Tinta Media: Pertamax
Tampilkan postingan dengan label Pertamax. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pertamax. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 September 2023

Bila Serius Kurangi Polusi, Turunkan Saja Harga Pertamax!

Tinta Media - Program Langit Biru (PLB) telah dicanangkan sejak 19 September 2021 oleh PT Pertamina (Persero) secara bertahap. PLB yang dimulai secara bertahap di beberapa wilayah di Nusa Tenggara Timur saat ini telah memasuki tahap 2. Program berbentuk promo sekaligus edukasi bagi konsumen dalam memilih BBM yang sesuai dengan kebutuhan kendaraan ini bertujuan untuk mengurangi dampak emisi gas buang kendaraan. Tujuan ini tentu patut diacungi jempol karena berdampak menjadikan kualitas udara menjadi lebih baik.

 

Saat ini PLB Tahap 2 sedang dalam proses pengkajian di internal. Nicke Widyawati, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) pada Rabu (30/8/2023) menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI dalam upaya menjalani proses ini. Dalam usulannya PT Pertamina (Persero) berencana akan mencampur Pertalite dengan Ethanol 7 persen sehingga menghasilkan Pertamax Green 92. Ini untuk meningkatkan kadar oktan BBM Subsidi RON 92. Sehingga tahun depan Pertalite RON 90 dapat dihapuskan dan diganti dengan Pertamax Green RON 92.

 

Penggantian ini menurut Nicke bertujuan agar kendaraan menggunakan BBM dengan kualitas yang lebih baik, karena BBM dengan kadar oktan lebih tinggi akan semakin ramah lingkungan. Hal ini secara langsung dianggap dapat mengurangi dampak emisi gas buang terhadap udara dan kesehatan lingkungan. Sampai di sini wacana ini masih dapat kita apresiasi sebagai bentuk kepedulian PT Pertamina terhadap kesehatan lingkungan.

 

Namun, selanjutnya Nicke menyatakan bahwa jika usulan PT Pertamina (Persero) tersebut diterima menjadi program pemerintah, maka harga BBM pasti akan diatur oleh pemerintah. Menurutnya, “Tidak mungkin jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan kepada pasar karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya.” Di sinilah masalah akan kembali muncul.

 

Pasalnya, setelah tiga bulan tidak ada perubahan harga, per satu September 2023, harga Pertamax resmi naik. Terbukti di wilayah Jabodetabek, Pertamax ini dibanderol seharga Rp13.300 per liter padahal sebelumnya Rp12.400 per liter. Sementara itu menurut pantauan di beberapa SPBU pada Senin (15/8/2023) ditemukan kelangkaan BBM jenis Pertalite (CNNIndonesia.com). Ini jelas menyulitkan rakyat sehingga harus mencari di SPBU-SPBU lain yang masih menyediakan Pertalite. Satu hal yang tidak bisa dipungkiri kebanyakan pengguna BBM memang lebih memilih membeli Pertalite yang lebih terjangkau harganya.

 

Meski Irto Ginting, Corporate Secretary PT Pertamina (Persero) membantah terjadinya pembatasan penyaluran Pertalite sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan di tingkat SPBU. Namun, ia mengakui realisasi penyaluran pertalite tahun ini memang meningkat dibandingkan tahun lalu, sehingga, stok hingga akhir tahun mulai menipis. Karenanya rakyat dihimbau untuk menggunakan BBM sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraannya, seperti Pertamax Series dan Dex Series, supaya tidak berbondong-bondong memilih Pertalite saja.

 

Sebenarnya kami sebagai bagian dari rakyat kecil bukannya tidak mau memilih Pertamax, tetapi masalahnya membeli Pertamax sangat berat bagi kantong kami. Di sisi lain, kami sangat mendukung jika PBL bisa diwujudkan secara nyata, bukan sekadar wacana manis semata.  Manusia mana yang tidak ingin hidup dalam lingkungan yang sehat, nyaman dan bebas polusi?

 

Namun, masalahnya janganlah bebankan upaya ‘membirukan langit’ ke pundak kami sementara kami dalam kondisi kesulitan ekonomi. Selama ini untuk bisa bertahan hidup dengan pendapatan minim saja sudah demikian berat. Apalagi jika ditambah dengan naiknya harga BBM. Sudah menjadi fakta tak terbantahkan, bahwa ketika BBM naik, maka harga-harga kebutuhan hidup yang lain akan ikut naik pula.

 

Jadi jika alasan rencana penghapusan Pertalite dan kenaikan harga Pertamax adalah untuk mengurangi polusi udara, maka seharusnya Pemerintah justru menurunkan harga Pertamax serendah-rendahnya. Ini supaya rakyat berbondong-bondong menggunakannya. Bukan dengan cara sebaliknya, bukan? Menurut Islam, pemerintahan ada untuk mengurus dan membela rakyat, bukan sebaliknya.

Oleh: Dewi Purnasari (Aktivis Dakwah Politik)

  




 

 

 

 

Minggu, 24 Juli 2022

Harga Pertamax, Bahan Pangan, dan PPN Naik Bersama, Rakyat Semakin Menderita

Tinta Media - Kenaikan harga Pertamax di tengah perekonomian masyarakat yang mulai membaik usai didera Covid-19 bagai palu godam yang meluluhlantakkan kembali. 

Kenaikan harga Pertamax dari Rp9.000 menjadi Rp12.500 per liter pun menggerus daya beli masyarakat. Akibatnya, kini sebagian pengguna kendaraan bermotor beralih ke Pertalite untuk mengisi bahan bakar.

Hal itu membuat antrean Pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) menjadi lebih panjang dari sebelumnya. Pemilik kendaraan bermotor dengan keuangan pas-pasan terpaksa harus bersabar mengantre panjang agar mendapat bahan bakar yang tidak memberatkan kondisi keuangan mereka.

Jika Pertalite makin langka di pasaran, masyarakat terpaksa harus membeli Pertamax yang harganya lebih mahal. Dapat dipastikan, setiap kali harga Pertamax naik, beban rakyat pun semakin berat, apalagi di tengah harga kebutuhan pokok lainnya yang terus meningkat.

PT Pertamina Patra Niaga mengatakan bahwa kenaikan Pertamax dipicu harga minyak dunia yang melambung sehingga mendorong harga minyak mentah Indonesia mencapai US$114,55 (Rp1,64 juta) per barel pada 24/3/2022.

Kondisi ini dapat menekan keuangan Pertamina sehingga penyesuaian harga BBM nonsubsidi tidak dapat terelakkan. Kenaikan harga Pertamax yang ditetapkan saat ini masih disebut lebih rendah jika dibanding harga seharusnya yang dapat mencapai Rp16.000/liter.

Dalih naiknya minyak mentah dunia yang berakibat pada kenaikan harga BBM nonsubsidi ini nyatanya menuai kritik keras dari banyak pihak. Kenaikan harga tersebut membuktikan bahwa pemerintah tak mampu mengantisipasi kenaikan harga minyak mentah dunia.

Daya Beli Masyarakat Menurun

Pertimbangan Pertamina ini nyatanya tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Kenaikan harga Pertamax cukup riskan, karena momentumnya bersamaan dengan kenaikan harga pangan dan PPN. Situasi ini jelas memukul masyarakat dan menurunkan daya beli mereka.

Salah satu efek domino yang timbul akibat kenaikan harga Pertamax adalah langkanya Pertalite yang mulai terasa. Terbukti, SPBU di beberapa wilayah mengalami kekosongan Pertalite. Kalau sudah begini, dampak ekonominya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah akan semakin terasa.

Jika Pertalite makin langka di pasaran, mau tidak mau masyarakat harus membeli Pertamax yang harganya lebih mahal. Dapat dipastikan, setiap kali harga Pertamax naik, beban rakyat pun semakin berat, apalagi di tengah harga kebutuhan pokok lainnya yang makin meningkat.

Politik Energi Rezim Neoliberal

Berulangkali rezim ini mengeluh bahwa APBN terbebani subsidi BBM. Pemerintah merasa berat, sehingga meminta rakyat berempati, mau paham, dan ikhlas jika BBM dinaikan. Akan tetapi, rezim tidak memahami bahwa beban hidup masyarakat sudah begitu berat. Bahkan, saat pandemi, banyak terjadi kasus bunuh diri karena khawatir dengan kehidupannya.

Rezim meminta agar rakyat bersedia menerima kenaikan BBM, tetapi rakyat menolak. Kini, rezim memutar otak, memaksa rakyat mengonsumsi Pertamax dengan modus aplikasi dan bar code. Mereka tega mempersulit rakyat, demi merogoh kocek lebih besar. Rakyat terpaksa membeli pertamax yang sudah lebih dulu dinaikan, dengan modus mempersulit beli pertalite.

Bukan hanya dipaksa belanja pertamax, tetapi rakyat pun dipaksa memanggul beban lebih berat karena harus menanggung beban kenaikan harga kebutuhan pokok akibat naiknya biaya transportasi.

BBM merupakan barang primer, hak semua rakyat. Dulu saat minyak mentah dunia turun sampai US$20 per barel, rakyat tidak pernah mendapat harga BBM murah. Akan tetapi kini, dengan dalih harga minyak dunia naik, BBM juga mau dinaikan.

Meningkatnya harga BBM secara terus-menerus, tidak lepas dari buruknya tata kelola dan politik energi rezim neoliberal yang ditopang sistem sekuler. Sistem ini hanya memosisikan negara sekadar sebagai penjaga dari kegagalan pasar.

Akibatnya, semua hajat hidup rakyat, termasuk BBM, dikelola dalam kacamata bisnis dengan menyerahkannya pada mekanisme pasar, sebagaimana dikukuhkan dalam UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Nyatanya, sebagian besar ladang minyak bumi malah dikelola oleh pihak asing.

Dengan demikian, dari pernyataan itu, dapat kita pahami bahwa mahal dan meningkatnya harga BBM bukan karena Indonesia kekurangan sumber daya minyak, tetapi terletak pada visi rezim dan tata kelola minyak yang kapitalistik.

Tata Kelola Minyak Sesuai Syariat

Dalam pandangan Islam, sumber daya alam yang jumlahnya besar, seperti minyak bumi, merupakan harta milik umum. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim bersekutu dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Daud)

Pengelolaannya pun wajib dilakukan secara langsung oleh Khalifah selaku kepala negara yang berfungsi sebagai pelindung dan pelayan masyarakat. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Al-Imam (Khalifah) itu perisai, orang-orang berlindung di belakangnya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud)

Pengelolaan minyak bumi wajib dilakukan oleh negara secara mandiri, dan mendistribusikannya secara adil ke tengah masyarakat. Negara hadir untuk melindungi kepentingan umat dengan tidak mengambil keuntungan, kecuali dengan biaya produksi yang layak. Kalaupun negara mengambil keuntungan, hasilnya harus dikembalikan lagi ke rakyat dalam berbagai bentuk.

Dengan demikian, pemerintah tidak boleh menyerahkan pengelolaan minyak bumi kepada swasta, apalagi pihak asing. Harga BBM dapat dipastikan murah (bahkan gratis) dan mudah diakses oleh seluruh rakyat. Hasil pengelolaannya dapat diberikan juga dalam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan, ataupun kebutuhan publik lainnya secara gratis. 

Sistem Islam akan melahirkan para pemimpin yang bertakwa, yaitu mereka yang menjadikan kepemimpinan sebagai sebuah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. 

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Willy Waliah
Sahabat Tinta Media

Selasa, 05 Juli 2022

Sastrawan Politik: Luar Biasa, Betapa Jahatnya Rezim Ini kepada Rakyat?



Tinta Media - Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin mengingatkan, supaya masyarakat waspada pada modus rezim yang mau mencuri uang dari kantong rakyat dengan cara mempersulit belanja pertalite hingga pindah ke pertamax yang harganya sudah terlebih dahulu dinaikkan.

"Masyarakat harus waspada modus rezim mau mencuri uang dari kantong rakyat dengan cara mempersulit belanja pertalite, akhirnya pindah ke pertamax yang harganya sudah dahulu dinaikan. Luar biasa, betapa jahatnya rezim ini kepada rakyat?" tuturnya kepada Tinta Media, Senin (4/7/2022).

Telisiknya, setelah dikritik masyarakat atas kewajiban penggunaan aplikasi Mypertamina untuk membeli BBM jenis pertalite, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution mengatakan Masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite dan Solar dapat mendaftarkan datanya melalui website, dan akan mendapatkan bar code. Bar code ini bisa di print untuk belanja pertalite, jadi tidak harus menggunakan aplikasi MyPertamina.

"Namun, modus untuk memaksa rakyat pindah dari pertalite ke pertamax ini sangat terlihat. Aplikasi pendaftaran ini tidak pernah menjamin semua masyarakat akan dapat bar code dan bisa belanja pertalite," ujarnya.

Menurutnya, modus-modus di bawah ini bisa menjadi sebab akhirnya masyarakat tak mendapatkan bar code atau akhirnya belanja pertamax, yaitu:

Pertama, sistem eror, baik karena banyaknya yang akses atau karena sengaja dibikin eror. Akhirnya pelanggan tak mendapatkan bar code, dan karena terdesak waktu akhirnya belanja pertamax yang dapat dibeli tanpa bar code.

Kedua, pelanggan tidak memenuhi kriteria, hingga akhirnya tidak mendapatkan bar code karena kriteria itu ditetapkan suka suka pertamina. Akhirnya pelanggan tak mendapatkan bar code, dan karena terdesak waktu akhirnya belanja pertamax yang dapat dibeli tanpa bar code.

Ketiga, antri di SPBU saat pemeriksaan bar code yang ribet, cek cok pelanggan dengan petugas SPBU. Akhirnya para pelanggan baik yang punya bar code atau tidak, karena terdesak waktu akhirnya belanja pertamax yang dapat dibeli tanpa bar code, tanpa ribet, tanpa antri.

Menurutnya, belum lagi sistem bar code ini diterapkan secara berkala, tidak serentak di seluruh Indonesia. Penerapan secara berkala ini adalah strategi pecah belah kekuatan rakyat, agar tidak dapat bersatu untuk melawan kebijakan zalim, modus mau memaksa rakyat agar konsumsi pertalite yang sudah dinaikan hingga Rp13.000 per liter.

"Dengan penerapan berkala dan dicicil dari kota-kota kecil dan di daerah, perlahan rakyat terpaksa ikut seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, terpaksa beli pertamax dan karena tidak ada pilihan (karena bar code hanya modus saja), akhirnya masyarakat terbiasa belanja pertamax. Sukseslah program konversi pertalite ke pertamax dengan modus bar code dan aplikasi, sehingga nasib pertalite pada akhirnya akan berakhir seperti premium: hilang dari peredaran," pungkasnya. [] Yanyan Supiyanti


Senin, 04 Juli 2022

LAWAN KONVERSI PERTALITE KE PERTAMAX, LAWAN PENINDASAN TERHADAP HAK-HAK RAKYAT


Tinta Media - Berulangkali rezim ini mengeluh APBN terbebani subsidi BBM, pemerintah merasa berat, sehingga meminta rakyat berempati, mau mengerti dan ridlo BBM dinaikan. Tapi rezim ini tidak pernah mau mengerti, memahami apalagi berempati pada beban rakyat yang sudah begitu berat. Bahkan, saat pandemi ada rakyat yang sampai bunuh diri karena khawatir dengan hidupnya.

Rezim ini minta rakyat mau dinaikan BBM, rakyat menolak. Kini, rezim memutar otak, memaksa rakyat konsumsi pertamax dengan modus aplikasi dan bar code. Mereka tega menpersulit rakyat, demi merogoh kocek rakyat lebih besar akibat terpaksa belanja pertamax yang sudah lebih dulu dinaikan, dengan modus mempersulit belanja pertalite.

Ini bukan hanya soal dipaksa belanja pertamax. Tapi ini soal rakyat dipaksa memanggul beban lebih berat, bukan hanya karena harus konsumsi pertamax tetapi juga harus menanggung beban kenaikan harga harga kebutuhan pokok akibat naiknya biaya transportasi.

Sementara rakyat diperas, rezim tidak mau batalkan proyek IKN yang tak penting. Gaji pejabat juga tidak mau dikurangi, mereka hanya fokus mencari cara untuk merogoh kocek dari kantung rakyat.

PPN sudah dinaikkan menjadi 11 %. Kini BBM dipaksa ke pertamax yang sudah naik hingga Rp13.000 per liter. Harga minyak goreng masih mahal, sembako pada naik harganya. Apakah rakyat mau terus diam dalam keadaan tertindas?

BBM itu barang primer, hak rakyat. Dulu saat minyak mentah dunia turun sampai US$ 20 Per barel, rakyat tidak pernah dapat harga BBM murah. Tapi kini, dalih harga minyak dunia BBM mau dinaikan.

Sebenarnya mereka ini pemimpin atau penjajah? Mau melayani rakyat atau mau jadi kompeni? Tidak cukup puas melihat derita rakyat selama ini?

Dan luar biasa, untuk memecah persatuan rakyat, program aplikasi dan bar code di distribusikan secara berkala di sejumlah daerah. Awalnya program ini akan diterapkan di Kota Bukit Tinggi, Kab. Agam, Kab. Padang Panjang, Kab. Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta, dan Kota Sukabumi.

Namun jika rakyat tidak melawan, program modus ini akan merembet diterapkan di daerah lainnya, dengan strategi 'makan bubur' dan akhirnya meliputi seluruh wilayah Indonesia. Akhirnya, rakyat tidak mampu melakukan perlawanan, karena kekuatannya dipecah-pecah.

Karena itu, sebagai bentuk tanggung jawab bersama, seluruh daerah wajib melakukan perlawanan juga secara berkala. Untuk tahap awal, masyarakat yang melakukan perlawanan adalah masyarakat di kota Bukit Tinggi, Kab. Agam, Kab. Padang Panjang, Kab. Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta, dan Kota Sukabumi.

Selanjutnya, perlawanan mengikuti daerah lain yang diterapkan kebijakan ngaco ini.

Dan secara umum, seluruh rakyat harus melawan secara opini membantu daerah daerah yang lebih dulu terdampak. Dengan tolong menolong dan saling tanggung menanggung, insyaAllah kezaliman ini dapat dihentikan. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik


AWAS, MODUS PECAH BELAH DALAM STRATEGI MEMAKSA MASYARAKAT AGAR KONVERSI DARI PERTALITE KE PERTAMAX?


Tinta Media - "Pendaftaran baru bisa dilakukan pada 1 Juli 2022. Implementasi Tahap 1 dilaksanakan pada wilayah Kota Bukit Tinggi, Kab. Agam, Kab. Padang Panjang, Kab. Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta, dan Kota Sukabumi."

[Penjelasan Pertamina Patra Niaga, 29/6]

Setelah dikritik masyarakat atas kewajiban penggunaan aplikasi Mypertamina untuk membeli BBM jenis pertalite, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution mengatakan, masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite dan Solar dapat mendaftarkan datanya melalui website, dan akan mendapatkan bar code. Bar code ini bisa diprint untuk belanja pertalite, jadi tidak harus menggunakan aplikasi MyPertamina.

Namun, modus untuk memaksa rakyat pindah dari pertalite ke pertamax ini sangat terlihat. Aplikasi pendaftaran ini tidak pernah menjamin semua masyarakat akan dapat bar code dan bisa belanja pertalite.

Modus-modus dibawah ini bisa menjadi sebab akhirnya masyarakat tak mendapatkan bar code atau akhirnya belanja pertamax, yaitu :

1. Sistem eror, baik karena banyaknya yang akses atau karena sengaja dibikin eror. Akhirnya pelanggan tak mendapatkan bar code, dan karena terdesak waktu akhirnya belanja pertamax yang dapat dibeli tanpa bar code.

2. Pelanggan tidak memenuhi kriteria, hingga akhirnya tidak mendapatkan bar code karena kriteria itu ditetapkan suka-suka pertamina. Akhirnya pelanggan tak mendapatkan bar code, dan karena terdesak waktu akhirnya belanja pertamax yang dapat dibeli tanpa bar code.

3. Antri di SPBU saat pemeriksaan Bar Code yang ribet, cek cok pelanggan dengan petugas SPBU. Akhirnya para pelanggan baik yang punya bar code atau tidak, karena terdesak waktu akhirnya belanja pertamax yang dapat dibeli tanpa bar code, tanpa ribet, tanpa antri.

Belum lagi, sistem bar code ini diterapkan secara berkala, tidak serentak di seluruh Indonesia. Untuk tahap awal, akan diberlakukan di Kota Bukit Tinggi, Kab. Agam, Kab. Padang Panjang, Kab. Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta, dan Kota Sukabumi.

Penerapan secara berkala ini adalah strategi pecah belah kekuatan rakyat, agar tidak dapat bersatu untuk melawan kebijakan zalim, modus mau memaksa rakyat agar konsumsi pertalite yang sudah dinaikan hingga Rp 13.000 per liter.

Dengan penerapan berkala dan dicicil dari kota-kota kecil dan di daerah, perlahan rakyat terpaksa ikut seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, terpaksa beli pertamax dan karena tidak ada pilihan (karena bar code hanya modus saja), akhirnya masyarakat terbiasa belanja pertamax. Sukseslah program konversi pertalite ke pertamax dengan modus bar code dan aplikasi, sehingga nasib pertalite pada akhirnya akan berakhir seperti premium hilang dari peredaran.

Kalau penerapan sistem bar code ini dilakukan secara serempak di seluruh tanah air, maka akan memicu demo dan protes besar-besaran. Akan terjadi banyak keributan di SPBU-SPBU karena sebab urusan bar code dan aplikasi ini. Sehingga, akhirnya program kacau ini dibatalkan.

Karena itu, masyarakat harus waspada modus rezim mau mencuri uang dari kantong rakyat dengan cara mempersulit belanja pertalite, akhirnya pindah ke pertamax yang harganya sudah dahulu dinaikan. Luar biasa, betapa jahatnya rezim ini kepada rakyat?

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik




Senin, 04 April 2022

Pengamat: Ekonomi Syariah Saat Ini Esensinya Ekonomi Kapitalis yang Dibungkus Istilah Syariah

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1KPyrWwsYhVkYsEMQa4c2VefOdySPaNxQ


Tinta Media - Pengamat Ekonomi Dr. Arim Nasim menilai bahwa ekonomi syariah saat ini esensinya adalah ekonomi kapitalis yang dibungkus istilah syariah.

”Ekonomi syariah saat ini, esensinya adalah ekonomi kapitalis yang dibungkus dengan istilah syariah,” tuturnya pada Tinta Media Ahad (3/4/2022).

Menurut Arim, ketika yang menonjol dalam ekonomi syariah adalah bank dan lembaga keuangan , maka bisa diduga pengembangan ekonomi syariah saat ini hanya menduplikasi sistem ekonomi kapitalis dengan baju syariah. Hal ini dimengerti sebab dalam sistem ekonomi kapitalis, bank memegang peranan penting bahkan seperti jantung dalam tubuh manusia, sehingga keberadaan bank perlu dijaga eksistensinya dalam sistem ekonomi kapitalis

“Dalam konteks ini benar kalau ekonomi syariah hanya membahas uang dan yang berkait uang,  jangan-jangan ekonomi syariah sudah dikuasai oleh para spekulan dan investor yang orientasinya memang keuntungan,” duganya.

Arim menjelaskan definisi  ekonomi syariah dengan mengutip pendapat  M.A Mannan, bahwa  Ekonomi Syariah adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

 “Sedangkan menurut Umar Chapra, Ekonomi Syariah adalah cabang ilmu pengetahuan yang membantu manusia mewujudkan kesejahteraan melalui alokasi dan distribusi berbagai sumber daya sesuai tujuan yang ditetapkan,” imbuhnya.

Kalau melihat definisi tersebut, lanjutnya, ekonomi syariah seharusnya fokus membahas bagaimana mewujudkan kesejahteraan rakyat dan distribusi sumber daya alam agar tercipta keadilan.

Karena itu Arim heran, disaat rakyat kesulitan minyak goreng di tengah produksi yang melimpah. Ketika pedagang kesulitan mendapatkan bahan baku tempe yaitu kedelai.  Ketika premium dihapuskan, pertalite mulai langka dan pertamax naik dengan harga selangit. Bahkan APBN Indonesia yang tersandera dengan utang yang bunganya saja tahun ini 400 trilyun rupiah lebih.

 “Kok nggak ada suara yang muncul dari para pakar ekonomi syariah terutama yang selama ini begitu semangat dan menggebu-gebu ketika bicara lembaga keuangan syariah dengan proyek bank syariah dan pasar modal syariah serta asuransi syariah?,” herannya.

Arim lalu menyimpulkan karena ekonomi syariahnya  rasa kapitalis. Tentu berbeda dengan sistem ekonomi islam yang sebenarnya.  Sistem ekonomi Islam fokusnya bagaiamana pengaturan kepemilikan sumber daya alam (SDA)   agar bisa mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.

 “Dalam sistem islam kepemilikan dibagi tiga, kepemilikan individu, kempemilkan umum dan kepemilkan negara. Kepemilkan umum dan negara harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat,” terangnya.

Dalam pandangan Islam, lanjutnya, minyak goreng dan BBM merupakan barang publik yang wajib dikelola oleh negara. Karena itu dalam sistem ekonomi Islam negara sangat berperan dalam aktivitas ekonomi. Jantungnya kegiatan ekonomi ada di peran baitul maal (APBN) dalam mensejahterakan rakyat.

“Karena itu selama 14 abad umat Islam menerapkan sistem ekonomi secara kaafah , tidak melihat peran bank. Yang dominan adalah peran baitul maal,” ungkapnya.

Jadi, lanjut Arim,  kalau ekonomi syariah dan ekonomnya mau peduli terhadap  kelangkaan   minyak goreng , kelangkaan pertalite,  kenaikan BBM dan problem  APBN tersandera utang,  perlu ada perombakan kurikulum ekonomi syariah.

“Selama kurikulum ekonomi syaraih seperti hari ini yang fokus kepada lembaga keuangan, maka seperti yang dikatakan  Abdul Qoyum, Ekonomi Syariah tersesat di keuangan saja, kita terjebak dalam ilusi, maka kesejahteraan rakyat hanya mimpi,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Selasa, 29 Maret 2022

HILMI: Sebagai Barang Milik Umum, Pertamax Harus Dikelola oleh Negara

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1WRGi7KnaSZ1Qv02vMa1mPO5p5rhkFKOg

Tinta Media - Soroti pertamax sebagai bahan bakar milik umum, Ketua Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) Dr. Julian Sigit, M.E.Sy. menyampaikan bahwa barang-barang ini harus dikelola betul-betul oleh negara.

"Nah, karena ini (minyak, BBM pertamax), adalah kepemilikan umum, maka barang-barang ini tidak boleh kemudian diserahkan kepada mekanisme pasar, harus dikelola betul-betul oleh negara," ujarnya kepada Tinta Media, Ahad (27/3/2022).


Menurutnya, negara harus hadir mengelola itu, kemudian setelah itu, diproduksi dan kemudian dilempar (didistribusikan) ke masyarakat. Kalau pun nanti dengan cara ada harga yang ditetapkan, harga itu sebatas mungkin harga biaya produksi. “Boleh mengambil untung, hanya untungnya itu adalah sebatas tidak terlalu besar. Sebatas untuk mengganti biaya produksi," paparnya.

Julian mengingatkan, bukan karena barang itu milik umum, kemudian dijual ke masyarakat, seolah memosisikan negara sebagai pengusaha (penjual), dan masyarakat sebagai pembeli. "Ini keliru ya," tegasnya.

Ia memaparkan, bagaimana sistem ekonomi islam memstikan  kehadiran negara dalam melakukan pengelolaan terhadap barang milik umum.

"Nah, ekonomi islam, kalau kita lihat negara justru hadir. Contohnya seperti apa? Ini sangat familiar ya, dalilnya. ‘Almuslimuuna syurokaau  fii tsalaatsin fil maa'i wal kalaai wannari’ (kaum muslimin  berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang gembalaan, dan api). Nah, jadi harus negara itu yang mengelola. Karena ini barang-barang umum, maka negara harus hadir," terangnya.

Ia melanjutkan, bahwa kehadiran negara dilakukan dengan cara menguasai kepemilikan umum ini dan dikelola dengan sebaik mungkin, seefektif mungkin, seprofesional mungkin.

Ia menilai hari ini, beberapa BUMN yang dikelola cenderung terjadinya inefisiensi dengan tata kelola yang salah. "Ini harus betul-betul dikelola atau diperhatikan betul. Jadi, dikelola negara itu harus menjadi efisien, lebih profitable, gitu ya. Sehingga masyarakat itu memperoleh keuntungan dengan adanya ini. Ini catatan saya," ungkapnya.

"Jadi, mekanisme pengelolaan energi itu tidak bisa diserahkan kepada mekanisme pasar, tetapi harus betul-betul dilakukan oleh negara," imbuhnya.

Menurutnya, hanya negara Khilafah, negara yang menggunakan aturan islam secara kaffah, yang mampu mewujudkan itu semua.

"Sulit hari ini, ketika kita menggunakan sistem ketatanegaraan yang demokrasi, karena di negara tersebut, atau negara yang menerapkan sistem demokrasi, biasanya itu adalah para oligarki, para corporate (pemegang kapital) yang banyaklah yang mendominasi dan mengatur barang-barang itu semua," pungkasnya.[]'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab