Tinta Media: Perempuan
Tampilkan postingan dengan label Perempuan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perempuan. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Juni 2024

Islam Melindungi dan Memuliakan Perempuan

Tinta Media - Penipuan oleh penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal kembali terjadi. Kali ini korbannya adalah dua orang warga Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung (Lilis Ule dan Rosita). Mereka terlunta-lunta di Dubai dan Irak. 

Pada awalnya, seseorang yang mengaku dari perusahaan penyalur PMI menawarkan pekerjaan pada Lilis Ule dan Rosita. Akhirnya, mereka mendaftar sebagai ART dengan penempatan di Abu Dhabi. (AYOBANDUNG.COM)

Faktanya, Lilis diberangkatkan ke Dubai dengan status sebagai PMI ilegal. Lilis bersama Rosita hidup terlunta-lunta di Dubai, tepatnya di daerah Dhuhok. 
Namun, hingga saat ini belum diketahui secara pasti posisi terakhirnya.

Sebelumnya, Rosita sempat mengalami cidera pada kaki akibat kecelakaan yang dialaminya. Dalam kondisi seperti itu, Rosita masih disuruh bekerja. Mirisnya, gaji selama empat bulan terakhir juga belum didapatkan. Untuk kembali ke tanah air, mereka kesulitan ongkos dan terbentur masalah administrasi.

Sungguh miris, perempuan yang seharusnya dilindungi dan dihargai justru harus bekerja hingga ke luar negeri. Parahnya lagi, mereka justru mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan sewenang-wenang oleh oknum tertentu. Faktanya, ada banyak perempuan yang justru menjadi korban para majikan.

Sebenarnya, ada faktor yang menyebabkan perempuan terpaksa mengambil keputusan untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Ini adalah Persoalan sistemis dan terstruktur yang akhirnya berimbas pada ketimpangan ekonomi. 

Kemiskinan dan sulitnya mencari pekerjaan mengakibatkan perempuan ikut terjun mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahkan hingga ke luar negeri. Ini karena sempitnya lapangan pekerjaan yang ada di dalam negeri sendiri.
Anehnya, justru pekerja dari luar negeri bisa bebas berbondong-bondong masuk ke dalam negeri ini.

Selain itu, ide kesetaraan gender menyerukan agar seorang perempuan setara dengan laki-laki. Ini mengakibatkan perempuan untuk bekerja di luar rumah. Seorang perempuan dianggap berhasil ketika bisa bekerja dan menghasilkan uang, serta akan dipandang sebagai perempuan yang berdaya. Ide ini digadang-gadang akan memberikan kesejahteraan bagi perempuan. Namun, faktanya tidak demikian. Ide ini justru memunculkan masalah baru. 

Terkait dengan penipuan yang dilakukan oleh oknum penyalur tenaga kerja, itu bukan hal yang aneh lagi di sistem kapitalisme sekuler saat ini. Perempuan dalam kapitalisme dipandang sebagai objek ekonomi yang bisa dimanfaatkan dan diperjualbelikan bak barang dagangan. 

Manusia bebas melakukan apa pun yang disukai tanpa peduli bahwa tindakannya itu merugikan orang lain. Negara pun abai dan tidak ada perlindungan yang berarti. Negara hanya berperan sebagai regulator saja dengan membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan oligarki, bukan berpihak kepada rakyat. 

Kasus penipuan PMI dan segala permasalahan yang terjadi saat ini adalah imbas dari sistem kapitalisme sekuler liberal. Hal ini wajar karena sistem tersebut adalah buatan manusia yang lemah. 

Hukum buatan manusia tidak mampu memberi efek jera sehingga kejahatan semakin merajalela. Ini adalah masalah global yang tidak akan pernah bisa terselesaikan jika negara masih tercengkeram sistem kapitalisme sekuler. 

Lalu, ke Mana Perempuan Mencari Perlindungan?

Islam memandang bahwa kebutuhan manusia bukan sekadar sandang, pangan, dan papan, tetapi juga terpenuhi kebutuhan, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Oleh karena itu, Islam hadir sebagai solusi hakiki problematika kehidupan. 

Sungguh, hanya Islam yang benar-benar melindungi dan memuliakan perempuan. Islam adalah agama sempurna yang mengatur semua aspek kehidupan, termasuk melindungi hak perempuan dan menjaga kehormatannya. 

Allah adalah satu-satunya Zat yang mengerti kelemahan hamba-Nya, sehingga memberikan aturan untuk menjaga dan melindungi manusia. Dalam hal ini adalah seorang perempuan. Sebetulnya, posisi perempuan di dalam Islam itu bukan sebagai pencari nafkah/ bekerja di luar rumah.
Walaupun demikian, Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja, asalkan tidak meninggalkan kewajiban sebagai pengatur rumah tangganya, serta tidak melanggar syariat. 

Pada dasarnya, kewajiban perempuan adalah sebagai pendidik generasi yang bertakwa, mengurus keluarga dan anak-anak. 

Dari Ibnu Umar, Rasulullah saw. bersabda,

“Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari-Muslim).

Islam juga akan memperhatikan perempuan yang sudah tidak ada yang menafkahi seperti janda-janda miskin dengan memberikan jaminan setiap bulannya. Islam mewajibkan laki-laki sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. 

Lapangan pekerjaan akan dimudahkan agar semua laki-laki sebagai pencari nafkah  bisa bekerja. Tidak mendorong perempuan untuk bekerja ke luar rumah, apalagi keluar negeri sebagai TKW. 

Dari segi hukum, Islam sangat tegas dan mampu memberi efek jera sekaligus sebagai penggugur dosa. 

Begitulah jika aturan Islam diterapkan, kebutuhan hidup terpenuhi, kesejahteraan akan dirasakan oleh setiap individu dan masyarakat secara keseluruhan. Semua itu bisa terwujud dengan adanya sebuah institusi negara, yaitu khilafah. Khilafah akan menerapkan syariah Islam yang sudah dirasakan fakta kegemilangannya dulu.
Wallahu a’lam bishawab


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 08 Juni 2024

Perempuan Ibarat Boneka Jari

Tinta Media - Perempuan memiliki peran penting dalam membersamai perubahan. Karenanya, generasi bisa menjadi tonggak perubahan sekaligus menjadi penyumbang kejahatan. Maka, betul ketika dikatakan bahwa untuk mengetahui suatu negara bangkit atau tidak, lihatlah perempuannya. Kalau perempuannya baik, maka baiklah negara tersebut dan jika perempuannya rusak, maka rusak pulalah negara tersebut.

Perempuan  pada saat ini mengalami kemunduran dalam menjalankan perannya sebagai pendidik generasi. Bagaimana tidak? Saat ini perempuan disibukkan dalam aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga waktu yang harusnya digelontorkan untuk anak beralih untuk mencari pundi-pundi rezeki.

Sementara, perempuan di dunia yang mengedepankan aspek keuntungan materi justru merasakan akibatnya. Mereka dieksploitasi di dunia kerja dengan alasan profesionalitas demi menarik para pembeli barang dan pengguna jasa. Wajar  jika di bagian kriteria pekerja selalu ditekankan bahwa mereka harus berpenampilan menarik.

Maka, mereka yang mampu mengikuti ketentuan-ketentuan tersebutlah yang bisa menempati posisi yang ditetapkan, sedangkan mereka yang konsisten untuk tetap berpenampilan sesuai syariat, kecil kemungkinan untuk mendapatkan posisi tersebut.

Bukan hal yang mustahil jika perempuan berlomba-lomba mencapai jenjang karier yang lebih tinggi karena adanya tekanan dan gaya hidup, serta mengikuti kelas-kelas yang ada di masyarakat. Mereka terlupa akan peran yang sesungguhnya, yaitu melindungi diri dan mendidik generasinya.

Perempuan didorong untuk terlibat dalam dunia ketenagakerjaan sebagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender. Tidak hanya itu, negara pun diarahkan dunia untuk mengembangkan sektor non-strategis, termasuk pariwisata, sementara sektor strategis seperti penguasaan SDA dikuasai oleh negara penjajah.

Inilah sistem kapitalisme yang telah menjadikan perempuan dihargai jika menghasilkan uang. Sejatinya, perempuan telah menjadi tumbal kegagalan sistem ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sistem ini telah melibatkan perempuan sebagai penggerak ekonomi.

Padahal, upaya tersebut justru merusak fitrah perempuan dan akan membahayakan nasib anak-anak, baik karena ibunya pergi bekerja maupun adanya dampak buruk dari pariwisata yang berpotensi menimbulkan perang budaya akibat benturan paham dan kebiasaan.

Bukannya menjadi solusi perbaikan hidup, kaum perempuan malah menambah beban yang berpotensi pada pelanggaran batas-batas norma dan agama. Inilah hal yang ditawarkan oleh kapitalisme sekuler sebagai solusi permasalahan hidup.

Penentu arah hidup bukan lagi agama, melainkan asas kepentingan dan manfaat apa yang diberikan untuk menjalani hidup.

Islam memiliki sistem ekonomi yang mumpuni untuk memberikan jaminan kesejahteraan terhadap rakyat, termasuk perempuan dengan berbagai mekanismenya. Dalam mengatur perekonomian negara, Islam memiliki pos pemasukan yang jelas, seperti harta zakat, pengelolaan sumber daya alam, fa'i, jizyah, dan lain-lain.

Pengelolaan atas harta tersebut memang diperuntukkan bagi pelayanan masyarakat, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi para lelaki agar mampu mengemban amanah sebagai pencari nafkah.

Para wanita juga bisa fokus menjalankan amanahnya sebagai ummu warobbatul bait serta mendidik putra-putrinya menjadi generasi tangguh dan bermartabat karena tidak adanya beban tambahan untuk mencari nafkah yang telah diampu oleh para lelaki.

Perempuan amat dijaga fitrahnya dan dijamin kesejahteraannya oleh negara sebagai junnah atas rakyatnya, sehingga pelayanan kepada rakyat harus maksimal. Bahkan, jika ada satu keluarga yang tak memiliki pencari nafkah, yakni laki-laki yang mampu, maka negaralah yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga tersebut.

Inilah pelayanan total yang akan dilakukan negara di dalam Islam, agar pelaksanaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki terlaksana secara ideal, sehingga tidak akan menambah beban sebelah pihak. Akan tetapi, semua mampu berjalan beriringan dengan adanya jaminan negara.

Islam menjadikan perempuan mulia bukan diukur dari jumlah materi yang dihasilkan, tetapi seberapa mampu ia menjalankan perannya sebagai ummu warobbatul bait dan pencetak generasi yang mulia di atas dasar Islam sebagai pegangan hidup. Wallahualam.

Oleh: Erna Nuri Widiastuti, S.Pd., Aktivis Muslimah

Selasa, 21 Mei 2024

Perempuan sebagai Penggerak Perekonomian, Tepatkah?


Tinta Media - Baru-baru ini, dalam sebuah acara Pembukaan Pelatihan Pembuatan Kue bagi Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) angkatan IX, Supardi yang merupakan ketua DPRD Sumbar mengatakan bahwa dirinya sangat berharap perempuan di Payakumbuh mampu mandiri secara ekonomi. Tujuannya adalah selain untuk meningkatkan ekonomi keluarga, kaum ibu diharapkan jadi penggerak perekonomian Kota Payakumbuh.

Dia juga mengatakan, selain sebagai tulang rusuk, para ibu-ibu kini banyak yang menjadi tulang punggung keluarga. Oleh karena itu, menurutnya ibu-ibu tersebut harus selalu meningkatkan pengetahuan. Kreativitas dan kemandirian ekonomi harus dipersiapkan. (www.cakrawala.co 10/05/2024)

Bagian dari Propaganda Kesetaraan Gender

Pernyataan ketua DPRD Sumbar tersebut disadari atau tidak merupakan bagian dari propaganda kesetaraan gender. Propaganda yang diembuskan Barat ke tengah-tengah perempuan di seluruh dunia ini telah berhasil membuat kaum perempuan berpikir bahwa posisi mereka harus sama dengan kaum laki-laki. Mereka merasa bahwa jika laki-laki bisa, maka mereka pun harus bisa. Mereka benar-benar ingin setara dengan laki-laki.

Tak heran jika saat ini banyak perempuan berlomba-lomba mengejar karier dan berusaha keras untuk mendapatkan titel pendidikan yang prestisius. Bahkan parahnya lagi, banyak perempuan yang enggan menikah dengan alasan karier.

Lihatlah, betapa propaganda yang diembuskan Barat perlahan, tetapi pasti berhasil mencuci otak para perempuan agar mereka setara dengan laki-laki.

Padahal, para perempuan tidak menyadari tujuan yang sebenarnya di balik propaganda kesetaraan gender. Propaganda tersebut jelas ingin merusak fitrah kaum perempuan.

Melalui propaganda tersebut, kaum perempuan dibuat lebih sibuk di luar rumah dan tidak punya waktu untuk mengurus buah hati serta mengatur rumah suaminya. Mereka menjadi lalai dalam mendidik buah hati, bahkan lupa tugasnya sebagai seorang istri.

Sejatinya, jika perempuan sudah rusak, otomatis generasi yang dilahirkannya pasti rusak. Faktanya seperti yang kita lihat dewasa ini, betapa banyak generasi muda yang terlibat kasus kriminal. Sebab, mereka cenderung pragmatis dalam menyikapi persoalan.

Akibatnya, dalam menyikapi permasalahan, mereka cenderung mengedepankan emosi ketimbang berpikir dengan kepala dingin. Atau yang paling membuat kita miris dan mengurut dada adalah anak-anak remaja perempuan yang banyak terlibat dalam prostitusi online alias open BO.

Kenakalan remaja yang kian meresahkan tersebut merupakan akibat dari tidak berfungsinya peran seorang ibu karena kesibukannya di luar. Mereka yang merasa kurang diperhatikan, akhirnya melakukan perilaku-perilaku negatif dengan tujuan mendapat perhatian. Sayangnya, mereka tidak memahami betul bahwa perilakunya tersebut bukan hanya akan merugikan orang lain, tetapi juga dirinya sendiri.

Selain propaganda kesetaraan gender yang membuat kaum perempuan lalai akan tugas utamanya, keberadaan sistem kapitalisme sekuler yang menihilkan peran Tuhan dalam mengatur kehidupan, juga kian memperparah kondisi yang ada. Umat makin jauh dari agamanya, sehingga akidah mereka semakin lemah. Tolok ukur hidup mereka tidak lagi halal haram, melainkan asas manfaat. Mereka merasa bebas melakukan apa saja, tak peduli sekalipun perilaku mereka bertentangan dengan hukum syara’.

Perempuan dalam Pandangan Islam

Di dalam Islam, perempuan begitu dimuliakan. Tidak ada kewajiban pada pundaknya untuk mencari nafkah. Secara syariat, Allah memilih perempuan untuk menjadi pemimpin dalam rumah suaminya dan memimpin anak-anaknya.

Sebagaimana hadis Rasulullah saw.,

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang perempuan memimpin rumah suaminya dan anak-anaknya. Ia akan ditanya tentang kepemimpinannya.“ (HR Bukhari)

Maka jelas, tugas utama seorang perempuan adalah mendidik anak-anak dan menjadi penyejuk bagi suaminya. Sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salihah. Sudah sepatutnya para perempuan berlomba-lomba dalam menyalahkan diri agar dapat menjadi contoh yang baik bagi buah hatinya, bukan justru sibuk menjadi wanita karier yang lupa akan kewajiban sebagai seorang ibu dan seorang istri. Wanita yang baik adalah wanita yang selalu sibuk memperbaiki dirinya dengan semangat belajar yang tinggi.

Sejatinya, generasi yang hebat dilahirkan dari ibu yang hebat yang senantiasa mau belajar dalam segala hal, terlebih dalam hal agama. Perempuan yang salihah akan menjadikan akidahnya sebagai landasan dalam menjalani kehidupan.

Meski Islam membolehkan perempuan untuk bekerja di ranah publik, tetapi harus tetap dalam batasan dan terikat dengan hukum syara’. Islam melarang keras perempuan menduduki posisi kekuasaan.

Untuk itu, sudah saatnya kaum perempuan bangkit untuk memperbaiki keadaan, dengan sibuk memperbaiki diri dan mempelajari ilmu agama, agar terlahir generasi emas penerus peradaban.

Tidak ada kewajiban bagi perempuan untuk sibuk menjadi penopang ekonomi sebuah negara, karena semua itu hakikatnya adalah kewajiban negara bagaimanapun caranya.

Dalam sistem Islam, justru negara akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan untuk para laki-laki, agar kaum laki-laki bisa mencari nafkah dan bertanggung jawab penuh terhadap keluarganya. Dengan demikian, tidak akan ada perempuan yang harus sibuk membantu mencari nafkah karena negara hadir untuk mencukupi kebutuhan rakyat. Wallahuallam.

Oleh: Rina Herlina, Sahabat Tinta Media

Senin, 08 April 2024

Invest in Women, Kemajuan ataukah Kemunduran?

Tinta Media - Peringatan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day yang jatuh pada tanggal 8 Maret merupakan peringatan yang rutin dilaksanakan setiap tahun dengan tujuan untuk meningkatkan kesetaraan, menghilangkan diskriminasi, serta menjamin hak kaum perempuan. Adapun tema tahun 2004 ini adalah ”Invest in Women: Accelerate Progress” (Berinvestasi pada perempuan: Mempercepat Kemajuan). 

Untuk mewujudkan tema di atas, ada beberapa usulan investasi bagi perempuan, di antaranya adalah menyediakan platform pembelajaran gratis berbasis keterampilan dan memberikan akses ke pengembangan keterampilan kewirausahaan untuk mendukung perempuan berwirausaha. 

Dari sisi pemerintah, dialokasikan dana publik untuk menunjang kesetaraan gender berupa penyediaan penitipan anak, fasilitas dan subsidi untuk melakukan pekerjaan perawatan. Menurut Dwi Faiz selaku Kepala Program UN Women Indonesia, investasi ini mungkin akan memberikan impact yang luar biasa. (liputan6.com, 01/03/2024)

Lagi-lagi kesetaraan gender selalu menjadi isu utama bagi perempuan, seolah hal ini akan memberikan solusi setiap permasalahan yang dihadapi oleh perempuan. Namun, benarkah investasi pada perempuan akan membawa pada kemajuan ataukah sebaliknya, sebuah kemunduran?

Investasi Perempuan dalam Sistem Kapitalisme

Di dalam sistem ini, investasi terhadap perempuan difasilitasi oleh negara dengan cara memberikan kesempatan seluas – luasnya agar perempuan bisa belajar dan berkarya. Negara juga menyediakan dana yang tidak sedikit untuk dapat mewujudkan kesetaraan gender. 

Dalam pandangan sistem ini, investasi yang dilakukan kelak akan menghasilkan banyak keuntungan bagi negara. Negara membuka lapangan kerja sebesar-besarnya bagi perempuan agar perempuan bisa bekerja dan berkarya, sekaligus dapat berperan untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

Semua ini terjadi dalam kehidupan saat ini, yaitu kapitalisme dan semua nilai turunannya yang menjadikan kesetaraan gender sebagai solusi bagi perempuan.

Sungguh miris, dalam sistem saat ini perempuan hanya dijadikan objek untuk menghasilkan pundi-pundi cuan bagi para kapitalis. Mereka disibukkan dengan kegiatan-kegiatan duniawi yang dirasa bermanfaat untuk keluarga. Namun sayang, sesungguhnya mereka telah meninggalkan tanggung jawab besar untuk membersamai dan mendidik para generasi pembangun peradaban masa depan.

Investasi Perempuan dalam Sistem Islam

Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk memenuhi hak setiap individu, termasuk pendidikan dan kesempatan yang sama untuk berkarya. Namun, Islam memiliki ketentuan rinci atas peran perempuan dan kiprahnya dalam masyarakat. 

Poin penting yang harus diingat adalah Islam menetapkan perempuan sebagai Ummun wa rabbatul Bait yaitu ibu dan pengatur rumah tangga. Artinya, ibu berperan mengurus rumah tangga dan mendidik keluarganya. 

Di dalam Islam, bekerja bagi perempuan merupakan sebuah pilihan. Bekerja atau tidaknya perempuan, tidak berpengaruh kepada kesejahteraannya, karena negara wajib menjamin kebutuhan pokok perempuan. Sehingga, di dalam sistem Islam, tidak ada perempuan yang terpaksa bekerja. Kalaupun ada perempuan yang bekerja, mereka semata mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat. Dalam Islam, mendidik perempuan adalah investasi untuk membangun peradaban yang mulia, bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Betapa indahnya hidup di dalam sistem Islam, sistem yang sudah pasti akan memuliakan dan menyejahterakan perempuan. Ini karena dalam sistem Islam, semua hak perempuan akan terjamin sepenuhnya. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Agustriany Suangga
Muslimah Peduli Generasi Umat

Minggu, 07 April 2024

Adakah Korelasi Kesejahteraan Perempuan dalam Kepemimpinan Perempuan?


Tinta Media - Pemilihan anggota DPRD Jember telah menetapkan 11 perempuan mewakili suara perempuan di legislatif tingkah daerah. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 245 yang menyebutkan syarat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dan harus terpenuhi di setiap daerah pemilihan.

Tercatat, ada sebelas perempuan dari 50 caleg terpilih yang menjadi legislator DPRD Jember 2024 - 2029 atau 22 persen. (Beritajatim.com, 30/03/2024)

Terpilihnya para wakil perempuan diharapkan bisa memperbaiki nasib perempuan dan anak yang berbasis gender. Selama ini, kekurangan wakil perempuan dianggap membatasi akses perempuan untuk mendapatkan haknya. Wanita kurang diperhatikan sehingga berpengaruh pada pertumbuhan anak seperti stunting, ekonomi lemah, perceraian, dan lainya. 

Benarkah ada hubungan antara banyaknya wakil perempuan dengan perbaikan kesejahteraan perempuan?

Jika kita jujur menilai, masalah yang terjadi di Jember saat ini sangat kompleks, seperti ekonomi, stunting, perceraian, narkoba, pembunuhan, pencurian, tawuran, dan masalah pelik lain. Masalah ini terjadi bukan hanya merugikan perempuan, tetapi laki-laki, tua, muda, semua terkena imbasnya. Masalah rumit ini tersistemik karena menyasar semua kalangan. 

Sekularisme Kapitalisme Penyebab Masalah.

Mari kita detili agar paham bahwa sistem sekularisme kapitalisme yang diterapkan saat ini menjadi sumber semua masalah. Sistem ini membebaskan manusia untuk membuat aturan dalam mengatur kehidupan. Akibatnya, aturan yang dihasilkan hanya menguntungkan segelintir orang. 

Jember adalah wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Ada gunung kapur, lautan, hutan, gunung emas yang bisa menyejahterakan masyarakat. Namun sayang, dalam sistem ini semua SDA dikelola oleh swasta, baik lokal maupun asing serta aseng. Semua itu dilindungi UU, yaitu UU Minerba, UU PMA, UU Ciptaker, dan lainnya. 

Tentu masyarakat tidak bisa menikmati hasil alam yang ada di sekitarnya, karena dari hulu hingga hilir semua sudah di kuasai swasta. Negara hanya menjadi regulator kebijakan. Pemimpin yang seharusnya melayani kepentingan masyarakat, nyatanya memihak para pemilik modal.

Para wakil rakyat, baik laki-laki atau perempuan semuanya menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan. Bisa dipastikan bahwa selama sistem yang ada tetap dipertahankan, maka kesejahteraan buat perempuan, anak, laki-laki, dan siapa saja hanya angan kosong belaka. Kalaupun keterwakilan 11 perempuan menjadi alasan akan meningkatkan pelayanan bagi perempuan, itu hanya secuil dan parsial saja. Yang mendapatkannya pun bisa dipastikan konstituen, pendukung, dan pemilihnya, tidak lebih dari itu.

Padahal, mereka dipilih untuk membawa kebaikan buat semua perempuan, bukan hanya para pendukungnya. Ditambah lagi, untuk mendapatkan kursi kekuasaan, mereka menghabiskan dana yang tembus hingga milyaran. Tentu mereka berpikir bagaimana bisa mendapatkan modal yang telah dikeluarkan plus keuntungannya untuk meraih kursi lima tahun ke depannya.

Sungguh, rakyat hanya menjadi tumbal pesta lima tahunan demi suara yang bisa menghantarkan pada jabatan tak lebih dari itu. Mengenaskan, rakyat diperhatikan hanya untuk mendapatkan suaranya. Sementara, mereka tetap susah dan sengsara. Di sisi lain, para penguasa dan pengusaha hidup bahagia dengan berbagai fasilitas yang telah tersedia.

Islam Menyejahterakan Semua

Islam sebagai sistem mampu menghantarkan masyarakat hidup sejahtera dan bahagia. Ini karena pemimpin yang dipilih adalah orang yang bertakwa, serta menjalankan sistem yang berasal dari Pencipta manusia.  Yang pasti, Dia tahu mana yang baik dan buruk buat hamba. Siapa saja yang menjadi pemimpin akan menjalankan sistem yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, orang yang baik berada dalam sistem yang baik, tentu kebijakannya akan baik.

Sedang jabatan dipahami sebagai amanah besar dan kelak ada pertanggungjawabkan. 

"Seorang pemimpin ibarat penggembala yang akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya” (HR Bukhari).

Mereka tidak mudah menyelewengkan jabatan demi meraup keuntungan dunia, karena paham semua ada konsekuensi yang berat.

Adapun sumber pendapatan yang digunakan untuk melayani masyarakat bisa berasal dari harta negara, yaitu ghanimah, fai, usyr, kharaj, khumus, dan lainnya. Bisa juga berasal dari harta milik umum, yaitu dari tambang, baik emas, pasir, batu bara, perak, minyak, dan lainnya. Harta milik umum ini tidak boleh diserahkan kepada swasta.

Yang berhak mengelolanya hanya negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat sebagai pemilik. Atau, dari zakat yang penerimanya ada delapan golongan yang telah ditetapkan syariat, termasuk juga harta infak, sedekah, wakaf, dan lainnya.

Dengan mekanisme yang sederhana, terbukti Islam mampu menyejahterakan semua warganya, baik muslim maupun nonmuslim selama 13 abad lamanya. Pertanyaannya, maukah kita diatur dalam sistem baik yang membawa kebaikan buat semua? Allahu a'lam.

Oleh: Umi Hanifah 
(Sahabat Tinta Media)

Minggu, 17 Maret 2024

Perempuan Menjadi Pelaku Bullying, Kok Bisa?




Tinta Media - Masa remaja atau masa sekolah adalah masa anak-anak banyak bergaul dengan teman-temannya. Ini merupakan salah satu masa yang mengasyikkan. Memiliki teman yang sefrekuensi, bermain bersama, bercanda, bertukar cerita, dan lain-lain adalah aktivitas yang nantinya menjadi sebuah memori indah saat dikenang.

Akan tetapi, berbeda jika masa remaja ini diisi dengan kegiatan yang tidak baik, seperti melakukan perundungan. Perundungan ini akan memberi bekas yang sulit hilang, terutama bagi korban. 

Saat ini, perundungan tidak hanya dilakukan oleh anak laki-laki, tetapi juga anak perempuan. Mirisnya, perundungan yang dilakukan oleh anak perempuan tidak hanya secara verbal, tetapi juga dengan kekerasan fisik.

Seperti kasus perundungan yang videonya sedang viral di media sosial, empat tersangka telah ditetapkan oleh Polresta Barelang atas kasus bullying atau perundungan di Batam. (kompas.tv, 2/3/2024)

Kapolresta Barelang, Kombes Nugroho Tri mengatakan bahwa motif pelaku melakukan aksi perundungan adalah karena kesal dan sakit hati dengan korban. (liputan6.com, 3/3/2024)

Sangat disayangkan, anak-anak sekarang sudah berani melakukan kekerasan fisik kepada orang lain. Bahkan, hal tersebut dilakukan oleh anak perempuan, meskipun sebenarnya baik laki-laki maupun perempuan tidak bisa dibenarkan atas tindakan tersebut. Ini karena bullying yang terjadi membuat luka, baik fisik maupun mental. Trauma pasca perundungan pun akan membekas dalam jangka waktu yang relatif lama jika tidak diobati dengan serius.

Apakah yang sebenarnya menjadi penyebab seseorang melakukan perundungan?

Sekularisme dalam Kehidupan

Sekularisme ialah pemisahan agama dari kehidupan. Jika sekularisme diterapkan dalam kehidupan, akibatnya akan berdampak pada tingkah laku individu sehingga jauh dari agama. Bagaimana tidak, agama hanya digunakan dalam ibadah ritual saja. Sebagian besar aktivitas manusia tidak diatur dengan aturan yang berasal dari Sang Pencipta.

Aturan dari Sang Maha Kuasa seolah diabaikan. Padahal, aturan buatan manusia tak cukup menjerakan. Lalu, manusia pun menjadi bebas berbuat tanpa pertimbangan. Inilah yang menjadikan banyak sekali tindak kekerasan dan kejahatan. Salah satunya adalah perundungan.

Ini karena manusia jauh dari agama dan dibuat terlena oleh kebebasan, juga tidak mau tahu mengenai ajaran agama sebagai pedoman. Maka ketakwaan individu pun makin tersamarkan. 

Banyak individu tidak lagi memikirkan halal-haram atau baik-buruk dalam melakukan tindakan. Hal ini membuat individu tega berbuat kekerasan fisik maupun verbal, seperti perundungan. 

Orang tua yang kurang paham mengenai agama menjadi tidak bisa mendidik anak sesuai ajaran agama. Orang tua juga mungkin membebaskan anak memilih pergaulannya sendiri tanpa pantauan orang tua, sebab mungkin orang tua pun, baik ayah maupun ibu, sibuk bekerja di luar rumah. Atau mungkin, orang tuanya mengalami perceraian, sehingga anak kurang terdidik dengan baik.

Kalaupun mungkin ajaran di rumah sudah bagus, tetapi saat di lingkungan bermain, anak berteman dengan orang yang bermasalah. Akhirnya, anak pun secara tidak sadar mengikuti temannya tersebut. Ditambah lagi, lingkungan sekitar yang terkesan cuek dalam memperhatikan sekitarnya.

Pendidikan sekuler juga menjadikan anak tak banyak paham tentang agama. Anak-anak pun mungkin tidak takut pada Allah Swt. Ini terlihat dari banyaknya anak usia sekolah yang terlibat kasus bullying dan kasus kenakalan remaja lainnya. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan yang sekuler tidak mampu mencetak generasi cerdas, apalagi beriman dan bertakwa.

Selain itu, penerapan sanksinya pun mungkin tidak membuat jera, sehingga bermunculan kasus-kasus baru yang serupa. Anak-anak muda seakan tidak takut pada hukum yang sedang berlaku. Mereka seolah menganggap enteng hukum.

Lalu, bagaimana mengatasi kasus perundungan?

Penerapan Syariat Islam

Mengatasi kasus perundungan atau bullying yang terjadi tidak bisa hanya dilakukan oleh satu atau dua pihak saja. Ini butuh sinergitas antara diri sendiri, orang tua, lingkungan sekitar, sistem pendidikan, dan sanksi hukum. Selain itu, sumber masalahnya pun harus ditinggalkan. Sumber masalahnya ialah sekularisme.

Sekularisme harus ditinggalkan agar permasalahan hidup tidak terus-menerus berdatangan. Karena itu, kita harus kembali pada aturan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta langit dan bumi ini, yaitu aturan yang berasal dari Al-Qur'an dan Sunnah. Jika aturan Islam diterapkan di seluruh bagian kehidupan, keberkahan akan dirasakan. Hidup pun akan menjadi berkah, aman, tenang, dan sejahtera.

Lalu, bagaimana cara Islam mengatasi perundungan?

Pertama, setiap individu wajib belajar ilmu agama, sehingga jika nanti menjadi orang tua, ia paham tentang Islam. Ia akan menjadi orang tua yang berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjaga amanah yang telah Allah Swt. titipkan padanya. Ia paham bahwa kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas anaknya.

Allah Swt. berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)

Orang tua akan mendidik anak dan mengenalkan Islam sedari dini. Orang tua pun akan mengontrol pergaulan anaknya agar tidak sampai jauh melewati batas.

Lalu, jika individu sudah belajar Islam sejak kecil, ia akan banyak mempertimbangkan segala perbuatannya. Ia akan paham bahwa Allah akan membalas setiap tindakan sekecil apa pun, sehingga berpikir ulang jika akan melakukan tindakan bullying.

Setelah itu, dalam Islam, masyarakat akan berperan sebagai kontrol sosial. Mereka akan menjaga lingkungan agar tidak ada kemaksiatan. Amar makruf nahi mungkar akan terealisasi dengan baik, sehingga anak-anak pun akan terjaga di lingkungannya.

Kemudian, sistem pendidikannya berlandaskan akidah Islam. Sistem pendidikan ini akan menjadikan anak-anak mengimani Allah dengan sungguh-sungguh, taat pada Allah, dan juga takut pada Allah. Anak akan menjadi anak yang saleh dan salihah, memiliki kepribadian Islam, dan juga cerdas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki wawasan yang luas tentang Islam. Anak-anak akan sibuk menggali potensi dan mengembangkan diri untuk umat, penuh kasih sayang pada sesama, bukan malah menjadi pelaku perundungan. 

Selain itu, dalam Islam, sanksi akan diterapkan secara tegas. Hukum yang telah Allah tetapkan akan diaplikasikan tanpa pandang bulu. Setiap individu yang sudah baligh dan juga berakal, akan dikenai sanksi sesuai dengan tindakannya, berapa pun umurnya. Sehingga, penerapan hukum ini akan membuat jera dan orang lain tidak akan mau melakukan kejahatan yang sama. Penerapan hukum Islam ini pun akan menjadi penebus dosa bagi pelaku kejahatan.

Begitulah jika Syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.  Hidup akan terasa aman, tenang, sejahtera, dan berkah. Kasus perundungan pun akan tertuntaskan. Generasi akan menjadi generasi yang unggul, generasi yang akan menjadi pengisi peradaban Islam yang gemilang. Wallahualam.


Oleh: Ummu Azmi 
(Aktivis Muslimah)

Investasi Memuliakan Perempuan?


Tinta Media - Pada tanggal 8 Maret 2024 kemarin, ada peringatan Hari Perempuan Internasional (International Women Day/IWD). Lembaga PBB untuk kesetaraan gender, UN Women Indonesia menyoroti fitur pentingnya berinvestasi atau memberi perhatian lebih terhadap kelompok perempuan dan kesenjangan gender. 

Menurut Kepala Program UN Women Indonesia Dwi Faiz, jaminan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak perempuan di seluruh aspek kehidupan adalah satu-satunya cara untuk memastikan perekonomian sejahtera dan adil, planet yang sehat untuk generasi mendatang, dan tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Dalam mewujudkan tema IWD tahun ini, UN Women Indonesia mengajukan beberapa usulan untuk investasi bagi perempuan, yaitu:

Pertama, menyelesaikan platform pembelajaran gratis berbasis keterampilan. Ini disesuaikan dengan kebutuhan belajar perempuan, serta akses ke komunitas belajar. 

Kedua, memberikan akses ke pengembangan keterampilan kewirausahaan yang berperspektif gender dan digital untuk mendukung perempuan wirausaha berpartisipasi di ekonomi digital.

Negara kemudian didorong untuk berinvestasi dengan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk belajar dan berkarya, termasuk menyediakan cukup dana untuk mewujudkan kesetaraan gender. 

Selanjutnya, negara dianggap akan mendapatkan banyak keuntungan. Perempuan juga didorong untuk berkarya/bekerja agar dapat berperan atau ikut serta mengentaskan kemiskinan. Hal ini tentu dalam paradigma sistem kehidupan yang saat ini mencengkeram dunia, yakni kapitalisme.

Kapitalisme menjadikan perempuan sebagai alat untuk mendapatkan pundi-pundi uang. Perempuan tersebut akan menjadi berharga ketika mampu menghasilkan uang sendiri.

Alhasil, perempuan akan lebih sibuk mencari uang daripada menjalankan kewajibannya sebagai istri yang merawat rumah tangga suaminya, sebagai ibu yang mendidik anak-anaknya, sebagai anak yang wajib berbakti pada orang tua, hingga sebagai anggota masyarakat yang wajib beramar makruf nahi mungkar.

Perempuan disibukkan di luar rumah untuk bekerja. Porsi perhatian pada suami menjadi kurang, ini bisa berujung pada perceraian. Anak-anak menjadi kurang kasih sayang dari ibunya yang bekerja, menyebabkan anak mencari pelarian seperti salah pergaulan, seks bebas, narkoba, dan sebagainya. Bagaimana kabar negeri ini jika generasinya rusak?

Sungguh, kapitalisme menjadikan perempuan sebagai aset untuk meningkatkan perekonomian. Perempuan diberikan fasilitas dengan berinvestasi dan bekerja. Ini justru bisa mengeluarkan perempuan dari fitrahnya.

Islam menetapkan bahwa negara wajib bertanggung jawab untuk memenuhi hak setiap individu rakyat, termasuk pendidikan dan kesempatan yang sama untuk berkarya. Namun, Islam memiliki aturan yang detail atas peran perempuan dalam masyarakat. 

Poin penting yang harus diingat adalah Islam menetapkan bahwa perempuan merupakan ummum wa rabbatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga). Mendidik perempuan dalam Islam adalah suatu investasi untuk membangun peradaban yang mulia, bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Perempuan bukan tulang punggung keluarga. Negara akan membuka lowongan pekerjaan seluas-luasnya untuk para pria, sehingga mereka dapat memenuhi kewajibannya sebagai pencari nafkah. 

Islam memuliakan perempuan sesuai fitrahnya. Inilah investasi yang sebenarnya, perempuan mampu menjalankan peran utamanya dengan baik, yang kelak akan melahirkan generasi cemerlang peradaban Islam. Wallahualam bissawab.


Oleh: Yanyan Supiyanti, A.Md.
Pendidik Generasi

Sabtu, 16 Maret 2024

Perempuan Menjadi Pelaku Bullying, Bukti Rusaknya Sistem Sekularisme



Tinta Media - Terjadi lagi kasus bullying atau perundungan kali ini terjadi di Batam. Yang videonya tengah viral di media sosial. Polresta Barelang menetapkan empat tersangka. Terdapat dua video yang beredar, pada video pertama korban dihajar oleh sekelompok remaja putri. Pelaku menendang kepala korban dan menjambak rambutnya. Adapun video yang kedua pelaku, pelaku menendang wajah korban hingga kepalanya terbentur ke pintu besi ruko. 

Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri. N menyatakan bahwa empat pelaku dalam kasus ini adalah NH (18) RS (14), M (15) dan AK (14), perundungan tersebut terjadi pada  Rabu 28/02/2024. Kasus ini bermula ketika pelaku dan korban yaitu SR (17) dan EF (14), saling ejek di aplikasi WhatsApp. Pelaku kemudian  mengajak beberapa temannya untuk mendatangi korban dan mereka pun melakukan penganiayaan, Sabtu 02/03/2024) seperti dikutip Tribun Batam. Kedua korban dan pelaku sama-sama sudah putus sekolah dan mereka juga saling mengenal. Berdasarkan hasil penyelidikan sementara kelompok remaja putri ini menganiaya korban karena sakit hati korban merebut pacar pelaku. Selain itu EF juga dituduh mencuri barang milik pelaku RS. Namun Polisi masih mendalami dugaan tersebut. Nugroho menjelaskan korban mengalami memar dan bekas sundutan rokok (Kompas.tv  2 maret 2024, 19:48 WIB) 

Sangat miris memang saat ini setiap hari kita dihadapkan dengan berita-berita bullying atau perundungan yang semakin hari semakin meningkat kasusnya. Disertai kekerasan dan terkadang juga mengakibatkan kematian. Dan yang lebih tidak habis pikir pelaku bullying saat ini pun bukan hanya anak lelaki namun pelakunya adalah perempuan. Padahal anak perempuan biasanya jauh dari hal-hal yang berbau kekerasan. Namun saat ini tidak ada bedanya sama sekali baik lelaki maupun perempuan. Mereka pun bukan saja membully secara verbal namun juga melakukan kekerasan fisik. Inilah yang terjadi dampak dari diterapkannya sistem sekularisme. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem kapitalis pun mengusung adanya kebebasan berperilaku sehingga para generasi tidak mempunyai batasan dalam berperilaku dan tidak berakhlak hingga tidak tahu mana yang halal dan yang haram. 

Dalam sistem sekuler kasus bullying tentunya akan terus terjadi. Karena disebabkan banyaknya faktor yang mempengaruhi dan tidak adanya solusi yang tepat. Karena dalam sistem ini tentunya tidak dicari apa akar masalah dari kasus tersebut. Faktor yang pertama adalah keluarga, dalam sistem kapitalis keluarga memberikan pola pengasuhan yang salah. Seharusnya keluarga memberikan pendidikan kepada anak dengan memberikan pola pengasuhan yang benar yang bersumber kepada akidah Islam serta memberikan kasih sayang malah sibuk mencari penghasilan karena tingginya beban hidup pada sistem kapitalis. Seorang ibu yang harusnya menjadi madrasah bagi anaknya, terpaksa harus ikut turut serta membantu perekonomian rumah tangga. Sehingga tidak fokus untuk bisa mendidik anak, maka anak pun dengan secara tidak langsung mendapat pendidikan dari lingkungan dan dari media sosial. Akhirnya membentuk karakter anak yang minus akhlak bahkan mengakibatkan kerusakan mental. 

Faktor yang kedua, adalah aspek pendidikan pada sistem sekuler. Dalam sistem ini biaya pendidikan sangat mahal sehingga banyak anak- anak yang putus sekolah. Begitu juga dalam materi pelajaran tidak ada yang memberikan pendidikan berbasis akidah Islam. Maka kita bisa melihat bahkan bullying marak terjadi disekolah. Lalu bagaimana kalau sudah seperti ini? Sekolah yang sejatinya bisa memberikan pendidikan malah nyatanya disekolah lah yang sering banyak terjadi kasus bullying ini. Karena sistem pendidikan dalam sistem sekuler hanya memberikan materi pelajaran semata. Namun tidak ada pendidikan tentang baik dan buruk dalam kehidupan, dalam bertingkah laku, maka akibatnya generasi saat ini akan bertingkah laku sesuai dengan keinginannya saja tanpa memikirkan dampak baik dan buruk maupun halal dan haram serta tidak takut kepada azab Allah SWT. Dalam sistem sekuler negara abai dalam melindungi dan memberikan jaminan kesejahteraan dalam segala aspek bagi para generasi muda. Ditambah sistem sanksi yang mengatasnamakan HAM tentunya tidak akan bisa memberikan efek jera pada si pelaku. Bahkan membuat kasus bullying kian hari kian meningkat bahkan saat ini pelakunya bukan saja laki-laki namun perempuan, dan pada usia yang masih belia.
Sungguh sangat miris. 

Sedangkan sistem Islam mempunyai metode yang bisa mencegah kasus bullying ini. Sistem Islam akan mencari apa akar masalah terjadinya kasus bullying ini. Pertama, dalam sistem Islam tentunya mewajibkan semua orang tua untuk mendidik anaknya. Agar anak menjadi shaleh dan mengetahui mana halal dan mana haram, serta takut untuk melakukan kemaksiatan. Dalam Islam ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya maka Islam tidak mewajibkan seorang ibu untuk mencari nafkah dengan cara memberikan kesejahteraan bagi rakyat sehingga para ibu tidak harus bekerja dan bisa fokus dalam mendidik anak dan memberikan kasih sayang kepada anaknya agar tidak terabaikan. Juga dalam sistem Islam semuanya memahami bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga dan tentunya akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. 

Negara dalam sistem Islam tentunya akan memberikan pendidikan yang berbasis akidah. Pendidikan ini akan melahirkan generasi-generasi yang berkepribadian Islam, yang bertakwa kepada Allah serta menjadikan mereka generasi yang sehat dan kuat secara mental. Yang terakhir yaitu peran negara dalam menerapkan sanksi- sanksi. Dalam sistem Islam pelaku kekerasan, kemaksiatan ataupun pelanggaran- pelanggaran lainnya akan diberikan sanksi yang setimpal dengan perbuatannya dan tentunya akan bisa memberikan efek hera pada si pelaku. Dalam Islam ketika anak sudah baligh maka mereka sudah bisa terkena beban hukum dan diberikan sanksi yang tegas sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya. 

Hanya dengan menerapkan sistem Islam yang bisa menjadi solusi dari segala aspek kehidupan. Negara yang akan memberikan jaminan keamanan, dan jaminan kesejahteraan bagi rakyat. Dengan sistem Islam akan dapat mencegah kasus-kasus bullying saat ini. Tentunya dengan metode-metode yang sesuai dengan sistem Islam yang sangat sesuai dengan fitrah manusia. Maka jika sistem Islam diterapkan akan dapat mencegah kerusakan-kerusakan pada generasi muda saat ini dan tentunya akan menghasilkan generasi muda yang berkepribadian Islam, bertakwa kepada Allah SWT serta menjadi generasi yang cerdas dan tangguh. 

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Iske
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 06 Februari 2024

Narasi Sesat Kesejahteraan Perempuan via Keterwakilan di Parlemen



Tinta Media - Ribuan ibu dari Fatayat NU dan majelis taklim se-Kabupaten Purwakarta mengikuti acara Pengajian Triwulan sekaligus peringatan Isra Mi’raj dan istighosah pada hari Minggu tanggal 14 Januari 2024. Kegiatan ini menghadirkan Ketua Forum Daiyah Fatayat (Fordaf) PP Fatayat NU Ustazah Minyatul Ummah, S.Pd.I, MA sebagai pemateri dan juga dihadiri oleh Staf Ahli Bupati, Dicky Darmawan. 

Tujuan kegiatan adalah dalam rangka memfasilitasi anggota Fatayat dan masyarakat umum guna meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan sekaligus memperingati Isra Mi’raj Nabi Muhammad Saw. Selain itu dalam acara ini juga dilaksanakan sosialisasi Pemilu oleh KPU Purwakarta dengan tema “Sosialisasi Pendidikan Pemilih Pemilu Tahun 2024 segmen Pemilih Perempuan”. 

Sosialisasi ini disampaikan oleh Oyang Este Binos, Komisioner KPU Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat dan SDM. Diharapkan para peserta yang hadir, khususnya ibu-ibu Fatayat NU menjadi garda terdepan dalam mensosialisasikan Pemilu 2024 berjalan lancar dan para perempuan menjadi pemilih yang cerdas. (Sinar Jabar.com, 15/1/2024) 

Demi meningkatkan partisipasi perempuan di parlemen sebanyak 30 persen, beragam cara dilakukan. Salah satunya melalui sosialisasi secara masif yang tujuannya untuk memberikan kesadaran politik kepada semua kalangan pemilih yang utamanya adalah pemilih perempuan.  Dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat seperti organisasi massa perempuan, kader partai perempuan, hingga pemilih pemula perempuan. 

Harapannya adalah merealisasikan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang diprakarsai oleh Barat dengan agenda utama yaitu mewujudkan kesetaraan gender melalui keterwakilan perempuan di parlemen. Dengan adanya keterwakilan perempuan yang lebih tinggi dalam parlemen, perspektif perempuan dapat lebih diperhatikan dan diwakili dalam proses pengambilan kebijakan politik guna terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan gender. 

Yang jadi pertanyaan mendasar adalah apakah ketika partisipasi perempuan di parlemen dalam sistem demokrasi ditingkatkan angkanya akan menjamin peningkatan kesejahteraan bagi perempuan di masyarakat? Pada faktanya dari semua negara di dunia saat ini yang melakukan gerakan yang sama yaitu mendorong partisipasi perempuan di parlemen ditingkatkan ternyata masih tetap dalam kondisi yang memprihatinkan. 

Rupanya kesejahteraan perempuan dapat diwujudkan oleh seberapa besar keterwakilannya di parlemen  merupakan klaim dan asumsi semata. Karena pada kenyataannya hal itu hanya membantu segelintir kelas elite perempuan saja bukan kondisi perempuan secara keseluruhan di dalam masyarakat. Perempuan masih tetap berada dalam kemiskinan, kesengsaraan, dan tertindas. 

Karena sejatinya problem utama dari masalah perempuan ada pada sistem batil (rusak) buatan manusia yaitu sistem kapitalisme-sekuler dengan demokrasi sebagai alat politik untuk mencapai kekuasaan yang saat ini diberlakukan hampir di seluruh negara terutama di negeri-negeri kaum muslimin termasuk Indonesia. 
Jadi yang dibutuhkan saat ini adalah perubahan secara fundamental demi tercapainya kesejahteraan bagi kaum perempuan secara nyata. Bukan lagi narasi sesat tentang besarnya kuota perempuan di parlemen yang konon bisa membawa perubahan. Bukan pula tentang siapakah yang berkuasa, yang nantinya akan menjadi  pembuat regulasi dan hukum, laki-laki atau perempuankah? 

Akan tetapi mengganti sistem yang cacat dengan sistem Islam seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan dilanjutkan oleh para Khalifah dalam sebuah institusi negara yaitu Khilafah Islamiyah. Tentunya dengan menjalankan hukum-hukum dari Allah SWT, Zat Yang Maha Sempurna serta penerapan syariat Islam secara totalitas dalam bermasyarakat dan bernegara di setiap lini kehidupan. 

Keadilan dan kesejahteraan akan dirasakan oleh setiap individu tanpa memandang gender menjadi sebuah keniscayaan. Karena sistem Islam sudah dipraktikkan dalam sebuah negara yang rekam jejak historisnya berhasil membuktikan dan menunjukkan keunggulan serta kapabilitasnya dalam melindungi rakyat terutama perempuan. 

Sehingga persoalan kemiskinan, penindasan, eksploitasi, pelecehan, kekerasan yang selama ini dirasakan oleh kaum perempuan diselesaikan secara efektif dan tuntas. Karena Islam terbukti sangat menjaga dan melindungi kehormatan dan kemuliaan perempuan. Dan ini terukir dalam tinta emas sejarah peradaban manusia sejak pertama kali Islam diterapkan menjadi sistem yang mengatur seluruh sendi kehidupan. 

Penaklukan kota Ammuriah yang dilakukan Khalifah Harun Ar-Rasyid (Al Mu’thasim Billah) adalah bukti bagaimana Islam melindungi kehormatan perempuan yang dilecehkan oleh tentara Romawi. Atau bagaimana Rasulullah Saw mengepung pemukiman Bani Qainuqa di Madinah selama 15 hari demi melindungi kehormatan seorang muslimah yang juga mengalami pelecehan. 

Bulan Rajab adalah bulan penuh rahmat ketika Rasulullah Saw melakukan perjalanan Isra Mi’raj, dan ini adalah momen yang tepat bagi para muslimah untuk kembali tunduk, patuh, serta taat pada seluruh ketetapan syariat tanpa mempermasalahkan atau mempertentangkannya. Meninggalkan narasi dan pemikiran sesat tentang kesetaraan yang nyata-nyata malah semakin menyelimuti kaum perempuan dari kesengsaraan dan ketertindasan. 

Kembali mengemban tugas mulia sebagai ummu warabatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga), yang terus belajar dan memperbaiki diri menjadi ibu berkualitas yang nantinya melahirkan generasi emas. Generasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan membawa Islam kembali menjadi peradaban tertinggi lagi mulia. 
Wallahu’alam bishawab


Oleh : Ika Nur Wahyuni 
(Aktivis Muslimah Karawang) 

Minggu, 21 Januari 2024

Kenaikan Indeks Pembangunan Gender, Benarkah Perempuan Makin Sejahtera?



Tinta Media - Program kesetaraan gender kian santer diopinikan. Dunia memandang bahwa memberikan hak yang sama terhadap laki-laki dan perempuan di ruang publik akan menyejahterakan kaum perempuan. Saat ini, para wanita yang hanya di rumah mengurus rumah tangga dipandang tidak produktif. Wanita dianggap produktif jika memiliki peran, bahkan bersaing dengan laki-laki, baik dalam bidang ekonomi, politik, dan lainnya. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender.

"Perempuan dianggap berdaya jika mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender," kata Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N. Republika.co.id (6/1/2024).

Namun, data yang ada berbanding terbalik dengan nasib perempuan saat ini. Tingginya angka indeks pembangunan gender tak mengurangi penderitaan para wanita. Justru, semakin hari penderitaan itu semakin meningkat. Kasus kekerasan, bahkan pembunuhan, pelecehan seksual, KDRT, eksploitasi, dan masih banyak lagi kasus kekerasan pada perempuan yang kian hari kian meningkat. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut bahwa total terdapat 21.768 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (PPA) selama tahun 2023.

Mirisnya, penyumbang terbesar kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yaitu 5.555 laporan. Jumlah laporan itu juga tercatat meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 2.241 kasus.

Dalam sistem kapitalis saat ini, perempuan dipandang sebagai salah satu komoditi untuk menghasilkan uang. Perempuan dianggap hebat dan berdaya bila bisa mencari uang sendiri atau memiliki peran di bidang tertentu, seperti politik, ekonomi, dan lainnya. Perempuan yang hanya diam di rumah mengurus dan mengatur rumah tangga dipandang remeh. Alhasil, dengan arah pandang tersebut, perempuan yang bekerja atau yang memiliki posisi penting dalam bidang tertentu menjadi role mode di kalangan perempuan saat ini.

Hal ini tentu bertolak belakang dengan fitrah seorang wanita. Semakin banyak perempuan yang bekerja keluar rumah atau pun berbisnis, tak jarang urusan rumah tangga yang menjadi kewajiban utamanya terabaikan, bahkan diserahkan kepada pihak lain yang justru malah menjadi pemicu munculnya persoalan lain di kemudian hari, seperti kurangnya keharmonisan rumah tangga, perselingkuhan, perceraian, KDRT, anak-anak terjerumus pergaulan bebas sebab keluarga tak lagi harmonis. 

Tingginya kasus KDRT yang menjadi penyumbang kekerasan terbesar terhadap perempuan menunjukkan bahwa ada yang salah dalam tatanan rumah tangga, dan pemicu utamanya ialah hilangnya peran ibu sebagai pengurus dan pengatur rumah tangga. 

Sulitnya ekonomi maupun arah pandang yang salah terhadap peran perempuan membuat para istri maupun ibu lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dibanding mengurus keluarga. Ini menunjukkan bahwa meningkatnya angka indeks pembangunan gender tidak membawa pengaruh bagi kesejahteraan perempuan. 

Faktanya, penderitaan yang dialami kaum wanita sebenarnya tidak lain karena buah dari penerapan sistem kapitalisme-Liberal yang memandang bahwa materi merupakan tolak ukur kebahagiaan. Kehidupan bebas diatur sesuai kehendak pribadi. Akhirnya, perintah agama yang mengatur kehidupan wanita tidak dilaksanakan, bahkan berbanding terbalik. 

Kehidupan yang bebas membuat manusia berperilaku bebas tanpa batasan. Ditambah tidak adanya sanksi yang tegas, semakin memperburuk kondisi saat ini. Akibatnya, tindak kriminal merajalela. Nasib perempuan menjadi tidak aman dan terancam di setiap saat. 

Jika sudah seperti ini, akan sulit terwujud generasi yang cemerlang bila seorang istri atau ibu tidak dalam kondisi yang baik menjalankan fitrahnya. Arah pandang yang keliru telah mengubah tatanan kehidupan yang seharusnya sesuai syari'at. Akibatnya, peran laki-laki dan perempuan menjadi kacau dan menimbulkan banyak persoalan. 
 
Padahal, telah jelas diatur oleh Allah Swt. bahwa fitrah wanita adalah ummu warabbatul baiti, yakni pengurus dan pengatur rumah tangga di bawah kepemimpinan seorang suami. Ini merupakan sebuah peran yang tak bisa digantikan oleh siapa pun. Menjadi ibu dan istri adalah profesi mulia sebab mendidik generasi adalah bagian dari peran besar yang menentukan nasib sebuah peradaban.

Peran ini tidaklah mudah. Maka, harus didukung dengan kondisi yang ideal, baik peran suami yang melindungi dan menjaga keluarga sebagai pemimpin rumah tangga, atau negara dalam menciptakan suasana yang kondusif hingga terpenuhi segala kebutuhan rakyat, serta adanya aturan yang tegas di tengah-tengah masyarakat agar segala tindak kejahatan terminimalisir. Begitu pun dengan peran ummu warabbatul bait, dapat terlaksana dengan maksimal.

Maka dari itu, Allah Swt. tidak mewajibkan perempuan untuk mencari nafkah, melainkan kepada para suami, atau ayah saat belum menikah. Ketika ayah atau suami meninggal, maka beban kewajiban jatuh kepada keluarga lain yang telah diatur dalam syari'at. Apabila tidak mampu, maka akan menjadi tanggung jawab negara.


Negara pun tidak boleh berlepas tangan, tetapi wajib menyediakan lapangan kerja bagi para suami maupun ayah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Karena itu, harus ada aturan yang mendukung terwujudnya peran ideal masing-masing anggota keluarga. 

Selain itu, harus ada perubahan menyeluruh, baik arah pandang maupun sistem hidup yang sesuai fitrah manusia agar kesejahteraan dan keamanan bisa kembali terwujud, tak hanya pada perempuan dan anak-anak, tetapi bagi seluruh rakyat di bawah negara yang menerapkan aturan Islam di dalamnya, yaitu aturan hidup yang diturunkan oleh Allah Swt. untuk umat manusia sebagai pencipta dan pengatur alam semesta. 

Sudah saatnya kita meninggalkan sistem buatan manusia yang hanya membawa dampak buruk di setiap peraturannya, baik bagi perempuan, anak-anak, juga masyarakat secara keseluruhan. Wallahualam bi shawwab.

Oleh: Imroatus Sholeha 
(Freelance Writer) 

Ilusi Feminisme dan Gender bagi Perempuan, Saatnya Muslimah Ber-Islam Kaffah!



Tinta Media - Permasalahan mengenai perempuan sepertinya masih menjadi isu yang krusial untuk dibahas. Faktanya, di zaman yang semakin modern ini, ada kelompok tertentu yang beranggapan bahwa perempuan masih dianggap sebagai kelas kedua. Mereka menganggap kaum perempuan diperlakukan lebih rendah dibandingkan kaum laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karenanya, mereka terus berupaya menyuarakan ide kesetaraan dan keadilan gender. Sederhananya, kesetaraan gender menginginkan agar perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama tanpa ada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. 

Kesetaraan gender semakin meluas seiring bertambahnya negara yang mengemban ide kapitalisme-sekuler, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri pemerintah menindaklanjuti ide kesetaraan gender dengan mengintegrasikannya pada pembangunan nasional, yaitu dengan melaksanakan pembangunan pemberdayaan perempuan melalui pendekatan kesetaraan dan keadilan gender (KKG). 

Terkini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender (IPG). Perempuan berdaya akan menjadi landasan yang kuat dalam pembangunan bangsa. 

Keterwakilan perempuan dalam lini-lini penting dan sektoral juga ikut mendorong kesetaraan gender di Indonesia yang semakin setara. Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (06/01/2024), sebagaimana yang dilansir oleh republika.co.id (06/01/2024). 

Di tengah berbagai problematika yang menghantam perempuan saat ini, benarkah ide kesetaraan gender mampu menjadi solusi? Mampukah ide ini memberikan kesejahteraan dan kemuliaan bagi perempuan? 

Feminisme-Gender, Buah dari Sistem Batil Kapitalisme-Sekuler 

Jika melihat sejarah munculnya ide kesetaraan gender, maka tidak bisa dilepaskan dari paham feminisme ekstrem yang lahir di Barat. Pada saat itu, Barat memang menganggap wanita sebagai kelas kedua. Maka, lahirnya gerakan feminisme  memiliki tujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dengan menetapkan kesetaraan pada seluruh aspek. 

Ide feminisme atau kesetaraan gender juga sengaja disebarkan dan dicekokkan pada umat Islam. Barat menilai bahwa ajaran Islam bersifat membatasi dan menindas kaum perempuan. 

Akibat adanya sekularisme di tengah umat Islam, maka ide feminisme dan gender pun mulai diusung oleh sebagian Muslimah yang teracuni pemikirannya dengan pemikiran Barat tersebut. 

Sejatinya, semua ide tersebut, baik feminisme dan gender merupakan buah dari sistem kapitalisme-sekuler yang batil, karena sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Mereka menghambakan diri pada ide kebebasan (liberalisme) sehingga dalam kehidupannya menganggap manusia bebas melakukan apa pun tanpa batasan, termasuk membuat aturan kehidupan sendiri. 

Paham kapitalisme-sekuler nyatanya berkelindan dengan segala kerusakan yang terjadi saat ini. Kerusakan yang terjadi juga berpengaruh pada tingkat kesejahteraan perempuan. Gagalnya negara kapitalisme-sekuler dalam menjamin kesejahteraan masyarakat, khususnya perempuan bukanlah isapan jempol belaka. Sekalipun ide feminisme dan gender telah digaungkan, faktanya saat ini perempuan masih saja mendapatkan permasalahan dalam hidup. Ini terbukti dengan tingginya KDRT, banyaknya angka perceraian, pelecehan, dan kekerasan seksual yang dialami perempuan. 

Adapun tuduhan ajaran Islam membatasi dan menindas kaum perempuan hanyalah fitnah keji yang lahir dari para pembenci Islam. Mereka mengambinghitamkan dan menyerang syariat Islam. Mereka menuduh hal yang sebenarnya tidak terjadi dalam Islam. Segala kemalangan yang menimpa umat, termasuk perempuan saat ini adalah akibat tidak adanya penerapan syariat Islam secara kaffah. Sejatinya, Islam itu menyejahterakan, melindungi, bahkan memuliakan perempuan. 

Adapun sumber masalah saat ini adalah karena penerapan sistem kapitalisme sebagai dasar kehidupan manusia. Kapitalisme jelas menjadikan manusia sangat menderita. 

Ekonomi kapitalis melahirkan kemiskinan yang mengerikan, yang memaksa para perempuan bekerja keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga. Banyak perempuan yang mengeksploitasi diri sendiri demi mendapatkan uang, akibat sulitnya lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki. 

Alhasil, tak sedikit kaum ibu yang berganti peran menjadi tulang punggung untuk mencari nafkah sehingga mengabaikan tugas utamanya sebagai pendidik generasi (madrasatul ula' atau pendidik pertama bagi anak-anaknya). 

Tekanan ekonomi yang berat ditambah lagi mahalnya biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar baik biaya kesehatan, biaya pendidikan, dan kebutuhan sandang, pangan, dan papan menjadikan perempuan atau kaum ibu sangat rentan mengalami stres, bahkan kehilangan naluri keibuannya. 

Fakta di atas menjadi bukti gagalnya negara dengan asas kapitalisme-sekuler dalam menjamin kesejahteraan umat, khususnya perempuan. Oleh karena itu, berharap pada ide feminis ataupun kesetaraan gender adalah hal yang sia-sia. Alih-alih menyejahterakan dan memuliakan perempuan, ide tersebut justru membawa perempuan jatuh pada kehinaan dan jauh dari fitrah perannya yang mulia. Dengan demikian, jelas bahwa feminisme dan gender hanyalah ilusi bagi perempuan. 

Hanya Islam yang Mampu Memuliakan Perempuan 

Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam institusi daulah khilafah pastinya akan memberikan rahmat bagi seluruh alam. Hal ini karena sejatinya Islam sebagai agama sekaligus pandangan hidup yang memiliki aturan yang sempurna akan menjalankan mekanisme yang mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat, termasuk kaum perempuan. 

Islam tak pernah menempatkan perempuan pada kelas kedua, atau lebih rendah posisinya dari laki-laki. Allah Swt. tidak memuliakan seseorang berdasarkan jenis kelamin. Baik laki-laki maupun perempuan kedudukannya sama di mata Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Hujurat, ayat 13, 

"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa." 

Adapun posisi perempuan dalam Islam di tempatkan pada posisi yang terhormat dan mulia, karena perempuan memiliki peran yang luar biasa yaitu melahirkan dan mencetak generasi. Oleh karenanya, khilafah akan memastikan terjaminnya peran perempuan tersebut. 

Penerapan Islam secara kaffah yang khas dan sempurna dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik akan tegas menjaga kehormatan perempuan. Adanya syariat yang melarang perempuan untuk bertabaruj, larangan perempuan keluar rumah tanpa mahram jika lebih dari sehari-semalam, dan kewajiban menutup aurat secara sempurna (dengan menggunakan jilbab dan kerudung) bukanlah bentuk pengekangan Islam terhadap kebebasan perempuan, melainkan sebuah aturan yang mampu menjaga kehormatan dan kemuliaannya. 

Sebagai pengurus urusan rakyat, khilafah akan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi laki-laki sebagai pencari nafkah, sehingga tak akan ada lagi perempuan yang terpaksa keluar rumah untuk bekerja, apalagi berperan sebagai tulang punggung keluarga. Jika tak ada wali yang mampu menafkahi, maka khalifah akan bertanggung jawab menjamin kebutuhan pokoknya secara langsung. Dengan begitu, para ibu bisa fokus untuk menjalankan kewajiban utamanya, yaitu sebagai pengurus keluarga dan anak-anaknya (al umm wa robbatul bait). 

Hukum perempuan bekerja dalam Islam adalah mubah. Oleh karenanya, Islam tidak akan memaksa perempuan keluar rumah untuk bekerja. Bahkan, khalifah akan melarang perempuan bekerja jika pekerjaan tersebut justru bertujuan mengeksploitasi sisi sensualitas mereka. Misalnya sebagai model dan peragawati, karena pekerjaan semacam itu justru menghinakan kaum perempuan. 

Pengontrolan negara terhadap media massa dan konten-konten yang ditayangkan pun akan menjadi upaya untuk menjaga keamanan dan kehormatan perempuan. Konten berbau maksiat, pornografi-pornoaksi, ataupun yang bersifat kekerasan akan dilarang total karena hal-hal tersebut bisa menyuburkan kemaksiatan di tengah masyarakat dan akan berakibat pada pelanggaran kehormatan perempuan. 

Selain pengontrolan media, upaya lain yang juga akan dilakukan khalifah untuk memberikan jaminan keamanan bagi perempuan adalah dengan menerapkan sistem persanksian Islam (uqubat Islam). Setiap pelaku pelanggaran akan dikenai sanksi sesuai ketetapan syariah dan kebijakan khalifah. Dengan begitu, perempuan akan merasa aman dari kejahatan yang mengancam dirinya, seperti kekerasan, pelecehan, pemerkosaan, dll. 

Demikianlah mekanisme Islam dalam menyejahterakan dan memuliakan kehormatan perempuan. Hal ini sudah terbukti selama 13 abad lamanya ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi daulah khilafah. Oleh karenanya, sebagai seorang muslimah yang taat, kita harus sadar dan yakin bahwa ide feminisme ataupun kesetaraan gender bukanlah solusi bagi permasalahan perempuan saat ini. Justru kita harus semakin yakin bahwa hanya Islamlah satu-satunya yang mampu menjamin kehormatan, ketenteraman, dan kemuliaan perempuan. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I
(Pemerhati Sosial dan Media) 

Selasa, 16 Januari 2024

Ide Sesat Pemberdayaan Perempuan dengan Kesetaraan Gender



Tinta Media - Selama 2023, perempuan semakin berdaya dengan adanya peningkatan indeks pembangunan gender. Itulah pernyataan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Jakarta (ANTARA). 

Perempuan bisa terlibat dalam politik pembangunan dengan adanya peningkatan perempuan di lembaga legislatif, mendapat posisi yang strategis di tempat kerja, serta mampu memberi sumbangan pendapatan untuk keluarga. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin dalam keterangan pada hari Sabtu di Jakarta.

Menurutnya, pembangunan bangsa membutuhkan landasan yang kuat, yaitu adanya perempuan berdaya. Sebagai contoh adalah banyaknya perempuan yang menjadi pemimpin, seperti menjadi kepala desa, bupati, hingga kementerian atau lembaga. Kesetaraan gender di Indonesia menjadi semakin meningkat dengan terlibatnya perempuan berdaya dalam aspek penting dan sektoral. 

Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak akan terus ditingkatkan, sebagai komitmen dari Kemen PPPA untuk menyongsong tahun 2024. Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menambahkan bahwa pihaknya akan berfokus pada penguatan kelembagaan dan perbaikan layanan publik terkait dengan lima arahan prioritas presiden, yaitu dengan mengedepankan sinergi dan kolaborasi lintas sektor, mulai dari dunia usaha, media, pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.

Benarkah perempuan berdaya dengan kesetaraan gender? Ataukah semua itu merupakan kesalahan sudut pandang? 

Perempuan dalam pandangan kapitalis adalah sebagai pencetak uang dengan berkarier, yaitu dengan bekerja di sektor lembaga legislatif ataupun di berbagai bidang lainnya, seperti menjadi pemimpin daerah dan lain sebagainya. Itulah yang dianggap perempuan berdaya karena dengan begitu, perempuan mampu memberi andil dalam pembangunan. 

Kesetaraan gender adalah program yang menjadi senjata dan terus digaungkan dalam sistem kapitalisme sekuler. Kenaikan indeks perempuan berdaya dijadikan tolok ukur keberhasilan yang dicapai oleh sebuah bangsa. 

Namun, di sini lain, fakta yang terjadi sungguh mengenaskan. Di tengah hiruk-pikuk ide kesetaraan gender yang digadang-gadang suatu bangsa, kondisi perempuan justru terlihat sangat menderita dan tersakiti, bukannya bahagia. Kesetaraan gender justru berimbas pada memburuknya kondisi kehidupan perempuan itu sendiri. Buktinya, banyak sekali kasus yang menimpa perempuan, seperti KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), pelecehan seksual, pemerkosaan, hingga pembunuhan terhadap perempuan dan anak.

Percekcokan antara suami dan istri ataupun kekerasan dalam rumah tangga merupakan contoh kejadian yang kebanyakan penyebabnya adalah masalah ekonomi atau perselingkuhan. Ini karena bukan tidak mungkin, ketika bekerja di luar rumah, perempuan pasti akan berinteraksi dengan lawan jenis di tempat ia bekerja. Adanya ruang kebebasan dalam pergaulan dan interaksi inilah yang menjadi pemicu terjadinya bibit perselingkuhan yang berakibat pada perceraian hingga pembunuhan.

Kalau sudah begitu kejadiannya, dapat dilihat dengan gamblang bahwa kesetaraan gender adalah sebuah solusi yang menimbulkan masalah baru, bukan sebagai solusi yang hakiki. Sayangnya, ide kesetaraan gender ini selalu diaruskan agar  kedudukan perempuan sama atau setara dengan laki-laki. 

Ini semua adalah hasil dari sebuah pemikiran yang sesat, buah dari sistem kapitalisme sekuler. Hal itu justru menjadi buah simalakama untuk perempuan dan generasi. Karena semua justru terbalik, maka kebanyakan perempuan bekerja di luar rumah, bahkan sampai keluar negeri, sementara para bapak-bapak sebagai pengasuh anak di rumah. Ini semakin ruwet dan tidak sesuai fitrah manusia, padahal Allah telah memberikan solusi yang sesuai fitrah, yang akan melindungi dan menjaga perempuan dengan baik.

Beralih ke Islam Sebagai Solusi Hakiki.

Memahami Islam dengan benar akan menghasilkan perbuatan yang dan solusi yang benar pula. Pada dasarnya, Islam telah memberikan aturan yang cocok sesuai wahyu Allah Swt. Islam memosisikan kedudukan laki-laki dan perempuan sejatinya adalah sama, yaitu sama-sama sebagai makhluk Allah. Hanya saja, dalam kehidupan sehari-hari, Islam memberi peran pada perempuan  sebagai ibu pencetak generasi dengan mendidiknya sesuai syariat. Sedangkan laki-laki berperan sebagai pemimpin dalam keluarga dan wajib mencari nafkah untuk menghidupinya. 

Namun, Islam juga tidak melarang perempuan untuk bekerja asalkan tidak meninggalkan kewajiban-kewajibannya. Ketika Islam diterapkan secara kaffah, maka semua lini kehidupan, seperti aspek kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial dan hukum akan selalu terjaga dengan baik. Perempuan tidak lagi cemas dengan kelangkaan pekerjaan untuk laki-laki sehingga mengharuskan mereka ikut terjun bekerja di sektor legislatif atau pemimpin daerah. 

Islam sebagai negara adidaya yang kuat akan mampu menyejahterakan rakyat, serta pembangunan yang maju tanpa mengorbankan perempuan dan generasi. Hukum sanksi Islam yang mampu memberi efek jera dan sebagai penggugur dosa akan menjaga seseorang untuk tidak berbuat semena-mena terhadap orang lain, apalagi perempuan. 

Ditopang dengan sistem pendidikan yang berdasarkan akidah Islam, akan tercipta individu yang taat dan takut hanya kepada Allah Swt. Sistem ekonomi Islam akan memberi keadilan bagi masyarakat keseluruhan tanpa pandang bulu.

Maka, sadarilah bahwa hanya dengan penerapan sistem Islam, pembangunan akan maju, serta perempuan terjaga kemuliaannya, bukan dengan sistem kapitalisme sekuler dengan ide kesetaraan gender. Sistem kapitalisme hanya menjadikan perempuan sebagai barang yang mudah diperalat dengan kedok kesetaraan gender.
Wallahu a'lam bisshawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab