Tinta Media: Penjajah Israel
Tampilkan postingan dengan label Penjajah Israel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penjajah Israel. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Oktober 2023

Operasi Badai Al-Aqsa, IJM: Memerangi Penjajah Yahudi Bukan Hanya Kewajiban Rakyat Palestina

Tinta Media – Operasi Badai Al-Aqsa yang dilancarkan Pejuang Hamas terhadap penjajah Yahudi 7 Oktober lalu, ditanggapi oleh Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana.

“Kewajiban untuk memerangi penjajah itu bukan hanya berlaku untuk rakyat Palestina. Namun kewajiban itu untuk seluruh kaum muslimin terutama yang berada di sekitar wilayah Palestina. Hukumnya fardu kifayah,” tuturnya di video: Gelegar!! Operasi Badai Al-Aqsa, di kanal Youtube Justice Monitor, Ahad (8/10/2023).

Ia melanjutkan, sesungguhnya negeri Islam termasuk Palestina adalah milik seluruh kaum muslim yang wajib dibebaskan. “Fardu kifayah ini pada prinsipnya hukumnya sama seperti fardhu ‘ain ketika kewajiban ini tidak bisa dipenuhi oleh penduduk wilayah yang diduduki yaitu rakyat Palestina,” imbuhnya.

Kewajiban tersebut, ucapnya, menjadi tanggung jawab utama dari penguasa-penguasa negeri yang ada di sekitar Palestina yaitu penguasa-penguasa Arab. Lebih khusus lagi terhadap panglima perang yang mereka memiliki komando atas angkatan bersenjata di negeri-negeri Arab yang seharusnya segera membebaskan tanah Palestina.

Banyak Kendala

Namun untuk membebaskan itu, ujarnya, ada banyak kendala-kendala yang dihadapi oleh umat Islam.

“Pertama kendala sistem nation state di negeri-negeri Islam yang itu menjadi penghalang atau seperti tembok imajiner bagi umat Islam untuk bergerak membebaskan negeri-negeri yang dijajah,” tukasnya.

Agung menegaskan, Israel adalah penjajah dapat dilihat dari peristiwa perjanjian Sykes- Picot pada 1916 antara Inggris dan Perancis. Inggris dan Perancis membagi peninggalan Khilafah Utsmaniyah di wilayah Arab.

“Pada perjanjian Sykes- Picot tersebut ditegaskan bahwa Perancis mendapat mandat wilayah jajahan Suriah dan Libanon. sedangkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania. Sementara itu Palestina dijadikan sebagai wilayah internasional,” urainya.

Perjanjian Sykes-Picot ini, lanjutnya, diperkuat dengan perjanjian bbalfore atau deklarasi bur pada tahun 1917 perjanjian itu kemudian memberikan kekuasaan bagi Zionis Isra pada Zionis Yahudi untuk membentuk negaranya di Palestina.

“Kedua ada banyak penguasa-penguasa negeri Islam yang posisi mereka takut terhadap penjajah. Alih-alih memberikan jalan atau memerintahkan panglima-panglima perang atau umat Islam untuk jihad fi sabilillah, malah mereka menghalangi untuk berperang . Dan justru melakukan normalisasi dan perundingan damai dengan penjajah termasuk dalamnya Israel,” kesalnya.

Menurut Agung, kemerdekaan hakiki Palestina adalah hengkangnya Israel dari wilayah Palestina. “Kemerdekaan Palestina tidak dapat dimaknai berdirinya dua negara yaitu Israel sendiri, Palestina sendiri, enggak bisa itu. Apabila itu terjadi sesungguhnya Palestina belum merdeka,” jelasnya.

Pada titik inilah, kata Agung, wajar apabila seluruh komponen kaum muslim saling bahu-membahu dengan dorongan akidah untuk melakukan pembelaan terhadap muslim yang berada di Palestina, dan negeri-negeri Muslim lainnya.

“Kita semua punya kewajiban untuk membebaskan Palestina. Dan itu semua tentu membutuhkan kekuatan yang besar dan kekuatan itu tiada lain adalah Khilafah Islamiyah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Selasa, 02 Mei 2023

Normalisasi Arab-Israel, Pengamat: Proyek Menjaga Eksistensi Penjajah Israel di Timur Tengah

Tinta Media - Pengamat Hubungan Internasional dari Geopolitical Institute Hasbi Aswar, Ph.D. menilai, bahwa upaya normalisasi Israel dengan negara-negara Arab termasuk Arab Saudi merupakan proyek untuk menjaga eksistensi penjajah Israel di Timur Tengah.

“Mereka itu (Israel dan AS) membuat proyek untuk mengupayakan negara-negara Arab agar melakukan normalisasi dengan Israel. Kepentingannya adalah untuk menjaga eksistensi penjajah Israel di Timur Tengah,” ujarnya dalam program Kabar Petang: Awas! Bahaya Normalisasi Israel, di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (25 April 2023).

Hasbi mengungkap, pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menginginkan normalisasi dengan Arab Saudi saat pertemuannya dengan Senator Amerika Serikat (AS) Lindsey Graham dari Partai Republik di Yerusalem pada Senin (17 April 2023) adalah bukan untuk kebaikan negeri Arab, juga bukan untuk Kaum Muslimin, apalagi untuk kemerdekaan Palestina.

"Karena kalau disebut normalisasi, yang harus dipenuhi adalah pengakuan bahwa penjajah Israel sebagai sebuah negara. Jadi semakin banyak negara yang menormalisasi dengan Israel termasuk negara Arab pada khususnya, maka legitimasi Israel sebagai sebuah negara itu akan semakin besar,” ungkapnya.

Ia pun menjelaskan, ketika legitimasi sebagai sebuah negara sudah semakin kuat, maka penjajah Israel akan mudah melakukan manuver-manuver politik, ekonomi, budaya dan lain-lain, sehingga Israel seolah menjadi negara yang normal dan tidak akan dianggap lagi sebagai penjajah.

“Jadi normalisasi Arab Israel ini sebenarnya untuk mendapatkan legitimasi yang kuat dan untuk mempermudah mendapatkan kepentingan-kepentingan mereka di Timur Tengah khususnya termasuk juga untuk memudahkan Israel melakukan kerjasama internasional," jelasnya.

Ia menilai, jika Israel berhasil menormalisasi banyak negara-negara Arab dan negara-negara muslim lainnya maka dikhawatirkan adalah tingkat persepsi masyarakat terhadap Israel akan semakin baik. Dan itu akan mengerdilkan atau memperkecil perlawanan terhadap penjajahan Israel .

”Bahkan bisa jadi perlawanan terhadap penjajahan Israel kemudian akan dianggap sebagai aksi-aksi terorisme sebagaimana yang Israel selalu dengungkan sampai hari ini kepada kelompok-kelompok pejuang Islam di Palestina,” ujarnya.

Hasbi berujar, dikhawatirkan juga dampak dari meluasnya normalisasi nantinya suara-suara kritikan negara-negara muslim akan semakin senyap dan bahkan upaya-upaya kaum muslimin untuk membela Palestina di negara-negara Arab itu akan diberangus oleh pemimpin-pemimpin mereka yang telah melakukan normalisasi dengan Israel.

Ia pun memberitahukan, normalisasi negara-negara Arab dan Israel sebenarnya sudah berjalan, diantaranya dengan Mesir, Yordania, Maroko, termasuk Bahrain dan Uni Emirat Arab.

“Tetapi normalisasi yang katanya untuk kebaikan Palestina itu tidak ada artinya, tidak memiliki dampak yang baik atau tidak memiliki hubungan apapun dengan perdamaian di Palestina,” ujarnya memungkasi. [] Muhar

Kamis, 27 April 2023

Inilah Tujuan Normalisasi dengan Penjajah Israel...

Tinta Media - Pengamat Geopolitical Hasbi Aswar, mengungkap tujuan di balik normalisasi dengan penjajah Israel.

“Semakin banyak negara yang normalisasi dengan Israel termasuk negara Arab pada khususnya, maka legitimasi Israel sebagai sebuah negara itu akan semakin besar, pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan Israel sebagai sebuah negara," ujarnya dalam acara Kabar Petang: Awas Normalisasi Israel, Selasa (25/4/2023) di kanal Youtube Khilafah News.

Ia mengatakan ketika legitimasi semakin kuat di Timur Tengah maka Israel akan mudah menjalin kerjasama, akan mudah melakukan manuver-manuver politik ekonomi, sosial-budaya dan lain-lain. "Maka Israel tidak akan dianggap lagi sebagai negara penjajah seperti masa-masa yang lalu," ungkapnya. 

Ia mengatakan, jika banyak negara Arab yang melakukan normalisasi maka akan mudah untuk melakukan pendekatan kepada Israel. Ketegasan ini dimentahkan oleh serangan Israel tahun 2001 sekitar 200 orang meninggal pada waktu itu dan negara-negara Arab tidak bisa melakukan apa-apa. 

"Bahkan yang aktif melakukan penolakan itu masyarakat bahkan dikatakan tahun 2021 itu adalah aksi yang paling solid dalam sejarah negara Arab untuk menolak invasi Israel ke Gaza yang menewaskan ratusan orang," pungkasnya. [] Rohadianto

Senin, 24 April 2023

Aktivis Islam: Butuh Khilafah untuk Mengalahkan Penjajah Israel dan Para Pendukungnya

Tinta Media - Aktivis Islam Agung Wisnuwardana mengatakan umat Islam membutuhkan Khilafah Islamiyah sebagai kekuatan super power (adidaya) untuk mengalahkan Amerika, Inggris dan PBB serta mengusir penjajah Israel dari tanah Palestina.

“Kita butuh kekuatan super power. Dan itu tiada lain adalah Khilafah Islamiyah”, ujarnya dalam program Aksi Solidaritas Untuk Palestina: Israel Berulah, Hanya Khilafah yang Bisa Mengalahkan Israel dan Tuan-Tuannya, di kanal YouTube Megapolitan News Forum - MNF TV id, Selasa (18/4/2023).

Agung juga menyatakan, Khilafah Islamiyahlah yang akan bisa membuat umat Islam bersatu, memiliki kekuatan dan mengerahkan pasukan militer untuk melakukan jihad fisabilillah mengusir Israel dari tanah Palestina serta mengalahkan Amerika, Inggris sekaligus PBB sebagai pendukungnya.

“Israel itu sebenarnya lemah, cuma dia di back-up oleh Amerika, Inggris, negara-negara barat dan PBB sehingga terlihat kuat,” jelasnya.

Menurutnya, umat Islam tidak bisa berharap pada selain Khilafah, termasuk PBB yang tidak bisa berbuat apa-apa. “Omong kosong itu semua,” tegasnya.

Agung berujar bahwa di bulan suci Ramadhan pada tanggal  26 Maret, 4 dan 5 April 2023 aparat keamanan dan para pemukim Israel menyerang dan merangsek ke Masjidil Aqsa.

“Luar biasa, ini ngelunjak sekali. Ini berulang-ulang sejak tahun 1947,” ujarnya.

Ia pun mengingatkan, penjajah Israel juga pernah melakukan kejahatan yang sangat besar pada tahun 1947, 1948 dan 1949 terhadap umat Islam yang dikenal dengan peristiwa Nakba (malapetaka Palestina). 

“Pada peristiwa Nakba sekitar 750.000 pemukim Palestina diusir, 530 desa dihancurkan dan 15.000 orang lebih dibantai atau dibunuh,“ pungkasnya.[] Muhar

Kamis, 20 April 2023

UIY: Solusi Dua Negara Munculkan Dua Persoalan

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menyatakan bahwa gagasan solusi dua negara (two state solution) di Palestina memunculkan dua persoalan. 

“Solusi dua negara berarti mengakui eksistensi Penjajah Yahudi Israel dan Negara Palestina yang pada akhirnya memunculkan dua persoalan,” ujarnya dalam program Fokus to The Point: Solusi Berdamai dengan Penjajah Yahudi, Kenapa Wajib ditolak? Di kanal YouTube UIY Official, Sabtu (15/4/2023).

Pertama, jika mengakui eksistensi penjajah Israel berarti telah mengakui seluruh kekejaman dan seluruh penguasaan wilayah Palestina oleh Israel.  “Seperti kita punya rumah yang dirampok, kemudian kita berdamai dan membiarkan perampok itu di rumah kita, itu berarti kita telah mengakui adanya perampokan dan membiarkan perampoknya masih melakukan kekejaman di rumah kita,” jelasnya.

Kedua, Palestina tidak betul-betul menjadi sebuah negara, hanya dijadikan negara invalid (yang tidak berlaku). “Ketika Palestina tidak boleh punya angkatan bersenjata dan segala perlengkapannya termasuk tidak boleh punya pesawat tempur, kemudian apakah itu layak disebut sebagai sebuah negara?” tanyanya.

Ia mengungkapkan, bahwa di Palestina cuma ada helikopter untuk mengangkut perdana menteri untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

“Bahkan kalau kita datang ke Masjidil Aqsha mesti pakai visanya Israel, bukan visanya Palestina. Apakah itu yang disebut sebuah negara,” ungkapnya.

Ia menambahkan, secara retorik “two state solution” (solusi dua negara) nampak indah, tapi bahwa Israel sebenarnya yang sedang di negarakan atau seolah-olah dijadikan sebagai negara.

“Padahal sebenarnya dia bukanlah sebuah negara yang sah, karena pembatas-pembatas wilayahnya pun adalah buatan zionis Israel sepihak dan para pendukungnya,” tutupnya. [] Muhar

Rabu, 19 April 2023

UIY: Menghentikan Kebiadaban Zionis Israel Harus dengan Kekuatan Militer

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengatakan bahwa cara yang paling wajar untuk menghentikan kebiadaban zionis Israel adalah dengan kekuatan militer.

"Cara untuk menghentikan kekejaman atau kebiadaban zionis Israel itu dengan cara yang mereka kenal juga yaitu kekuatan militer," tuturnya dalam acara Fokus to the Point : Solusi Berdamai dengan Penjajah Yahudi, Kenapa Wajib ditolak? Di kanal YouTube UIY Official, Sabtu (15/04/2023).

Menurutnya, ada lebih dari 50 negara (muslim) yang masing-masing jika mengirim 1 batalyon, akan ada lebih 50 batalyon. "Itu sudah merupakan kekuatan yang sangat signifikan. Dan membuat keadaan pasti akan berbeda dengan keadaan sebelumnya,” ujarnya.

Namun, kata UIY, ini tidak pernah terpikirkan bahkan penguasa Negeri muslim cenderung mencari jalan aman untuk kekuasaannya. "Karena mereka tahu, kalau mereka cross the line melalui langkah yang disebut itu. Batas dari apa yang boleh untuk diizinkan oleh para pendukung Zionis Israel itu, mereka akan menanggung resiko dan itu yang selalu mereka pikirkan,” pungkasnya.[] Langgeng

Senin, 17 April 2023

UIY Bersama Tokoh Mengutuk Kebiadaban Tentara Zionis Israel

Tinta Media - Merespon tindakan keji tentara Israel membunuh 10 warga Palestina, Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) bersama para tokoh mengutuk atas kebiadaban Zionis Israel menyerang umat islam yang tengah beribadah di dalam Masjid Al Aqsha.

"Jamaah dipukuli sebagiannya, lalu diikat tentara Israel juga menembaki masjid yang mulia dengan geranat kejut dan gas air mata. Akibatnya puluhan jamaah terluka sementara ratusan warga Palestina lainnya ditahan oleh otoritas Israel," tegasnya yang disampaikan dalam kanal Youtube UIY Official: Mengutuk Kebiadaban Zionis Israel Menyerang Masjidil Aqsha di Palestina, Jumat (14/04/2023).

Menurut mereka, kejadian ini bukan hanya yang kali pertama, ini adalah kesekian kali kebiadaban Israel ditunjukkan kepada dunia. 

Pertama, Mengutuk tindakan tentara Israel sebagai tindakan biadab dan mengecam sikap penguasaan negeri-negeri muslim. 
"Khususnya di wilayah timur tengah yang mendiamkan kekejaman itu berlangsung di depan mata mereka tanpa ada upaya nyata untuk menghentikannya," tegasnya.

"Ini jelas merupakan bentuk pengkhianatan terhadap kewajiban untuk melindungi umat dan Masjidil Aqsha. "Secara tidak langsung merupakan dukungan terhadap kekejaman Israel," terangnya.

Kedua, menyerukan kepada penguasa negeri-negeri muslim untuk bersatu mengerahkan segenap kemampuan militer guna menghentikan keburutalan zionis Israel yang terus berlangsung hingga kini. "Sesungguhnya cara yang benar dalam menghadapi agresi Israel tak lain adalah dengan jihad. Perundingan damai, apalagi normalisasi, hubungan diplomatik akan mengokohkan keberadaan Zionis Israel di sana," paparnya.

Ketiga, menyerukan kepada umat khususnya penguasa Negeri muslim, tokoh umat, para alim ulama, cerdik pandai, pimpinan militer, dan sebagainya untuk secara sungguh-sungguh berjuang bagi tegaknya kembali Al Khilafah.

"Karena hanya Khilafah sajalah yang bisa menyatukan 2 miliar umat Islam seluruh dunia dengan segala potensi yang dimiliki," tegasnya.

Ia menegaskan, hanya dengan persatuan umat akan memiliki kekuatan untuk melindungi harkat dan martabatnya termasuk melawan segala bentuk kezaliman. "Seperti yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina dan Masjidil Aqsha sekarang ini. Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maula wanikman nasir," pungkasnya.[] Amar Dani

UIY: Mendiamkan Kekejaman Israel Adalah Bentuk Pengkhianatan

Tinta Media - Merespons kebiadaban tentara Israel menyerang Muslim Palestina di Masjid Al Aqsha, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, sikap penguasa negeri-negeri Muslim mendiamkan kekejaman zionis Israel itu, merupakan bentuk pengkhianatan. 

“Mendiamkan kekejaman zionis Israel berlangsung di depan mata mereka tanpa ada upaya nyata untuk menghentikannya jelas merupakan bentuk pengkhianatan terhadap kewajiban mereka untuk melindungi umat dan Masjidil Aqsa dan secara tidak langsung merupakan dukungan terhadap kekejaman Israel di sana,” tegasnya dalam Tayang Video: Mengutuk Kebiadaban Zionis Israel Menyerang Masjidil Aqsha di Palestina, Jumat (14/4/2023) di kanal Youtube UIY Official. 

Dia bersama ulama dan tokoh umat menyatakan sikap mengutuk tindakan zionis Israel yang menyerang umat Islam yang tengah beribadah di Masjidil Aqsha itu. “Kutukan terhadap keberadaban Zionis Israel, pada Rabu 5 April dini hari lalu tentara Israel menyerang umat Islam yang tengah beribadah di dalam Masjidil Aqsa," tegasnya. 

Lanjutnya, ia katakan dalam serangan Israel itu, Muslim Palestina yang sedang beribadah dipukuli, sebagiannya lalu diikat. Tentara Israel juga menembaki Masjidil Aqsha dengan granat dan gas air mata, akibatnya puluhan jamaah terluka sementara ratusan warga Palestina lainnya ditahan oleh otoritas Israel. 

"Kejadian ini bukan hanya yang kali pertama, ini adalah kesekian kali kebiadaban  Israel ditunjukkan kepada dunia,” tuturnya. 

Ia menyerukan kapada penguasa negeri-negeri Muslim untuk bersatu mengerahkan kemampuan militer guna menghentikan kebrutalan zionis Israel itu. 

“Sesungguhnya cara yang benar dalam menghadapi agresi Israel tak lain adalah dengan jihad, perundingan damai apalagi normalisasi hubungan diplomatik akan mengokohkan keberadaan zionis Israel di sana,” serunya. 

Lebih lanjut, dia mengajak penguasa, tokoh umat, alim ulama, akademisi pimpinan militer sungguh-sungguh ikut dalam beejuang menegakkan khilafah. Karena hanya khilafah sajalah yang bisa menyatukan dua miliar umat Islam seluruh dunia dengan segenap potensi yang dimiliki. 

"Hanya dengan persatuan saja umat akan memiliki kekuatan untuk melindungi harkat dan martabatnya, termasuk melawan segala bentuk kezaliman seperti yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina dan Masjidil Aqsha sekarang ini,” pungkasnya.[] Warih Sutaryono

Kamis, 13 April 2023

President of The IMLC: Apa yang Terjadi di Palestina adalah Penjajahan

Tinta Media - President of the International Muslim Lawyers Community (IMLC) Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. mengatakan apa yang terjadi di Palestina berupa serangan tentara Israel terhadap Umat Islam yang sedang beribadah adalah penjajahan. "Apa yang terjadi di Palestina adalah penjajahan," tutur Chandra dalam keterangan tertulisnya kepada Tinta Media, Kamis (6/4/ 2023). 

Ia mengatakan, untuk menguatkan dalil bahwa Israel adalah penjajah, dapat dilihat dari peristiwa Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 antara Inggris dan Prancis. Inggris dan Prancis membagi peninggalan Khilafah Utsmaniyah/Ottoman di wilayah Arab. Pada perjanjian tersebut ditegaskan bahwa Prancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Lebanon, sedangkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania. 

"Sementara itu, Palestina dijadikan status wilayahnya sebagai wilayah internasional. Dan peristiwa sejarah Deklarasi Balfour pada 1917. Perjanjian ini menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina," ujarnya. 

Dia mengaku pernah melaporkan atau mengguggat ke International Criminal Court (ICC) dan UN terkait keberadaan Israel di Palestina, tetapi gugatan tersebut hingga kini tidak ada respon. 

"Berdasarkan Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama 'Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah' (Decleration surl’octroi de l’indépenden aux pays et peuple coloniaux)," ungkapnya. 

Ia mengatakan, kedudukan hukum dari resolusi tersebut sudah ditetapkan Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam keputusannya 21 Juni 1971, bahwa dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepat-cepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

"Berdasarkan Pasal 5, dari resolusi 1514 (XV) itu memerintahkan untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna," jelas chandra. 

Lebih lanjut Chandra menyampaikan bahwa kemerdekaan hakiki Palestina adalah hengkangnya Israel dari wilayah Palestina. Mengacu pada sejarah, sesungguhnya Palestina dan negeri-negeri Muslim lainnya tidak dapat dibebaskan dari penjajahan jika kaum Muslimin masih terkungkung dalam negara kebangsaan. 

"Kemerdekaan Palestina tidak dapat dimaknai berdirinya dua negara yaitu Israel dan Palestina, apabila itu terjadi sesungguhnya Palestina belum merdeka," pungkasnya. [] Ma'arif Apriadi

Rabu, 12 April 2023

Pendapat Hukum LBH Pelita Umat Terkait Kekerasan Penjajah Israel terhadap Palestina di Bulan Ramadhan

Tinta Media - Menanggapi kekerasan yang dilakukan oleh penjajah Israel terhadap Palestina yang sedang beribadah di dalam masjid Al-Aqsa di bulan Ramadhan, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H.,M.H. menyampaikan pendapat hukumnya.

"Beredar Informasi di media bahwasanya Israel kembali melakukan aksi kekerasan terhadap muslim di Palestina pada bulan Ramadhan ini di saat penduduk Palestina tengah menjalani ibadah di Masjid Al-Aqsa. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opinion) sebagai berikut," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (6/4/2023). 

Pertama, bahwa LBH Pelita Umat menjelaskan apa yang terjadi di Palestina adalah bentuk penjajahan. “Saya pernah melaporkan atau menggugat ke Internasional Criminal Court (ICC) dan UN tentang keberadaan Israel di Palestina tetapi gugatan tersebut hingga kini tidak ada respon," ujarnya. 

Kedua, bahwa untuk menguatkan dalil Israel adalah penjajah dapat dilihat dari peristiwa Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 antara Inggris dan Prancis. "Inggris dan Prancis membagi peninggalan Khilafah Utsmaniyah/Ottoman di wilayah Arab dan pada perjanjian tersebut ditegaskan bahwa Prancis mendapat wilayah jajaran Suriah dan Lebanon, sednagkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania. Sementara itu, Palestina dijadikan status wilayahnya sebagai wilayah internasional. Dan semenjak peristiwa Deklarasi Balfour 1917 perjanjian ini menjanjikan Negara Yahudi di Palestina," bebernya. 

Ketiga, bahwa berdasarkan Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama: “Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah.” (Decleration surl’octroi de l’indépenden aux pays et peuple coloniaux).

"Pada keputusan sidang tersebut tanggal 21 Juni 1971, mengatakan bahwa: _“Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepat-cepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB," ungkapnya. 

Keempat, bahwa berdasarkan Pasal 5, dari Resolusi 1514 (XV) itu memerintahkan: “Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna."

Kelima, bahwa kemerdekaan hakiki Palestina adalah hengkangnya Israel dari wilayah Palestina. Menurutnya, kemerdekaan Palestina tidak bisa dimaknai berdirinya dua negara dalam satu wilayah yaitu Palestina dan Israel, apabila itu terjadi maka sejatinya Palestina belum merdeka.

Keenam, bahwa mengacu pada sejarah ini sesungguhnya Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya tidak dapat "dibebaskan" dari penjajahan. "Sementara kaum muslimin masih "terkungkung" dalam negara kebangsaan," pungkasnya.[] Robby Vidiansyah Prasetio
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab