Tinta Media: Perampasan Tanah
Tampilkan postingan dengan label Perampasan Tanah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perampasan Tanah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 September 2023

Kiai Labib: Apa yang Terjadi di Rempang adalah Perampasan Tanah oleh Negara

Tinta Media - Ulama Ahlu Sunnah Wal Jama'ah KH Rokhmat S Labib menjelaskan, apa yang terjadi di Rempang adalah perampasan tanah oleh negara yang diberikan kepada oligarki bahkan kepada asing.
 
"Apa yang terjadi di Rempang itu adalah perampasan tanah oleh negara untuk diberikan kepada oligarki bahkan kepada asing," tuturnya dalam tayangan Perampasan Tanah: Haram! Jumat (22/9/2023) di kanal Youtube Bincang Perubahan.
 
 Menurut Kiai Labib, yang terjadi sekarang betul-betul perampasan tanah karena tanah itu secara sah dimiliki oleh penduduk rempang di sana.
 
"Terbukti kita semua tahu bahwa mereka sudah mendiami secara turun-temurun di tanah tersebut sejak ratusan tahun lalu sebelum Indonesia merdeka. Mereka  saat itu sudah berada di bawah kekuasaan  kerajaan di Riau.  Begitu Indonesia merdeka dan Sultan Kasim menyerahkan kekuasaan kepada Indonesia maka mereka  secara wilayah ikut Indonesia," sambungnya.
 
 Lantas ia menekankan,  hal itu tidak membuat tanah yang dimiliki secara turun temurun itu lalu  beralih kepada pemerintah,  karena negara tidak punya hak tanah yang sudah dimiliki oleh warga. Tanah yang sudah jelas menjadi milik warga baik itu hasil membeli atau mendapatkan warisan itu adalah milik rakyat. Negara sama sekali tidak boleh mengambil apa yang sudah menjadi milik rakyat.
 
 “Dalam Islam sudah jelas sekali disebutkan bahwa mengambil tanah secara zalim itu merupakan sebuah kezaliman dan sebuah dosa besar,” tandasnya.
 
Kiai Labib mengutip, sabda  Rasulullah saw. “Siapa yang mengambil  tanah secara zalim walau hanya sejengkal maka Allah akan timpakan kepada dia itu tujuh lapis bumi kepadanya.”
 
 "Begitu dahsyatnya siksa yang Allah berikan kepada orang yang mengambil tanah orang lain secara sepihak secara zalim. Nabi memberikan perumpamaan sejengkal itu artinya mafhum mukhalafah, muwafakahnya  kalau sejengkal saja itu siksanya seperti itu apalagi satu kilometer,  apalagi satu hektar, apalagi satu pulau itu tentu dahsyat sekali," ungkapnya menegaskan.
 
Menurut Kiai Labib, kalimat Jokowi yang mengatakan ‘masak urusan Rempang saja harus Presiden turun tangan,’  menunjukkan bahwa dia sudah memasrahkan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).

“Kalau Kapolri itu artinya ‘gebuk’, enggak ada kapolri negosiasi atau hukum segala macam enggak ada. Artinya Jokowi sudah tidak mau lagi untuk melakukan negosiasi dan sudah tutup pintu tidak mau melakukan itu.  Pada forum lain dia juga mengancam kalau Kapolri  tidak bisa menyelesaikan akan dicopot,” ulasnya.
 
Bahasa Kekerasan
 
Menurut Kiai Labib, bahasanya itu sudah bahasa kekerasan bukan lagi  bisa dinegosiasi dan segala macam. "Kemudian kalau ini masalahnya cuman komunikasi artinya dia tidak memahami hakikat persoalan. Dikomunikasikan bahwa mereka akan dapat tanah, rumah  tipe 45 dan 500 meter.  Lah sudah jelas kok, penduduk Rempang itu tidak mau pindah dari tempatnya," ujarnya.
 
Menurutnya, ini merupakan satu tindakan yang sangat kejam. Kiai Labib heran,  tidak tampak perlawanan dari pejabat atau wakil-wakil rakyat yang ada di sana di Batam atau di Kepulauan Riau (Kepri) yang menunjukkan bahwa mereka  mewakili warga.
 
“Yang sekarang terjadi itu betul-betul warga menghadapi polisi, sementara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR ) yang mereka dipilih oleh rakyat untuk  mewakili mereka,  tidak kelihatan gagah perkasa untuk membela rakyatnya," sesalnya.
 
Kiai Labib menduga, jika pemerintah berhasil menguasai  dan mengosongkan pulau Rempang,  tidak menutup kemungkinan pulau-pulau lain akan dilakukan hal yang sama tanpa ada perlawanan.
 
"Sebenarnya yang disebut sebagai tanah air harga mati segala macam itu sudah enggak ada karena tanah itu sudah dijual penguasa-penguasa  kepada oligarki Cina," pungkasnya. [] Muhammad Nur

Selasa, 26 September 2023

Perampasan Tanah Rempang, Cendekiawan Muslim Riau: Zalim dan Berbahaya!

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Riau Ir. Muhammadun, M.Si. menuturkan kasus Rempang ini adalah kasus kezaliman dan berbahaya.
 
"Kasus Rempang ini adalah kasus kezaliman perampasan tanah rakyat oleh rezim dan digunakan untuk kepentingan investasi asing.  Ini sangat zalim dan berbahaya!" tuturnya dalam pernyataan sikap saat Aksi Damai Bela Rempang, Sabtu ( 23/9/2023) di kanal Youtube Dakwah Riau.
 
Ustaz Madun, sapaan akrabnya,  mengungkapkan bahwa masyarakat melayu Rempang itu khususnya yang 16 kampung, sudah mendiami daerah turun temurun sejak tahun 1720, sehingga sudah 300 tahun lebih.
 
“Ketika ada pihak lain yang mengatasnamakan negara menggusur mereka ini adalah suatu kezaliman. Karena sejatinya mereka sudah tinggal di situ beratus tahun lamanya," ujarnya sebagai  poin pertama pernyataan sikapnya.
 
Kedua, lanjutnya, kalau seandainya dikatakan bahwa status penduduk itu tidak punya sertifikat tanah. Ini adalah kelalaian administrasi pemerintah, kenapa tidak dibantu  mengurus sertifikat dari dulu.
 
“Ketiga, kalau dikatakan mereka berada di dalam kawasan hutan negara, kenapa tidak diberi kebijaksanaan?” tanyanya.
 
Menurutnya, penentuan kawasan hutan negara itu  hanya di atas kertas. Terlebih sekarang ini berdasarkan pasal di  Undang-Undang Cipta kerja ada jutaan hektar dalam kawasan hutan negara  mau diputihkan.
 
“Padahal, mereka baru puluhan tahun yang di Riau, Sumatera Utara, Jambi dan di beberapa daerah yang lain mungkin jutaan hektar di dalam kawasan hutan negara mau diputihkan,” ungkapnya.
 
 Ia menjelaskan, dalam perspektif syariat Islam negara punya amanah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. “Seharusnya mendahulukan, memprioritaskan persetujuan masyarakat lokal. Maka proyek Rempang Eco City ini tidak sesuai, zalim dan berbahaya,” tandasnya.  
 
Ia menilai, wajar kalau bangsa Melayu dan seluruh rakyat Indonesia menolak cara-cara seperti ini, yang ilegal, arogan dan inkonstitusional, tidak berpihak kepada rakyat, membahayakan rakyat, juga membahayakan negara.
 
"Kalau dibiarkan ini sangat berbahaya, tidak hanya menghancurkan eksistensi Rempang tapi juga menghancurkan eksistensi negara, karena negara tidak hadir untuk membela rakyatnya dan hanya membela kepentingan cukong. Ini berbahaya!" pungkasnya.[] Muhammad Nur

Minggu, 24 September 2023

Ormas Islam Sumut Mengutuk Keras Perampasan Tanah Milik Warga Rempang

Tinta Media - Ormas Islam Sumatera Utara (Sumut) yang tergabung dalam Aliansi Muffakir Mabda'i Bersama Ummat (AMMBU) mengutuk keras aksi perampasan tanah warga di Pulau Rempang karena merupakan kezaliman yang besar.

"Aliansi Mufakkir Mabda'i Bersama Ummat (AMMBU) melalui Aksi Damai Solidaritas Ummat Islam Bela Rempang mengutuk keras aksi perampasan tanah warga di Pulau Rempang karena merupakan kezaliman yang besar," tutur Taupik Simbolon, perwakilan AMMBU kepada Tintamedia, Sabtu (23/09/2023)

Hal ini, menurutnya, karena warga Pulau Rempang adalah pemilik hak atas tanahnya dan telah menempati ratusan tahun lamanya, jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.


"Berdasarkan kitab Tuhfat An-Nafis karya Raja Ali Haji, dijelaskan bahwa penduduk Pulau Rempang, Galang dan Bulang adalah keturunan dari prajurit/Laskar Kesultanan Riau Lingga, yang sudah mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720 M," ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa haram hukumnya merelokasi dengan cara pemaksaan dan kekerasan. "Di dalam Islam orang yang sudah tinggal di satu lahan selama bertahun- tahun seperti warga rempang, berarti orang tersebut adalah pemiliknya. Seandainya negara akan membeli atau merelokasi warga Rempang, maka haram hukumnya dengan cara pemaksaan apalagi dengan kekerasan," tegasnya.

Ia menuturkan untuk menolak kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada oligarki kapitalis.

"Kebijakan ini mengkonfirmasi bahwa pemerintah menerapkan kebijakan untuk kepentingan oligarki kapitalis dengan mengabaikan hak dan kepentingan rakyat," bebernya.

Hal ini, lanjutnya, merupakan kebijakan zalim di tengah beban kehidupan rakyat yang berat dan pola investasi yang dijalankan cenderung mengarah kepada bentuk penjajahan gaya baru.

"Pola investasi dari perusahaan Cina dan didukung pemerintah Cina yang berhaluan komunis, yang terjadi di Pulau Rempang dan daerah lainnya merupakan bentuk penjajahan gaya baru (neo-imperialisme komunis)," ujarnya.

Ia mengingatkan Islam mengharamkan penjajahan yang mengalirkan kekayaan negeri kepada pihak penjajah.

"Bentuk penjajahan gaya baru yang meniscayakan mengalirnya kekayaan negeri kepada pihak asing penjajah bahkan penguasaan wilayah adalah bertentangan dengan Islam sesuai QS . An-Nisa : 141, Allah SWT berfirman : Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin," beber Taufik Simbolon.

Ia juga mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk menerapkan Islam secara Kaffah agar hak-hak rakyat dapat terlayani dengan baik dan melindungi negeri dari cengkeraman oligarki kapitasi dan neo imperialisme.

"Hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah , pemimpin akan melayani hak-hak rakyat dengan baik dan melindungi negara dari cengkeraman oligarki dan neoimperialisme untuk membawa keberkahan dunia dan akhirat," pungkasnya.[] Sofian Siregar

Persaudaraan Muslim Soloraya Mengutuk Keras Aksi Perampasan Tanah Warga Rempang

Tinta Media - Forum Persaudaraan Muslim Soloraya (FPMS) mengutuk keras aksi perampasan tanah warga Rempang atas nama pembangunan Rempang Eco-City yang ditetapkan pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Forum Persaudaraan Muslim Soloraya mengutuk keras aksi perampasan tanah warga pulau Rempang oleh pemerintah karena hal itu merupakan kezaliman besar," tutur Ali Mustofa sebagai perwakilan dari FPMS kepada Tinta Media Sabtu (23/9/2023).

Hal ini, lanjutnya, didasarkan bahwa warga Pulau Rempang adalah pemilik hak atas tanah, mereka (warga Rempang) telah menempati pulau tersebut selama ratusan tahun jauh sebelum republik Indonesia berdiri.

"Mereka (warga Rempang) dikenal sebagai pejuang mengusir penjajah. Negara tidak boleh menggunakan kaidah domein verklaring, bahwa semua bidang tanah adalah milik negara kecuali masyarakat bisa membuktikan dengan sertifikat," ujarnya seraya mengutip kitab Tuhfat An-Nafis karya Raja Ali Haji.

Lewat perwakilan Bung Ali Mustofa juga mengutuk keras tindakan represif, intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh tim gabungan aparat terhadap pulau Rempang dan Galang sehingga masyarakat mengalami luka, trauma, cedera dan kerugian materi.

"Termasuk tindakan pemerintah menghentikan pelayanan umum pada warga sebagai bentuk intimidasi agar warga mau pindah. Sekaligus menuntut agar pemerintah memulihkan dan mengembalikan hak-hak warga Rempang," ungkapnya. 

Dalam aksi damainya, FPMS Menolak kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada investor yang dimana pemerintah lebih melayani kepentingan cukong oligarki kapitalis daripada kepentingan rakyat.

"Kebijakan ini jelas kebijakan yang dzalim, apalagi di tengah beban kehidupan rakyat yang semakin berat," tegasnya. 

FPMS juga menuntut pemerintah untuk menghentikan proyek Rempang Eco-City dan investasi Xinyi Glass Holdings Limited asal Cina karena bahan bakunya merupakan jenis harta milik umum uang seharusnya dikuasi oleh negara untuk kepentingan rakyat.

"Oleh karna itu, haram meliberalisasikannya dan menyerahkan kepemilikan serta pengolahannya diserahkan kepada pihak swasta," katanya. 

FPMS menghimbau umat Islam atas kebangkitan komunis gaya baru serta melawan kejahatan dan keserakahan ideologi sekulerisme kapitalisme, liberal-demokrasi.

"Untuk itu mari kami mengajak seluruh pihak khususnya para pemimpin, ulama, cendikiawan, pengusaha, pengacara, mahasiswa, polisi dan militer di Indonesia bersatu padu untuk mengambil Islam sebagai solusi menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam bingkai daulah Khilafah Islamiyah," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab