Kamis, 18 Januari 2024
Minggu, 14 Januari 2024
FDMPB: Gurita Judi Online karena Sistem Pendidikan Sekularisme
Sabtu, 13 Januari 2024
Maraknya Bullying Lagi dan Lagi, PR Besar Dunia Pendidikan
Tinta Media - Bullying menjadi permasalahan yang sampai saat ini belum mendapatkan penyelesaian yang membuahkan hasil. Bullying, terutama yang terjadi di dunia pendidikan, menjadi potret menyedihkan pendidikan di negeri ini.
Bahkan dengan adanya pembentukan satuan tugas (satgas) anti-bullying sekalipun
di instansi pendidikan, belum mampu menyelesaikan permasalahan bullying ini
hingga ke akarnya. Terlepas dari apakah berupa verbal bullying, physical
bullying, social bullying, maupun cyber bullying.
Maraknya bullying ini menjadi PR besar bagi dunia pendidikan
dalam mendidik dan membentuk karakter yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
Pencegahan terhadap bullying ini sangat berkaitan erat dengan pembentukan
karakter yang baik dan memegang nilai-nilai terpuji. Selama masyarakat yang
berkarakter dan nilai-nilai kemanusiaan dijunjung tinggi, maka tindakan
menyakiti orang lain berupa bullying tidak akan terjadi. Namun, dapat kita
lihat realitas saat ini bahwa orientasi dunia pendidikan belum memberikan usaha
maksimal dalam pembentukan karakter.
Orientasi dunia pendidikan saat ini justru dibawa ke arah
pemberdayaan pemuda di bidang ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
program-program magang, internship, pengembangan skill praktis yang banyak
dibutuhkan di dunia kerja, dan sebagainya. Fokus dunia pendidikan ke arah
persiapan terjun ke dunia kerja membuat orientasi pendidikan lainnya yang juga
penting menjadi terlantar yaitu pembentukan dan penanaman nilai-nilai karakter
yang kuat dan baik, serta prinsip-prinsip kebaikan. Inilah realitas pendidikan
di dalam sistem Kapitalisme yang menilai orientasi terhadap materi di atas
segalanya sehingga seluruh segmen kehidupan diarahkan untuk dapat mengejar
materi. Termasuk dalam dunia pendidikan dituntut untuk menghasilkan lulusan-lulusan
yang siap kerja.
Islam memandang orientasi pendidikan bertolak belakang
dengan pendidikan saat ini. Orientasi pendidikan di dalam Islam adalah
membentuk manusia-manusia yang berkarakter dan berkepribadian Islam. Sehingga
arah pendidikan, kurikulum, mata pelajaran, dan semua alat-alat pendidikan
disiapkan untuk membentuk dan menanamkan karakter yang memegang nilai-nilai
kebaikan Islam dan membentuk kepribadian Islam. Orientasi pendidikan ini
didukung penuh oleh negara lewat regulasi-regulasi pendidikan yang sesuai
dengan Al Quran dan As Sunnah.
Negara akan memberikan pendidikan yang gratis untuk seluruh
masyarakat karena Islam memahami bahwa pendidikan adalah kebutuhan setiap
individu. Sehingga masyarakat yang berkarakter dan berkepribadian Islam akan
terbentuk karena seluruh masyarakat dapat mengenyam pendidikan. Sistem Islam
akan dapat membentuk masyarakat madani yang tinggi adabnya dan tinggi pula
keilmuannya. Dengan begini, tindakan bullying yang melanggar nilai-nilai
kemanusiaan dapat benar-benar dihapuskan hingga ke akarnya. Semua ini
dijalankan berdasarkan Syariat Islam. Wallaahu a’lam bish shawwab.
Oleh: Fadhila Rohmah (Aktivis Muslimah)
Senin, 08 Januari 2024
Bullying Masih Terus Terjadi, Ada Apa dengan Pendidikan di Negeri ini?
Rabu, 03 Januari 2024
Refleksi 2023, Analis: Kebijakan Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan Paling Membahayakan
Selasa, 02 Januari 2024
Tikus Berdasi Produk Perguruan Tinggi Semakin Beraksi, Bukti Gagalnya Sistem Pendidikan di Negeri Ini
Selasa, 19 Desember 2023
Perundungan Terus Terjadi, Ada Apa dengan Pendidikan Negeri?
Selasa, 12 Desember 2023
Mampukah Kurikulum Baru Mengatasi Stres Guru?
Tinta Media - Keterkejutan Presiden Jokowi terhadap tingkat stres guru disampaikan pada acara peringatan ulang tahun ke-78 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Presiden mengungkap hasil penelitian lembaga riset internasional, RAND Corporation bahwa stres para guru disebabkan perilaku siswa, perubahan kurikulum, dan perkembangan teknologi. Jika memang karena perilaku siswa, bukankah memang tugas guru mendidik siswa agar berperilaku baik? Mestinya pemerintah membuat kurikulum yang membantu guru agar terwujud siswa berkepribadian Islam dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
Alih-alih membantu, kurikulum yang sering berubah justru menjadi beban guru. Ketika para guru memahami dan menerapkan satu kurikulum, sudah diganti dengan yang baru seiring pergantian menteri pendidikan. Jadi, wajar jika guru stres dengan seringnya perubahan kurikulum.
Untuk mengatasi masalah ini, Mendikbudristek Nadiem membuat kurikulum merdeka yang dianggapnya lebih sederhana dibanding kurikulum sebelumnya. Namun, apakah penyederhanaan semacam ini yang dibutuhkan? Faktanya, banyak guru mengeluh beratnya pembelajaran yang berpusat pada siswa, namun tidak didukung oleh sistem yang baik. Ini membuktikan ketidakmampuan negara menyelesaikan masalah guru.
Perubahan Kurikulum
Menurut Jokowi, kurikulum pendidikan harus berubah seiring perkembangan teknologi, agar guru bisa terus beradaptasi. Harusnya bukan sekadar perubahan kurikulum, tapi peran negara dalam memfasilitasi guru, memanfaatkan perkembangan teknologi dengan pelatihan yang maksimal. Untuk itu, dibutuhkan kurikulum dengan tujuan yang jelas.
Tidak cukup tujuan kurikulum, tapi juga metode pembelajaran yang tegas guna mewujudkan siswa berkepribadian Islam. Butuh dorongan konsistensi pendidik untuk membekali siswa dengan ilmu tsaqafah Islam dan pengetahuan umum maupun keahlian, hingga menghasilkan kecakapan hidup. Jadi, sesering apa pun perubahan kurikulum yang salah, maka tidak akan ada hasilnya.
Penyebab Stres
Jika ditelisik, stres para guru tidak hanya pada sering berubahnya kurikulum, tapi juga berbagai tuntutan. Guru dituntut kreatif dalam mendidik siswa. Di sisi lain, siswa disuguhi berbagai pemikiran sekuler kapitalis yang liberal. Ini berakibat maraknya kasus bullying, kriminalitas siswa, pergaulan bebas, hingga narkoba. Belum lagi wali murid yang menuntut guru yang berusaha mendidik dan mengarahkan siswanya ternyata justru dianggap melanggar HAM. Kondisi ini membuat posisi guru serba sulit hingga stres. Beratnya upaya guru di sekolah dalam mendidik siswa, justru dipudarkan keluarga dan masyarakat. Tenaga dan pikiran guru terkuras untuk memenuhi kebutuhan para kapitalis yang menjadikan pendidikan sebagai penghasil cuan. Maka, guru tidak butuh kurikulum baru yang biasa.
Kurikulum Pendidikan Sahih
Berbagai kurikulum pendidikan dijalankan di Indonesia, namun belum memberi hasil nyata. Guru dan siswa butuh kurikulum sahih yang mampu menjawab berbagai persoalan dengan masifnya perkembangan teknologi. Guru dan siswa akan mampu mengendalikan teknologi untuk kemaslahatan umat, bukan sebagai budaknya.
Inilah urgensi diterapkannya kurikulum pendidikan yang sahih. Kurikulum yang memiliki tujuan, metode pembelajaran, hingga peran negara sahih yang mampu menyelenggarakan pendidikan dengan baik, menjadikan teknologi untuk meringankan guru. Sejatinya Allah berfirman dalam QS. An-Nahl: 125. Dalam ayat tersebut, Allah minta manusia menuju jalan yang benar dengan cara yang baik sesuai tuntunan Islam. Meraih pendidikan dengan benar, bijak, dan pengajaran yang baik untuk mendapat ilmu. Allah lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk.
Kurikulum ini hanya kompatibel dengan sistem pemerintahan Islam yang akan mendorong guru berbuat yang terbaik, tanpa keluhan apalagi stres. Guru paham yang dikerjakan adalah tugas mulia membawa kebaikan akhirat. Allahu a’lam bish showab.
Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi
Kamis, 16 November 2023
Pembukaan SMK Jurusan Gim Dinilai Ikuti Selera Pasar
Sabtu, 07 Oktober 2023
Puluhan Pelajar Tingkat Menengah Tidak Bisa Baca Tulis, Apa yang Salah?
Jumat, 06 Oktober 2023
IJM: Sekolah dan Orang Tua Memiliki Peran Menghentikan Bullying
Kamis, 05 Oktober 2023
Maraknya Pungutan Pendidikan
Rabu, 13 September 2023
Anggaran Besar, Kualitas Pendidikan Meningkat?
Tinta Media - Kualitas pendidikan menjadi tolok ukur sumber daya manusia di suatu negara. Di tahun 2023 ini, Indonesia berada di peringkat 67 di antara 209 negara di seluruh dunia. Masih sama dengan tahun sebelumnya, tidak ada peningkatan dalam kualitas pendidikan di Indonesia.
Indikator penilaian kualitas pendidikan adalah jumlah
lulusan di tiap jenjang pendidikan. Untuk tingkat sekolah dasar, sekolah
menengah pertama dan sekolah menengah atas, Indonesia memiliki angka kelulusan
di atas 90%. Sedangkan di tingkat perguruan tinggi, Indonesia hanya memiliki
kelulusan 19% dari jumlah penduduk yang seharusnya menempuh pendidikan tinggi.
Hal ini terbukti, dari kisaran angka 20 juta siswa lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah
kejuruan, hanya ada 7,8 juta siswa yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Maka
pantas jika angka kelulusan perguruan tinggi sangat rendah.
Biaya Mahal, Pendidikan Tinggi Tak Terjangkau
Pemerintah telah menganggarkan 20% dari APBN tahun 2023
untuk biaya pendidikan. Anggaran biaya pendidikan tertinggi dalam sejarah
Indonesia yaitu 612,2 triliun. Tetapi belum mampu juga tampak perbaikan
kualitas pendidikan di Indonesia.
Kartu Indonesia Pintar yang diperuntukkan 900 juta lebih
mahasiswa, tidak memadai untuk menyelesaikan rendahnya angka kelulusan
perguruan tinggi. Karena dari 20 juta orang yang berhak mengenyam pendidikan
tinggi gratis, hanya 900 ribu orang sebagai penerima beasiswa. Beberapa
perguruan tinggi negeri sejak diberi otonomi, berubah menjadi Perguruan Tinggi
Negeri Berbadan Hukum, semakin mempersulit rakyat miskin mengenyam pendidikan
tinggi. Biaya kuliah semakin mahal, porsi bangku kuliah bagi calon mahasiswa dengan
orang tua berpenghasilan rendah juga
diperkecil. Sebaliknya, porsi seleksi masuknya mahasiswa melalui jalur mandiri
semakin diperbesar menjadi 50% dari total mahasiswa baru.
Meskipun pemerintah terus menghitung telah banyak mengeluarkan
uang untuk anggaran pendidikan, jelas tidak menyelesaikan permasalahan
pendidikan dari akarnya. Pendidikan tetap saja mahal, kualitasnya pun masih
terseok seok.
Akar masalah dari pendidikan bukan semata pada anggaran
pendidikan. Kesalahan menetapkan visi pendidikan berakibat fatal pada semua
aspek yang ada di dunia pendidikan. Mencetak anak didik agar sesuai dengan
kehendak pasar adalah visi misi pendidikan yang ditanamkan para kapitalis
penjajah. Dengan visi misi tersebut, kita lihat bagaimana hasil pendidikan
kita. Karakter yang kuat tak terbentuk, menjadi generasi yang cerdas juga masih
jauh dari harapan.
Pendidikan Berkualitas Hanya Dengan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian
Islam. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik kepribadiannya. Dalam
al Quran dinashkan bahwa orang yang paling takut kepada Allah adalah para
ulama, sosok yang memiliki ilmu. Seorang yang berilmu ditinggikan derajatnya
oleh Allah. Bukan semata karena kecerdasannya dalam mendalami ilmu, tetapi karena
dengan ilmunya dia memberi manfaat kepada umat manusia. Memecahkan, mempermudah
persoalan hidup manusia dan menjadikan manusia semakin dekat dengan Rabb-Nya.
Negara menjalankan amanah sebagai pelaksana syariat. Islam
mewajibkan setiap individu muslim mencari ilmu. Dalam Islam, pendidikan adalah
kebutuhan umum masyarakat. Merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya dengan
maksimal, bukan dengan ala kadarnya. Anggaran yang dikeluarkan untuk
pendidikan, jelas bukan dari pajak. Karena penarikan pajak diharamkan dalam
Islam.
Selain kekayaan yang memang menjadi porsi kepemilikan bagi
negara, seperti jizyah, ganimah, fai’ dan sumber lainnya, negara memiliki
kewenangan mengelola kepemilikan umum. Sumber daya alam yang melimpah adalah
milik rakyat, haram diserahkan kepada individu atau swasta. Kepemilikan umum dikelola
oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Termasuk di dalamnya untuk membiayai
pendidikan rakyat.
Hal ini telah dilakukan sejak Rasulullah mendirikan Negara
Islam di Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaurrasidin dan para
khalifah sesudahnya. Para khalifah menggaji guru dengan angka fantastis, membangun
fasilitas pendidikan yang sangat memadai, dan membuka pintu pendidikan
seluas-luasnya bagi semua warga negara. Pantas bila di masa Khilafah, umat
Islam menjadi umat yang diperhitungkan di dunia. Dan negaranya menjadi negara
adidaya dunia.
Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Sahabat Tinta Media