Tinta Media: Penistaan Agama
Tampilkan postingan dengan label Penistaan Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penistaan Agama. Tampilkan semua postingan

Minggu, 30 Juni 2024

Penistaan Agama Buah Segar Liberalisme

Tinta Media - Penistaan kembali terjadi di Indonesia dan mirisnya, lagi-lagi Agama Islam menjadi sasaran lezat dalam menu penistaan agama. Mengapa bisa demikian? Padahal jelas kita ketahui bahwa Islam adalah agama rahmatan lil’alamiin, yakni agama yang mampu memberikan kesejahteraan, keselamatan bahkan kedamaian bagi seluruh alam. Tetapi faktanya, justru diolah sebagai Agama yang memecah belah umat dengan berbagai ajaran yang jauh bahkan di luar konteks syariat Islam itu sendiri.

Pernyataan ngawur dan menyesatkan telah disampaikan oleh Mama Ghufron Al-Bantani alias Iyus Sugiman, terkait potongan-potongan video yang beredar di sosmed bahwa ia mengaku telah menulis ratusan kitab berbahasa Arab hingga bahasa Suryani, ia juga mengaku pernah belajar dengan guru dari Nusantara hingga guru-guru yang berasal dari Makkah, Madinah, Mesir, Baghdad dan Tiongkok, lebih parahnya lagi dia mengaku mampu berkomunikasi dengan semut, mengubah air biasa menjadi air zam zam dan membuktikan diri mampu berbicara bahasa Arab. Tetapi realitasnya, dia justru berbicara menggunakan kata-kata campuran antara potongan bahasa Arab dan sebagian lagi adalah kata-kata yang tidak bisa dimengerti maknanya, sebagaimana telah dijelaskan dalam harian Republika (Republika.com, 05-06-2024).

Penistaan demi penistaan terhadap Agama Islam terus terjadi, dikarenakan adanya sebab yang mendasarinya. Pada prinsipnya, Islam mengajarkan bahwa Alquran dan Sunnah sebagai pedoman utama kehidupan umat Islam, sebagai petunjuk dan memuat berbagai solusi yang solutif untuk segala macam masalah hidup. Tetapi, kebenaran ini kerap dipelintir dan dihubungkan pada hal-hal yang bersifat budaya, sehingga mempersubur bentuk penistaan Agama di Indonesia.

Dengan demikian, sebab dasar terjadinya penistaan Agama dalam kehidupan karena penerapan sistem demokrasi liberal, yaitu kebebasan dalam berpikir, bertindak dan bersikap. Hal ini menjadi semakin segar karena dilindungi oleh HAM (Hak Asasi Manusia). Sehingga, pola pikir, sikap dan pendapat yang disuguhkan tidak berdasarkan pada Alquran dan Sunnah, melainkan karena rasa yang berasal dari hawa nafsu tiap manusia tanpa di dasari pemikiran yang mendalam.

Sebab lain yaitu lemahnya sanksi yang diberikan pada penista Agama. Negara dengan sistem kufurnya, tidak mampu membuat jera manusia penindak penistaan Agama sehingga tidak ada yang membuat mereka mampu berpikir ulang apabila melakukan perbuatan menista maka mereka telah murtad dan itu adalah dosa yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak.

Dalam Islam, semua itu tidak akan pernah terjadi. Karena negara menerapkan sanksi yang tegas serta menimbulkan efek jera pada pelaku penistaan. Ketegasan tersebut pernah dilakukan oleh sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespons pelecehan kepada Rasulullah Saw, di mana Khalifah memanggil duta besar Prancis untuk meminta menjelaskan atas niat mereka yang menggelar teater yang melecehkan Nabi saw. Selain itu, dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, maka segala pola pikir, perbuatan hingga tindakan manusia akan selalu dikaitkan pada keimanan dan ketakwaan pada Allah swt. Sehingga, timbul rasa takut atas azab Allah Swt, apabila hendak melakukan perbuatan dosa. Sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan kehidupan manusia yang lebih baik, sejahtera dan damai. Hal ini telah terbukti dalam sejarah kekhalifahan.

Allahua’lam.

Oleh: Suyatminingsih, S.Sos.i., Sahabat Tinta Media 

Jumat, 07 Juni 2024

Penistaan Agama Subur dalam Sistem Sekuler

Tinta Media - Kasus penistaan agama menjadi sebuah kasus yang terus terjadi berulang kali di Indonesia. Dan sering kali kita ketahui, kasus tersebut kebanyakan tertuju kepada agama mayoritas di negeri ini, yakni Islam. Aksi tak terpuji itu dilakukan berbagai kalangan mulai dari politikus, pengusaha, agamawan, publik figur, bahkan oleh beberapa konten kreator di sebuah jejaring sosial.

Kasus terbaru di bulan Mei ini adalah penistaan agama yang dilakukan oleh seorang pejabat pemerintahan, yakni eks Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah X Merauke. Ia dilaporkan oleh istrinya sendiri yang menyaksikan langsung ketika suaminya itu melakukan tindakan penistaan agama dengan bersumpah sambil menginjak Al-Qur’an.

Al-Qur’an yang merupakan kitab suci, harusnya dijadikan sebuah pedoman hidup untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Bukan dianggap hanya sebuah benda mati yang seperti tidak bernilai sama sekali. Maka, di manakah letak keimanan seseorang jika firman Tuhannya tidak lagi ia hormati. Tindakan yang sangat membuat geram umat Islam tersebut kini masih diselidiki oleh Polda Metro Jaya.

Kasus di atas hanyalah salah satu dari banyak kasus yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun. Sangat miris sekali, seharusnya ada sanksi yang bisa membuat rakyat Indonesia ini merasa takut untuk berbuat demikian. Namun apalah daya, hukuman terberat bagi penista agama di Indonesia hanyalah kurungan maksimal 5 tahun penjara.

Padahal dalam Islam, menista (memperolok/menghina) agama Islam merupakan dosa yang sangat besar. Dalam Fatwa al Azhar, ulama’ sepakat bahwa siapa saja yang menghina agama Islam, hukumnya murtad dan kafir. Artinya: “Barang siapa yang melaknat agama Islam, maka hukumnya kafir dan murtad dari agama Islam tanpa ada perbedaan pendapat”. Dan para ulama fikih pun bersepakat, bahwa orang yang menginjak mushaf Al-Qur’an dengan sengaja, maka ia dinyatakan kafir.

Saat ini, masyarakat memang sedang hidup dalam sistem sekuler, yang mana sistem ini memang menumbuhsuburkan sekularisme dan meniscayakan hal itu terjadi. Pantaslah Masyarakat Indonesia kini tak memiliki aturan hidup sesuai agama. Hidup mereka di atur bukan oleh hukum yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya, tapi berdasarkan aturan hidup buatan manusia yang lemah. Sanksi yang diberikan tidak bisa menjerakan, akibatnya kasus penistaan agama ini terus berulang bahkan semakin disepelekan.

Hal ini bisa terjadi karena umat Islam kini tak punya pemimpin yang bisa menjaga kemuliaan Islam dan melindungi Islam dari segala penistaan. Umat Islam butuh pemimpin yang bisa menerapkan hukum Islam, sehingga masyarakat bisa merasakan bahwa hukum Islam adalah solusi dari segala masalah dalam kehidupan. Dengan begitu, masyarakat bisa tahu bagaimana bersikap sesuai dengan syariat Islam dan akhirnya Islam itu bisa dirasakan keberkahannya oleh seluruh masyarakat Indonesia, bahkan seluruh dunia.

Oleh : Ani Prihatini, Sahabat Tinta Media 

Selasa, 04 Juni 2024

Penistaan Agama Terulang Lagi, Butuh Solusi Hakiki

Tinta Media - Sanksi yang tak membuat jera menyuburkan penista agama. Mirisnya, oknumnya adalah pejabat negara. Beredar video seorang pejabat melakukan sumpah kepada istrinya sambil menginjak Al-Qur'an. Sumpah itu dilakukan agar istrinya percaya bahwa dirinya tidak berselingkuh.

Polda Metro Jaya akan memproses laporan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Asep Kosisih, seorang pejabat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang bertugas sebagai Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah X Merauke. Asep dilaporkan oleh istrinya sendiri, Vanny Rossyane.

(Tempo.co.id 17/5/2024).

Kasus penistaan agama bukan terjadi pertama kali ini saja. Sebelumnya pun kerap terjadi. Hanya saja, hal itu dilakukan oleh oknum yang berbeda.

Kebebasan berekspresi dan berpendapat menjadi senjata untuk melakukan apa pun di negeri yang menganut sistem demokrasi ini.

Di tambah sistem sanksi yang tak membuat pelaku merasa jera, semakin menumbuhsuburkan sekularisme, liberalisme.

Kitab suci dianggap seperti barang lainnya, bahkan di anggap seperti buku biasa.

Indonesia adalah negara dengan mayoritas muslim. Namun, kondisinya tak jauh beda dari negara Barat sana, yang menjadikan sekularisme sebagai asas, yaitu memisahkan peran agama dari kehidupan sehari-hari. Karena itu, penistaan agama tidak ditanggapi secara serius karena menurutnya bukan sesuatu hal yang urgen untuk diselesaikan negara.

Begitu juga dengan adanya ide kebebasan yang dianggap sebagai hak dasar yang wajib dipenuhi. Empat pilar ide kebebasan itu antara lain kebebasan berpendapat, kebebasan berkepemilikan, kebebasan bertingkah laku, dan kebebasan beragama.

Maka, dalam hal ini seseorang diberi kebebasan dengan pilihan agamanya, mau murtad, atheis, atau bahkan gonta-ganti agama. Begitu pun dibolehkannya menyampaikan pendapat sesukanya. Kebebasan ini pun dijamin undang-undang, sehingga para penista agama akan berlindung di balik jargon kebebasan berpendapat dan kebebasan bertingkah laku.

Sedangkan dalam Islam sendiri, Allah melarang untuk mengolok-olok agama lain, sebagaimana firmannya dalam Al-Qur'an surat Al-An'am ayat 108,

"Dan janganlah  kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan."

Islam adalah agama yang sempurna, bukan hanya agama ritual yang mengatur hubungan seorang hamba dengan  penciptanya (Allah). Namun, Islam juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan dengan sesama manusia.

Islam memiliki aturan yang mengatur seluruh kehidupan manusia, termasuk dalam bernegara, dengan menerapkan sistem yang berdasarkan syariat Islam.

Sistem Islam memiliki mekanisme untuk melindungi dan membela agama Islam. Tidak seperti sistem sekuler saat ini yang gagal memberantas pelaku penistaan agama.

Sistem Islam mampu memberikan sanksi tegas kepada pelaku penistaan agama, yang hukumannya sebagai penebus dosa bagi pelaku. Maka, ketika palakunya muslim, ia tidak dijatuhi lagi hukuman di akhirat, karena sudah dijatuhi hukuman di dunia (jawabir).

Hukuman di dalam Islam juga berfungsi sebagai langkah preventif agar yang melihat merasa takut untuk melakukan hal serupa (zawajir).

Demikianlah ketegasan seorang pemimpin dalam sistem Islam, sehingga kasus penistaan agama tidak akan terus berulang seperti saat ini. Wallahua'lam.

Oleh: Nasiroh, Aktivis Muslimah

Rabu, 17 Mei 2023

Penistaan Agama Terjadi Lagi, Umat Butuh Solusi

Tinta Media - Baru-baru ini tersiar kabar yang tidak mengenakkan bagi umat Islam di Indonesia, yaitu penistaan agama yang dilakukan oleh seorang WNA kepada imam di sebuah masjid. Tindakan tersebut membuat geram kaum muslimin di negara yang mayoritas beragama Islam ini.

Dilansir dari cnnindonesia.com (29/4/2023), warga negara asing (WNA) yang meludahi imam Masjid Jami Al-Muhajir, Buahbatu, Kota Bandung, yang menyetel murottal Al-Quran diusut langsung oleh Kepolisian Resor Kota Besar Bandung.

Diberitakan juga oleh kompas.com, (30/4/2023), kini, warga negara asing asal Australia yang meludahi imam masjid di Bandung tersebuttelah ditetapkan sebagai tersangka.

Setelah membentak dan meludahi imam Masjid Al Muhajir, Basri Anwar di Kompleks Margahayu Raya, Kota Bandung, warga negara asing (WNA) yang berasal dari Australia berinisial MB (48 tahun) langsung meninggalkan guest house tempatnya menginap pada hari Jumat (28/4/2023) pagi dengan membawa satu buah koper besar dan tas. (news.republika.co.id, 29/4/2023)

Penistaan agama pun tak hanya terjadi di Bandung yang dilakukan oleh warga negara asing. Selanjutnya, penistaan agama juga dilakukan oleh seorang selebgram. Diberitakan oleh cnnindonesia.com (29/4/2023), karena mengucapkan bismillah pada saat makan olahan babi, Lina Mukherjee ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama dengan ancaman hukuman enam tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar.

Penyebab Penistaan Agama

Penistaan terhadap agama ternyata tidak hanya dua kasus tersebut di atas. Ada beberapa kasus penistaan agama sebelumnya yang terjadi di negara ini. Kasus Holywings yang masih segar dalam ingatan menjadi salah satu bagian dari kasus penistaan agama yang sempat ramai menjadi pemberitaan.

Kini, penistaan agama kembali terjadi. Ini menandakan bahwa negara tak mampu memberikan efek jera atas kasus sebelumnya. Hal itu merupakan satu keniscayaan dalam sistem sekuler karena agama hanya urusan individu dan diterapkan hanya dalam ruang privat rakyat. Terlebih, kebebasan sangat dijunjung tinggi dalam sekularisme.

Dengan kembali terjadinya penistaan pada agama, hal ini membuktikan bahwa hukuman yang diberikan pada orang yang menista agama tidak menimbulkan efek jera. Sehingga, orang mungkin akan melakukan hal yang serupa dengan cara yang berbeda. Meskipun kasus penistaan agama masuk ke dalam tindak pidana, tetapi sanksinya tidak membuat jera.

Selain hukuman yang tidak menjerakan, penistaan agama juga disebabkan karena kehidupan manusia yang sekuler. Sekularisme ini memisahkan agama dari kehidupan. Jika agama dipisahkan dari kehidupan, maka yang dilakukan oleh manusia sering kali tidak berlandaskan pada aturan agama.

Dalam kehidupan sekuler, manusia menjadi bebas dalam berbuat, liberal. Lalu, kebebasan inilah yang membuat manusia bertindak berdasarkan hawa nafsu, termasuk dalam kasus penistaan agama. Ini karena dalam kehidupan sekuler, kebebasan berpendapat sangat diagungkan. Setiap individu boleh mengutarakan pendapat semaunya. Prinsip kebebasan berpendapat inilah yang bisa saja dijadikan pembenci Islam untuk menghina Islam.

Karena hukuman atau sanksi yang tidak membuat jera, serta kehidupan yang masih sekuler, mungkin saja di kemudian hari terjadi lagi kasus penistaan agama. Hati umat Islam akan tersakiti kembali karena agamanya dihina kembali.

Membela Islam

Sebagai umat Islam, tentu kita tidak ingin agama kita dihina. Apalagi, penghinaan pada Islam terjadi berulang kali. Keimanan yang dimiliki oleh umat Islam menjadikannya cinta pada Allah, Rasul, dan Islam serta jika ada yang menistakan agamanya.

Umat Islam tidak boleh diam ketika ada penistaan terhadap Islam. Umat Islam harus bersuara dan bertindak untuk menghentikan penistaan tersebut, sebagai bentuk cintanya pada Islam. Ini karena, di hari perhitungan kelak, umat Islam akan dimintai pertanggungjawaban atas sikap terhadap penistaan agama Islam.

Dalam Islam

Dalam Islam, negara merupakan salah satu bagian yang menjaga kemuliaan agama. Negara menindak atau membuat jera pelaku penista agama.

Dalam Islam, negara pun tidak hanya menindak penista agama, tetapi juga bersama masyarakat menciptakan kehidupan yang harmonis, saling menghormati, dan menghargai antar pemeluk agama. Negara juga melindungi rakyat dari setiap serangan dan teror yang berasal dari musuh Islam. Negara yang berfungsi sebagai penjaga agama, menjaga agama dengan cara menjaga akidah umat.

Negara dalam Islam, tidak akan pernah membiarkan siapa pun menista agama Islam. Negara akan menerapkan sanksi yang tegas berdasarkan Al-Qur'an dan Sunah. Pada masa kekhalifahan Utsmaniyah, negara memerintahkan untuk menghentikan pertunjukkan di Perancis yang menghina nabi Muhammad Saw., dan mengingatkan akibat politik jika diteruskan. Lalu, Perancis serta merta membatalkannya. Kemudian, hal yang sama akan terjadi di Inggris. Sampai pada akhirnya, khalifah saat itu mengultimatum akan mengobarkan jihad akbar. Kemudian, Inggris membatalkan pertunjukkan tersebut. 

Inilah pentingnya sebuah negara yang menerapkan, mendakwahkan, dan menjaga Islam. Maka dari itu, negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruhlah yang akan menghentikan dan menyelesaikan berbagai macam penistaan agama, termasuk penistaan pada agama Islam. Wallahu 'alam.

Oleh: Ummu Azmi 
Aktivis Muslimah

Penistaan Agama Menjamur di Sistem Sekuler

Tinta Media - Tidak sedikit kasus yang muncul ke permukaan mengenai orang-orang yang mengaku nabi. Kasus nabi palsu ini kerap terjadi pada masyarakat nonmuslim maupun masyarakat muslim itu sendiri. Seperti halnya kabar yang membuat geger akhir-akhir ini, telah terjadi penembakan di kantor MUI Lampung. Diketahui bahwa pelaku penembakan tersebut ternyata pernah mendeklarasikan dirinya sebagai wakil nabi, dengan mengumpulkan penduduk desa pada tahun 1997 silam. (wartaekonomi.co.id) 

Tidak hanya kantor MUI, pelaku yang mengklaim dirinya sebagai wakil Nabi Muhammad kepada warga Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pasawaran, Lampung ini juga pernah terlibat dalam kasus pemecahan kaca gedung DPRD pada tahun 2016 silam. (Republika.co.id) 

Jelas, tindak kriminal yang dilakukannya membuat masyarakat, khususnya wilayah Lampung merasa resah, ditambah pendeklarasiannya kepada masyarakat daerah Lampung sebagai wakil Nabi Muhammad membuat banyak orang merasa geram. Hal demikian sudah pasti menjadi cikal bakal kesesatan. 

Adanya pengakuan tersebut, menjadikan Islam sebagai sasaran penistaan agama. Bukan hanya di dalam negeri, bahkan kasus seperti ini pun kerap dijumpai di berbagai negara.

Sudah menjadi hal yang wajar di tengah sistem sekuler, adanya upaya menghilangkan sifat sakral pada suatu agama, sehingga dengan mudah dinistakan dan dijadikan bahan celaan. Kasus penistaan agama seolah menjadi hal yang dianggap wajar oleh kebanyakan kalangan. 

Tidak adanya sanksi yang serius bagi para penista agama menjadikan hal semacam ini kian menjamur di tengah masyarakat. Dampak dari rendahnya taraf berpikir umat menjadikan mereka tidak mampu menimbang benar atau salah dalam sebuah tindakan.

Penistaan agama akan berpengaruh buruk terhadap pemahaman masyarakat, akibat dari lemahnya pemikiran saat ini ditambah dengan gempuran paham-paham yang kian menjauhkan orang-orang muslim dari agamanya sendiri. Karena itu, kaum muslimin akan mudah tersesat dari kebenaran. 

Paham sekularisme merusak umat Islam hingga ke akarnya, yaitu akidah. Ketika akidah umat rusak, maka rusak pula dasar keimanannya. Akibatnya,  umat akan jauh dari kemurniannya dan melupakan identitas sebagai seorang muslim.

Akidah adalah dasar yang menjamin ketakwaan individu. Di tengah sistem sekularisme yang mengusung pemisahan agama dari kehidupan dan menjadikan agama hanya sebagai urusan privat, ketakwaan individu tidak terealisasi akibat rusaknya pangkal akidah. Di tambah lagi, tidak adanya masyarakat yang mampu memberikan kontribusi berupa amar ma'ruf dan lebih memilih untuk acuh terhadap urusan saudaranya.

Ditinjau dari aspek kenegaraan, sudah pasti hal semacam ini tidak mungkin lepas dari tanggung jawab negara. Bagaimanapun juga, negara berkewajiban untuk mencegah adanya penghinaan agama dalam bentuk apa pun. Kontrol negara adalah kekuatan utama untuk menjadikan agama sebagai hal yang harus dibela, dijaga kesucian serta kesakralannya. Oleh karenanya dibutuhkan suatu kawalan yang menjaga umat dari pemikiran-pemikiran yang mampu menjerumuskan pada penyelewengan hingga kesesatan. 

Paham sekuler yang telah bercokol di benak umat saat ini harus digantikan dengan pemahaman yang benar, yaitu pemahaman menyeluruh tentang kesempurnaan Islam agar umat mampu menjadikan syariat Islam sebagai landasan dalam mengambil tindakan. 

Untuk itu, diperlukan orang-orang yang mampu menyadarkan masyarakat tentang kebatilan yang ada pada sistem saat ini. Masyarakat harus sadar akan adanya kesempurnaan Islam yang mulia. Masyarakat harus mampu menjaga peradaban Islam dari musuh-musuh Islam itu sendiri. Hal ini bisa diwujudkan dengan pengkajian secara mendalam dan intensif, meningkatkan taraf berpikir dengan mengkaji Islam kaffah dan menyerukannya ke tengah-tengah masyarakat. Dengan begitu, dakwah Islam akan mudah tersebar dan lebih mudah terealisasikan. 

Bangkitnya pemikiran masyarakat akan berdampak pada kebangkitan peradaban Islam. Menjadikan Islam sebagai landasan dalam kehidupan dan dan menjadi ideologi negara, sehingga cita-cita tegaknya daulah Islamiyah yang penuh keberkahan dan jauh dari kebatilan.

Oleh: Olga Febrina
Pelajar dan Aktivis Dakwah Remaja

Rabu, 10 Mei 2023

Marak Penistaan Agama, Hanya Islam Solusinya

Tinta Media - Kepolisian Resor Kota Besar Bandung melakukan pengusutan terhadap warga negara asing yang meludahi seorang Imam Masjid Jami Al-muhajir, Buahbatu, Kota Bandung yang menyetel murottal Al-Qur'an. Untuk mengetahui kronologi kejadian tersebut, Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Budi Sartono berserta jajarannya menemui korban, Muhammad Basri Anwar (24), imam di Masjid Al-Muhajir (Jakarta, CNN Indonesia) 

Sebelumnya, ramai di media sosial video yang memperlihatkan pria WNA tengah meludahi pria di dalam masjid. Akun @fakta_bandung, turut membagikan unggahan video tersebut. Setelah melihat berita viral di medsos, Budi langsung melakukan pengecekan. Menurut informasi pihak hotel WNA tersebut merupakan warga Australia yang berinisial MBCAA berusia 48 tahun, dilihat dari passport yang diterima detikJabar.

Penistaan agama yang kembali terjadi menandakan negara tak mampu memberi efek jera atas kasus sebelumnya. Hal itu merupakan satu keniscayaan dalam sistem sekuler karena agama hanya urusan individu dan diterapkan hanya dalam ruang privat rakyat. Terlebih, kebebasan sangat dijunjung tinggi dalam sekulerisme. Akibatnya, manusia bebas berperilaku dan berekspresi sesuai kehendak mereka dengan dalih hak asasi manusia. 

Masyarakat tidak merasa berdosa, bahkan merasa biasa-biasa saja ketika melakukan perbuatan yang melanggar syariat, bahkan melecehkan syariat Allah. Agama hanya dipakai dalam hal ibadah ritual saja, sedangkan dalam kehidupan, agama tidak dijadikan sebagai pengatur ketika berperilaku dalam kehidupan individu ataupun bermasyarakat. 

Di sisi lain, masyarakat semakin geram dengan berbagai peristiwa penistaan yang dilakukan oleh beberapa oknum belakangan ini, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Ketika melihat rentetan peristiwa penistaan terhadap agama Islam di negeri ini yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, jelas sekali pemerintah tidak betul-betul serius untuk menindak dan memberi sanksi yang tegas dalam masalah ini. 

Peran pemerintah terkesan lembek untuk menghadapi para penista agama. Kalaupun serius, hukumannya pun tidak akan memberi efek jera, apalagi hukum hari ini yang bisa diperjualbelikan oleh segelintir orang. Sungguh miris, negeri mayoritas Islam, tetapi justru Islam yang selalu jadi bulan-bulanan dan dilecehkan.

Begitulah kuatnya pengaruh sistem sekuler yang sudah menancap kuat di dada kaum muslimin, termasuk pemerintah, apalagi dengan adanya moderasi beragama yang semakin massif digencarkan demi menjauhkan pemahaman agama yang murni menjadi agama yang toleran dan ramah. Para penista justru tumbuh subur dalam sistem sekuler yang merupakan buah dari demokrasi. Di mana peran pemerintah dalam melindungi agama? Rasanya sangat mustahil didapatkan dalam sistem sekuler hari.

Sebagai way of life, Islam merupakan solusi terhadap semua problematika kehidupan ketika diterapkan secara menyeluruh dalam tatanan individu, masyarakat, dan negara. Akidah Islam akan membentuk manusia yang berkepribadian Islam sehingga semua tindakannya akan sesuai dengan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah. 
Kesadaran akan hubungannya dengan Allah Swt. akan menjadi tolok ukur perbuatannya dalam beraktivitas, dan memahami tentang toleransi yang sebenarnya, yaitu tidak saling mengganggu agama lain, apalagi mencela akan agamanya sendiri. Prinsip toleransi akan diperhatikan dalam Islam.
 
Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita mempunyai pendirian yang kokoh dalam membela agama. Ketika penghinaan itu dalam ranah pribadi, Allah Swt. mengaturnya, yaitu untuk bersabar dan lapang dada. Namun, ketika menyangkut tentang agama Allah, maka harus bersikap tegas. Membela agama adalah bukti iman kita kepada Allah Swt.

Negara dalam Islam adalah salah satu pilar penjaga kemuliaan agama. Islam memiliki mekanisme untuk membuat jera penista agama dengan tetap berpegang pada prinsip toleransi yang ada padanya karena sistem Islam mempunyai aturan yang jelas, dan tegas.

Dalam sistem Islam, seorang pemimpin (khalifah) akan sangat tegas dalam mengambil keputusan dan memberi sanksi pada pelanggaran syariat serta tidak pandang bulu. Khalifah tidak dapat diintervensi oleh pihak mana pun karena memiliki keimanan yang kokoh dalam rangka mengurusi urusan rakyat dan menjaga agama, serta akidah umat. 

Penista agama harus diberi sanksi tegas sesuai hukum Islam. Hukuman ini juga akan memberikan efek jera dan akan menebus dosa di akhirat kelak dan mencegah agar yang lain tidak melakukan pelanggan hukum syara. Allah telah merancang aturan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Jika aturan tersebut diterapkan dalam kehidupan, akan membawa manusia ke dalam kehidupan yang diridai Allah dan akan memberikan kemaslahatan untuk seluruh alam. 

Semua itu tidak akan terwujud dalam sistem sekuler, tetapi terwujud dalam sebuah negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah. Dengan adanya khilafah, penistaan agama yang marak seperti saat ini bisa diberantas dengan izin Allah. 
Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Jumat, 05 Mei 2023

Islam Menghentikan Penistaan terhadap Agama

Tinta Media - Islam kembali dinistakan, seakan tidak ada habisnya. Di tengah perayaan Hari Raya Idul Fitri 1444H, penistaan agama Islam kembali terjadi untuk kesekian kalinya. Hal ini menunjukkan  bahwa negara tidak memiliki kemampuan memberikan efek jera pada pelaku atas kasus-kasus penistaan sebelumnya.

Islam Terus Dihina

Baru-baru ini, viral di media sosial seorang bule Australia dengan inisial BCAA (43) pada Jumat (38/4/2023) lalu meludahi Imam Masjid Jami al Muhajir Bandung, sambil berkata kasar dan hendak memukul sang imam. Kejadian ini terekam CCTV hingga viral di sosial media. Bule tersebut kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenai pasal 335 dan 315 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan penghinaan dengan ancaman hukuman pidana 9 tahun 2 bulan kurungan penjara.

Tidak Menjerakan

Sebelumnya juga masih hangat dalam pemberitaan tentang penistaan oleh Lina Mukherje. Demi konten, selebgram yang mengaku muslimah ini melakukan aksi makan babi (jelas haram dalam Islam). Aktivitas itu diawali dengan mengucapkan basmalah. (CNN Indonesia, 29/4/ 2023).

Melihat kasus penistaan ini terus berulang, tampak bahwa tindakan pemerintah tidak memiliki efek jera terhadap pelaku penista agama. Memang para pelaku akhirnya mendapatkan hukuman. Namun, hukumannya ringan. Bahkan ada yang mendapatkan pengurangan manakala melakukan banding.

Akar Masalah

Dalam sistem sekuler, sikap pemerintah terhadap pelaku penista agama demikian lunak, karena urusan membela agama dan melindunginya dari para penista tidak dianggap penting. Agama diposisikan sebagai urusan pribadi. Ditambah lagi paham kebebasan berpendapat yang sangat diagungkan dalam sistem kehidupan sekuler. Setiap orang boleh menyampaikan pendapat sebebas-bebasnya. Kebebasan ini bahkan dijamin oleh undang-undang. Pada akhirnya, para penista agama berlindung di balik jargon kebebasan berpendapat.

Islam Wajib Dibela

Sebagai umat Islam, kita tidak boleh diam manakala terjadi penistaan terhadap Islam. Umat harus Speak Up, bersuara dan bergerak untuk menghentikan penistaan tersebut. Hal ini merupakan wujud dari keimanan kita kepada Allah Swt. dan Rasulullah saw.

Islam Menghentikan Penistaan 

Dalam pandangan Islam, negara adalah salah satu pilar penjaga kemuliaan agama. Islam memiliki mekanisne untuk membuat jera penista agama dengan tetap  berpegang pada prinsip toleransi. Jadi, tidak hanya menindak para pelakunya, tetapi tindakan itu haruslah bisa menimbulkan efek jera, sehingga  dapat menciptakan kehidupan yang harmonis, saling menghormati dan menghargai antara sesama pemeluk agama.

Bahkan, dalam sejarah penerapan Islam, tidak  ditemukan penguasa lemah ketika menghadapi para penista  agama, sebab khilafah merupakan junnah (perisai) bagi Islam dan kaum muslimin dari setiap teror dan serangan musuh-musuh Islam. 

Di belakang khalifah, kaum muslimin akan berperang melawan setiap pihak  yang merusak kehormatan Islam dan kaum muslimin. Negara dalam hal ini menindak tegas kepada pelaku penistaan dan akan menutup setiap celah terjadinya penyimpangan dengan penerapan sistem sanksi yang tegas sesuai dengan Al-Qur'an dan as-Sunnah. Karena itu, hanya sistem Islam yang dapat menghentikan segala bentuk penistaan terhadap Islam.

Wallahualam bissawab.

Oleh: Astuti K
Sahabat Tinta Media

Rabu, 18 Januari 2023

Sawer untuk Qoriah; Penistaan Agama dan Pelecehan

Tinta Media - Niradab, pelaku sawer terhadap qoriah Nadia Hawasyi pada pengajian di Pandeglang, Banten hari Kamis, 5 Januari 2023 viral di media sosial. Dalam video terlihat jamaah laki-laki menyebarkan uang dengan berdiri di depan Ustazah Nadia yang sedang duduk membaca Al-Qur’an. Bahkan ada jamaah laki-laki lain yang menyelipkan uang di kerudung qoriah (cnnindonesia.com, 6/1/2023). Sungguh, ini termasuk penistaan agama sekaligus pelecehan terhadap Ustazah Nadia.

Dikatakan penista agama karena Al-Qur’an merupakan Firman Allah yang ketika seseorang membacanya berati sedang berbicara dengan-Nya. Maka, seharusnya orang yang ada di sekitarnya diam, ikut mendengarkan dan menyimak dengan khusyuk, bukan bikin riuh, mengganggu fokus pembaca dan forum secara keseluruhan. 

Saweran terhadap pembaca Al-Qur’an dengan uang merupakan bentuk kerendahan duniawi. Ini berarti juga merendahkan kalamullah.
Kejadian tersebut juga bisa diketegorikan sebagai pelecehan terhadap muslimah, khususnya sang Qoriah. 

Seorang laki-laki yang bukan mahram menyelipkan uang di kerudung (kening) Ustazah jelas sangat melecehkan. Apalagi dilakukan saat membaca Al-Qur’an di depan umum. Hal ini merujuk pada UU Nomor 12 tahun 2022 pasal 4 ayat (2) tentang melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban. 

Bentuk Penghargaan

Para pelaku saweran mengaku bahwa apa yang mereka lakukan tersebut merupakan bentuk penghargaan terhadap qoriah yang membaca Al-Qur’an dengan sangat indah. Di sistem kapitalis yang dianut oleh negara ini, semua dihargai dengan uang. Cara menghargai pembaca Al-Qur’an disamakan dengan penyanyi dan penari yang berlenggak-lenggok di atas panggung. Padahal, hal cara tersebut justru merupakan bentuk pelecehan. 

Sang Qoriah sendiri mengaku merasa tidak dihargai dengan saweran tersebut. Posisinya yang sedang mengaji membuatnya tidak bisa berbuat banyak, selain hanya mengambil uang yang diselipkan di kerudung. 

Ada adab-adab ketika membaca Al-Qur’an yang harus tetap dijaga saat membacanya. Adab tersebut seharusnya juga dilakukan orang-orang yang berada di sekitarnya sebagaimana firman Allah dalam surat Al A'raf ayat 204 yang bermakna, "Apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar mendapat rahmat-Nya."

Jadi, bentuk penghargaan saat pembacaan Al-Qur’an adalah diam, mendengarkan, dan menyimak dengan sungguh-sungguh. Tidak semua hal dapat dinilai dengan uang, apalagi dengan cara yang tidak makruf. Kalaupun ingin memberikan uang, bisa disampaikan lewat panitia dan diberikan setelah selesai membaca Al-Qur’an dengan cara yang baik. 

Tradisi Salah

Saweran terhadap qori atau qoriah ternyata sudah menjadi tradisi di tempat tertentu. Ini diakui Ustazah Nadia ketika ia diundang pengajian. Hal itu dilakukan oleh jamaah laki-laki maupun perempuan. Miris, tradisi yang salah tetap dibudayakan.

Para ulama, khususnya yang berada di daerah tersebut hendaknya berbuat tegas, berani menyampaikan kebenaran dan menghentikan kemungkaran. Walau sesuatu dianggap tradisi, jika bertentangan dengan syariat Islam, maka tidak boleh dipertahankan, apalagi dibudayakan. 

Cermin Kerusakan Sistem

Aksi Niradab tersebut merupakan cermin kerusakan sistem negara ini. Kebebasan berperilaku menjadi bentuk HAM yang justru menyalahi hak orang lain. Diamnya para tokoh masyarakat dan pemuka agama terhadap perilaku menyimpang juga menunjukkan begitu kuat sistem ini telah memengaruhi pemikiran umat, khususnya tokoh agama. Miris, ketika ulama diam melihat kemungkaran di depan mata. Mereka abai terhadap kewajiban amar makruf nahi mungkar.

Ini adalah cermin masyarakat dan tokoh agama yang takut beramar makruf nahi mungkar. Padahal, ketika melihat kemungkaran, Allah Swt. memerintahkan kita untuk mencegahnya dengan tangan, lisan, dan hati (mengingkari, berdoa) dan ini selemah-lemahnya iman. Namun, dalam hal ini tidak cukup doa bagi mereka yang memiliki kemampuan dan kuasa. Tak ada cara lain, kecuali menghentikan kemungkaran tersebut dengan kemampuan atau kekuasaan mereka.

Sistem Islam

Diamnya masyarakat dan tokoh agama tidak lepas dari sistem yang dianut negara. Mereka merasa takut jika menghentikan kemungkaran akan dianggap melanggar hak asasi dan kebebasan. 

Karena itu, semua kerusakan ini harus dihentikan dengan menerapkan sistem yang benar, yaitu Islam. Di dalam sistem Islam, menghargai qori atau qoriah bukan sekadar karena keindahan suara. 

Memberi penghargaan terhadap aktivitas apa pun, termasuk karena kekaguman terhadap indahnya lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan, sebenarnya boleh saja. Namun, penghargaan tersebut tidak harus berupa materi. Bagi yang mendengarkan, mereka bisa merespon ayat yang dibaca dengan mengucapkan kalimat yang baik, seperti menyebut asma Allah. Bahkan ketika ada ayat sajadah yang dibaca, disunnahkan untuk sujud tilawah untuk lebih mengingatkan manusia pada Allah Swt, Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan. 

Memberikan penghargaan kepada qori atau qoriah, hendaknya dilakukan setelah pembacaan Al-Qur'an selesai, bukan saat membacanya. Hal ini agar tidak mengurangi kekhidmatan orang yang sedang membacanya dan tidak mengganggu jamaah yang mendengarkan. Selain itu, apresiasi diberikan bukan dengan maksud pamer. Hendaknya semua diberikan ikhlas, semata mendapat rida Allah. 

Demikianlah cara Islam menghargai pembaca Al-Qur’an. Semoga dengan terungkapnya kasus ini, tidak ada lagi tradisi yang justru merendahkan Islam, Al-Qur’an, dan pembacanya. Masyarakat yang paham harus berani melakukan amar makruf nahi mungkar, tidak perlu takut dengan aturan manusia yang justru melanggar syariat Islam. 
Allahu a’alam bish shawab.

Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab