Tinta Media: Penuntut Ilmu
Tampilkan postingan dengan label Penuntut Ilmu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penuntut Ilmu. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 05 Agustus 2023

Pengasuh Kajian Mutiara Ummat: Penuntut Ilmu Harus Memiliki Semangat yang Tinggi



Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat Batam, Ustazah L. Nur Salamah, S.Pd mengatakan bahwa seorang penuntut ilmu haruslah memilik semangat atau cita-cita yang tinggi dalam menuntut ilmu.

"Seorang penuntut ilmu haruslah memiliki semangat atau cita-cita yang tinggi dalam menuntut ilmu," ungkapnya dalam kajian rutin  Kitab Adab Ta'limu Al-Muta'alim Thoriqotu Ta'alum, Selasa (18-07-2023) di Batam.

Selanjutnya ia menekankan agar para penuntut ilmu memiliki semangat yang tinggi dan tekad yang bulat serta niat yang lurus, supaya mendapatkan apa yang dicita-citakan.

"Dalam kitab adab ini kita sudah sering diingatkan bahwa seorang penuntut ilmu haruslah memiliki semangat yang kuat dan niat yang lurus. Jika kita memiliki cita-cita tentu harus bergerak, semangat, dan jangan loyo. Begitu pun sebaliknya, orang yang tidak memiliki semangat ia akan stagnan atau tidak ada perubahan," ujarnya.

Manusia, katanya, bisa terbang dengan cita-citanya, seperti seekor burung yang terbang dengan kedua sayapnya. Maka, jika ingin meraih kemuliaan yang tempatnya tinggi maka butuh semangat, kesungguhan dan tekad yang bulat.

Sebagai pengasuh kajian, Ia senantiasa mengingatkan bahwa seorang penuntut ilmu harus memiliki semangat dan kesungguhan.

"Kalau ngaji itu jangan hanya sekadar datang duduk diam. Apalagi mendatangi majelis ilmu jangan sampai menunggu waktu luang atau waktu kosong. Namun jadikanlah kegiatan menuntut ilmu adalah prioritas utama dalam hidup. Harus meluangkan waktu untuk itu," tegasnya.

Dikatakan Abu At-Thayyib bahwasanya; Sebesar apa kita bercita-cita sebesar itulah yang akan kita dapat. Seberapa besar kedermawanan seseorang sebesar itulah pahala yang akan dia dapati. Perkara kecil akan tampak besar di mata orang kecil, dan perkara besar akan tampak kecil di mata orang besar.

"Sesuatu yang kita inginkan tentunya membutuhkan perjuangan dan kesungguhan. Sebagai contoh jika kita ingin menjadi pribadi yang sabar, maka latih diri kita dan upayakan agar senantiasa sabar. Niscaya, Allah pun akan menuntun kita kepada pribadi yang sabar. Sejatinya kesabaran tidak bisa langsung jadi. Sama halnya jika kita ingin menjadi sosok yang hebat maka perhatikan kadar upaya kita. Sebagai contoh sosok ulama Buya Hamka, tentu tidak bisa instan langsung menjadi seorang ulama, sudah pasti segala daya dan upaya ia kerahkan untuk menjadi sosok yang faqih dalam agama," paparnya.

Bunda, sapaan akrabnya, juga menyampaikan bahwa hasil akan berbanding lurus dengan usaha kita.

"Hasil akan berbanding lurus dengan usaha. Untuk mendapatkan hasil yang luar biasa pastinya butuh perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa," ungkapnya.

Orang yang besar, imbuhnya yaitu orang yang berilmu, akan menganggap masalah besar sebagai perkara kecil. Maksudnya dia merasa belum ada apa-apanya. Padahal bisa jadi orang lain menganggapnya luar biasa. Sebaliknya, orang yang kecil yaitu orang yang tidak berilmu,  akan menganggap bahwa dia merasa cukup dengan apa yang dia miliki. Merasa sudah hebat, merasa sudah pintar sehingga enggan untuk mendatangi majelis ilmu atau menuntut ilmu.

Terakhir, ia mengatakan bahwa tidak akan menguasai seluruh ilmu kendati seluruh daya dan upaya dikerahkan secara totalitas.

"Walaupun usaha kita sudah maksimal dalam menuntut ilmu tetap saja tidak semua ilmu mampu kita kuasai secara keseluruhan. Apalagi jika kita menuntut ilmu dengan setengah hati atau asal-asalan pasti yang diperoleh juga sedikit. Orang yang serius saja tidak bisa mendapatkan yang maksimal, apalagi yang bermain-main pasti hasil yang didapatkan akan sia-sia," pungkasnya. []Nai

Jumat, 31 Maret 2023

Ustadzah L. Nur Salamah : Penuntut Ilmu Sebaiknya Tidak Memilih Ilmu Sesuai Kemauan Sendiri

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat sekaligus penulis, Ustadzah L. Nur Salamah, S.Pd. menyampaikan bahwa seorang penuntut ilmu sebaiknya tidak memilih ilmu sesuai kemauan sendiri.

"Seyogyanya bagi penuntut ilmu untuk tidak memilih jenis ilmu sesuai kemauannya sendiri. Akan tetapi menyerahkan urusan kepada gurunya," tuturnya saat menyampaikan kajian umum Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim, Selasa (21/3/2023) di Batam.

Karena sesungguhnya, kata Ustadzah Nur, seorang Ustadz, telah ada padanya pengalaman dalam hal itu. Maka guru itu lebih paham apa yang tepat bagi setiap orang-orang dengan kebiasaan dan tabiatnya masing-masing.

Selanjutnya ia menceritakan tentang kisah seorang ulama yang bernama Syekh Burhanuddin Al-Hak atau Burhanul Hak Waddin.

"Dan adapun seorang Syaikhul Imam Al-Ajal (yang mulia) Ustadz Burhanul Hak Waddin. Semoga Rahmat Allah tercurah kepadanya. Beliau berkata: Bahwa para penuntut ilmu pada zaman awal-awal, mereka menyerahkan dalam urusan belajarnya kepada gurunya. Maka mereka sampai kepada tujuan mereka dan keinginan mereka dalam menuntut ilmu," bebernya.

Pada zaman dahulu, kata Ustadzah Nur, para penuntut ilmu itu terbiasa dipilihkan oleh gurunya. Kitab apa yang pertama dan utama untuk dikaji. Ilmu apa yang cocok untuk dipelajari. Gambarannya seperti yang dicontohkan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabani. Untuk pemula, kitab pertama yang dikaji adalah Nidzomul Islam bab Thoriqul Iman dan begitu seterusnya. Karena pertama bagi seorang muslim adalah ilmu tauhid atau ketuhanan, sampai keimanannya tertancap kuat, tidak mudah tergoyahkan. Setelah dirasa cukup kuat baru beranjak pada pelajaran atau kitab yang lain.

Bunda, siapa akrabnya juga menjelaskan maksud zaman awal itu seperti apa. "Zaman awal yang dimaksudkan yaitu lahirnya Imam Az-Zurnujii (pengarang kitab ini), yaitu sekitar tahun 600 Hijriyah. Sudah mulai ada perubahan pada sikap penuntut ilmu. Berarti sekitar 800 tahun yang lalu. Itu sudah mulai ada perubahan, apalagi kondisi sekarang. Malah ambyar gak karuan. Pelajar atau penuntut ilmu memilih jurusan sesuai keinginan dan hawa nafsunya. Demi orientasi dunia semata. Wajar jika tidak mendapatkan arti dari sebuah keberkahan dan kebermanfaatan ilmu," paparnya.

Terakhir, ia menegaskan bahwa jika penuntut ilmu memilih jenis ilmu sesuai keinginannya, maka tidak akan mendapatkan hasil apapun dan jauh dari kefaqihan.

"Dan sekarang, mereka memilih jenis ilmu, menurut kemauannya sendiri, maka tidak menghasilkan tujuan mereka dari menuntut ilmu dan dari kefaqihan terhadap agama," pungkasnya.[] Bey

Sabtu, 18 Maret 2023

Hal-hal yang Disesali oleh Penuntut Ilmu

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat (mutu) sekaligus penulis, L. Nur Salamah, S.Pd. kembali menceritakan kisah berkaitan dengan hal-hal yang disesali oleh penuntut ilmu.

"Diceritakan dari seorang syaikh al imam, Majduddin as-Sharkhoki. Bahwasanya dia berkata, apa-apa yang pernah kami tulis (huruf kecil-kecil atau tidak jelas atau ala kadarnya) kami sesali. Dan apa yang kami pilih-pilih, kami sesali, dan apa-apa yang tidak kami bandingkan juga kami sesali," tuturnya pada saat menyampaikan kajian mutu, Selasa (14/3/2023) di Batam.

Adapun maksud kalimat 'yang kami pilih-pilih', lanjutnya, kadang dalam sebuah majelis ilmu, ketika guru menjelaskan tentang suatu hal, kita pilih-pilih, mana yang menurut kita penting dicatat, kalau dirasa kurang penting tidak dicatat, karena dianggap 'gampang'. Padahal suatu saat adakalanya kita lupa atau bingung maksud dari penjelasan tersebut, karena kita tidak mencatat dengan lengkap penjelasan dari guru kita.

Ia juga menjelaskan maksud dari 'apa-apa yang tidak kami bandingkan'. "Bahwasanya ketika dalam suatu majelis ilmu atau sedang belajar, tidak selamanya kita duduk di depan atau dekat dengan guru/ustadz. Sehingga, bisa jadi apa yang kita catat kurang lengkap dibandingkan dengan murid yang lain atau peserta kajian yang lain. Jadi, agar catatan kita lengkap, kita bandingkan dengan orang lain yang dekat dengan guru atau duduk di depan. Seandainya ada maksud yang belum paham kita tanyakan kepada teman kita," bebernya.

Selanjutnya, ia juga menyampaikan tentang anjuran bahwa buku tulis atau kitab itu sebaiknya berbentuk segi empat, agar lebih memudahkan dalam menyusun.

"Sebaiknya untuk mengadakan bentuk atau potongan buku tulis itu segi empat, karena hal tersebut (bentuk segi empat) lebih mudah untuk dibawa, mudah diletakkan dan mudah disusun," ujarnya.

Bunda, sapaan akrabnya juga menyampaikan, termasuk bagian dari mengagungkan ilmu adalah dengan tidak menggunakan tinta berwarna merah. Karena bukan bagian dari kebiasaan ulama Salafus Saleh.

"Dan sebaiknya, tidak digunakan dalam buku atau kitab sesuatu/warna merah. Karena sesungguhnya warna merah itu kebiasaan ahli filsafat, bukan kebiasaan ulama Salafus Saleh. Dan adapun guru-guru kami tidak suka menggunakan kendaraan dengan warna merah," terangnya.

Ustadzah Nur juga menjelaskan bahwasannya seorang penuntut ilmu itu sebaiknya saling mengasihi/ berkasih sayang terhadap teman-temannya (sejenis). 

"Dan sebagian dari menghormati ilmu adalah menghormati teman dalam menuntut ilmu, dan kita belajar darinya. Berkasih sayang (sesama jenis) itu tercela kecuali dalam menuntut ilmu. 

Maksud dari pernyataan tersebut, imbuhnya, kita tidak boleh saling berkasih sayang sesama jenis (gay atau lesbian) karena itu perbuatan tercela. Kasih sayang yang dimaksudkan adalah saling memberi semangat, saling memotivasi dan saling menolong maupun saling mendoakan dalam hal menuntut ilmu. 

Ia juga menyampaikan bahwasanya termasuk bagian dari mengagungkan ilmu adalah mengasihi Ustadz dan teman-temannya untuk mengambil faedah dari mereka. "Maka sebaiknya untuk mengasihi ustaznya dan teman-temannya, untuk mengambil faedah darinya," katanya.

Setiap orang (penuntut ilmu), lanjutnya, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karenanya kita harus bijak. Tidak boleh saling menonjolkan diri. Semestinya saling melengkapi kekurangan, saling menyemangati dan saling memotivasi. 

Bunda juga menyampaikan bahwa sebagai penuntut ilmu harus senantiasa mendengarkan ilmu dan hikmah dengan penuh hormat. Karena itu yang akan mengantarkan kepada keberkahan.

"Sebaiknya bagi penuntut ilmu, ketika mendengarkan ilmu dan hikmah dengan rasa mengagungkan dan menghormati. Meskipun telah mendengar masalah dan hikmah yang sama seribu kali," jelasnya.

Dikatakan, ujarnya kembali, barang siapa yang menghormati ilmu, setelah seribu kali, sebagaimana ketika ia mendengar yang pertama kalinya, maka dia bukanlah ahli ilmu.

Terakhir, Bunda menjelaskan maksud dari pernyataan di atas. "Maksudnya, meskipun kita sudah sering mendengar, tentang suatu ilmu, dan sikap kita tetap harus hormat. Karena jika kita terbesit untuk meremehkan, maka ilmu yang kita pelajari tidak akan barokah. Misalnya : Itu lagi itu lagi. Dah pernah aku mendengar kajian itu dan lain-lain. Maka jika ada yang seperti itu, maka dia itu bukan ahli ilmu," pungkasnya.[] Bey
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab