tertulis, kekerasan dikenakan kepada korban. Diketahui pelaku sebanyak 11 orang, dan hingga kini masih dilakukan penyidikan oleh pihak kepolisian setempat. 

Kasus perundungan semakin marak terjadi. Tampaknya belum ada solusi yang mampu efektif menyelesaikan serangkaian kasus perundungan hingga kini. Buktinya, perundungan terus terjadi dari waktu ke waktu. Bahkan kejadiannya makin brutal. Solusi yang disajikan berupa berbagai kebijakan tentang pendidikan dan aturan perundungan dari Kemendikbud tidak mampu efektif menyolusi. Salah satunya pembentukan satgas anti kekerasan di sekolah, sama sekali tidak mampu menjadi solusi ampuh menghentikan bullying di lingkungan sekolah.

Ketua Departemen Kode Etik, Maharani Siti Sophia mengungkapkan bahwa kasus perundungan (bullying) di Indonesia telah memasuki level ‘lampu merah’ (rri.co.id, 21/2/2024). Maharani pun mengingatkan, pola pikir dan kesepakatan pengaturan antara orang tua dan pihak sekolah semestinya mampu menemui satu titik temu. Sehingga kedua belah pihak mampu bersinergi dan bersepakat menyelesaikan kasus perundungan di sekolah. Jangan sampai terjadi persepsi yang salah antara pihak orang tua dan sekolah. Demikian lanjutnya. 

Berbagai kasus bullying yang semakin memburuk merupakan hasil dari sistem pendidikan sekuler yang kini diterapkan. Sistem yang hanya mengutamakan kehidupan duniawi dengan menjauhkan konsep aturan agama dalam kehidupan. Konsep sekularisme mengagungkan pemikiran liberal yang mengutamakan kebebasan untuk setiap individu. Perilaku makin bebas. Tidak ada aturan dan norma yang diterapkan. Parahnya lagi, pemahaman tersebut dileburkan dalam konsep pendidikan. Alhasil, peserta didik pun menjadi generasi bebas tanpa batas. Individu liberal yang sekuler berkembang menjadi manusia-manusia liar yang brutal yang tidak peduli lagi dengan standar benar dan salahnya perbuatan. 

Pendidikan sekuler selalu mengedepankan konsep materi sebagai setir kehidupan. Wajar saja, generasi yang terlahir adalah generasi lalai dan tidak mampu berpikir cerdas. Emosi, keinginan, kepuasan dan hawa nafsu menjadi orientasi yang dijadikan tujuan utama. Konsep agama sebagai pengatur kehidupan, sama sekali tidak diajarkan di lingkungan sekolah. Agama hanya diajarkan sekilas, dan hanya dijadikan aturan beribadah harian saja. Sementara konsep adab, akhlak dan konsep agama sebagai ideologi tidak diajarkan di lingkungan sekolah. 

Moral semakin terkikis. Akhlak generasi pun kini semakin memprihatinkan. Jelaslah, sistem cacat yang saat ini dijadikan sandaran hanya melahirkan kezaliman dan kerusakan. 

Islam Menjaga Kemuliaan Generasi

Generasi berdaya dengan pemahaman agama yang sempurna. Hingga mampu melahirkan akhlak dan adab mulia. 

Salah satu aspek kunci yang mampu mengendalikan generasi adalah dengan menerapkan sistem pendidikan berpondasikan akidah Islam. Konsep pendidikan yang menetapkan Islam sebagai ideologi dan sumber dasar dalam berpikir dan berbuat. 

Edukasi yang menyeluruh mutlak dibutuhkan untuk mendidik generasi. 

Pertama, di lingkup keluarga. Keluarga semestinya mampu menjadi madrasatul ula yang selalu kontinyu membimbing generasi.

Kedua, lingkungan sekolah, wajib menerapkan kurikulum terintegrasi dan menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya konsep standar yang benar. Segala bentuk kebijakan berkonsep akidah Islam harus ditentukan dengan jelas oleh negara. Dan hanya sistem Islam dalam institusi khalifah yang menjamin terselenggaranya pendidikan yang mampu fokus menjaga generasi secara utuh. Dalam sistem Islam, negara merupakan satu-satunya institusi yang bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya.

Rasulullah SAW. Bersabda, 

“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).

Ketiga, sistem sanksi wajib ditetapkan tegas dengan batasan jelas. Setiap pelanggaran yang dilakukan akan dikenai hukuman yang menimbulkan efek jera. Sehingga mampu memutus mata rantai kejahatan di tengah pergaulan, termasuk kejahatan perundungan. 

Keempat, berfungsinya sistem pengawasan sosial di tengah masyarakat. Masyarakat mampu saling menjaga karena keterikatannya dengan hukum syara’. Dan semua konsep tersebut hanya mampu optimal terlaksana dalam wadah institusi khilafah. 

Sistem Islam-lah satu-satunya penjaga kemuliaan generasi. Hanya dengan konsep Islam-lah  generasi mampu tunduk sempurna pada hukum syara’. 
Wallahu’alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Minggu, 03 Maret 2024

Stop Bullying (Perundungan)


Tinta Media - Beberapa hari terakhir kasus tentang perundungan marak hadir di depan mata, baik itu di media sosial, atau bahkan di lingkungan yang dekat dengan kita. Perundungan yang dilakukan bukan hanya tindakan verbal seperti menghina, mencemooh secara berulang, bahkan disertai dengan pemukulan secara pengeroyokan yang mengakibatkan meninggalnya korban.  

Perundungan yang dilakukan oleh para pelajar menjadi beban berat para orang tua dan para pendidik hari ini. Berdasarkan data serikat guru pada 2023, sebanyak 25 persen kasus perundungan dilakukan oleh pelajar usia dini, yakni SD dan SMP, dan 18 persen perundungan dilakukan pelajar SMA/SMK, bahkan perundungan juga terjadi di madrasah dan pesantren walaupun jumlahnya kecil. 

Kasus perundungan yang tengah viral kali ini dari Kediri, Jawa timur. Polisi telah mengamankan 4 santri sebuah Pondok Pesantren di Kecamatan Mojo, karena melakukan penganiayaan terhadap santri lain hingga berujung meninggal dunia. Di lokasi lain polisi juga telah menetapkan 12 tersangka perundungan terhadap siswa di Binus School Serpong, Tangerang. 

Mengapa kasus perundungan tersebut selalu berulang, dan bahkan sering terdengar di sekitar kita. Perundungan tersebut dikarenakan belum optimal peran pengawasan sebagai orang tua Peran orang tua punya andil besar, para orang tua harus memperhatikan perilaku anak dan memilihkan lingkungan pertemanan. Lingkungan sangat berpengaruh dalam perilaku anak. Anak yang baik bisa berubah menjadi buruk akibat lingkungan yang buruk. Para orang tua harus membekali anak-anaknya dengan suasana keimanan dan ketakwaan. Sehingga memudahkan orang tua jika ada ketimpangan dari segi perilaku anak.  

Begitu pula dengan sistem pendidikan yang diberikan. Tujuan pendidikan harus jelas dan gamblang. Sistem pendidikan kerap menyelesaikan problem pendidikan dengan bergonta-ganti kurikulum. Namun setelah belasan kali berganti kurikulum apakah berdampak pada perubahan karakter dan perilaku.  

Paradigma sekularisme menjadikan pelajaran agama, atau pengenalan Aqidah Islam bukan menjadi pelajaran prioritas, melainkan sebagai ajaran pelengkap. Mereka beranggapan bahwa, banyaknya porsi pelajaran agama yang diajarkan seperti sekolah yang basisnya agama juga tidak menjamin perundungan tidak akan terjadi. Hal tersebut terjadi karena hanya doktrin agama yang tidak membekas dan tanpa mengetahui esensi makna takwa terhadap Tuhannya. Jika sudah demikian marak, jangan biarkan perundungan menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. 

Sayangnya, sistem sekuler mengikis itu semua. Penyebab tersebut hanya dampak diterapkannya sistem sekularisme sebagai asas dalam pendidikan. Alhasil agen-agen terdidik tidak begitu mengenal Tuhannya yang tumbuh tidak mengerti dengan tugas menjadi seorang hamba. Bermudah-mudahan melakukan maksiat, mudah melakukan perundungan, karena mereka tidak memahami konsekuensinya atas hal yang telah dilakukan. 

Lalu bagaimanakah solusi penyelesaian yang bisa optimal untuk dilakukan. Penyelesaian masalah perundungan memerlukan berbagai pihak yang saling bersinergi untuk menyelesaikan persoalan ini. Menjadikan sistem pendidikan berbasis Aqidah Islam, itu menjadi pion utama, sehingga anak-anak didik mengenal konsep sebagai seorang hamba, yang taat atas perintah Tuhannya, serta menjauhi segala larangannya. 

Perlunya pengawasan dari orang tua dan bahkan masyarakat lain  dengan tujuan amar ma'ruf nahi mungkar. Maka jika melihat perundungan atau kemaksiatan tidak kemudian didiamkan, tetapi ada peran menasihati untuk tidak melakukan tindakan perundungan. Kemudian pentingnya penjagaan negara sebagai pelindung generasi. Negara harus melarang segala sesuatu yang merusak seperti tontonan yang merusak akal, aktivitas berbau sekularisme, dan memberlakukan sanksi tegas berdasarkan syariat Islam. Jika masih meragukan Islam, lihatlah betapa heroiknya sejarah Islam selama 1400 tahun lamanya dengan menerapkan sistem Islam dalam aspek Pendidikan.


Oleh: Bunda Esthree
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 21 Desember 2023

Urgensi Akhiri Aksi Perundungan



Tinta Media - Di dunia pendidikan saat ini kian hari kian memprihatinkan. Bagaimana tidak, angka kasus aksi perundungan bukannya semakin berkurang, yang ada malah semakin bertambah. Korban perundungan bukan hanya kepada sesama siswa tapi juga ada yang dengan lancangnya melakukan perundungan kepada guru sendiri. Tak hanya terjadi di dalam institusi sekolah saja namun juga terjadi di lembaga pondok pesantren. 

Miris memang, di saat orang tua menyekolahkan anak untuk dididik dan dibina agar menjadi pribadi yang berwawasan luas dan budi pekerti yang luhur sesuai dengan cita-cita orang tua, malah jadi bumerang. 

Kurikulum pendidikan saat ini tersistematis membentuk kepribadian individu para siswanya menjadi individu yang sekuler. Tanpa disadari membentuk karakter penindas yang mengesampingkan iman. Mereka tak peduli aksinya itu berdosa atau tidak, tak peduli juga bisa membuat korbannya terkapar, yang penting bisa menyalurkan emosinya sampai puas. 

Sebelum makin banyak lagi korban perundungan, seluruh elemen yang memiliki wewenang dalam mengatur sistem pendidikan harus cepat tanggap beralih ke sistem pendidikan Islam yang mengutamakan pembentukan aqidah, pola pikir dan pola sikap sesuai dengan aturan Islam.

Oleh: Siti
Sahabat Tinta Media

Selasa, 19 Desember 2023

Perundungan Terus Terjadi, Ada Apa dengan Pendidikan Negeri?



Tinta Media - Perundungan dan kekerasan di antara sesama teman sekolah masih saja terus terjadi, tidak sedikit kasus yang berulang di berbagai sekolah negeri. Baik itu sekolah dasar, menengah, ataupun sekolah menengah atas, juga di Perguruan tinggi. Dan ini hal yang lumrah terjadi dalam sistem kapitalis. Ketika kebebasan berekspresi menjadi salah satu pendukung terkuatnya. 

Seperti yang terjadi di Medan, polisi akhirnya menangkap satu orang lagi pelaku bullying dan penganiayaan terhadap siswa MAN 1 Medan, berinisial MH  14 th. Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fatir Mustafa, mengatakan, pelaku yang diamankan ini bernama Ahmad, seorang mahasiswa. Satu pelaku lagi sudah kita amankan, namanya Ahmad (mahasiswa), kata Fatir kepada Tribune Medan, Selasa 28/11/2023. 

Petugas telah mengamankan dua orang pelaku, sebelumnya polisi juga telah menangkap pelaku berinisial MAS (14th) yang merupakan teman sekolah korban. Jadi total pelaku ada empat orang, status nya semua tersangka. Dan polisi masih mengejar dua pelaku lainnya.


Dosa Besar Pendidikan 

Dari berbagai kasus bullying yang terjadi, seharusnya membuka mata kita bahwa ini bukan sekedar kasus biasa, tapi ini sudah menjadi kasus atau kejadian luar biasa, apalagi kasus bullying ini sampai memakan korban, seperti yang terjadi pada siswa Sekolah Dasar di bekasi, berinisial F (12), yang menjadi korban bullying hingga meninggal. 

Kementerian PPPA yang diwakili plt Asisten Deputi bidang pelayanan anak yang memerlukan perlindungan khusus ( AMPK ), Atwirlany Ritonga, beserta staf turut melayat ke rumah duka. Dan memberikan penguatan kepada orang tua dan keluarga besar yang ditinggalkan, (Jumat , 8/12/2023). 

Miris, kita menyekolahkan anak kita supaya mendapatkan pendidikan, bukan untuk menjadi korban ataupun pelaku dari perundungan atau bullying, namun kenyataannya saat ini, anak tidak mendapatkan tempat yang aman baik itu di sekolah ataupun lingkungan sekitar rumah. 

Meskipun sudah dibentuk satgas di berbagai satuan pendidikan, nyatanya hingga saat ini kasus bullying belum berhenti, layanan sahabat perempuan dan anak (SAPA 129) adalah salah satu upaya yang di lakukan oleh lembaga satuan Pendidikan, yang melakukan pendampingan terhadap korban dan keluarganya, juga melakukan koordinasi dengan polres setempat, untuk memastikan proses hukum terus berjalan. 

Mengapa Masih Terjadi? 

Hal ini menunjukkan adanya kesalahan cara pandang kehidupan, dan akar masalah persoalan, cara pandang hidup saat ini dipengaruhi oleh sistem yang jauh dari fitrah manusia sebagai seorang hamba, hamba yang diciptakan oleh sang Maha pengatur yaitu Allah SWT, saat ini diganti oleh cara pandang hidup dalam sistem tidak memanusiakan manusia, kebebasan berekspresi menjadi salah satu penunjangnya, seorang anak atau siswa-siswi mereka bebas melakukan hal apa pun yang mereka sukai meskipun melanggar aturan. 

Faktor penunjang lain saat ini adalah gadget dan juga tayangan yang tidak mendidik, yang menjadi tuntunan, mereka bisa meniru dan mengakses video-video kekerasan yang di perankan dalam game online, yang sangat mempengaruhi mindset anak, emosi yang tidak terkontrol dan siapa saja yang ada di sekitarnya bisa menjadi sasaran pelampiasannya. Termasuk kepada teman yang dianggap lemah dan tak berdaya. 

Dan yang lebih parah lagi, kesenjangan di antara murid lama dan murid baru seakan menjadi rantai bullying yang tidak pernah putus di sekolah, mereka siswa senior bebas melakukan apa pun terhadap juniornya, termasuk melakukan tindakan kekerasan fatal, dan itu akan di lakukan oleh siswa yang mendapatkan hal tersebut kepada siswa baru ke bawah nya. Inilah yang seharusnya diputus, peran sekolah, guru dan orang tua harus menghentikan kebiasaan buruk yang terjadi di lingkungan sekolah. Juga penerapan sanksi tegas yang di lakukan pihak sekolah yang masih membiarkan hal tersebut terus terjadi. 

Buruknya Sistem Pendidikan Sekuler 

Sekularisme merupakan faktor yang menyebabkan rusaknya generasi, akidah yang seharusnya menjadi pokok dan pembentukan karakter tidak diterapkan, saat ini agama hanya di jadikan sebagai aktivitas ritual saja, yang mengatur hubungan antara dirinya dan Tuhan-nya, sedangkan kehidupan lainnya tidak diatur. 

Sistem pendidikan saat ini hanya berupa transfer ilmu, anak tidak diberikan pendidikan akidah yang menjadi pondasi pokok, output pendidikan hanya pada lulusan akademis yang bisa menghasilkan uang, bukan pada pendidikan karakter yang memanusiakan manusia, dan peduli terhadap sesama, generasi semacam ini banyak di temukan dalam sistem saat ini. Bahkan mereka tidak mengetahui tujuan mereka hidup dan di ciptakan oleh Allah SWT. 

Pendidikan Islam yang Terbaik 

Sedangkan pendidikan di dalam Islam, Islam memiliki sistem pendidikan terbaik, berasaskan akidah Islam, akidah merupakan pondasi yang di bangun sejak dini, mereka di ajak untuk mengenali dirinya sendiri, untuk apa dia hidup dan akan kemana setelah kehidupan, yang meyakini adanya hari pembalasan. 

Dengan keyakinan tersebut maka akan mencegah adanya kejahatan, karena mereka yakin bahwa setiap perbuatan akan di hisab dan di minta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Dengan demikian segala bentuk perbuatan baik itu perundungan atau bullying tidak akan terjadi, karena negara pun  akan senantiasa mengawasi dan menindak setiap pelanggaran yang di lakukan oleh siapa pun baik itu pelajar, mahasiswa ataupun masyarakat umum. Dan semua itu bisa terwujud hanya di dalam sistem Islam, yaitu Islam yang di terapkan dalam sebuah negara yaitu khilafah a'laa minhajjin nubuwwah.
Wallahu'alam bishowab 

Oleh : Ummu Ghifa 
Sahabat Tinta Media

Minggu, 05 November 2023

Perundungan Terus Terjadi, Buah Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Pasangan pasutri di daerah Baleendah, Kabupaten Bandung menjadi korban penusukan seorang santri yang berusia 16 tahun. Keduanya merupakan pemilik warung di kawasan tersebut. Namun, salah satu dari korban bernama Abdul Kopdar meninggal dunia dikarenakan sejumlah luka tusukan senjata tajam. Sedangkan istrinya yang tengah hamil 4 bulan pun tak luput dari serangan tersebut. Ia mengalami luka tusukan di punggung, meskipun selamat.

Motif pelaku melakukan hal tersebut dikarenakan pelaku merasa tersinggung karena ditatap sinis oleh pemilik warung tersebut hingga kemudian melakukan penusukan. 

Usut punya usut, ternyata pelaku merupakan korban perundungan di salah satu pondok pesantren di daerah tersebut. Saat itu, pelaku hendak melarikan diri dari pondok karena mengalami perundungan dari teman-temannya. Ketika pelaku lewat di depan warung korban, ia tersinggung lantaran merasa ditatap sinis sehingga peristiwa penusukan tersebut pun terjadi.

Miris memang, korban perundungan menjadi pelaku  pembunuhan. Dalam kasus ini, pelaku mengalami gangguan emosional akibat kesal karena mendapatkan perundungan dari teman-temannya, sehingga melampiaskan kekesalan tersebut kepada orang lain sampai menghilangkan nyawa orang lain.

Acap kali, kasus perundungan ini terjadi di lingkungan pendidikan. Sekolah yang seharusnya mampu mendidik akhlak serta adab para muridnya, malah menjadi tempat yang berpotensi menimbulkan kasus perundungan.

Ini tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, korban bisa mengalami gangguan emosional dan mental, seperti kecemasan, depresi, stress, krisis kepercayaan diri, hingga kehilangan nyawa. Seperti yang terjadi di Tasikmalaya, Juli 2022 lalu. Korban perundungan yang masih duduk di bangku sekolah dasar mengalami depresi karena mengalami perundungan dari teman-temannya hingga mengalami depresi dan akhirnya meninggal dunia. (Republika Online)

Beberapa faktor penyebab terjadinya perundungan di antaranya adalah pengaruh dari tontonan, game online, circle pertamanan, pola asuh dalam keluarga, adanya persaingan atau kompetisi, dll. 

Sistem pendidikan yang berbasis sekuler menjadi penyebab kasus perundungan kian marak terjadi. Dalam sistem pendidikan sekuler, sekolah hanya sebagai alat untuk mencetak generasi yang siap berdaya saing, tetapi minim adab dan pengetahuan agama.

Bahkan, sekolah yang berbasis pendidikan agama seperti madrasah atau pesantren pun kini dituntut untuk mencetak generasi yang siap bertarung dalam dunia kerja. Belajar agama pun tidak dituntut untuk difahami serta diamalkan, tetapi hanya sebatas transfer ilmu saja. Kurikulum yang terus berganti juga tidak mampu membuat generasi memiliki akhlak yang baik. Malah sebaliknya, membuat mereka semakin rapuh.

Media sosial dan game online turut andil dalam meningkatnya kasus perundungan. Keduanya menampilkan berbagai tontonan serta game yang sarat kekerasan akan memberikan contoh kepada generasi untuk melakukan kekerasan fisik kepada teman-temannya. 

Pola asuh keluarga yang salah juga menjadi salah satu penyebab. Ini dikarenakan orang tua yang sibuk dengan pekerjaan sehingga mereka acuh terhadap hal-hal yang dilakukan anak-anak. 

Kejadian perundungan di sekolah juga kerap diabaikan oleh pihak guru maupun orang tua. Guru yang seharusnya dapat menjaga kesehatan mental peserta didik, malah terkesan tidak peduli dengan perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah. Mereka menganggap bahwa hal seperti itu sudah biasa. Terkadang orang tua pelaku perundungan tidak mengetahui, bahkan mengelak bahwa anaknya sebagai pelaku perundungan. 

Tak jarang pula orang tua yang melaporkan anaknya menjadi korban perundungan malah dianggap berlebihan atau lebay. Korban malah disudutkan oleh pihak sekolah dan orang tua pelaku karena dianggap berlebihan atau lebay, tanpa mengetahui beban mental yang tengah korban alami. Akibatnya, dengan berbagai tekanan yang dirasa semakin berat, korban bisa saja meluapkan atau melampiaskannya dengan melakukan tindakan di luar dugaan seperti pembalasan terhadap pelaku atau dengan sasaran orang lain, atau bahkan melakukan bunuh diri karena tidak tahan lagi dengan perundungan yang ia alami. 

Melihat kejadian tersebut, akhirnya mereka pun justru hanya menyalahkan dan memandang korban sebagai pelaku kejahatan saja. Sementara, pelaku perundungan justru merasa aman dan bebas melakukan kembali perundungan kepada teman-temannya yang lain.

Kasus perundungan sejatinya akan terus berulang apabila akar permasalahannya tidak terselesaikan dengan baik. Untuk itu, negara wajib mengganti sistem pendidikan yang berbasis sekuler menjadi sistem pendidikan Islam yang mampu membentuk karakter anak yang beriman dan bertakwa dengan menanamkan akidah Islam yang kuat, serta mengamalkan syariat Islam di dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, anak tidak akan mudah terpengaruh oleh arus moderenisasi budaya serta pemikiran asing yang sangat bertentangan dengan syariat Islam.

Negara juga harus menyaring berbagai tontonan dari media, serta game online yang terindikasi menampilkan kekerasan dan pornografi. Media hanya akan digunakan untuk sarana informasi, belajar, serta syiar Islam saja.

Lingkungan keluarga, sekolah, serta masyarakat harus mendukung tumbuh kembang karakter generasi dengan melakukan pengawasan dan pengontrolan agar tidak mudah terpengaruh hal-hal buruk.

Dengan demikian, kasus perundungan dapat tertuntaskan dan akan tercipta lingkungan yang aman bagi generasi dalam menempuh pendidikan. Budaya liberal ala Barat dan pemikirannya hanya dapat menimbulkan berbagai macam kerusakan yang tak berujung. Umat Islam wajib menerapkan syariat Islam secara menyeluruh agar mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun negara. Wallahu alam bi shawab.

Oleh: Dini A. Supriyatin
Sahabat Tinta Media

Jumat, 03 November 2023

Perundungan Akibat Penerapan Sistem Sekularisme Liberalisme dalam Pendidikan



Tinta Media - Kasus perundungan atau bullying ahir-ahir ini kembali merebak. Kekerasan di dunia pendidikan semakin mengkhawatirkan.Tindakannya makin berani, brutal, dan sadis. Mereka bukan sekadar melakukan kekerasan, tetapi juga sampai pada hilangnya nyawa. Yang lebih miris lagi, tindakan ini dilakukan pada teman seusianya.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat bahwa kasus bullying di institusi pendidikan sekitar Jauari-September 2023 sudah berada pada 23 kasus. Dua di ataranya sampai melayang nyawanya, yaitu siswa SDN di Sukabumi yang mendapat kekerasan fisik dari teman seusianya dan yg lainnya siswi MTS di Blitar. (kompas, 04/10/2023.

Sungguh miris dan sangat mengkhawatirkan. Sudah sepatutnya semua pihak   mencari solusi untuk masalah tersebut.

Ketua komisi DPRD Kabupaten Bandung dari praksi PKS Maulana Fahmi mempunyai keinginan untuk melakukan mitigasi perihal banyaknya anak yang saling membully. Kang Fahmi mengaku pernah memberikan sebuah terobosan mengenai sebuah sistem tentang apa yang harus dilakukan anak dan guru. Beliau mengutarakan, harus ada persamaan pandangan antara guru dan orang tua siswa bahwa anak itu dididik, bukan sekadar dititipkan di sekolah tanpa ada ikatan emosional.

Deputi Bidang Khusus Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar menyampaikan bahwa pola pengasuhan yang positif dan komunikasi yang terbuka dengan anak menjadi kunci dalam mencegah anak terpapar perilaku negatif. Beliau pun  menegaskan agar orang tua selalu memperhatikan perilaku anak, serta lingkungan tempatnya bergaul, sehingga  kejanggalan yang terjadi pada anak mudah diketahui.

Kemendikbudristek pun sudah menetapkan 3 program untuk memperkecil kasus kekerasan di lembaga pendidikan, di antaranya, 

Pertama, memperkuat pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TTPK) di lembaga pendidikan. Adanya TTPK ini diharapkan menjadi solusi terbaik, karena pengurusnya melibatkan guru ataupun orang tua. 

Kedua, melakukan intervensi melalaui kampanye publik terkait kekerasan.

Ketiga, menggagas program root anti-perundungan.

Ketiga program tersebut sebenarnya telah dijalankan sejak 2021. Namun, masalah yang ada belum tertuntaskan. Sudah hampir 3 tahun, tetapi hasilnya belum terlihat juga. 

Seperti halnya keluarga,  lingkungan masyarakat pun sangat berpengaruh atas maraknya kasus perundungan yang dilakukan anak, misalnya orang tua yang sibuk bekerja dan tidak mampu menjalankan fungsi seperti yang seharusnya. Mudahnya anak mengakses informasi lewat internet juga menjadi salah satu penyebab atas maraknya kasus bulying tersebut. 

Namun, semua ini hanyalah akibat. Sejatinya, sekularismelah biang keroknya. Masuknya sekularisme pada sistem pendidikan telah melahirkan kurikulum yang jauh dari agama. Hasilnya, anak didik tidak paham dengan ajaran agamanya. Mereka cenderung memenuhi keinginannya dengan menghalalkan segala cara, walaupun dengan kekerasan. 

Prinsip seperti inilah yang melahirkan ide kebebasan, terutama kebebasan berakidah yang membuat mereka bebas untuk beribadah atau tidak. Selain itu, kebebasan bertingkah laku telah mencetak generasi yang semaunya sendiri di lingkungan ataupun masyarakat.

Di sinilah pentingnya agama bagi kehidupan. Agama mampu menyelesaikan dan mengatasi semua problematika kehidupan.

Semua kerusakan ini diakibatkan oleh penerapan sistem sekularisme. Maka, cara mengatasinya adalah dengan mengganti sistem pendidikan sekuler menjadi pendidikan Islam, yaitu menjadikan Islam sebagai landasan membuat peraturan.

Dari landasan tersebut akan lahir kurikulum Islam yang bertujuan untuk membentuk anak didik yang berkepribadian Islam, menanamkan akidah Islam pada pendidikan dasar. Dengan begitu, anak-anak akan memahami mana yang benar dan mana yang salah.

Islam juga mampu menjaga keimanan mereka. Apabila imannya kuat, maka standar dalam perbuatannya adalah meraih rida Allah ta'ala. 

Lain halnya dengan sistem sekuler kapitalisme, sistem Islam atau Khilafah mampu menjadikan akidah Islam sebagai asas yang memiliki aturan yang sangat terperinci dan sempurna. Terlindunginya anak dari segala bentuk kajahatan ataupun terlibatnya mereka dalam perundungan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, lingkungan masyarakat dan juga negara  yang memiliki andil dan peran besar dalam mewujudkan anak-anak sehat, cerdas, dan berkepribadian Islam yang senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.

Tuntasnya, kasus perundungan hanya akan terwujud dengan tiga pilar sebagai berikut: 

Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Inilah yang akan mendorong setiap individu untuk senantiasa taat pada aturan Islam secara keseluruhan. Keluarga juga dituntut untuk menerapkan aturan Islam di dalamnya, yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaannya

Kedua, kontrol masyarakat. Hal inilah yang bisa menguatkan apa yang dilakukan oleh individu dan keluarga. Kontrol ini sangat penting untuk mencegah merebaknya berbagai tindakan brutal dan jahat yang dilakukan anak-anak. 

Budaya beramar ma'ruf nahi mungkar di tengah masyarakat serta tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi  semua bentuk kemungkaran akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat, sehingga semua tindakan kriminalitas dapat diminimalkan.

Ketiga peran negara. Negara Islam wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi rakyat dari berbagai peluang untuk berbuat dosa, termasuk perundungan. Caranya dengan menegakkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam yang handal sehingga terhindar dari berbagai tindakan yang tidak seharusnya. Negara pun harus menjamin terpenuhinya pendidikan yang berkualitas dan cuma-cuma untuk semua rakyat.

Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang dapat melindungi anak dan mampu mengatasi persoalan perundungan dengan sempurna, Ini semua hanya akan terlaksana jika aturan Islam diterapkan secara totalitas dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah Islamiyah, walahualam bishawab.

Oleh: Imas Cucun
Sahabat Tinta Media

Selasa, 10 Oktober 2023

Pemerhati Remaja Ungkap Tiga Akar Masalah Tindakan Perundungan

Tinta Media - Pemerhati Remaja Wendy Lastwati mengungkap, setidaknya ada tiga poin akar masalah dari tindakan perundungan (bullying) yang marak terjadi. Hal tersebut dijelaskan dalam kegiatan Keputrian di SMK Utama Informatika, Jumat (6/10/2023) di Depok.

Pertama, pola asuh pendidikan. “Pola asuh keluarga dalam mendidik yang bersifat sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) adalah pola asuh yang salah,” ujarnya di hadapan sekitar 90 siswi SMK.

Kedua, masyarakat yang individualis yaitu masyarakat yang apatis (tidak peduli) terhadap tindak kriminal termasuk perundungan.

Ketiga, kebijakan negara. “Kebijakan negara hanya mengutamakan nilai dan sekuler, bukan dari proses bagaimana seseorang belajar,” terangnya.

Faktor Melakukan Perundungan

Dalam kesempatan yang sama, Kak Wendy, begitu sapaan akrabnya, menjelaskan ada beberapa faktor seseorang bisa melakukan perundungan. “Faktor pertama pelaku melakukan bullying karena pelaku memiliki masalah keluarga, stres atau trauma,” terangnya.

Faktor lainnya, ujarnya, yaitu pelaku tidak berinteraksi dengan orang tua/wali, melihat pertengkaran di rumah setiap hari, dan 14 persen pelaku adalah korban di masa lalu.

Pandangan Islam

Kak Wendy pun menegaskan, dalam pandangan Islam tindakan perundungan itu dilarang. “Bullying bukan dari Islam! Justru Islam melarang perbuatan tersebut,” jelasnya.

Menurutnya, hal tersebut diterangkan dalam Al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 11. Isi terjemahnya yakni:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Kak Wendy menjelaskan, perundungan adalah penyakit sosial peradaban sekuler, dan pondasi keimananlah benteng dari pelaku jahat dan sadis.

Ia pun menegaskan, dalam pola asuh orang tua yang islami juga sangat penting, yakni suasana keimanan harus ditanamkan orang tua, anak kenyang perhatian dan kasih sayang.

“Selain itu, negara berperan membangun sistem sesuai syariat Islam. Peran negara yaitu membangun sistem pendidikan dan sistem pergaulan sesuai syariat Islam,” pungkasnya.[] Mustikawati

Jumat, 04 Agustus 2023

Siyasah Institute: Indonesia Darurat Perundungan



 
Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan bahwa  Indonesia darurat perundungan.
 
"Siapa saja yang sering memperhatikan dunia pendidikan dan perkembangan sosial di tanah air, akan percaya kalau Indonesia darurat perundungan,"ujarnya kepada Tinta Media, Kamis (3/8/2023).
 
Untuk mendukung pendapatnya, Iwan mengutip data hasil Asesmen Nasional 2021, bahwa menurut Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, sekitar 25 persen peserta didik di Indonesia mengalami berbagai bentuk perundungan.
 
“Banyak guru dan orang dewasa, termasuk orang tua yang kerap mengabaikan terjadinya perundungan. Biasanya mereka akan menganggap itu adalah hal biasa dalam dunia pertemanan,” sesalnya.
 
Gagal
 
Dalam penilaian Iwan, perundungan yang makin marak adalah tanda kegagalan pendidikan dalam sistem sekulerisme.
 
“Tanda kegagalan pendidikan itu, ketika pendidikan tidak menghasilkan para pelajar yang beradab, tapi justru suka menindas orang lain. Anak-anak hanya dijejali beban akademik, tapi dijauhkan dari adab. Tidak heran akan bermunculan mesin-mesin kekerasan di tengah masyarakat.  Kekerasan politik lewat kebijakan, kekerasan fisik dan perundungan,” ulasnya.
 
Iwan berharap umat tidak berdiam diri di tengah derasnya arus perundungan pada anak-anak dan pelajar. “Tetap harus ada langkah yang diambil untuk meminimalisir dan mencegah berulangnya perundungan pada anak-anak,” tegasnya.
 
Iwan memaparkan, setidaknya ada tiga langkah yang bisa dilakukan. Pertama, ciptakan rasa aman dan nyaman di tengah lingkungan keluarga. Jadilah orang tua yang berkarakter pelindung dan kasih sayang. Sehingga anak-anak terbebas dari rasa terintimidasi. Landasan paling kuat untuk keluarga adalah iman dan takwa. Maka orang tua harus bisa menjadi cerminan pribadi muslim yang salih dan salihah dan menularkan kesalihan pada anak-anak.
 
“Kedua, para pendidik, baik guru, muadib/ah atau para ustadz/ah, harus membekali diri dengan skill pencegahan dan penanganan bullying,” ujarnya.
 
Di samping itu, kata Iwan, harus ada penambahan skill khusus bagi para pendidik untuk hal itu yang mencakup diantaranya; mengetahui jenis-jenis perundungan,mengetahui grup-grup siswa/pelajar dalam menghadapi perundungan,mengetahui jejaring perundungan dan memutuskan mata rantainya, memulihkan mental korban perundungan, memulihkan pertemanan yang rusak akibat perundungan, membangun keberanian para siswa dalam mencegah perundungan, dan sebagainya.
 
“Ketiga, penting mengetahui latar belakang terjadinya perundungan dan latar belakang para pelaku, agar bisa dibedakan mana yang sebenarnya pernah menjadi korban, atau anak yang mengalami salah pengasuhan sehingga memiliki cacat kepribadian, dan mana yang sudah berani melakukan tindak perundungan yang berbahaya seperti melakukan pemerasan, tindak kekerasan, dan sebagainya,” urainya.
 
“Jadi, jangan sampai menunggu kondisi ideal tegaknya kehidupan Islam untuk menghentikan perundungan. Ada langkah-langkah praktis dan krusial yang bisa dilakukan untuk menangani hal ini. Tentu sebatas yang bisa dilakukan,” pungkasnya. [] Muhammad Nur

Pakar: Banyak Guru dan Orang Dewasa Abai terhadap Perundungan



Tinta Media - Pakar Parenting Islam, Iwan Januar mengatakan bahwa banyak guru dan orang dewasa yang abai terhadap perundungan.

"Banyak guru dan orang dewasa, termasuk orang tua yang kerap mengabaikan terjadinya perundungan. Biasanya mereka akan menganggap itu adalah hal biasa dalam dunia pertemanan," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (2/8/2023).
 
Perundungan, lanjutnya,  merupakan tindakan menyakiti seseorang dalam kesunyian.  “Artinya pelaku perundungan melakukan aksinya dengan hati-hati, agar tidak terlihat orangtua ataupun guru," jelasnya.
 
Pelaku perundungan, ucapnya,  biasanya akan berhati-hati dan menyembunyikan semua tindakannya. “Mereka juga akan merahasiakan atau menghapus chat, atau malah tidak akan menggunakan chat sebagai sarana komunikasi dengan korban atau sesama pelaku perundungan. Maka, jangan harap guru atau orang tua bisa mudah mendeteksinya atau melihatnya dari chat di ponsel mereka," ujarnya mengingatkan.
 
Berdiam Diri
 
Dalam penilaian Iwan, korban dari perundungan kebanyakannya berdiam diri untuk mengalah. Korban perundungan lebih memilih menutup diri, atau hanya bisa menangis.  Ada pula yang ingin pindah sekolah karena tak tahan lagi. “Bahkan yang  terparah melakukan pembalasan atau bunuh diri seperti dalam sejumlah kasus," imbuhnya.
 
Oleh karena itu, Iwan menegaskan, umat Islam tidakboleh  berdiam diri di tengah derasnya arus perundungan.  Ia juga menjelaskan beberapa langkah yang harus diambil untuk meminimalisir dan mencegah berulangnya perundungan.
 
“Pertama, ciptakan rasa aman dan nyaman di tengah lingkungan keluarga. Landasan paling kuat untuk keluarga adalam iman dan takwa. Maka orang tua harus menjadi cerminan pribadi muslim yang salih dan salihah dan menularkan kesalihan pada anak,” bebernya.
 
Kedua,  sambungnya, para pendidik, baik guru, muadib/ah atau para ustadz/ah, harus membekali diri dengan skill pencegahan dan penanganan bullying.
 
“Harus ada penambahan skill khusus bagi para pendidik, seperti mengetahui jenis-jenis perundungan, mengetahui grup-grup siswa/pelajar dalam menghadapi perundungan, memulihkan mental korban perundungan, dan sebagainya," jelasnya.
 
Ketiga, sebutnya,  penting  mengetahui latar belakang terjadinya perundungan dan latar belakang para pelaku. Hal ini penting, agar bisa dibedakan mana yang sebenarnya pernah menjadi korban, atau anak yang mengalami salah pengasuhan, sehingga memiliki cacat kepribadian, dan mana yang sudah berani melakukan tindak perundungan yang berbahaya.
 
“Jadi, jangan sampai menunggu kondisi ideal tegaknya kehidupan Islam untuk menghentikan perundungan. Ada langkah-langkah praktis dan krusial yang bisa dilakukan untuk menangani hal ini. Tentu sebatas yang bisa dilakukan,” pungkasnya. [] Citra Salsabila.

Selasa, 13 Juni 2023

Perundungan Bikin Mendung Dunia Pendidikan

Tinta Media - Bullying makin marak terjadi di lingkungan sekolah, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah menenengah atas (SMA). Beberapa waktu lalu, siswa kelas 2 SD di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tewas akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya. Hal ini sungguh ironi. 

Kasus perundungan di Indonesia semakin meningkat. Menurut data yang dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia(KPAI), sepanjang tahun 2022 terdaat kenaikan kasus perundungan sebanyak 4 kali lipat, yakni sekitar 226 kasus. 

Hal ini diprediksi terus meningkat dengan adanya penelitian yang dilakukkan oleh Mendikbudristek yang melibatkan 260 ribu sekolah dari jenjang SD-SMA/SMK. Terdapat sekitar 6.5 juta siswa dan 3,1 juta guru yang terlibat dalam survey itu menghasilkan  bahwa terdapat 24,4% potensi perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah.

Negara pun tidak tinggal diam. Beberapa kebijakan pun dibuat agar mampu memberantas perilaku bullying di sekolah. Salah satunya adalah dengan penguatan karakter pelajar pancasila di dalam kurikuum pendidikan saat ini. Namun, nampaknya hal itu belum berhasil memberantas kasus bullying hingga ke akar-akarnya. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya potensi kasus bullying disekolah. 

Maka dari itu, permassalahan yang terjadi bukanlah permasalahan pengokohan karakter semata, tetapi ini adalah permasalahan sistem kapitalis-sekuler yang diterapkana dalam kehidupan saat ini. 

Kasus perundungan hanya merupakan serpihan rempeyek dari dampak sistem sekulerisme. Saat ini generasi dijauhkan dari hakikat penciptaannya sebagai manusia, sebagai hamba allah ta’ala  yang taat dan terikat dengan syariat. 

Ada beberpa penyebab maraknya kasus perundungan, di antaranya. 

Pertama, kurikulum yang diterapkan dunia pendidikan saat ini tidak menjadikan akhlak dan akidah sebagai pondasi dasar. Kurikulum saat ini hanya berorientasi pada hasil, seperti bagaimana siswa dapat terserap di lapangan kerja dan bagaimana pelajar dapat masuk perguruan tinggi top, baik dalam negeri maupun dunia. 

Maka dari itu, sistem pendidikan saat ini luput dari yang namanya pembentukan akidah, justru kurikulum pendidikan sistem saat ini sejengka demi sejengkal memisahkan agama dari pengajaran di sekolah.

Kedua pola asuh. Pendidikan dalam keluarga diwarnai dengan paham sekuler. Adanya kebebasan berekspresi dan berperilaku membuat anak-anak mudah mengakses  konten-konten berbau pornografi dan kekerasan. Hal ini menjadi permasalahan yang dilematis  bagi orang tua, karena tidak mampu mengawasi anaknya selama 24 jam. 

Selain itu  orang tua yang tidak memiliki ilmu terkait  pengasuhan juga menjadi tantangan besar untuk mengasuh anaknya. Banyak orang tua karena tidak memiliki ilmu terkait pengasuhan, mereka cinderung agresif dalam mengasuh anaknya. Tak jarang, hal inilah yang ditiru anak di kehidupan sosialnya.

Karena itu, tak jaranng anak menjadi pelaku bullying justru karena terinspirasi dari tindakan orang tua. Tanpa disadari, anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang mudah tersulut emosi. 

Ketiga kehidupan yang individualistis. Kehidupan individulistis yang bercokol di sistem sosial saat ini juga dapat mengikis kepedulian antarsesama. Inilah  yang menjadi cikal bakal tumbuhnya bibit-bibit pelaku perundungan. Ini karena matinya rasa empati pada generasi, tidak adanya rasa kasihan ketika melakukkan perundungan. 

Selain itu, generasi saat ini juga tumbuh menjadi manusia  “sumbu pendek”  yang mudah sekali tersulut emosi. Tidak hanya itu, tekadang  kekerasan verbal seperti mencela dan menghina, serta mengeluarkan kata-kata umpatan sudah menjadi hal yang biasa. 

Inilah efek dari bercokolnya sisem sekuler-kapitalis yang mengakibatkan tatanan kehidupan semakin rusak.

Dari tiga poin di atas, jelaslah bahwa solusi dari pembullyan tersebut harus melibatkan tiga pihak, yaitu orang tua, masyarakat, dan pemangku kebijakan. 

Perundungan adalah sebuah penyakit sosial yang harus dituntaskan sampai ke akarnya secara sistemik dengan mengganti sistem kehidupan kita yang sekuler-kapitalis ini menjadi ke sistem yang sahih, yaitu sistem Islam. 

Sistem Islam menjadikan akidah Islam menjadi dasar dalam sistem pendidika dan kehidupan sosialnya, sehingga setiap orang akan menjadikan akidah Islam sebagai penuntun kehidupan mereka. 

Jadi, tak heran jika sistem Islam mampu dan pernah melahirkan generasi yang cerdas secara pemikiran dan juga mulia secara kepribadian. Jika dirinci, ada 4 faktor yang menjadi kunci kesuksesan tersebut: 

Pertama, keimanan sebagai landasan setiap perbuatan, sehingga mampu menjadi benteng dari perilaku yang jahat dan sadis.

Kedua, sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam akan mampu mencetak generasi yang berkepribadian dan berakhlak mulia secara komunal.

Ketiga, dengan landasan akidah Islam dalam membangun keluarga, akan terbentuk orang tua yang memiliki pola asuh dan cara mendidik yang sesuai dengan syariat Islam.

Ketiga, menerpakan sistem pergaulan sosial berdaarkan syariat Islam sehingga melahirkan masyarakat yag bertakwa secara keseluruhan.

Keempat poin tersebut tidak bisa diterapkan jika tidak ada payung yang menaungi. Payung yang dimaksud adalah negara yang menerapkan Islam secara keseluruhan atau kaffah yang disebut khilafah islamiyah.

Oleh: Razzaqurnia Dewi
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab