Tinta Media: Pendidikan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Januari 2024

Sulitnya Mendidik Anak



Tinta Media - Sebagai orang tua wajib mendidik anak, mengarahkan mereka menjadi pribadi yang siap  mengemban taklif. Salah satu yang menjadi kewajiban kita adalah bagaimana melahirkan anak-anak dan putra-putri kita sebagai hamba Allah yang bertanggung jawab terhadap dirinya. Bertanggung jawab  terhadap keluarganya, yang penting bagaimana mereka menjadi pribadi, generasi yang bertanggung jawab terhadap umatnya, terhadap bangsanya. Itulah tanggung jawab kita sebagai pendidik. 

Di era sekarang, kita dicengkeram oleh sistem yang zalim, sistem yang rusak dan merusak  yaitu kapitalis  liberalisme. Mendidik anak itu menjadi suatu yang  luar biasa sulitnya. Mau mengarahkan mereka untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang Allah, seperti pacaran, berbohong masih ditawar. 

Pendidikan saat ini sudah jauh dari Islam. Yang dipentingkan hanya skill dan cepat lulus, bisa  bekerja dan menghasilkan uang. Kenyataannya output keluaran  sekolah tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajarinya. Mengenai tanggung jawab birul walidain, amar makruf untuk berdakwah tidak ditekankan. Tidak boleh melihat kemaksiatan terus berlangsung. Bahkan ada anak yang diperkerjakan, tentu akan semakin berat menanggung beban yang diberikan kepadanya. Tanggung jawab orang tuanya untuk melatih keilmuannya. 

Oleh: Krisnawati, S.Pd.
Praktisi Pendidikan

Minggu, 14 Januari 2024

FDMPB: Gurita Judi Online karena Sistem Pendidikan Sekularisme



Tinta Media - Menanggapi kasus judi online yang semakin marak di kalangan pemuda, Ketua Forum Doktor Muslim dan Peduli Bangsa (FDMPB) Ahmad Sastra mengatakan ini karena negeri ini menerapkan pendidikan sekularisme. 

“Karena negeri ini menerapkan pendidikan sekularisme,” katanya, dalam acara talkshow NgoPi (Ngobrol Pendidikan): Gurita Judi Online Mengancam Pemuda, via zoom Selasa (9/1/2024). 

Ia menjelaskan bahwa pendidikan sekularisme adalah pendidikan yang tidak dapat dijadikan acuan dalam kehidupan. Masyarakat yang individualisme menjadikan remaja saat ini kehilangan adab seseorang tanpa ada yang mengingatkan di lingkungan masyarakat. 

“Kalau sudah kehilangan adab maka manusia kehilangan segalanya, rasa takut tidak ada, rasa malu tidak ada, sehingga mereka berani melakukan judi secara online maupun offline,” jelasnya. 

Santri kelas XII IBS Al Amri sekaligus pembicara Fahdhullah Haris Amin mengungkapkan bahwa kasus judi online ini memiliki beberapa faktor, pertama faktor lingkungan, karena memang dalam lingkungan inilah remaja dan anak-anak terpengaruh. 

“Kemudian faktor keluarga, gaya hidup hedonisme dan gaya hidup yang serba instan yang mengharuskan remaja menggapai keinginannya dengan cara instan,” ungkapnya. 

Lebih lanjut ia memaparkan, fakta bahwa jumlah masyarakat Indonesia yang melakukan judi online sekitar 2 juta sebagian besar dari mereka adalah masyarakat berpendapatan rendah.  Selain itu para remaja pun tidak sedikit yang terjerat kasus judi online ini. 

“Ada sekitar 44 ribu pelajar dan 2 ribu mahasiswa telah kecanduan judi online. Dan ada sekitar 320 tautan yang sebagian besarnya masuk ke website sekolah,” paparnya. 

Ia pun menyatakan bahwa ini bukan hanya tugas Menkominfo saja untuk memberantas judi online tetapi juga kementerian pendidikan. 

“Karena tugas kementerian pendidikan juga, bagaimana bisa situs judi online masuk ke website ranah pendidikan sekolah ataupun universitas,” pungkasnya.[] Aizar Dan Azzaky

Sabtu, 13 Januari 2024

Maraknya Bullying Lagi dan Lagi, PR Besar Dunia Pendidikan


Tinta Media - Bullying menjadi permasalahan yang sampai saat ini belum mendapatkan penyelesaian yang membuahkan hasil. Bullying, terutama yang terjadi di dunia pendidikan, menjadi potret menyedihkan pendidikan di negeri ini. 

Bahkan dengan adanya pembentukan satuan tugas (satgas) anti-bullying sekalipun di instansi pendidikan, belum mampu menyelesaikan permasalahan bullying ini hingga ke akarnya. Terlepas dari apakah berupa verbal bullying, physical bullying, social bullying, maupun cyber bullying.


Maraknya bullying ini menjadi PR besar bagi dunia pendidikan dalam mendidik dan membentuk karakter yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Pencegahan terhadap bullying ini sangat berkaitan erat dengan pembentukan karakter yang baik dan memegang nilai-nilai terpuji. Selama masyarakat yang berkarakter dan nilai-nilai kemanusiaan dijunjung tinggi, maka tindakan menyakiti orang lain berupa bullying tidak akan terjadi. Namun, dapat kita lihat realitas saat ini bahwa orientasi dunia pendidikan belum memberikan usaha maksimal dalam pembentukan karakter.

Orientasi dunia pendidikan saat ini justru dibawa ke arah pemberdayaan pemuda di bidang ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya program-program magang, internship, pengembangan skill praktis yang banyak dibutuhkan di dunia kerja, dan sebagainya. Fokus dunia pendidikan ke arah persiapan terjun ke dunia kerja membuat orientasi pendidikan lainnya yang juga penting menjadi terlantar yaitu pembentukan dan penanaman nilai-nilai karakter yang kuat dan baik, serta prinsip-prinsip kebaikan. Inilah realitas pendidikan di dalam sistem Kapitalisme yang menilai orientasi terhadap materi di atas segalanya sehingga seluruh segmen kehidupan diarahkan untuk dapat mengejar materi. Termasuk dalam dunia pendidikan dituntut untuk menghasilkan lulusan-lulusan yang siap kerja.

Islam memandang orientasi pendidikan bertolak belakang dengan pendidikan saat ini. Orientasi pendidikan di dalam Islam adalah membentuk manusia-manusia yang berkarakter dan berkepribadian Islam. Sehingga arah pendidikan, kurikulum, mata pelajaran, dan semua alat-alat pendidikan disiapkan untuk membentuk dan menanamkan karakter yang memegang nilai-nilai kebaikan Islam dan membentuk kepribadian Islam. Orientasi pendidikan ini didukung penuh oleh negara lewat regulasi-regulasi pendidikan yang sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah.

Negara akan memberikan pendidikan yang gratis untuk seluruh masyarakat karena Islam memahami bahwa pendidikan adalah kebutuhan setiap individu. Sehingga masyarakat yang berkarakter dan berkepribadian Islam akan terbentuk karena seluruh masyarakat dapat mengenyam pendidikan. Sistem Islam akan dapat membentuk masyarakat madani yang tinggi adabnya dan tinggi pula keilmuannya. Dengan begini, tindakan bullying yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan dapat benar-benar dihapuskan hingga ke akarnya. Semua ini dijalankan berdasarkan Syariat Islam. Wallaahu a’lam bish shawwab.

Oleh: Fadhila Rohmah (Aktivis Muslimah)

Senin, 08 Januari 2024

Bullying Masih Terus Terjadi, Ada Apa dengan Pendidikan di Negeri ini?




Tinta Media - Netizen kembali digegerkan dengan adanya video perundungan yang beredar di media sosial. Aksi perundungan tersebut diketahui terjadi di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Sebagaimana yang diberitakan Liputan6.com, Selasa (26/8/2023), di dalam video tersebut terlihat korban sedang ditendang dan dipukul beberapa kali oleh pelaku. Mirisnya, hal ini terjadi di saat mereka masih menggunakan seragam sekolah. 

Polresta Cilacap mencoba mengungkapkan penyebab terjadinya aksi perundungan tersebut. Menurut Kasatreskrim Polresta Cilacap Kompol Guntar Arif Setiyoko, aksi perundungan terjadi karena pernyataan korban yang berinisial FR (14) yang mengaku sebagai anggota kelompok atau geng Basis. Dua orang pelaku berinisial MK (15) dan SW (14) yang juga merupakan anggota kelompok rupanya tidak terima dan tersinggung dengan pernyataan si korban, sehingga terjadilah perundungan terhadap si korban. 

Adanya perundungan tersebut membuat peningkatan jumlah kasus bullying. Semakin ke sini, kasus bullying mencapai titik darurat karena tidak hanya menyerang secara verbal, tetapi sudah ke arah fisik yang menyebabkan kecacatan hingga kematian pada korban. Alasan bullying pun sangat beragam, mulai dari kasus percintaan, unjuk eksistensi, kesalahan pengasuhan dari keluarga, dan lain sebagainya. 

Fenomena bullying dan berbagai faktor penyebabnya bisa muncul karena cara pandang yang dipakai di kehidupan saat ini adalah sistem kapitalisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Ketika kehidupan dipisahkan dari agama, maka kebahagiaan, keuntungan, dan kesenangan semata menjadi asas dari setiap perbuatan. Hingga ada kasus yang menceritakan bahwa seorang siswa SMP yang mahir dalam tilawah dan aktif dalam organisasi dapat bertindak amoral, dan kemampuan bela dirinya digunakan sebagai arogansi. 

Bullying masih terus terjadi, ada apa dengan pendidikan di negeri ini? Ternyata, pendidikan yang diatur oleh sekularisme kapitalisme saat ini telah menggiring para pelajar haus akan eksistensi prestasi materi, seperti menang dalam perlombaan. Sedangkan nilai-nilai budi luhur mulai meluntur karena dianggap hanya urusan pribadi. Ini membuat para remaja bebas berperilaku amoral tanpa merasa bersalah. 

Generasi muda sudah rusak akibat sekularisme kapitalisme. Mereka harus diselamatkan dari cara pandang yang batil dengan ideologi yang sahih, yakni Islam. 

Allah telah menurunkan Islam sebagai petunjuk untuk manusia dan mampu memberikan penjelasan serta aturan terhadap segala sesuatu. Islam memiliki solusi komprehensif untuk memberantas bullying hingga ke akar-akarnya. 

Ditegaskan dalam Islam bahwa kita dilarang merendahkan sesama manusia. Dengan begitu, manusia tidak akan bertindak semaunya, seperti melakukan bullying secara verbal maupun fisik. 

Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah Swt. dalam Qur’an surah al-Hujurat ayat 11, yang artinya, 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.” 

Agar dapat teguh terhadap firman tersebut, hendaklah setiap keluarga mendidik anak-anaknya dengan akidah Islam, bukan dengan akidah sekularisme dan turunannya. Dari didikan akidah Islam tersebut, anak-anak dapat membentuk kesadaran mereka bahwa dirinya hanya seorang hamba Allah Azza wa Jalla. Dengan kesadaran ini, mereka akan tunduk dan patuh mengerjakan apa yang Allah perintah dan menjauhi segala hal yang Allah larang. 

Di dalam Islam ditegaskan bahwa kehidupan anak-anak bukan hanya di dalam keluarga, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat sekitar. Masyarakat menjadi tempat anak-anak berkembang untuk mempelajari sudut pandang kehidupan dan aktivitas sosial. Maka dari itu, Islam memerintahkan agar masyarakat melakukan amar makruf nahi munkar dan ta’awun atau saling menolong antar sesama. Secara otomatis anak-anak juga akan melakukan kebaikan, karena apa yang mereka lihat, mereka dengar, dan mereka rasakan adalah amal salih. Hanya saja, peran keluarga dan masyarakat tidak akan optimal jika tidak ada peran negara. 

Karena itu, Islam juga memiliki tata kelola negara untuk mengatur kehidupan masyarakat. Negara ini bernama Daulah Khilafah, sebuah negara yang menerapkan Islam secara kaffah untuk menjaga generasinya agar tetap dalam kemuliaan, serta jauh dari perbuatan yang dilarang oleh Syariah. Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam. 

Syaikh Atha’bin Khalil dalam kitabnya “Dasar-Dasar Pendidikan dalam Khilafah” menjelaskan bahwa tujuan pendidikan dasar adalah menancapkan syakhsiyah Islam pada anak-anak. Sehingga, tolak ukur keberhasilan mereka adalah sesuai atau tidak dengan syariah, bukan pada keberhasilan materi, seperti prestasi juara, aktif organisasi, dan sebagainya. 

Selain itu, tujuan pendidikan Islam adalah untuk menyiapkan anak-anak sebagai problem solver kehidupan, sehingga kemampuan mereka akan dialihkan hanya untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin, bukan untuk ajang eksistensi diri. 

Tujuan pendidikan ini selaras dengan pendidikan yang diajarkan di dalam keluarga dan masyarakat. Alhasil, anak-anak akan dilingkupi oleh lingkungan yang baik di mana pun dan kapan pun. Dengan demikian, kasus pembully dan sejenisnya akan bisa dicegah oleh negara. Demikianlah cara Khilafah menuntaskan kasus bullying. Tidakkah umat tergerak mengambilnya sebagai obat untuk generasi saat ini?

Oleh: Ismi Balza Azizatul Hasanah
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta 

Rabu, 03 Januari 2024

Refleksi 2023, Analis: Kebijakan Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan Paling Membahayakan

Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menilai bahwa sepanjang tahun 2023 kemarin, peristiwa yang paling membahayakan bagi dunia pendidikan kita adalah menguatnya kebijakan moderasi beragama. 

“Semakin menguatnya kebijakan untuk moderasi beragama itu menurut saya yang paling membahayakan sebenarnya bagi masa depan anak-anak kita yang sedang menempuh pendidikan,” ujarnya pada Tinta Media, Selasa (2/1/2024). 

Hal tersebut, menurut Fajar, karena substansi dari moderasi ini sebenarnya adalah ingin mengaburkan dan menguburkan jati diri generasi muda Islam agar mereka menjadi jauh dari identitas keislamannya. Atau lebih ekstrem lagi dalam tanda petik menciptakan suatu agama baru yang sebenarnya jauh dari substansi agama Islam. 

Sepanjang tahun 2023 kemarin, lanjut Fajar, arus atau main streaming moderasi beragama ini sangat kuat sekali yang dilakukan oleh pemerintah. Baik di sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama maupun sekolah-sekolah yang ada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Tapi memang yang paling kuat tarikannya, papar Fajar, adalah di sekolah-sekolah yang ada di bawah naungan Kementerian Agama. 

“Karena memang yang menjadi corong utama bagi main streaming moderasi beragama itu kalau saya menilai adalah Kementerian Agama begitu,” ungkapnya. 

Indikasi

Indikasinya apa? Menurut Fajar indikasinya sangat banyak. Diantaranya bagaimana anak-anak muda sekarang jadi lebih permisif. Juga mereka tidak lagi lekat dengan nilai-nilai keagamaan yakni mereka semakin tersekulerkan, serta mereka lebih mudah menerima ide-ide barat dan seterusnya. 

“Itu saya kira adalah indikasi-indikasi yang semakin menguatnya ide moderasi beragama,” tegasnya. 

Ketika ditanya, selain moderasi beragama, apalagi hal yang buruk yang terjadi di dunia pendidikan? 

“Menurut saya yang paling buruk berikutnya adalah terkait dengan mental _illness_ dari anak-anak,” paparnya. 

Bagaimana anak muda sekarang dengan keimanan yang rapuh, beber Fajar, maka mental mereka juga menjadi rapuh. Tidak bisa setangguh yang  diharapkan. 

“Ada masalah sedikit mereka langsung drop, sering menghindar. Ada masalah hukum mereka kemudian mengambil jalan pintas dan seterusnya,” tutur Fajar mencontohkan. 

Tanda-tandanya apa? Tanda-tandanya banyak sekali. Fajar lantas memaparkan bahwa anak muda hari ini gampang sekali dia menyakiti diri sendiri, bahkan sampai mungkin melakukan bunuh diri dan sebagainya gara-gara masalah yang mungkin sebenarnya tidak terlalu berat tetapi bagi mereka jadi masalah berat. 

“Karena tadi, kesehatan mental tidak sekuat yang kita bayangkan,” tegasnya. 

Lemahnya Akidah

Fajar menilai, dari peristiwa-peristiwa buruk di atas yang didorong dari sistem pemerintah yang ada, bagaimana kemudian diciptakan suatu kondisi yang memungkinkan berkembangnya paham moderat. Kemudian mental health atau mental illness. Juga masalah lainnya yang tidak kalah buruk seperti perundungan atau bullying yang berkembang di masyarakat, maka akar persoalannya adalah karena lemahnya akidah. 

“Kalau kita tarik semuanya sebenarnya ya satu itu adalah lemahnya keimanan mereka, lemahnya akidah mereka, lemahnya tauhid mereka. Sehingga tidak mampu menghadapi dinamika sosial maupun tantangan-tantangan sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat,” jelasnya. 

Nah kenapa mereka menjadi semakin lemah? Fajar melihat karena semakin masifnya ditanamkan paham sekuler di tengah-tengah masyarakat sehingga menjauhkan umat dari Islam. 

“Andaikan mereka dekat dengan Islam atau memberikan mereka akidah yang kokoh, maka konsep moderasi itu langsung tertolak. Artinya tidak ada tempat di tengah-tengah masyarakat terkait dengan konsep moderasi itu,” tegasnya. 

Begitu juga dengan kesehatan mental yang ditopang oleh akidah yang kokoh, lanjut Fajar, jika ada masalah maka dia akan selalu kembalikan itu kepada apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilarang oleh Allah. “Sehingga ini yang membuat mereka tidak mudah terjebak di dalam mental illness itu,” simpulnya. 

“Juga ketika seseorang itu punya kekuatan akidah yang baik lalu dia mendapatkan perundungan, kalaupun terdampak maka dampaknya tidak akan sebesar kalau orang itu akidahnya lemah gitu,” imbuhnya. 

Upaya Sistematik

Ketika berbicara tentang solusi yang paling cocok, Fajar menilai, yang terbaik seharusnya bagaimana kehidupan umat ini atau masyarakat ini selalu didorong menjadi kehidupan yang betul-betul berdasarkan pada akidah Islam. Karena di dalam Islam itu, jelasnya, ada seluruh pemecahan masalah. Tidak ada satu pun masalah yang tidak bisa dipecahkan dengan pendekatan akidah Islam. Untuk itu perlu adanya upaya sistematik dalam penguatan akidah. 

“Perlu ada upaya yang sistematik untuk mendorong penerapan atau penguatan akidah ini di tengah-tengah masyarakat. Tanpa upaya yang serius dan masif maka tidak akan mungkin bisa kemudian akidah ini semakin kuat begitu,” jelasnya. 

