Tinta Media: Perda Pentahelix
Tampilkan postingan dengan label Perda Pentahelix. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perda Pentahelix. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Agustus 2023

Perda Pentahelix, Wacana Peningkatan Pembangunan ala Kapitalisme

Tinta Media - DPRD Kabupaten Bandung dorong pembuatan Perda Pentahelix guna perbaiki infrastruktur, supaya proses pembangunan yang menggunakan kerjasama seluruh pihak tersebut bisa memiliki dasar hukum. Adapun tujuan Raperda Pentahelix itu dibuat agar memiliki dasar hukum yang jelas dalam mengentaskan masalah infrastruktur jalan, yang dapat dilakukan oleh pihak swasta ataupun pihak lainnya. 

Dengan adanya payung hukum tersebut, Pemkab Bandung akan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk peningkatan pembangunan yang akan dilakukan kedepannya. Adapun konsep Pentahelix ini dibutuhkan karena tidak semua pembangunan bisa dibiayai atau tercover oleh APBD, baik untuk perawatan maupun perbaikan. Saat ini pembangunan dengan konsep Pentahelix sudah tertuang dalam RPJMD Kabupaten Bandung.

Konsep Pentahelix bukanlah pembahasan baru. Konsep ini sudah diberlakukan di beberapa bidang, seperti pendidikan tingkat tinggi. Pentahelix itu sendiri menekankan skema kolaborasi multipihak antara pemerintah, pelaku/badan usaha, masyarakat, akademisi, dan media dalam pencapaian suatu tujuan yang sama.

Adapun peran pemerintah pada konsep Pentahelix pembangunan infrastruktur adalah sebagai regulator  yang memiliki peraturan dan tanggung jawab dalam mengembangkan proyek.

Pihak pemerintah pada hal ini melibatkan  semua jenis kegiatan. Selain itu, pemerintah juga akan mencari dukungan untuk jaringan inovasi dan  kemitraan publik-swasta. Tak hanya itu, pemerintah juga memiliki peran  untuk mengoordinasi  para  pemangku kepentingan dalam pengembangan infrastruktur tersebut.

Maka dari itu, pemerintah Kabupaten Bandung, mendorong pemerintah pusat untuk membuat peraturan daerah Pentahelix agar tujuan pembangunan bisa tercapai melalui kerjasama berbagai pihak, baik swasta ataupun pihak lainnya. Sehingga, dalam pengerjaannya bisa lebih cepat dan tanpa membebani pemerintah dalam pembiayaan dana. 

Sebab, jika hanya mengandalkan dana dari APBD, tentunya tidak akan mencukupi. Inilah logika kapitalisme yang menyerahkan seluruh urusan publik pada swasta. Segala kebijakan diterapkan sebagai bentuk kepedulian pemerintah. Nyatanya, semua hanya retorika belaka. 

Saat ini, pembangunan infrastruktur penunjang investasi terus digenjot dengan dalih demi pertumbuhan ekonomi pada kesejahteraan rakyat, tetapi nyatanya hanya membuat sakit hati rakyat. Konsep Pentahelix pada pembangunan infrastruktur yang disponsori korporasi tentunya ada unsur manfaat di dalamnya. 

Mereka hanya memikirkan kemaslahatan bagi golongannya sendiri. Mereka mengeluarkan dana minimal dan mengharapkan hasil maksimal. Contoh, untuk mendapatkan bahan baku yang murah, termasuk lahan yang merupakan faktor produksi, maka caranya dengan menguasai kepemilikan lahan terlebih dahulu. Bagaimanapun caranya, yang penting lahan tersebut bisa dikuasai.

Kemudian, lahan tersebut dibangun menjadi sebuah proyek yang menguntungkqn. Pembebasan lahan ini senantiasa menjadi polemik di masyarakat, sebab penggusuran tanah, lahan ataupun rumah kerap terjadi.

Maka, sejatinya Perda Pentahelix yang diajukan pemerintah daerah kepada pusat bukanlah untuk kesejahteraan masyarakat, sebab berapa pun banyak infrastruktur yang dibangun, nyatanya hanya dinikmati oleh sebagian kalangan saja. 

Lebih dari itu, konsep Pentahelix pada pembangunan infrastruktur cenderung mengurangi rasa tanggung jawab pemerintah pusat dalam pengelolaan dan lebih menyerahkannya pada pihak swasta atau para investor melalui mekanisme Pentahelix yang berbadan hukum yang sarat dengan komersialisasi, sehingga peran pemerintah terkesan terbatas sebagai regulator belaka.

Sesungguhnya, konsep pentahelix dalam pembangunan infrastruktur telah menjadi bagian dari pengembangan pembangunan dalam sistem kapitalisme. Masing-masing unsur dianggap bertanggung jawab dan berperan dalam pengembangan pembangunan yang diarahkan sebagai penjamin keberlangsungan sistem kapitalisme.

Sementara dalam sistem Islam, Infrastruktur dibuat sebagai prasarana demi kemaslahatan umat. Pembangunannya merata baik di kota maupun di desa tak hanya berpusat pada sentra ekonomi saja. 

Pendanaannya bersandar pada sistem ekonomi Islam yang dikelola negara sebagai jantung peredaran perekonomian yaitu Baitulmal. Maka dari itu, dalam sistem Islam, negara merupakan pihak sentral yang mengatur pembangunan demi tercapainya keadilan dan pemerataan kesejahteraan umat. 

Sumber APBN yang diperoleh negara didapat dari aturan pembatasan kepemilikan, sehingga proses pembangunannya bersifat mandiri tanpa pihak swasta ataupun asing sehingga tak ada intervensi dalam setiap kebijakannya. 

Hanya dengan sistem ekonomi Islam, pembangunan infrastruktur akan tercapai dan dapat dinikmati oleh semua masyarakat. Tujuannya hanya untuk kemaslahatan umat, dan hanya sistem Islam lah  yang mampu menerapkannya secara kafah. Wallahu"alam Bishshawab.

Oleh: Tiktik Maysaroh
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab