Tinta Media: Pertambangan
Tampilkan postingan dengan label Pertambangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pertambangan. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 Januari 2024

Perusahaan Stockpile Potret Pertambangan Eksis Rakyat Jadi Tumbal Efek Neoliberal Kapitalistik



Tinta Media - Perusahaan Stockpile Batu Bara di kawasan Waylunik belum lama didirikan sudah memberikan deretan marabahaya yang mengancam lingkungan dan kesehatan. Tiga bulan terakhir warga diresahkan oleh debu batu bara yang  berujung sesak napas, mata pedih, ISPA, bahkan kematian. (CNN.Indonesia, 23/12/2023). 

Kelurahan Waylunik, Panjang, Bandar Lampung terdapat lebih dari 2.000 kepala keluarga (KK) setara dengan jumlah penduduk lebih dari 7.000 jiwa.  Warga yang terdampak sekitar 5 RT dari debu stockpile batu bara tersebut, terlebih Perusahaan batu bara di kawasan tersebut lebih dari satu perusahaan. 

Sampai detik ini belum ada konfirmasi terkait dampak debu batu bara oleh Direktur PT Sentral Mitra Energi, William Budiono, selaku Perusahaan Stockpile batu bara di kawasan Waylunik. 

Benarkah limbah industri pertambangan tergolong non B3?

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) paling melimpah, tergolong salah satu negara penghasil tambang terbesar di dunia. 

Penambangan merupakan proses penggalian bahan mentah dari perut bumi untuk diproses menjadi sesuatu yang dapat digunakan bagi kebutuhan manusia. Penambang dilakukan di permukaan bumi, dan di laut. Beberapa contoh zat yang ditambang antara lain batu bara, mangan, tantalum, kasiterit, tembaga, timah, nikel, bauksit (bijih aluminium), emas, perak, bijih besi, dan berlian dilansir dari  laman National Geographic. 

Kalau ditelisik lebih dalam, mengingat banyak sekali para korporat asing dan aseng yang mengolah hasil SDA di negeri ini  khususnya dalam dunia pertambangan, salah satunya adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang memiliki rekam jejak buruk karena diadukan melanggar HAM, merusak lingkungan, polusi, menghancurkan kehidupan lokal (beritasatu.com, 9/10/12). 

Pemerintah harusnya bisa peka untuk  mengambil langkah bijak, belajar dari banyaknya perusahaan asing dan aseng ini Indonesia yang paling dirugikan, menjadi sumbangsih SDA terbesar tetapi rakyat menikmati kerusakan alamnya, serta mengancam kesehatan warga, terlebih  keuntungan hanya dirasakan segelintir oknum-oknum pemilik modal dan tentunya rakyat harus mengeluarkan cuan dengan nominal fantastis untuk menikmatinya. Misalnya untuk memiliki emas rakyat harus mengeluarkan uang kisaran Rp.900.000,00 untuk berat 1 gram. 

Kebijakan Menguntungkan Para Korporat

Pada dasarnya industri pertambangan menghasilkan limbah industri berupa metal dan metaloid, ketika dua senyawa ini dalam konsentrasi tinggi sangat membahayakan bagi kesehatan dan lingkungan. 

Energy Information Administration Amerika Serikat menjelaskan bahwa limbah debu batu bara (fly ash) dari pertambangan, dulu dilepaskan ke udara melalui pembakaran namun hal ini sudah dilarang oleh undang-undang. Emisi fly ash itu wajib ditangkap oleh perangkat pengendalian polusi begitu pula dengan limbah bottom ash. 

Indonesia baru saja mengeluarkan kebijakan berupa fly ash dan bottom ash bukan  kategori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kebijakan ini ditandatangani Presiden Jokowi yang berlaku mulai 2 Februari 2021. 

Dengan adanya fakta yang terindra dan hasil riset yang ada sudah membuktikan pemerintah berdiri dipihak mana? Rakyat menjerit sekalipun enggan mendengarkan bahkan tutup mata dengan penderitaan rakyat selama ini. Dengan SDA yang ada harusnya menjadi mudah di akses rakyat untuk mendapatkan kesejahteraan. Faktanya kasus pengangguran merajalela, kemiskinan belum terselesaikan, dan kasus kriminalitas meningkat. 

Revolusi industri mengubah paradigma manusia untuk bertahan hidup. Berkembangnya teknologi memaksa manusia untuk memanfaatkan SDA mampu meraup keuntungan sebanyak mungkin, contohnya usaha pertambangan.  Meskipun menyediakan banyak mineral berharga, pertambangan ternyata dapat membahayakan manusia dan lingkungan. 

Neoliberal Kapitalistik Dalang Dibalik Penderitaan rakyat

Selama fly ash dan bottom ash dikategorikan B3 karena tidak dapat dimanfaatkan. Pengusaha mendukung limbah batu bara ini keluar dari B3 sebab dianggap bisa digunakan sebagai material konstruksi seperti campuran semen dalam pembangunan jalan, jembatan, dan timbunan, reklamasi bekas tambang, serta untuk sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. 

Justru ini sangat menguntungkan para korporat, para pemilik modal ini bisa mengalokasikan anggaran karena limbah ini tidak tergolong B3 lagi. Karena untuk lolos sensor B3 perlu mengeluarkan banyak dana, jelas diuntungkan bukan? 

pemerintah lepas tangan dan abai terhadap rakyat. Kebijakan pemerintah hanya memihak para korporat swasta, ketika berpotensi menghasilkan cuan maka menghalalkan segala cara. Wajar saja karena negara mengadopsi paham neoliberal kapitalistik. Paradigma ini adalah buah dari ideologi sekularisme-kapitalisme yang berarti paradigma pemilik modal menguasai pasar untuk mencapai tujuan meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Dari paradigma ini lahirlah sifat individualisme dan kesenjangan sosial, yang kaya makin kaya, yang miskin makin menjerit. 

Polemik ini akan terus berlanjut ketika masih menerapkan sistem sekularisme-kapitalisme, kesejahteraan hanya menjadi imajiner karena berbanding tetbalikb360° dengan sistem Islam (Khilafah) 

Mengelola SDA dalam bingkai Khilafah

Islam adalah agama yang paripurna, sebagai pemecah segala sendi persoalan di muka bumi ini. Islam juga memiliki sistem politik yang basic, yaitu sistem Islam atau Khilafah. Sistem politik dalam pandangan Islam adalah hukum atau pandangan yang berkaitan dengan cara bagaimana urusan masyarakat dikelola dan diatur dengan hukum Islam. 

Di dalam sistem politik Islam, kedaulatan ditangan syara', standarnya adalah keridhoan Allah bukan lagi laba-rugi. Termasuk pengelolaan SDA di dalam Islam sangat di perhatikan, tidak berat sebelah karena kekuasaan di tangan ummat (as-sulthan li ummah) sangat gamblang di dalam Islam baromater di setiap kebijakan adalah kesejahteraan ummat bukan oligarki dan para korporat aseng. 

Abu Daud meriwayatkan hadits : “Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput (lahan), dan api (energi).” (HR. Abu Dawud). Menurut  hukum syara, kekayaan alam termasuk bagian dari kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Rasulullah Muhammad saw. juga bersabda : “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api.” (HR Ibnu Majah). 

Memang benar Rasulullah membolehkan orang Yahudi dari Khaibar mengelola tanah, karena Rasulullah sadar bahwa tidak ada kaum muslimin yang memiliki keahlian dalam pengelolaan tanah sebaik mereka. Namun tentu ada syarat agar terjadi kerja sama yang memberikan kebijakan seadil-adilnya. Rasulullah pun memberikan syarat, yaitu setengah hasil kekayaan tanah Khaibar baik buah atau sayuran, untuk kaum Muslimin. Kemudian setengah sisanya untuk kaum Yahudi. Rasulullah memberikan izin kepada mereka untuk tinggal di Khaibar dan mengolah tanah tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 

Lain ladang lain ilalang, ketika negara melalukan kerja sama dengan korporat asing dan aseng kebijakan yang diberikan mencekik rakyat dan menguntungkan pemilik modal, sudah saatnya kita meninggalkan sistem Toghut ini. Mulai dari pelajari Islam secara kaffah hingga ke titik menerapkan secara menyeluruh, waktunya melanjutkan kehidupan Islam karena ummat akan hidup adil, sejahtera, dan aman dalam naungan Khilafah Islamiyah. 

Wallahu'alam bisowab.

Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak. 
(Pegiat Literasi) 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab