Tinta Media - Selama sebulan terakhir, di AS telah terjadi 4 kali penembakan di tempat publik. Pertama, seorang pria melepaskan tembakan ke sebuah super market di Buffalo, New York, AS. Dalam insiden ini, 10 orang tewas dan 3 lainnya mengalami luka. Penembakan tersebut bermotif rasisme. Kedua, pada hari Minggu, 17 April 2022 dini hari terjadi penembakan di sebuah kelab malam Hampton Country. Ketiga, di Pittsburgh, di sebuah rumah yang sedang mengadakan pesta. Keempat, di gereja Presbyearn di kota Laguna Woods, Los Angeles pada Minggu, 5 Mei 2022.
Rentetan kasus penembakan dalam kurun satu bulan yang terjadi di AS tersebut bukanlah hal baru, tetapi merupakan kasus yang berulang dan sudah sering terjadi. Sampai saat ini, kasus tersebut belum menemukan solusi.
Tidak dimungkiri, memang tidak ada larangan bagi masyarakat di AS untuk memiliki senjata api. Kebebasan ini diatur dan dilindungi secara konstitusional karena dianggap sebagai upaya perlindungan dan penjagaan diri dari penjahat bersenjata.
Akan tetapi, kebebasan tersebut justru menjadi bumerang bagi mereka karena memunculkan tindak kejahatan lain. Hal ini menjadi masalah besar di AS dan menjadi bukti bahwa masyarakat AS adalah masyarakat yang sakit.
Kalau kita cermati, ide kebebasan individu yang dianut oleh AS sebagai sebuah negara adidaya yang mengemban ideologi kapitalis, telah memunculkan berbagai problematika kehidupan di tengah masyarakat. Salah satunya adalah kasus-kasus penembakan brutal yang kian marak tersebut.
Kebebasan yang merupakan turunan dari paham sekularisme, telah menempatkan akal dan hawa nafsu manusia sebagai standar hukum dalam mengatur kehidupan. Dengan segala kelemahan yang dimiliki manusia, aturan yang dihasilkan merupakan aturan yang rusak dan merusak, baik untuk individu ataupun interaksi di antara mereka, sehingga merusak masyarakat secara keseluruhan.
Inilah sistem kapitalis-sekular yang memisahkan agama dari kehidupan serta berasaskan manfaat dan materi semata. Sistem ini mengusung paham liberalisme, yaitu paham kebebasan yang mengutamakan kebebasan individu. Inilah yang membuat manusia bebas melakukan apa pun sesuai dengan kehendak dan keinginan mereka, dengan dalih HAM.
Salah satunya adalah kebebasan kepemilikan senjata api yang masih dipertahankan. Ini disebabkan karena adanya kepentingan industri senjata milik para koorporasi yang tidak ingin kehilangan konsumen. Negara tidak dapat bertindak karena kendali dari para korporat ini.
Dari sini, tampak jelas bahwa penerapan sistem kapitalis bukanlah untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk para koorporasi, sekalipun harus merugikan rakyat banyak. Inilah hakikat dari kapitalisme. Karena itu, paham ini tidak layak dijadikan sebagai ideologi yang diterapkan untuk kehidupan manusia, termasuk bagi kaum muslimin.
Ketika negara gagal memberikan solusi atas problematika warganya sendiri, maka kerusakan akan terus berlanjut ke generasi berikutnya, bahkan dapat menyebar ke berbagai belahan dunia karena paham ini disebarkan oleh AS ke seluruh dunia.
Kaum muslimin telah memiliki dien yang sempurna dan paripurna, untuk diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, bukan hanya untuk umat Islam, tetapi juga bagi umat manusia seluruhnya. Hal ini karena Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana firman Allah Swt, yang artinya:
"Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk (menjadi) rahkat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiya: 107 )
Juga firman-Nya, yang artinya:
"Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk seluruh umat manusia."
(QS. Saba: 28)
Islam sebagai dien yang datang dari Sang Pencipta, telah dipastikan kebenarannya. Syariat Islam sudah dipastikan dapat mengatur kehidupan karena sesuai dengan fitrah manusia, dapat dibenarkan oleh akal, dan menentramkan hati. Sejarah membuktikan bahwa penerapan Islam telah memberikan kebaikan bagi kehidupan manusia, baik muslim ataupun nonmuslim.
Dalam hal menjaga hak hidup (nyawa), Islam sangat menghargai nyawa. Syariat Islam telah mengharamkan pembunuhan, dan memberi sanksi tegas kepada pelakunya dengan qishah.
Sanksi bagi pembunuh adalah dibunuh, atau bila wali korban memaafkan, maka wajib bagi pelaku untuk membayar diyat, sebagaimana firman Allah Swt, yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi, barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diyat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan Rahmat dari tuhanmu. Barang siapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih."
(Q.S Al-Baqarah: 178)
Sanksi dalam Islam bersifat jawabir yaitu sebagai penebus dosa di akhirat, dan jawazir sebagai pencegah tindak kriminal dalam masyarakat yang akan memberikan efek jera kepada para pelaku, juga kepada masyarakat yang menyaksikan pelaksanaan hukum sanksi tersebut.
Penerapan sistem Islam yang berlandaskan akidah Islam, tegak atas ketakwaan individu, masyarakat yang peduli, dan negara yang menerapkan aturan Islam. Semua ini akan menjaga kemurnian dan kebersihan masyarakat. Salah satunya adalah menjaga nyawa manusia. Hal ini tidak terdapat dalam sistem di luar Islam.
Wallahu alam bishawab
Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media