Oleh karena itu, urai Fajar, maka yang paling efektif adalah tentu pendekatan yang dilakukan oleh negara. Artinya negara yang memang harus mendorong diterapkannya syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

“Nah itu berarti memang harus ada dorongan khusus atau kebijakan khusus dari negara untuk kemudian mendorong masyarakat tadi menguatkan akidahnya agar bisa selalu menjawab berbagai tantangan problematika yang dihadapi oleh mereka,” jelasnya. 

Dan oleh karena itu, beber Fajar, tentu kita membutuhkan negara yang punya konsen yang sama. Artinya negara yang betul-betul mendorong diterapkannya syariat itu. 

“Dan itulah negara yang mau mengadopsi menerapkan syariat Islam secara paripurna. Tidak mungkin itu dilakukan oleh negara yang sekuler, yang dia lebih percaya pada penyelesaian ala sekularisme dibandingkan dengan penyelesaian ala Islam,” tutupnya.[] Langgeng Hidayat

Selasa, 02 Januari 2024

Tikus Berdasi Produk Perguruan Tinggi Semakin Beraksi, Bukti Gagalnya Sistem Pendidikan di Negeri Ini



Tinta Media - Korupsi di negeri ini ibarat air sungai yang mengalir terus menerus. Bahkan sudah seperti virus yang tidak ada obatnya. Sebab, korupsi bisa menjangkiti siapa saja, mulai dari pejabat tinggi sampai rakyat jelata tak lepas dari praktik haram ini. 

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan sekaligus Calon Wakil Presiden nomor urut tiga, Mahfud MD mengungkapkan data mengejutkan terkait kasus korupsi di Indonesia. Dalam acara pidato di hadapan ribuan wisudawan Universitas Negeri Padang, Mahfud MD menyatakan bahwa 84 persen koruptor yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lulusan perguruan tinggi. 

“Dari total koruptor yang ditangkap KPK, 84 persen adalah lulusan perguruan tinggi. Berdasarkan data KPK, sekitar 1.300 koruptor telah ditangkap dan dipenjara. Mayoritas dari mereka mempunyai latar belakang pendidikan perguruan tinggi,” ungkap Mahfud. (Tribujateng.com, 17/12/2023) 

Sungguh miris jika kita melihat kondisi korupsi yang semakin meningkat saat ini, ditambah lagi pelaku korupsi kebanyakan berasal dari lulusan perguruan tinggi. Sejatinya, ini menggambarkan gagalnya pendidikan yang diterapkan di negeri ini sehingga tidak mampu mencetak generasi yang  berkepribadian mulia atau bertakwa. 

Fenomena ini benar-benar merupakan peringatan serius kepada kita bahwa pemberantasan korupsi yang dilakukan para penegak hukum seakan hanya menjadi pemadam kebakaran, karena penegak hukum yang dilakukan selama ini tidak membuat takut para koruptor untuk melakukan aksinya. 

Pemimpin yang harusnya amanah, jujur, bertanggung jawab, mementingkan urusan rakyat nyatanya dimanfaatkan untuk meraup keuntungan materi sebesar-besarnya. Hal ini mencerminkan rendahnya kualitas perguruan tinggi di negeri ini. Perguruan tinggi saat ini tegak di atas asas sekularisme kapitalisme, yaitu ide yang memisahkan agama dari kehidupan dan meraih materi sebanyak-banyaknya. 

Oleh karena itu, kurikulum pun ditujukan untuk mencetak generasi yang menghasilkan pundi-pundi rupiah. Artinya, kurikulumnya senantiasa mengacu pada dunia bisnis. Hal ini telah tertuang dalam program Knowledge Based Economic (KBE). Secara sederhana, KBE diartikan sebagai ekonomi yang didasarkan pada pengetahuan. Artinya, dunia pendidikan sebagai tempat untuk mendapatkan pengetahuan harus mampu menggerakkan pengetahuan. 

Oleh karena itu, kurikulum pendidikan sekularisme kapitalisme hanya memperhatikan pembentukan sumber daya manusia dengan karakter pekerja keras, produktif, terampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sejalan dengan kebutuhan industri. Pembentukan karakter yang amanah, religius, dan bertanggung jawab tidak menajdi perhatian dalam sistem pendidikan saat ini. Inilah gambaran kapitalisasi pendidikan yang terjadi di negeri ini. 

Sesungguhnya, semua permasalahan yang terjadi di negeri ini, khususnya korupsi adalah akibat penerapan sistem kapitalisme yang mampu merusak pola pikir manusia itu sendiri, sehingga manusia hanya rakus akan kekayaan. Halal haram bukan lagi menjadi tolak ukur dalam melakukan perbuatan. Bagi mereka, apa pun bisa dilakukan selama mendapat keuntungan sebesar-besarnya, termasuk melakukan tindak korupsi. 

Di sisi lain, pemberantasan korupsi di negeri ini sangat lemah. Bahkan, penerapan sistem politik yang diatur oleh sistem saat ini adalah politik transaksional yang berbasis modal dan tampuk kekuasaan. Ini hanya bisa dimiliki oleh orang-orang bermodal besar. Modal ini digunakan untuk membeli kursi, melakukan kampanye, dan sejenisnya. Sehingga, para pejabat terpilih bukan karena profesionalitas namun karena besarnya modal yang ia keluarkan. Akhirnya, kekuasaan hanya digunakan sebagai jalan meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Dengan demikian, korupsi menjadi penyakit kronis dalam pemerintahan saat ini. Sungguh, penerapan sistem kapitalisme di negeri ini merupakan akar dari persoalan maraknya koruptor produk institusi pendidikan. 

Berbeda dengan penerapan aturan Islam secara sempurna di bawah institusi khilafah. Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas kurikulum pendidikan, juga dalam bidang kehidupan lain yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti sosial, ekonomi, politik, sanksi, dan sebagainya. Semua dilandaskan pada akidah Islam. Artinya, khilafah akan menerapkan aspek kehidupan hanya dengan aturan Islam. 

Pendidikan yang diterapkan khilafah bertujuan untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam dengan pola pikir dan pola sikap Islam. Dengan demikian, ilmu agama akan menjadi prioritas utama dalam pendidikan Islam. Sebab, pemahaman terhadap Islam akan membentuk generasi yang memiliki kesadaran hubungan dirinya dengan Allah. 

Pendidikan Islam tidak berorientasi pada materi yang hanya menjadikan generasi sibuk memperkaya diri sendiri dan bersikap individualis tanpa memperhatikan kemanfaatan ilmu bagi umat dan Islam. Generasi yang dididik dengan sistem pendidikan Islam akan banyak mengontribusikan ilmunya untuk kemaslahatan umat manusia dan memberikan kebaikan pada dunia sebagai perwujudan rahmatan lil alamin. 

Sistem politik khilafah yang berjalan juga akan menutup celah terjadinya korupsi. Sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan individu per individu. Islam mensyariatkan bahwa kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan, tidak hanya di hadapan manusia di dunia, tetapi juga di hadapan Allah Swt. di akhirat nanti. 

Dengan demikian, pemimpin atau pejabat yang terpilih adalah orang yang amanah, profesional, dan bertanggung jawab. Pun ketika dia menjalankan tugasnya, dia akan senantiasa berupaya optimal agar sesuai dengan syariat. 

Selain itu, negara Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas yang mampu mencegah terjadinya korupsi secara tuntas. Penerapan sanksi Islam akan memberikan fungsi jawabir, yakni pelaku dosanya telah ditebus. Selain itu juga akan memberi efek zawajir yakni efek jera bagi pelaku dan pencegah di masyarakat. 

Dengan demikian, jalan satu-satunya untuk memberantas korupsi adalah mengganti sistem yang rusak ini dengan sistem khilafah yang akan menjamin penerapan syariat Allah karena Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. 

Wallahu a’lam di shawwab.

Oleh: Hamsia 
(Pegiat Opini) 

Selasa, 19 Desember 2023

Perundungan Terus Terjadi, Ada Apa dengan Pendidikan Negeri?



Tinta Media - Perundungan dan kekerasan di antara sesama teman sekolah masih saja terus terjadi, tidak sedikit kasus yang berulang di berbagai sekolah negeri. Baik itu sekolah dasar, menengah, ataupun sekolah menengah atas, juga di Perguruan tinggi. Dan ini hal yang lumrah terjadi dalam sistem kapitalis. Ketika kebebasan berekspresi menjadi salah satu pendukung terkuatnya. 

Seperti yang terjadi di Medan, polisi akhirnya menangkap satu orang lagi pelaku bullying dan penganiayaan terhadap siswa MAN 1 Medan, berinisial MH  14 th. Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fatir Mustafa, mengatakan, pelaku yang diamankan ini bernama Ahmad, seorang mahasiswa. Satu pelaku lagi sudah kita amankan, namanya Ahmad (mahasiswa), kata Fatir kepada Tribune Medan, Selasa 28/11/2023. 

Petugas telah mengamankan dua orang pelaku, sebelumnya polisi juga telah menangkap pelaku berinisial MAS (14th) yang merupakan teman sekolah korban. Jadi total pelaku ada empat orang, status nya semua tersangka. Dan polisi masih mengejar dua pelaku lainnya.


Dosa Besar Pendidikan 

Dari berbagai kasus bullying yang terjadi, seharusnya membuka mata kita bahwa ini bukan sekedar kasus biasa, tapi ini sudah menjadi kasus atau kejadian luar biasa, apalagi kasus bullying ini sampai memakan korban, seperti yang terjadi pada siswa Sekolah Dasar di bekasi, berinisial F (12), yang menjadi korban bullying hingga meninggal. 

Kementerian PPPA yang diwakili plt Asisten Deputi bidang pelayanan anak yang memerlukan perlindungan khusus ( AMPK ), Atwirlany Ritonga, beserta staf turut melayat ke rumah duka. Dan memberikan penguatan kepada orang tua dan keluarga besar yang ditinggalkan, (Jumat , 8/12/2023). 

Miris, kita menyekolahkan anak kita supaya mendapatkan pendidikan, bukan untuk menjadi korban ataupun pelaku dari perundungan atau bullying, namun kenyataannya saat ini, anak tidak mendapatkan tempat yang aman baik itu di sekolah ataupun lingkungan sekitar rumah. 

Meskipun sudah dibentuk satgas di berbagai satuan pendidikan, nyatanya hingga saat ini kasus bullying belum berhenti, layanan sahabat perempuan dan anak (SAPA 129) adalah salah satu upaya yang di lakukan oleh lembaga satuan Pendidikan, yang melakukan pendampingan terhadap korban dan keluarganya, juga melakukan koordinasi dengan polres setempat, untuk memastikan proses hukum terus berjalan. 

Mengapa Masih Terjadi? 

Hal ini menunjukkan adanya kesalahan cara pandang kehidupan, dan akar masalah persoalan, cara pandang hidup saat ini dipengaruhi oleh sistem yang jauh dari fitrah manusia sebagai seorang hamba, hamba yang diciptakan oleh sang Maha pengatur yaitu Allah SWT, saat ini diganti oleh cara pandang hidup dalam sistem tidak memanusiakan manusia, kebebasan berekspresi menjadi salah satu penunjangnya, seorang anak atau siswa-siswi mereka bebas melakukan hal apa pun yang mereka sukai meskipun melanggar aturan. 

Faktor penunjang lain saat ini adalah gadget dan juga tayangan yang tidak mendidik, yang menjadi tuntunan, mereka bisa meniru dan mengakses video-video kekerasan yang di perankan dalam game online, yang sangat mempengaruhi mindset anak, emosi yang tidak terkontrol dan siapa saja yang ada di sekitarnya bisa menjadi sasaran pelampiasannya. Termasuk kepada teman yang dianggap lemah dan tak berdaya. 

Dan yang lebih parah lagi, kesenjangan di antara murid lama dan murid baru seakan menjadi rantai bullying yang tidak pernah putus di sekolah, mereka siswa senior bebas melakukan apa pun terhadap juniornya, termasuk melakukan tindakan kekerasan fatal, dan itu akan di lakukan oleh siswa yang mendapatkan hal tersebut kepada siswa baru ke bawah nya. Inilah yang seharusnya diputus, peran sekolah, guru dan orang tua harus menghentikan kebiasaan buruk yang terjadi di lingkungan sekolah. Juga penerapan sanksi tegas yang di lakukan pihak sekolah yang masih membiarkan hal tersebut terus terjadi. 

Buruknya Sistem Pendidikan Sekuler 

Sekularisme merupakan faktor yang menyebabkan rusaknya generasi, akidah yang seharusnya menjadi pokok dan pembentukan karakter tidak diterapkan, saat ini agama hanya di jadikan sebagai aktivitas ritual saja, yang mengatur hubungan antara dirinya dan Tuhan-nya, sedangkan kehidupan lainnya tidak diatur. 

Sistem pendidikan saat ini hanya berupa transfer ilmu, anak tidak diberikan pendidikan akidah yang menjadi pondasi pokok, output pendidikan hanya pada lulusan akademis yang bisa menghasilkan uang, bukan pada pendidikan karakter yang memanusiakan manusia, dan peduli terhadap sesama, generasi semacam ini banyak di temukan dalam sistem saat ini. Bahkan mereka tidak mengetahui tujuan mereka hidup dan di ciptakan oleh Allah SWT. 

Pendidikan Islam yang Terbaik 

Sedangkan pendidikan di dalam Islam, Islam memiliki sistem pendidikan terbaik, berasaskan akidah Islam, akidah merupakan pondasi yang di bangun sejak dini, mereka di ajak untuk mengenali dirinya sendiri, untuk apa dia hidup dan akan kemana setelah kehidupan, yang meyakini adanya hari pembalasan. 

Dengan keyakinan tersebut maka akan mencegah adanya kejahatan, karena mereka yakin bahwa setiap perbuatan akan di hisab dan di minta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Dengan demikian segala bentuk perbuatan baik itu perundungan atau bullying tidak akan terjadi, karena negara pun  akan senantiasa mengawasi dan menindak setiap pelanggaran yang di lakukan oleh siapa pun baik itu pelajar, mahasiswa ataupun masyarakat umum. Dan semua itu bisa terwujud hanya di dalam sistem Islam, yaitu Islam yang di terapkan dalam sebuah negara yaitu khilafah a'laa minhajjin nubuwwah.
Wallahu'alam bishowab 

Oleh : Ummu Ghifa 
Sahabat Tinta Media

Selasa, 12 Desember 2023

Mampukah Kurikulum Baru Mengatasi Stres Guru?


Tinta Media - Keterkejutan Presiden Jokowi terhadap tingkat stres guru disampaikan pada acara peringatan ulang tahun ke-78 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Presiden mengungkap hasil penelitian lembaga riset internasional, RAND Corporation bahwa stres para guru disebabkan perilaku siswa, perubahan kurikulum, dan perkembangan teknologi. Jika memang karena perilaku siswa, bukankah memang tugas guru mendidik siswa agar berperilaku baik? Mestinya pemerintah membuat kurikulum yang membantu guru agar terwujud siswa berkepribadian Islam dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

Alih-alih membantu, kurikulum yang sering berubah justru menjadi beban guru. Ketika para guru memahami dan menerapkan satu kurikulum, sudah diganti dengan yang baru seiring pergantian menteri pendidikan. Jadi, wajar jika guru stres dengan seringnya perubahan kurikulum.

Untuk mengatasi masalah ini, Mendikbudristek Nadiem membuat kurikulum merdeka yang dianggapnya lebih sederhana dibanding kurikulum sebelumnya. Namun, apakah penyederhanaan semacam ini yang dibutuhkan? Faktanya, banyak guru mengeluh beratnya pembelajaran yang berpusat pada siswa, namun tidak didukung oleh sistem yang baik. Ini membuktikan ketidakmampuan negara menyelesaikan masalah guru.

Perubahan Kurikulum

Menurut Jokowi, kurikulum pendidikan harus berubah seiring perkembangan teknologi, agar guru bisa terus beradaptasi. Harusnya bukan sekadar perubahan kurikulum, tapi peran negara dalam memfasilitasi guru, memanfaatkan perkembangan teknologi dengan pelatihan yang maksimal. Untuk itu, dibutuhkan kurikulum dengan tujuan yang jelas.

Tidak cukup tujuan kurikulum, tapi juga metode pembelajaran yang tegas guna mewujudkan siswa berkepribadian Islam. Butuh dorongan konsistensi pendidik untuk membekali siswa dengan ilmu tsaqafah Islam dan pengetahuan umum maupun keahlian, hingga menghasilkan kecakapan hidup. Jadi, sesering apa pun perubahan kurikulum yang salah, maka tidak akan ada hasilnya.

Penyebab Stres

Jika ditelisik, stres para guru tidak hanya pada sering berubahnya kurikulum, tapi juga berbagai tuntutan. Guru dituntut kreatif dalam mendidik siswa. Di sisi lain, siswa disuguhi berbagai pemikiran sekuler kapitalis yang liberal. Ini berakibat maraknya kasus bullying, kriminalitas siswa, pergaulan bebas, hingga narkoba. Belum lagi wali murid yang menuntut guru yang berusaha mendidik dan mengarahkan siswanya ternyata justru dianggap melanggar HAM. Kondisi ini membuat posisi guru serba sulit hingga stres. Beratnya upaya guru di sekolah dalam mendidik siswa, justru dipudarkan keluarga dan masyarakat. Tenaga dan pikiran guru terkuras untuk memenuhi kebutuhan para kapitalis yang menjadikan pendidikan sebagai penghasil cuan. Maka, guru tidak butuh kurikulum baru yang biasa.

Kurikulum Pendidikan Sahih

Berbagai kurikulum pendidikan dijalankan di Indonesia, namun belum memberi hasil nyata. Guru dan siswa butuh kurikulum sahih yang mampu menjawab berbagai persoalan dengan masifnya perkembangan teknologi. Guru dan siswa akan mampu mengendalikan teknologi untuk kemaslahatan umat, bukan sebagai budaknya.

Inilah urgensi diterapkannya kurikulum pendidikan yang sahih. Kurikulum yang memiliki tujuan, metode pembelajaran, hingga peran negara sahih yang mampu menyelenggarakan pendidikan dengan baik, menjadikan teknologi untuk meringankan guru. Sejatinya Allah berfirman dalam QS. An-Nahl: 125. Dalam ayat tersebut, Allah minta manusia menuju jalan yang benar dengan cara yang baik sesuai tuntunan Islam. Meraih pendidikan dengan benar, bijak, dan pengajaran yang baik untuk mendapat ilmu. Allah lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk.

Kurikulum ini hanya kompatibel dengan sistem pemerintahan Islam yang akan mendorong guru berbuat yang terbaik, tanpa keluhan apalagi stres. Guru paham yang dikerjakan adalah tugas mulia membawa kebaikan akhirat. Allahu a’lam bish showab.

 Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi

Kamis, 16 November 2023

Pembukaan SMK Jurusan Gim Dinilai Ikuti Selera Pasar


 
Tinta Media - Pembukaan SMK jurusan pengembangan gim dinilai Pengamat Pendidikan dan Isu Generasi Yusriana cenderung mengikuti selera pasar.
 
“Nampak sekali pendidikan di masa kini cenderung mengikuti selera pasar. Melihat peluang mana yang sedang naik daun atau menggiurkan dalam menghasilkan cuan, maka itulah yang akan dipenuhi oleh dunia pendidikan saat ini,” ungkapnya kepada Tinta Media, Selasa (14/11/2023).
 
Ia menyesalkan, orientasi pendidikan bersifat materi sehingga memposisikan output pendidikan sebagai penunjang mesin industri atau bahkan menjadi mesin industri itu sendiri.
 
“Hal ini tentu tidak lepas dari pengaruh sistem kapitalisme di mana materi menjadi tujuan. Dan kebahagiaan diukur dengan mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. Jadi pendidikan itu diarahkan agar outputnya bisa menghasilkan cuan,” bebernya.
 
Oleh karena itu, lanjutnya, output pendidikan diperdaya oleh permainan industri dalam kapitalisme agar bisa menopang ekonomi negara.
 
“Ini akan mengalihkan potensi utama generasi sebagai agent of change dan juga sebagai ilmuwan yang bisa memberikan manfaat yang banyak bagi umat,” kritiknya.
 
Menurutnya, dalam sistem kapitalisme terjadi campur aduk antara pola pendidikan dan perekonomian negara, sehingga pola pendidikan dikendalikan oleh kepentingan ekonomi yang notabene adalah para kapitalis.
 
“Ini masalah! Seharusnya dipisahkan antara sistem pendidikan yang ideal dengan membangun perekonomian negara yang stabil,” tukasnya.

SMK jurusan pengembangan gim ini dibuka untuk menunjang program pemerintah tentang Percepatan Pengembangan Industri Game Nasional.
 
Islam
 
Ia membandingkan, bahwa Islam memiliki pola tersendiri terkait kebijakan sistem pendidikan dan sistem ekonomi. Meski demikian, tegasnya, keduanya wajib berlandaskan akidah Islam.
 
“Islam mengatur agar output pendidikan itu memiliki kepribadian Islam yang baik, menjadi fakih dalam agama, dan memiliki skill kehidupan yang baik yaitu sains dan teknologi,” terangnya.
 
Ia memberikan contoh, bagaimana output pendidikan Islam di masa peradaban gemilang yang melahirkan para ulama sekaligus ilmuwan.
 
“Ibnu Sina menguasai bahasa Arab, geometri, fisika, logika, ilmu hukum Islam, teologi dan kedokteran. Ibnu Rusdi menguasai ilmu fikih, ilmu kalam, sastra Arab, matematika, fisika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Penemuan ilmuwan muslim itu sangat bermanfaat bahkan menjadi rujukan dunia sampai saat ini,” bangganya.
 
Sistem pendidikan tersebut, ucapnya, tidak mencampuradukkan dengan kebijakan ekonomi yang materialistik.
 
 “Di dalam Islam output pendidikan fokus untuk memberikan manfaat bagi umat dan menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia,” tegasnya.
 
 Menurutnya, ekonomi negara tidak bertumpu pada output pendidikan dalam menghasilkan cuan, karena sistem ekonomi dalam Islam itu sangat jelas pemasukan dan pengeluarannya yang diatur melalui Baitul Mal.
 
“Jadi pemasukan negara itu ada dari fai’, kharaj, jizyah, harta milik umum, juga dari zakat. Sementara pos pengeluarannya sudah diatur berdasarkan pos pemasukan,” terangnya.
 
Untuk dana pendidikan, jelasnya, itu sudah di backup oleh negara, bukan pendidikan yang menopang ekonomi negara. Sebaliknya negara membiayai seluruh kebutuhan pendidikan agar bisa memfasilitasi pendidikan yang berkualitas dan menghasilkan output yang berkualitas juga.
 
“Jadi masing-masing memiliki sistem pengaturan yang unik yang berbeda dengan pengaturan yang terjadi saat ini. Inilah keunggulan sistem Islam yang tentunya sistem yang diberkahi oleh Allah Swt.,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Sabtu, 07 Oktober 2023

Puluhan Pelajar Tingkat Menengah Tidak Bisa Baca Tulis, Apa yang Salah?

Tinta Media - Ditemukan sebanyak 21 pelajar  tidak bisa membaca, menulis, hingga membedakan abjad dari hasil asessment kognitif  peserta didik baru SMPN 11 Kota Kupang yang dilakukan pada bulan Juni 2023. Seharusnya, kemampuan memahami bacaan maupun membedakan abjad sudah diperoleh saat masih menduduki bangku kelas 1 dan 2 sekolah dasar (SD) atau kategori fase A, yaitu dalam konsep Merdeka Belajar. Idealnya, pelajar yang berada di SMP seharusnya memahami mata pelajaran yang diberikan guru. Sebab, dalam ranah ini, kemampuan siswa untuk memahami sesuatu sudah cukup mumpuni. (Tribunflores.com, 10/08/2023)

Hal ini tidak hanya terjadi di wilayah timur, tapi juga terjadi di pulau Jawa yang merupakan pusat pemerintahan. Diketahui, sebanyak 32 anak belum bisa membaca dan menulis di SMP 1 Mangunjaya, Pangandaran. Temuan ini berawal saat kepala sekolah SMP tersebut membuat sebuah program terkait gerakan literasi sekolah. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. (Kompas.com, 04/08/2023)

Diduga, pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab puluhan siswa itu tidak lancar membaca. Proses belajar mengajar dengan sistem daring atau tidak tatap muka membuat siswa kurang menguasai materi pelajaran. Kebijakan yang dibuat saat pandemi belum mampu mengakselerasi kualitas pendidikan. Pembelajaran secara daring justru membuat diskriminasi pendidikan. Lagi-lagi hanya mereka yang punya uang yang bisa sekolah. Pandemi telah memperlihatkan sampai di mana keberhasilan pendidikan negeri ini. 

Pembelajaran secara daring yang dilakukan selama pandemi, terasa bagai buah simalakama. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menuturkan, bermigrasinya aktivitas ke media komunikasi daring selama pandemi juga meningkatkan paparan konten negatif ke pengguna internet. Salah satu penyebab banyak warganet yang terpapar konten negatif yang menyesatkan, karena massifnya penggunaan teknologi komunikasi digital sebagai dampak dari pandemi Covid-19. (Liputan6.com) 

Namun, faktanya di sisi lain, konten negatif terus diproduksi secara bebas tanpa proteksi yang ketat dari pemerintah. Maka, menjadi wajar jika media saat ini makin kental dengan aroma negatif, terlebih di masa pandemi. 

Sistem kapitalisme sekuler tak akan mampu membendung arus konten negatif. Sistem ini hanya fokus pada keuntungan semata tanpa melihat efek negatif bagi masyarakat, terlebih para generasi, hingga dapat kita rasakan dampaknya bagi dunia pendidikan sekarang, bagaimana potret generasinya. Banyak generasi di usia pelajar yang terjerat dalam berbagai kasus, seperti kekerasan, bullying, pelecehan, judi online, sampai pada kasus pembunuhan. Astaghfirullah!

Nah. Bagaimana gambaran pendidikan dalam penerapan syariat Islam? Kala Islam berjaya selama lebih dari 3 abad, banyak bukti kegemilanagan dari peradaban Islam. Majunya kekhilafahan dalam bidang pendidikan termaktub dalam kisah di Andalusia atau yang sekarang terkenal dengan negeri Spanyol. 

Andalusia pada saat itu berusaha sekuat tenaga menjadikan masyarakat terbebas dari buta huruf. Bahkan, petani dan anak-anak muslim bisa membaca dan menulis. Dalam buku "The Moorish Civilization in Spain" karya Joseph McCabe halaman 85 digambarkan bahwa saat itu di Andalusia merupakan sebuah aib ketika ada petani muslim yang tidak bisa membaca dan menulis. 

Sedangkan di zaman yang sama, raja-raja Eropa tidak mampu menulis namanya sendiri. Kejayaan Islam yang melahirkan ilmu pengetahuan mendorong orang-orang dari negara lain di Eropa datang ke Andalusia. Bahkan, raja Inggris George II mengirim surat kepada pemimpin kaum muslimin, Khalifah Hisyam III Rahimahullah untuk mengizinkan para pemuda Eropa menimba ilmu di daulah khilafah. 

Tak hanya raja George II, tetapi juga banyak raja lain yang silau dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di negeri Khilafah. Lalu, mereka mengirimkan wakil terbaiknya untuk bersekolah di sana. 

Itulah bukti kejayaan Islam. Ketika kaum muslimin menerapkan Islam secara kaaffah di bawah naungan khilafah, Islam tak hanya sekadar agama, tetapi juga ideologi yang terpancar darinya aturan-aturan yang menyeluruh dan paripurna untuk mengatur setiap sendi kehidupan manusia. Hal ini termasuk dalam aturan politik, pemerintahan, ekonomi, hingga pendidikan. 

Dalam bidang pendidikan, khilafah memiliki sistem pendidikan yang visioner sejak level dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Landasannya bersumber dari akidah Islam sehingga tercipta generasi dengan kepribadian Islam yang bertakwa kepada Allah Swt. serta yang takut akan penghisaban kelak.  

Apalagi, pendidikan dalam khilafah  bisa diakses secara cuma-cuma oleh seluruh warga daulah tanpa terkecuali. Sebab, pendidikan merupakan hak rakyat yang wajib dipenuhi negara. Selain itu, khilafah akan benar-benar memberikan fasilitas pendidikan yang memadai. 

Negara khilafah wajib menyediakan infrastruktur pendidikan yang cukup serta memadai, seperti gedung-gedung sekolah, balai-balai penelitian, laboratorium, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Sementara, seluruh pembiayaan pendidikan di negara khilafah diambil dari baitul mal, yakni dari pos fa'i dan kharaj, serta pos milkiyyah 'amah. Maka, bila kita berkaca pada kondisi hari ini, faktanya tingkat pendidikan masih sangat rendah. 

Dalam kapitalisme, angka buta huruf begitu tinggi. Sebab saat ini Islam justru dijauhkan dari pengaturan ranah publik dan hanya sebagai ibadah ritual saja. Komersialisasi pendidikan terangkum dalam kebijakan negara di dunia pendidikan saat ini. 

Hanya mereka yang beruang yang memiliki kesempatan untuk sekolah. Jika dalam kapitalisme hanya segelintir orang yang bisa bersekolah, dalam Islam, seperti di seperti Andalusia, buta huruf justru menjadi aib. Hal itu terwujud manakala negara menerapkan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. 
Wallaahu a'lam bish shawwab.

Oleh: Nia Umma Zhafran
Sahabat Tinta Media

Jumat, 06 Oktober 2023

IJM: Sekolah dan Orang Tua Memiliki Peran Menghentikan Bullying

Tinta Media - Menyoroti kasus bullying anak yang semakin marak akhir-akhir ini, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan, sekolah dan orang tua memiliki peranan yang penting untuk menghentikan bullying itu.

"Sekolah dan orang tua memiliki peranan yang penting untuk menghentikan bullying itu," tuturnya dalam video: Selamatkan Putra-Putri Anda Dari Bullying, Selasa (3/10/2023) di kanal Youtube Justice Monitor.

Agung menambahkan, orang tua yang membayar sekolahnya, orang tua juga yang bertanggung jawab karena itu adalah anak mereka. Guru bertanggung jawab karena itu murid dari orang tua yang dititipkan ke sekolah.

 "Jadi perlunya kerja sama dua pihak ini orang tua dan guru termasuk dalamnya sekolah," tandasnya.

Menurut Agung, edukasi soal perundungan juga perlu untuk menekankan bedanya bercanda yang bikin senang atau sebaliknya justru membuat korban tertekan.

 Negara, ucapnya, harus mendukung penuh atas kondisi ketakwaan masyarakat. Media apapun jika menjadi sarana terbentuknya karakter perundung harus cepat dihilangkan, sekaligus dipandang menguntungkan secara ekonomi.

"Pelakunya harus diberi sanksi baik penyebar konten kekerasan ataupun pelaku perundungan sebab keduanya telah melanggar syariah Islam," tutupnya.[] Muhammad Nur

Kamis, 05 Oktober 2023

Maraknya Pungutan Pendidikan



Tinta Media - Sobat. Maraknya pungutan pendidikan di Negara ini karena persoalan mendasar dunia pendidikan kita bukan lagi menjadi kewajiban Negara untuk mencerdaskan anak bangsa namun politik pendidikan  dan pembiayaan pendidikan sudah berbasis kapitalisasi dunia pendidikan. Harusnya Negara melindungi dan mengayomi sekarang berubah menjadi makelar  menjadikan dunia pendidikan menjadi ladang bisnis untuk mengeruk kekayaan.

Sobat. Untuk menjadi kepala sekolah negeri maka harus membayar upeti ke kepala dinas atau kacabdin, untuk menjadi kepala dinas atau kacabdin harus memberikan upeti kepada pimpinan daerah bupati/wali kota ataupun gubernur. Bahkan untuk mendapat dana bantuan hibah dari pusat maka harus punya orang dalam atau mincing agar bisa segera bisa cair dan ini sudah menjadi rahasia umum di negeri ini. Akibatnya ketika menjadi kepala sekolah berpikirnya juga harus balik modal selama menjabat dan harus lebih untung. 

Sobat. Para pimpinan daerah ketika pemilu hanya melontarkan janji-janji manis bahwa sekolah gratis di semua tingkatan, begitu jadi, lupa akan janjinya, kalau toh memenuhi dengan cara menekan bawahannya  untuk mengusahakan tanpa menyediakan anggaran belanja yang memadai akibatnya bawahan atau kepala sekolah juga bingung sehingga anggaran pendidikan juga dibebankan kepada para wali siswa.

Sobat. Keberadaan Undang-undang dasar, Undang-undang dan Peraturan menteri pun dibuat namun karena tidak ada sosialisasi dan edukasi yang memadai alih-alih diterapkan malah dilanggar pula. Hukum tidak bertaji jika terkait dengan kekuasaan namun jika ke bawah ( rakyat jelata ) nampak begitu tajam. 

Sebagai  contoh  mengenai  komite sekolah  ada aturannya yang jelas, namun mungkin tidak pernah disosialisasikan atau edukasi oleh pihak terkait masyarakat bahkan banyak sekolah belum paham dan tidak bisa menerapkan dengan benar yang tidak jarang komite sekolah dipakai sebagai legitimasi oleh sekolah untuk menarik pungutan pendidikan.  Permendikbud 75 Tahun 2016 Tentang 

Komite Sekolah mengatur tentang apa itu Komite Sekolah, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tugas Komite Sekolah adalah:
a. memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan;
b. menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif;
c. mengawasi pelayanan pendidikan di Sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat serta hasil pengamatan Komite Sekolah atas kinerja Sekolah;

2. Siapa saja dan bagaimanakah unsur anggota Komite Sekolah:
a. orangtua/wali dari siswa yang masih aktif pada Sekolah yang bersangkutan;
b. tokoh masyarakat;
c. pakar pendidikan;

3. Siapa yang dilarang atau tidak boleh menjadi anggota Komite Sekolah?. Anggota Komite Sekolah tidak dapat berasal dari unsur:
a. pendidik dan tenaga kependidikan dari Sekolah yang bersangkutan;
b. penyelenggara Sekolah yang bersangkutan;
c. pemerintah desa;
d. forum koordinasi pimpinan kecamatan;
e. forum koordinasi pimpinan daerah;
f. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan/atau
g. pejabat pemerintah/pemerintah daerah yang membidangi pendidikan.

4. Siapa yang menetapkan Komite Sekolah?. Anggota Komite Sekolah ditetapkan oleh kepala Sekolah yang bersangkutan;

5. Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan;

6. Sumbangan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan;

7. Pungutan Pendidikan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan;

8. Hasil penggalangan dana Komite Sekolah dibukukan pada rekening bersama antara Komite Sekolah dan Sekolah;

9. Hasil penggalangan dana Komite Sekolah dapat digunakan antara lain untuk:
a. menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan;
b. pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu Sekolah yang tidak dianggarkan;
c. pengembangan sarana prasarana; dan
d. pembiayaan kegiatan operasional Komite Sekolah lakukan secara wajar dan harus dipertanggungjawabkan secara transparan;

10. Komite Sekolah dilarang menggalang dari apa saja?. Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan tidak boleh bersumber dari:
a. Perusahaan rokok dan/atau lembaga yang menggunakan merek dagang, logo, semboyan dan/atau warna yang dapat diasosiasikan sebagai ciri khas perusahaan rokok;
b. Perusahaan minuman beralkohol dan/atau lembaga yang menggunakan merek dagang, logo, semboyan, dan/atau warna yang dapat diasosiasikan sebagai ciri khas perusahaan minuman beralkohol; dan/atau
c. Partai Politik.

Sobat. Dalam Islam, pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban.

Sobat. Di dunia Islam, khususnya pada zaman klasik (abad ke-7 hingga 13 M), kesadaran untuk mengeluarkan biaya yang besar untuk kegiatan pendidikan sesungguhnya sudah pula terjadi. Namun berbeda motif dan tujuannya dengan motif dan tujuan yang dilakukan negara-negara maju sebagaimana tersebut di atas.

Sobat. Di zaman klasik atau kejayaan Islam, motif dan tujuan pengeluaran biaya pendidikan yang besar bukan untuk mencari keuntungan yang bersifat material atau komersial, melainkan semata-mata untuk memajukan umat manusia, dengan cara memajukan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradabannya.
 
Sobat. Salah satu contoh kecil perhatian pemerintah Islam dalam pendidikan adalah ketika khalifah Harun al-Rasyid membuat keputusan: “barang siapa di antara kalian yang secara rutin mengumandangkan adzan di wilayah kalian, maka catatlah pemberian hadiah sebesar 1000 dinar. Siapapun yang menghafal al-qur’an, tekun menuntut ilmu, dan rajin meramaikan majelis-majelis ilmu dan tempat pendidikan adalah berhak memperoleh 1000 dinar. Siapa saja yang menghafal al-Qur’an, meriwayatkan hadist, mendalami ilmu syariat Islam adalah berhak atas pemberian 1000 dinar.

Sobat. Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Sejak abad IV H para khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan.

Sobat. Setiap perguruan tinggi itu dilengkapi dengan “Diwan” (auditorium), asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan.

Sobat. Di antara perguruan tinggi terpenting adalah Madrasah Nizhamiyah dan Madrasah Al-Mustanshiriyah di Baghdad, Madrasah Al-Nuriyah di Damaskus, serta Madrasah An-Nashiriyah di Kairo. Madrasah Mustanshiriyah didirikan oleh Khalifah Al-Mustanshir pada abad VI H dengan fasilitas yang lengkap. Selain memiliki auditorium dan perpustakaan, lembaga ini juga dilengkapi pemandian dan rumah sakit yang dokternya selalu siap di tempat.

Sobat. Dalam Politik Pendidikan Islam adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa Islami. Seluruh mata pelajaran disusun berdasar strategi dasar strategi tersebut. Adapun pengajaran hal-hal  yang dibutuhkan manusia  dalam kehidupannya merupakan kewajiban Negara yang harus terpenuhi bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Negara wajib menyediakannya untuk seluruh warga dengan Cuma-Cuma. Dan kesempatan pendidikan tinggi secara Cuma-Cuma  dibuka seluas mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 
( Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Pakar Pendidikan Islam )

Rabu, 13 September 2023

Anggaran Besar, Kualitas Pendidikan Meningkat?

Tinta Media - Kualitas pendidikan menjadi tolok ukur sumber daya manusia di suatu negara. Di tahun 2023 ini, Indonesia berada di peringkat 67 di antara 209 negara di seluruh dunia. Masih sama dengan tahun sebelumnya, tidak ada peningkatan dalam kualitas pendidikan di Indonesia.

Indikator penilaian kualitas pendidikan adalah jumlah lulusan di tiap jenjang pendidikan. Untuk tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, Indonesia memiliki angka kelulusan di atas 90%. Sedangkan di tingkat perguruan tinggi, Indonesia hanya memiliki kelulusan 19% dari jumlah penduduk yang seharusnya menempuh pendidikan tinggi. Hal ini terbukti, dari kisaran angka 20 juta siswa lulusan  sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan, hanya ada 7,8 juta siswa yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Maka pantas jika angka kelulusan perguruan tinggi sangat rendah.

Biaya Mahal, Pendidikan Tinggi Tak Terjangkau

Pemerintah telah menganggarkan 20% dari APBN tahun 2023 untuk biaya pendidikan. Anggaran biaya pendidikan tertinggi dalam sejarah Indonesia yaitu 612,2 triliun. Tetapi belum mampu juga tampak perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia.

Kartu Indonesia Pintar yang diperuntukkan 900 juta lebih mahasiswa, tidak memadai untuk menyelesaikan rendahnya angka kelulusan perguruan tinggi. Karena dari 20 juta orang yang berhak mengenyam pendidikan tinggi gratis, hanya 900 ribu orang sebagai penerima beasiswa. Beberapa perguruan tinggi negeri sejak diberi otonomi, berubah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum, semakin mempersulit rakyat miskin mengenyam pendidikan tinggi. Biaya kuliah semakin mahal, porsi bangku kuliah bagi calon mahasiswa dengan orang tua  berpenghasilan rendah juga diperkecil. Sebaliknya, porsi seleksi masuknya mahasiswa melalui jalur mandiri semakin diperbesar menjadi 50% dari total mahasiswa baru.

Meskipun pemerintah terus menghitung telah banyak mengeluarkan uang untuk anggaran pendidikan, jelas tidak menyelesaikan permasalahan pendidikan dari akarnya. Pendidikan tetap saja mahal, kualitasnya pun masih terseok seok.

Akar masalah dari pendidikan bukan semata pada anggaran pendidikan. Kesalahan menetapkan visi pendidikan berakibat fatal pada semua aspek yang ada di dunia pendidikan. Mencetak anak didik agar sesuai dengan kehendak pasar adalah visi misi pendidikan yang ditanamkan para kapitalis penjajah. Dengan visi misi tersebut, kita lihat bagaimana hasil pendidikan kita. Karakter yang kuat tak terbentuk, menjadi generasi yang cerdas juga masih jauh dari harapan.

Pendidikan Berkualitas Hanya Dengan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian Islam. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik kepribadiannya. Dalam al Quran dinashkan bahwa orang yang paling takut kepada Allah adalah para ulama, sosok yang memiliki ilmu. Seorang yang berilmu ditinggikan derajatnya oleh Allah. Bukan semata karena kecerdasannya dalam mendalami ilmu, tetapi karena dengan ilmunya dia memberi manfaat kepada umat manusia. Memecahkan, mempermudah persoalan hidup manusia dan menjadikan manusia semakin dekat dengan Rabb-Nya.

Negara menjalankan amanah sebagai pelaksana syariat. Islam mewajibkan setiap individu muslim mencari ilmu. Dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan umum masyarakat. Merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya dengan maksimal, bukan dengan ala kadarnya. Anggaran yang dikeluarkan untuk pendidikan, jelas bukan dari pajak. Karena penarikan pajak diharamkan dalam Islam.

Selain kekayaan yang memang menjadi porsi kepemilikan bagi negara, seperti jizyah, ganimah, fai’ dan sumber lainnya, negara memiliki kewenangan mengelola kepemilikan umum. Sumber daya alam yang melimpah adalah milik rakyat, haram diserahkan kepada individu atau swasta. Kepemilikan umum dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Termasuk di dalamnya untuk membiayai pendidikan rakyat.

Hal ini telah dilakukan sejak Rasulullah mendirikan Negara Islam di Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaurrasidin dan para khalifah sesudahnya. Para khalifah menggaji guru dengan angka fantastis, membangun fasilitas pendidikan yang sangat memadai, dan membuka pintu pendidikan seluas-luasnya bagi semua warga negara. Pantas bila di masa Khilafah, umat Islam menjadi umat yang diperhitungkan di dunia. Dan negaranya menjadi negara adidaya dunia.

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah

Sahabat Tinta Media

Selasa, 05 September 2023

Pendidikan Berkualitas untuk Rakyat, Hanya dalam Sistem Islam




Tinta Media - Senin, 7 Agustus 2023 telah terjadi kesepakatan kerja sama antara Pemkab Bandung dengan LLDIKTI ( Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi ) wilayah 4 Jawa barat dan Banten yang bertempat di Gedung Moch. Toha, Soreang. Hal itu dilakukan seiringan dengan kehendak bupati Bandung yakni Dadang Supriatna (DS) untuk meningkatkan kualitas pendidikan terkhusus di wilayahnya. 

Hasrat Kang DS terhadap kabupaten Bandung diantaranya ingin agar lebih banyak lagi masyarakat yang mengenyam pendidikan hingga ke tingkat perguruan tinggi. Dirinya pun sebelumnya telah membuat beberapa program yang sedang digarap dalam rangka menuju tercapainya hasrat tersebut. 

Keadaan saat ini memang sedang pelik akan kondisi hidup yang semakin hari semakin sulit. Tak terkecuali dalam segi pendidikan. Keluarga saat ini khususnya orang tua merasakan kesulitan yang amat sangat dalam membiayai pendidikan anak-anaknya, dikarenakan anggaran yang begitu mahal. Belum lagi biaya kebutuhan lainnya. Ekonomi masyarakat semakin terpuruk. 

Jika kita membicarakan terkait keadaan ekonomi masyarakat saat ini, ketimpangan sosial yang terjadi sangat riskan antara kalangan orang miskin dan orang kaya. Si miskin bahkan untuk mencari makan saja sudah kewalahan. Ia harus banting tulang sekedar untuk mendapatkan sesuap nasi bagi keluarganya. Sedangkan di sisi lain, si kaya dengan mudahnya bolak balik antar negara hanya untuk liburan semata. Orang kaya yang sering kita soroti saat ini adalah jajaran pemerintahan yang beberapa diantaranya memiliki kekayaan tak masuk akal. Jika kita tilik lebih jauh, ternyata banyak diantara anggota pemerintah yang mempunyai banyak aset dimana-mana, kantong rekening yang sangat gendut hingga kehidupannya yang begitu mewah. Sudah bukan rahasia ketika kita tahu bahwa banyak di antaranya yang melakukan korupsi. Bahkan banyak pula yang sengaja ditutup-tutupi oleh rekan sesamanya. 

Rakyat dibebani oleh berbagai biaya. Tidak hanya dalam pendidikan namun juga dalam aspek lain contohnya kesehatan. Jika dikalkulasikan, saat ini untuk menunjang pendidikan anak SD yang layak saja sudah mencapai angka berjuta-juta. Belum lagi saat SMP, SMA bahkan ke perguruan tinggi. Dengan kondisi tulang punggung keluarga yang mendapat gaji rata-rata UMR. Sangat menyedihkan ketika rakyat sudah sedemikian rupa di sengsarakan namun masih juga dibebani dengan pajak. Yang dibaliknya adalah pemerasan uang rakyat terhadap hutang-hutang negara. Rakyat di wajibkan untuk membayar pajak, sedangkan pemerintah nya sendiri banyak yang terciduk tidak membayar pajak, menunjak bahkan ada berita yang lalu adalah mengenai pegawai pajak yang tersangka kasus korupsi pajak. 

Bukankah sangat miris keadaan masyarakat saat ini yang terus dipojokkan, ibaratkan jemuran yang terus menerus di peras hingga tidak ada satu tetes air pun yang menyisa. Sungguh ironi negeri ini begitu menyesakkan dada. Rakyat pun dibuat kebingungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mengurusi satu orang keluarga saja memerlukan biaya yang besar, belum lagi memenuhi satu keluarga secara utuh. 

Mahalnya biaya pendidikan juga tak terlepas dari akibat diterapkannya sistem kapitalisme. Kapitalisasi menjangkau hampir ke seluruh aspek kehidupan. Dalam kapitalisme segala sesuatu dinilai berdasarkan materi duniawi serta melihat dari segi manfaat. Maka tak heran jika perlakuan negara terhadap rakyat ibarat pedagang dengan pembeli. Kebutuhan masyarakat termasuk pendidikan dijadikan sebagai ladang bisnis oleh negara maupun swasta. Negara memenuhi kebutuhan masyarakat namun mengambil keuntungan darinya. Itu sebabnya segala sesuatu di negeri ini senantiasa disangkutpautkan dengan uang. 

Sedangkan dalam Islam, pendidikan adalah hal yang gratis. Khilafah akan menjamin pendidikan rakyatnya dengan maksimal. Tidak membeda-bedakan antara aghniya (orang kaya) maupun dengan rakyat biasa. Tidak hanya muslim saja yang akan mendapatkan jaminan tersebut, namun non muslim yang berada dalam periayahan khilafah pun akan mendapat hal yang sama. Itulah keadilan sistem Islam jika diterapkan dalam sebuah negara.


Tak hanya itu, kesehatan dan keamanan pun dijamin oleh negara. Negara bertanggung jawab untuk menyejahterakan rakyatnya. Sebagaimana tugas seorang Khalifah dalam sebuah institusi negara Islam yakni untuk mengatur urusan umat (rakyat yang diperintahnya). Islam mengibaratkan Khalifah sebagai perisai bagi umat. Sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadist yang berasal dari Abu Hurairah Ra, bahwa nabi shalla-Llahu 'alaihi wa sallama, bersabda: 

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم] 

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Itu artinya, rakyat tidak mungkin dibuat kebingungan, ketakutan bahkan kesulitan atas kehidupannya. Sebaliknya, justru rakyat akan dijaga serta dipenuhi kebutuhannya oleh negara. 

Islam akan mengatur agar tidak terjadi ketimpangan sosial antara sesama rakyat atau bahkan jajaran pemerintah negara. 

Bukti konkret menunjukkan adanya penerapan sistem Islam dalam sebuah negara telah terjadi seper sekian abad. Kurang lebih 13 abad lamanya sistem Islam memerintah 2/3 dunia. Dan selama itu pula rakyat mendapatkan jaminan atas kesehatan, pendidikan, serta keamanannya. Contohnya dalam masa kekhalifahan Harun Al Rasyid, kota Baghdad saat itu menjadi pusat pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat sehingga banyak pula lahir darinya ilmuwan Islam yang hebat seperti imam Syafi'i. Itu semua tak dapat terelakkan bahwa sistem Islam lah yang mengatur kehidupan mereka. Banyak orang dari luar daulah Islam yang menyekolahkan anak-anaknya di dalam daulah Islam semata-mata karena di sanalah mereka mendapatkan pendidikan yang layak bahkan maksimal. Pendidikan dalam daulah Islam sendiri sudah menjadi hak bagi setiap warga yang berada dalam pemerintahannya. Masyarakat tidak perlu repot-repot memikirkan biaya pendidikan bagi mereka dan keturunan mereka karena pendidikan dalam khilafah adalah jaminan.


Khilafah akan mengelola SDA negri dengan sebaik mungkin sehingga pemasukan kas negara atau dalam Islam disebut Baitul mall akan senantiasa maujud (tersedia) serta dana tersebut nantinya akan digunakan untuk kebutuhan masyarakat. Negara Islam akan senantiasa berusaha untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya secara mandiri dan sangat menghindari hutang kepada negara lain. Masalah apapun akan diselesaikan oleh Khilafah tanpa bergantung kepada negara lain. Hanya Islam lah satu-satunya solusi bagi permasalahan masyarakat termasuk dalam hal pendidikan. Dengan itu negara Islam sudah terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya. 

Wallahua'lam bisshawab 

Oleh: Isnaeni Nur Azizah
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 02 September 2023

Pendidikan adalah Hak Warga Negara


 
Tinta Media - Intelektual Muslimah Ir. Reta Fajriah mengatakan bahwa dalam Islam, pendidikan adalah hak setiap warga.
 
"Terkait pendidikan, Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak dari setiap warga negara, dan negara berkewajiban memenuhi hak dari warga negara itu," tuturnya di program Kuntum Khairu Ummat: Marketplace Guru, Solusi Tepat Problem Pendidikan? Melalui kanal Youtube MMC, Selasa (29/08/2023 ).
 
Ia mengutip hadis riwayat Imam Bukhari, “Masing-masing kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang imam juga pemimpin dan bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.”
 
 
“Masalah pendidikan ini, adalah tanggung jawab imam. Ini merupakan tanggung jawab dari pemimpin yang nanti akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Tanggung jawab ini tidak boleh dialihkan ke pihak lain,” terangnya.
 
Ia melanjutkan, imam juga bertanggung jawab menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan, ruang-ruang sekolah serta sarana-sarananya, misalkan sarana laboratorium.
 
“Termasuk penyediaan kurikulum pendidikan. Bagaimana kurikulum itu didesain agar bisa mencapai target dari tujuan pendidikan, tidak semata-mata ingin memenuhi permintaan pasar,” imbuhnya.
 
Mahal

Dalam Islam, jelas Reta,  guru dibayar sangat mahal. Di masa Umar Bin Khattab, gaji guru itu disetarakan dengan dinar yaitu sebanyak 15 dinar. “Satu dinar itu 4,25 gram emas. Jadi kurang lebih 30 juta,” ucapnya.
 
Bahkan, lanjutnya, di masa Abbasiyah, gaji pengajar itu adalah 1000 dinar per tahun atau 3,9 miliar per tahun atau kurang lebih 325 juta per bulan.
“Gaji ulama lebih besar lagi! Ulama yang mengajarkan agama digaji 2000 dinar atau kurang lebih 650 juta per bulan. Luar biasa besar gaji yang diberikan kepada orang-orang yang mengabdikan diri untuk pendidikan,” terangnya.
 
Gaji itu, sambungnya, diambilkan dari kas Baitul mal (kas negara) yang diperoleh dari pengelolaan harta kepemilikan umum dan pos-pos pemasukan lain.
 
“Semua ini hanya bisa terlaksana ketika negaranya memang komitmen untuk menerapkan sistem pendidikan Islam yang ditunjang oleh sistem ekonomi Islam,” pungkasnya.[] Muhammad Nur

Kamis, 31 Agustus 2023

Kualitas Pendidikan Ideal Siapa yang Paling Berperan?



Tinta Media - Manusia yang sering kita sebut sebagai anak muda adalah fakta kehidupan yang akan selalu ada setiap masa, selama proses kehidupan itu sendiri masih dikehendaki oleh Sang Maha Kuasa, maka dengan adanya anak-anak, remaja, dewasa, dan Menua pasti menjadi hal yang bisa terus diperhatikan dan selalu menarik untuk di bahas. Jika ingin membahas bagaimana anak muda dari zaman ke zaman tentu ini juga sebuah objek yang seru. 

Kekinian pembahasan klasifikasi generasi muncul dari barat, seperti halnya generasi X atau milenial, gen Z, dan gen Alfa merupakan generasi-generasi yang lahir dari rentang tahun 1980an hingga sekarang dengan analisa perbedaannya perdekade. 

Pembahasan anak yang merupakan generasi akan juga berkaitan dengan pola asuh, didikan, babat bibit bobotnya. Karena memang realitasnya hal itu berpengaruh pada pola pikir dan pola sikap anak. 

Untuk itu tidak sedikit juga sebuah pengamatan terhadap perilaku anak baik tingkat usia SD, SMP, atau SMA apabila menunjukkan perilaku menyimpang, bahkan kriminalitas maka itu akan sangat dikaitkan dengan bagaimana didikannya di keluarga dan juga lingkungan, maka akan sangat di minta pertanggung jawablah disini adalah orangtua baik ayah atau ibunya. 

Ada yang lebih menekankan pada ibu, ada juga yang lebih menekankan pada Ayah, dalam artian peran keduanya dalam mendidik. 

Pembahasan anak dan juga calon generasi memang tentulah benar orangtua adalah yang paling dekat tanggung jawabnya atas segala yang muncul dari pertumbuhan anaknya fisik atau non fisik termasuk perilaku. Peran ibu sebagai sekolah pertama sangat penting dalam memberikan pengasuhan terbaiknya, seorang ayah sebagai pemimpin di rumah juga tidak kalah pentingnya. 

Namun sayangnya persoalan generasi ini seringkali berakhir pada itu saja dan tidak ada yang lain, padahal kalau kita cermati semakin mendalam, bahwa persoalan generasi adalah persoalan umum suatu peradaban. Sebuah peradaban yang berideologis maka akan sangat memperhatikan setiap anak yang lahir adalah calon generasi yang akan melanjutkan estafeta keberlangsungan peradaban. 

Peradaban yang ideologis akan memperhatikan kehidupan penduduknya dengan pandangan bahwa mereka adalah sebuah kekuatan dalam mengokohkan peradaban di masa depan. 

Apalagi jika itu adalah Islam yang difahami sebagai agama yang juga ideologi sebuah tatanan kehidupan  sangat ideal, karena sumber ilmunya berasal dari Sang Pencipta. Maka para penganutnya adalah mereka yang akan punya visi dan misi sesuai arahan Islam. 

Islam memandang persoalan generasi adalah persoalan umum bagi berdirinya peradaban yang kokoh, generasi adalah aset perbaikan di masa depan, sehingga umat Islam yang telah menjadi orang tua adalah mereka adalah yang diberi amanah yang besar untuk menjaganya, kemudian bukan hanya itu, ada peran pemimpin dalam Islam yang juga bertanggungjawab dalam mendukung tumbuh kembang generasi dengan baik termasuk perilakunya. 

Pemimpin dalam Islam adalah penanggungjawab dalam memfasilitasi sistem pendidikan terbaik bagi generasinya. Memastikan setiap anak itu terpenuhi kebutuhannya baik fisik atau non fisik, dan setiap anak harus dipastikan mendapatkan pendidikan mendasar pada pemikirannya yang mempengaruhi perilaku yaitu pendidikan akidah Islam, kemudian ilmu-ilmu yang lain akan mendukung proses pembelajarannya dalam rangka penguatan akidah. 

Karena akidah generasi yang baik adalah landasan kepribadiannya yang baik pula, dan semua itu tentu menjadi peran bersama baik orang tua, keluarga, lingkungan bahkan negara. Wallahu'alam Bishshowwab.

Oleh: Irmawati 
Pemerhati Anak dan Perempuan
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab