Pergaulan Bebas Marak akibat Sistem Rusak, Butuh Solusi Tuntas
Mengutip dari media TribunSumsel.com (18/7), Kepala Pusat Layanan Keagamaan Kayuagung, Dumiati mengatakan bahwa sejak bulan Januari hingga Juni 2024, terdapat 150 pasangan pengantin mendaftar.
Dari data tersebut, ada 5 pasangan calon pengantin yang dilakukan penolakan permohonan kehendak nikah di bawah umur. Lima pasangan calon tersebut mengajukan dispensasi nikah akibat dampak dari pergaulan bebas dan diketahui sudah hamil duluan.
Sesuai Undang-Undang perkawinan, dijelaskan bahwa pernikahan dapat dilaksanakan bila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Hanya saja, dari lima pasangan calon yang mengajukan, satu pasangan saja yang dikabulkan.
Persoalan Sistemik
Sungguh, permasalahan pergaulan bebas di tengah-tengah remaja saat ini adalah persoalan sistemik. Persoalan ini tidak berdiri sendiri, melainkan ada beberapa faktor yang mendasarinya. Faktor tersebut di antaranya:
Pertama, individu yang sekuler. Sekularisme adalah pemisahan aturan agama dari kehidupan.
Kehidupan manusia tidak didasarkan pada halal dan haram. Keimanan tidak menjadi landasan manusia dalam berbuat, sehingga mereka bebas menentukan perbuatannya masing-masing.
Bahayanya, individu sekuler berbuat berdasarkan hawa nafsu semata, tidak ada filter dalam melakukan perbuatan. Hidup tak sejalan dengan apa yang diperintahkan Rabb-nya. Agama dianggap sebagai pilar yang mengatur dalam rumah ibadah saja. Nauzubillah!
Kedua, kontrol keluarga dan masyarakat. Keluarga yang dibentuk dengan sekularisme, tidak menjadikan landasan agama dalam membangun kehidupan rumah tangga. Kedua orang tua tidak memahami tugas dan fungsi sebagai aktor utama penanggung jawab anak-anaknya.
Keluarga yang sekuler memandang kesuksesan mendidik anak adalah berjuang untuk mengejar duniawi, tetapi minim pendidikan agama.
Belum lagi orang tua yang salah memahami persepsi pergaulan bebas. Boncengan motor dengan yang bukan mahram, pacaran, chattingan, komunikasi via telepon adalah pintu masuknya perzinaan. Hanya saja, sedikit orang tua yang memahami ini sebagai sebuah pintu masuknya zina. Justru kebanyakan khawatir jika anaknya tidak memiliki pacar.
Selain itu, minimnya kontrol masyarakat pada pelaku kemaksiatan. Sering kali masyarakat cuek pada pelaku maksiat, bersikap individualisme. Masyarakat cenderung menganggap bahwa yang terpenting bukan anak atau keluarganya sendiri. Tanpa sadar, ini justru membuka celah lebar pelaku pergaulan bebas.
Ketiga, kondisi sosial yang mendukung pergaulan bebas. Liberalisme menciptakan manusia bebas tanpa aturan yang jelas. Aurat dibiarkan terbuka, sehingga mengundang syahwat tidak pada tempatnya. Belum lagi maraknya tayangan film, iklan, atau konten yang dapat memicu syahwat.
Tayangan yang paling diminati adalah tayangan mengumbar aurat, romance, pacaran ala remaja. Tanpa sadar hal ini justru yang membuat gejolak asmara pada diri pemuda.
Terakhir, lemahnya kontrol negara. Negara adalah aktor penting penjaga kehidupan rakyat. Oleh karenanya, negara bertanggung jawab atas kehidupan rakyat dari segala lini. Sayangnya, kurangnya kontrol negara dalam sistem sekuler liberal semakin membuka lebar pergaulan bebas.
Negara tidak menciptakan kondisi masyarakat yang agamis, sebagai bekal dalam kehidupan. Ditambah kurangnya sanksi tegas bagi pelaku pergaulan bebas.
Selama ini, individu yang melakukan perzinaan, disolusikan dengan menikah. Pernikahan dipilih sebagai jalan menutup aib akibat pergaulan bebas. Tidak ada sanksi tegas yang dapat menjerakan pelaku maksiat ini.
Solusi Islam
Islam adalah agama yang sempurna. Allah Swt. menciptakan manusia lengkap dengan aturan di dalamnya. Oleh karena itu, hukum Islam hadir sebagai penjaga manusia agar tak jauh dalam kesesatan mengarungi kehidupan dunia.
Islam memandang bahwa akidah hendaklah menjadi landasan penting bagi setiap individu. Akidah Islam ini berkaitan dengan keimanan kepada Allah Swt., Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Akhir, dan Qada' dan Qadar.
Landasan keimanan akan menjadikan manusia berada dalam garis takwa sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh-Nya. Oleh karena itu, imanlah yang menjadi filter manusia dalam melakukan perbuatan.
Individu atau keluarga yang beriman akan senantiasa menjalani kehidupan berdasarkan nilai syari'at. Keluarga misalnya, akan memahamkan kepada anak tentang syari'at pergaulan dan batasan-batasannya. Anak tidak akan mudah terpengaruh dalam pergaulan bebas.
Selain itu, akan muncul kontrol masyarakat yang tidak akan membiarkan pelaku kemaksiatan. Misalnya, menasihati pasangan muda-mudi yang pacaran, ikhtilat (campur baur) tanpa hajat syar'i.
Terlebih bagi, kebijakan negara didasarkan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Negara akan menciptakan kondisi lingkungan yang islami, mewajibkan setiap individu rakyat terikat dengan hukum Allah Swt.
Tontonan misalnya, negara Islam tidak membiarkan tayangan syahwat merajalela. Media dalam sistem Islam berfungsi sebagai syiar agama yang semakin menguatkan keimanan.
Sanksi tegas akan diberikan negara dalam sistem Islam bagi pelaku zina. Jika belum menikah, pezina didera 100 kali berdasarkan firman Allah Swt.
"Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin." (Qs. An-Nur: 2).
Hal ini sebagai bentuk penjagaan agar pergaulan bebas tidak merajalela, sekaligus sebagai penebus dosa zina.
Bukan hanya pelaku perzinaan, sanksi hukum juga akan diberlakukan negara pada pelanggar kemaksiatan yang lain. Seperti tidak menutup aurat, berkhalwat atau ikhtilat.
Sungguh, kesadaran akan setiap perbuatan kelak akan dimintai pertanggungjawaban menjadi landasan pemimpin dalam Islam, untuk senantiasa menjalankan hukum sesuai dengan yang diperintahkan Allah Swt.
Maraknya pergaulan bebas adalah akibat sistem bebas dari manusia. Karena itu, saatnya mengambil kembali kepemimpinan berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sistem terbaik untuk kehidupan manusia. Wallahu'alam bisshawab.
Oleh: Ismawati, Aktivis Dakwah Banyuasin