Tinta Media: Pendidik
Tampilkan postingan dengan label Pendidik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Februari 2024

Menumbuhkan Budaya Literasi bagi Pendidik



Tinta Media - Dalam wikipedia budaya literasi didefinisikan sebagai suatu budaya di dalam masyarakat yang meliputi segala usaha manusia yang berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis. Komponen utama dalam pembentukan budaya literasi adalah kegiatan membaca, menulis dan berpikir kritis. 

Tujuan budaya literasi adalah menciptakan tradisi berpikir yang diikuti oleh proses membaca dan menulis sehingga dapat menciptakan karya tulis ilmiah yang berdaya guna. 

Tuntutan perkembangan dunia pendidikan di era digital menuntut pendidik untuk memiliki kemampuan literasi yang baik. Apakah kemampuan literasi membaca,  menulis terlebih lagi literasi digital.  Dengan kemampuan literasi yang baik akan dapat mendorong pendidik untuk memanfaatkan berbagai macam kemudahan teknologi untuk menuangkan berbagai macam karyanya agar dapat memberikan kemanfaatan bagi orang lain terlebih lagi bagi peserta didiknya. 
Menumbuhkan budaya literasi bagi pendidik merupakan hal yang harus terus menerus diupayakan dengan berbagai macam cara dan juga dengan pemanfaatan teknologi yang ada agar persepsi pendidik bahwa budaya literasi itu suatu hal yang sangat berat dan sulit diwujudkan akan dapat terkikis. Sehingga karya-karya produktif dapat dihasilkan oleh para pendidik melalui budaya literasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pendidik. Untuk menumbuhkan budaya literasi bagi pendidik ada beberapa hal yang bisa dilakukan di antaranya: 

1. Membangun kebutuhan 
Membangun kebutuhan perlu dilakukan pertama kali untuk dapat menumbuhkan budaya literasi bagi pendidik. Biasanya seseorang akan melakukan sesuatu didorong oleh rasa kebutuhan orang tersebut pada sesuatu itu. Semakin tinggi rasa kebutuhan pada sesuatu itu akan semakin besar pula usaha yang dicurahkan. Kebutuhan tentunya ada tingkatannya, ada kebutuhan dilandaskan pada nilai materi dan ada kebutuhan dilandaskan pada nilai spiritual. Dari dua nilai kebutuhan ini, Kebutuhan yang dilandaskan pada nilai spiritual yang memiliki kekuatan yang tinggi dikarenakan tujuan akhirnya bukan sekedar nilai materi tetapi nilai spiritual yang tidak bisa dinilai dan diukur dengan apa pun. 

Nilai spiritual akan menjadikan standar ukuran kebahagiaan adalah keridhoan Allah SWT bukan sekedar materi. Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surat Ali ‘Imran ayat 133: 

”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.  

Membangun kebutuhan spiritual perlu dikaitkan dengan suatu kesadaran bahwa hidup di dunia ini sangat sebentar, kisaran 60 – 70 tahun. Kalau diambil rata-rata kurang lebih 65 tahun. 65 tahun ini jika kita bandingkan dengan kehidupan di akhirat sekitar 0.5 hari akhirat. Sangat singkat sekali. Oleh karenanya, sangat disayangkan kehidupan dunia yang singkat ini kita pertaruhkan untuk kehidupan yang selama-lamanya kekal abadi di akhirat kelak. Maka penting bagi kita untuk menggunakan umur kita sebaik-baiknya agar hasilnya dapat kita petik di dunia dan kelak di akhirat.

Muncul pertanyaan, dengan umur yang sangat singkat ini apakah ada cara, agar kita dapat memiliki amal yang sebanyak-banyaknya? Bahkan amal itu dapat jauh melampaui umur kita sendiri? 
Untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat merenungkan sabda Nabi SAW: “ Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim dan Ahmad). 

Sabda yang lain, “Barang siapa yang mengajak pada petunjuk, maka baginya adalah pahala orang yang mengikutinya ajakannya, tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang mengajak pada kesesatan, maka baginya menangung dosa seperti dosa orang-orang yang mengikuti ajakannya itu, tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa mereka itu” (HR. Muslim).

Dua hadis ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa amal manusia akan terhenti ketika sudah meninggalkan dunia yang fana ini, kecuali beberapa amal yang pahalanya terus mengalir yakni Shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendo’akannya”. 

Ketiga amal ini ada satu amal yang mudah dilakukan oleh siapa pun tanpa harus menjadi orang kaya terlebih dahulu sehingga bisa shodaqoh jariyah, atau memiliki banyak anak yang shalih mengingat fakta hari ini tidak banyak yang berkeinginan memiliki anak yang banyak.  Amal itu adalah mengajak orang lain pada petunjuk Allah Swt, amal ini adalah salah satu aktivitas amal yang dicintai oleh Allah Swt dan menjadi amal yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para Sahabatnya. 
Menekuni amal ini perlu untuk terus melakukannya sehingga pengalaman yang didapatkan bisa menjadi pelajaran untuk terus menemukan pola dan cara yang tepat dengan berbagai macam latar belakang objek yang akan diajak. Salah satu hal yang bisa kita jadikan sebagai uslub ( cara) dalam mengajak orang lain adalah melalui tulisan. Menulis bukan perkara yang mudah namun bisa kita lakukan. Dengan tulisan kita, harapannya orang lain mendapatkan inspirasi baik dan tulisan kita bisa menjadi bukti kelak di hadapan Allah Swt bahwa kita sudah berupaya untuk memberikan kontribusi menyampaikan risalah yang diturunkan-Nya. Hidup kita sangat singkat, melalui tulisan yang kita hasilkan meskipun kita sudah meninggalkan dunia ini, orang lain masih mengenal dan mendapatkan inspirasi dari tulisan kita. 

“..Demi Allah, bila ada satu orang saja yang mendapat hidayah melalui perantaraan dirimu, maka itu lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah (benda/kendaraan yang paling dibanggakan orang Arab).” (HR. Al-Bukhari) 

Jika kebutuhan pendidik sudah didasarkan kepada nilai spiritual, maka budaya literasi akan dapat ditumbuhkan. Dengan dorongan untuk terus melahirkan karya yang dapat memberikan kebermanfaatan bagi orang lain yang kelak akan menjadi amal kebaikan bagi diri pendidik ketika menghadap Allah SWT. 

2. Memulai dari yang paling mudah 
Untuk Menumbuhkan budaya literasi, mulailah dari yang paling mudah. Mulai membaca dari topik yang paling disenangi. Tujuannya adalah dalam rangka menumbuhkan kecintaan dan kesukaan dalam membaca. Jika rasa cinta dan suka tumbuh maka akan menjadi modal bagi kita untuk terus meningkatkan variasi topik yang akan kita baca. Semakin banyak bacaan kita akan menambah banyak informasi yang kita rekam di otak kita. Dan informasi ini akan membantu kita untuk menumbuhkan budaya literasi. 

3. Merawat rasa cinta dan rasa suka yang tumbuh 
Rasa cinta dan rasa senang yang mulai tumbuh harus terus dirawat. Ibarat tunas tanaman yang baru tumbuh perlu di sirami secara teratur dan dijaga dari faktor-faktor yang merusak tunas tanaman tersebut. Demikian halnya dengan rasa cinta dan senang membaca harus terus dirawat. Caranya bisa dengan membuat komitmen diri untuk mengalokasikan waktu membaca sehari berapa lama. 

Komitmen diri ini harus dijalankan dengan berbagai macam cara. Misal jika tidak dijalankan kita bisa memberi sangsi pada diri kita sendiri.  Bentuk sangsinya pun yang positif, misal jika saya tidak membaca sesuai dengan komitmen diri saya maka saya akan bercerita kepada teman saya topik bacaan yang sudah saya baca. Ataupun bentuk sangsi positif lainnya. Harapannya dengan komitmen diri dan adanya sangsi positif, kecintaan dan kesukaan yang sudah tumbuh dapat terus dirawat. 

4.Berbagi dalam forum kecil 
Berbagi dalam forum kecil sebagai bentuk untuk terus membuat otak kita yang menyimpan informasi yang kita dapatkan dari membaca topik yang kita suka akan terus optimal. Otak akan terus dipaksa bekerja menyimpan dan mengeluarkan informasi yang ada. Melatih lisan, melatih gestur, melatih merangkai informasi akan terus menyuburkan budaya literasi. Pendidik tentunya tidak akan kesulitan membuat forum kecil untuk berbagi. Bisa forum kecil bersama peserta didik atau forum kecil bersama pendidik yang lain. 

5. Tuangkan dalam bentuk tulisan 
Setelah tumbuh rasa cinta dan suka membaca, dan juga sudah berbagi dalam forum kecil. Untuk mengikat pemahaman yang sudah kita miliki dengan cara menuangkan dalam bentuk tulisan. Menulis bisa kita lakukan di mana saja. Bisa menulis di akun media sosial, bisa menulis di laptop, atau menulis di buku harian kita. 

Dalam menulis tidak harus terkungkung dengan persepsi harus sesuai dengan kaidah penulisan, harus tersistematis, harus sempurna dan persepsi lainnya yang justru membuat kita tidak akan menulis. Menulis saja seperti kita menulis balasan WA teman kita, atau balasan email. Setelah kita terbiasa menulis baru kemudian akan kita naikkan levelnya dengan standar penulisan yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. 

Semoga dengan lima hal ini, budaya literasi bagi pendidik dapat tumbuh dan terus berkembang. Didasarkan pada dorongan nilai spiritual menjadikan pendidik akan terus menghasilkan tulisan yang mampu menginspirasi pembaca menjadi pribadi yang semakin baik, yang akan memiliki pandangan yang berbeda tentang kehidupan ini sesuai dengan ketentuan Sang pencipta alam semesta.

Oleh: Rudi Harianto
Praktisi Pendidikan 

Selasa, 03 Januari 2023

Karakter Para Pendidik Sukses

Tinta Media - Sobat. Ajarilah Dirimu dan Keluargamu Kebaikan dengan Dienul Islam. Ada karakter-karakter mendasar yang apabila seorang pengajar memilikinya, maka akan banyak membantunya dalam melakukan aktivitas pendidikan. Sebagai umat Rasulullah SAW maka sudah selayaknya kita sekuat tenaga menjadikan Rasulullah sebagai teladan termasuk dalam mendidik anak. Beliau adalah guru terbaik yang menghasilkan para sahabat yang hebat dan layak kita teladani.

Sobat. Apabila anak keturunan tumbuh dalam ketaatan kepada Allah dan mendakwahkan agama-Nya, mereka semua akan bertemu di surga yang kekal sebagaimana diberitahukan oleh Allah SWT dalam firman-Nya :
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَيۡءٖۚ كُلُّ ٱمۡرِيِٕۢ بِمَا كَسَبَ رَهِينٞ
“Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” ( QS. Ath-Thur (52) : 21 )

Sobat. Dalam ayat ini, Allah swt menerangkan bahwa orang-orang yang beriman yang diikuti oleh anak cucu mereka dalam keimanan, akan dipertemukan Allah dalam satu tingkatan dan kedudukan yang sama sebagai karunia Allah kepada mereka meskipun para keturunan itu ternyata belum mencapai derajat tersebut dalam amal mereka. Sehingga orang tua mereka menjadi senang, maka sempurnalah kegembiraan mereka karena dapat berkumpul semua bersama-sama. 

Sobat. Ketika membaca ayat 21 ini Ibnu 'Abbas berkata bahwa keturunan anak cucu orang-orang beriman akan ditingkatkan oleh Allah swt derajatnya bila ternyata tingkatan mereka lebih rendah dari derajat orang tua mereka. Kemudian Allah swt memberikan gambaran tentang situasi surga penuh kenikmatan seperti tersedianya makanan mereka di dalam surga. Setiap buah-buahan atau makanan yang mereka inginkan pasti mereka peroleh sesuai dengan selera mereka. 

Kemudian digambarkan bagaimana mereka hidup senang di sana. Mereka saling berebutan minum, minum tetap dalam kesopanan, berbicara tentang hal lucu, di sana mereka dilayani oleh pelayanpelayan yang sangat ramah dan cantik. Mereka juga membicarakan hal ihwal mereka di dunia dahulu sebelum mereka berada di dalam kesenangan dan kemewahan surgawi. 

Sobat. Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah bersabda: Apabila seseorang memasuki surga, menanyakan kedua orang tuanya, istrinya, dan anaknya, maka dikatakan kepadanya: "Mereka belum sampai pada derajat dan amalanmu." Maka ia berkata: "Ya Tuhanku, aku telah beramal untukku dan untuk mereka". Maka (permohonannya dikabulkan Tuhan) disuruhlah mereka (orang tua, istri, anak) untuk bergabung dengan dia." (Riwayat Ibnu Mardawaih dan ath-thabrani dari Ibnu 'Abbas) 

Sobat. Ini merupakan karunia Allah swt terhadap anak cucu yang beriman dan berkat amal bapak-bapak mereka sebab bapak pun memperoleh karunia Allah swt dengan berkat anak cucu mereka sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:Sesungguhnya Allah swt niscaya mengangkat derajat seorang hamba, lalu ia bertanya, "Ya Tuhanku, bagaimana aku memperoleh derajat ini?" Allah menjawab, "Kamu memperolehnya sebab doa anakmu." (Riwayat Ahmad dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah) Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "Apabila mati seorang anak Adam, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: amal jariah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang saleh yang mendoakannya."(Riwayat Muslim dari Abu Hurairah) 

Kemudian pada ayat ini Allah menjelaskan lagi bahwa pahala dari amal saleh para bapak yang saleh tidak dikurangi meskipun kedudukan anak dan isteri mereka yang beriman diangkat derajat mereka menjadi sama dengan suami/bapak mereka sebagai karunia Allah swt. 

Sobat. Pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa setiap orang memang hanya bertanggungjawab terhadap amal dan perbuatan masing-masing. Perbuatan dosa istri atau anak tidak menjadi tanggung jawab ayah/suami, demikian pula perbuatan dosa agar tidak dibebankan pada anak atau istrinya. Hal ini perlu ditegaskan bahwa hal itu merupakan prinsip dasar. Tetapi Allah memberi karunia banyak kepada orang tua yang beriman dan beramal saleh dengan menambah kebahagiaan orang tua untuk memenuhi keinginan orang tua berkumpul di surga bersama anak, istri dan cucu-cucunya, selama mereka beriman, meskipun derajat mereka lebih rendah, tetapi Allah mengangkat mereka menjadi sama dengan bapak yang mukmin dan saleh tadi. 

Sobat. Apabila si anak berbahagia masuk surga dan merindukan bersama orang tuanya maka Allah melimpahkan karunia-Nya, mengangkat bapak ibunya yang beriman untuk mendapat kebahagiaan bersama anak mereka di surga. Karunia Allah yang demikian tidak mengubah prinsip setiap orang hanya bertanggungjawab atas perbuatan masing-masing, meskipun tetap masih ada pengecualian yang lain seperti firman Allah swt: 

Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya, kecuali golongan kanan. (al-Muddatstsir/74: 38-39) Setiap orang akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya di hadapan Allah swt. Tanggung jawab itu tidak akan terlepas dari mereka kecuali golongan kanan yaitu orang-orang yang berbuat baik. Mereka inilah yang akan terlepas dari tanggung jawab disebabkan oleh ketaatan mereka beribadah kepada Allah swt.

Sobat. Berikut ini adalah karakter-karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang pendidik. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua agar dapat memiliki sifat-sifat tersebut :

1. Tenang dan tidak terburu-buru. Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas ra Rasulullah SAW bersabda kepada Asyaj bin Abdul Qais, “ Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua perkara yang dicintai Allah ; Tenang dan Tidak terburu-buru.” 

2. Lembut dan tidak kasar. Diriwayatkan oleh Ahmad dari Aisyah ra Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “ Wahai Aisyah, bersikaplah lembut, karena sesungguhnya Allah apabila menghendaki kebaikan pada suatu keluarga, Dia ilhamkan kelembutan kepada mereka.”

3. Hati yang penyayang. Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Ibnu Umar ra Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya setiap pohon selalu memiliki buah. Buah hati adalah anak. Sesungguhnya Allah tidak menyayangi orang yang tidak sayang kepada anaknya. Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, tidak akan masuk surga selain orang yang penyayang.” Kami katakana, “ Wahai Rasulullah, setiap kita menyayangi?” Beliau menjawab, “ Bukanlah yang dimaksud dengan kasih sayang adalah seseorang menyayangi temannya. Yang dimaksud kasih sayang adalah menyayangi seluruh umat manusia.”

4. Memilih yang termudah selama bukan termasuk dosa. Dari Aisyah ra ia berkata, “ Tidaklah Rasulullah SAW menentukan pilihan antara dua perkara melainkan beliau memilih yang termudah di antara keduanya selama bukan termasuk dosa. Apabila termasuk dosa , maka beliau menjadi orang yang paling menjauhinya. Tidaklah Rasulullah SAW marah untuk dirinya sendiri dalam masalah apa pun kecuali apabila syariat Allah dilanggar , maka beliau akan marah karena Allah SWT.” ( HR Bukhari dan Muslim )

5. Toleransi. Yang dimaksud toleransi di sini adalah kemampuan untuk memahami orang lain dalam bentuk yang optimal. Memberi kemudahan sebagaimana yang diperbolehkan oleh syariat. Dari Ibnu Masúd ra Rasulullah SAW bersabda, “ Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang orang yang haram masuk neraka dan neraka haram atasnya?” Setiap orang yang mudah, dekat dan toleransi.” (HR. At-Tirmidzi )

6. Menjauhkan diri dari marah. Rasulullah SAW pernah mewanti-wanti seseorang yang datang minta nasehat dari beliau. Tiga kali beliau bersabda, “ Jangan Marah ! ( HR. Bukhari). Beliau juga menganggap bahwa keberanian adalah kemampuan untuk menahan amarah. Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “ Seorang yang pemberani bukanlah orang yang pandai berkelahi. Orang yang pemberani adalah orang yang mampu menguasai diri ketika marah.” ( HR. Bukhari dan Muslim )

7. Seimbang dan proporsional. Kita dapati Rasulullah SAW selalu suka bersikap proporsional dan seimbang dalam urusan tiang agama.

8. Selingan dalam memberi nasehat.Banyak bicara sering kali tidak memberikan hasil apa-apa. Sebaliknya memeberikan nasehat yang baik dengan jarang justru seringkali menghasilkan sesuatu yang besar dengan izin Allah. Dari Abu Waíl Syaqiq bin Salamah, ia berkata, “ Abdullah bin Masúd berceramah kepada khalayak setiap hari kamis. Seseorang berkata kepadanya, “ Wahai Abu Abdurrahman, aku suka apabila engkau berceramah setiap hari.” Dia menjawab, “ Hal itu tidak mungkin aku lakukan. Aku tidak suka membuat kalian bosan. Sesungguhnya aku memberikan selingan nasehat kepada kalian seperti Rasulullah Muhammad SAW memberikan selingan nasehat kepada kami karena khwawatir kami bosan.” (Muttafaq – Alayh )

Sobat. Kabar gembira untuk orang tua, diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Huraurah ra : “ Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “ Apabila seseorang meninggal dunia, terputuslah seluruh amal perbuatannya selain dari tiga perkara : Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakannya.
Dari Abu Hurairah Ra : Seorang diangkat derajatnya setelah dia meninggal dunia. Dia bertanya, “ Wahai Tuhanku, apa ini?” Dikatakan kepadanya, “ Anakmu memohonkan ampunan untukmu” ( HR Bukhari )

Allah SWT berfirman ;
ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱلۡبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيۡرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابٗا وَخَيۡرٌ أَمَلٗا 
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi (18) : 46 ).

Sobat. Allah menjelaskan bahwa yang menjadi kebanggaan manusia di dunia ini adalah harta benda dan anak-anak, karena manusia sangat mem-perhatikan keduanya. Banyak harta dan anak dapat memberikan kehidupan dan martabat yang terhormat kepada orang yang memilikinya. Seperti halnya 'Uyainah, pemuka Quraisy yang kaya itu, atau Qurthus, yang mempunyai kedudukan mulia di tengah-tengah kaumnya, karena memiliki kekayaan dan anak buah yang banyak. Karena harta dan anak pula, orang menjadi takabur dan merendahkan orang lain. Allah menegaskan bahwa keduanya hanyalah perhiasan hidup duniawi, bukan perhiasan dan bekal untuk ukhrawi. Padahal manusia sudah menyadari bahwa keduanya akan segera binasa dan tidak patut dijadikan bahan kesombongan. Dalam urutan ayat ini, harta didahulukan dari anak, padahal anak lebih dekat ke hati manusia, karena harta sebagai perhiasan lebih sempurna daripada anak. Harta dapat menolong orang tua dan anak setiap waktu dan dengan harta itu pula kelangsungan hidup keturunan dapat terjamin. Kebutuhan manusia terhadap harta lebih besar daripada kebutuhannya terhadap anak, tetapi tidak sebaliknya. 

Sobat. Kemudian Allah swt menjelaskan bahwa yang patut dibanggakan hanyalah amal kebajikan yang buahnya dirasakan oleh manusia sepanjang zaman sampai akhirat, seperti amal ibadah salat, puasa, zakat, jihad di jalan Allah, serta amal ibadah sosial seperti membangun sekolah, rumah anak yatim, rumah orang-orang jompo, dan lain sebagainya. Amal kebajikan ini lebih baik pahalanya di sisi Allah daripada harta dan anak-anak yang jauh dari petunjuk Allah swt, dan tentu menjadi pembela dan pemberi syafaat bagi orang yang memilikinya di hari akhirat ketika harta dan anak tidak lagi bermanfaat.

Sobat. Allah SWT berfirman :
وَقَالُواْ نَحۡنُ أَكۡثَرُ أَمۡوَٰلٗا وَأَوۡلَٰدٗا وَمَا نَحۡنُ بِمُعَذَّبِينَ قُلۡ إِنَّ رَبِّي يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ وَمَآ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُم بِٱلَّتِي تُقَرِّبُكُمۡ عِندَنَا زُلۡفَىٰٓ إِلَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَأُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ جَزَآءُ ٱلضِّعۡفِ بِمَا عَمِلُواْ وَهُمۡ فِي ٱلۡغُرُفَٰتِ ءَامِنُونَ
“Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diazab. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga). ( QS. Saba’(34) ayat 35-37).

Sobat. Golongan berkuasa yang zalim, sombong, dan semena-mena itu membanggakan kekayaan dan keturunan mereka. Mereka berkata, "Kami kaya raya dan keturunan kami banyak, kami tidak akan terkena azab (tersentuh hukum)." Dengan kekayaan, mereka merasa dapat membeli apa saja. Dengan keturunan dan pendukung, mereka beranggapan bahwa kekuasaan mereka terhadap yang lemah dapat terus dipertahankan dari generasi ke generasi. Mereka juga merasa disayangi oleh Allah sehingga di akhirat nanti tidak akan dihukum karena dosa-dosa mereka. Tolok ukur yang mereka pakai adalah kesenangan hidup di dunia. Kesenangan hidup, menurut pandangan mereka, menunjukkan bahwa mereka disayangi, sedangkan kesengsaraan hidup menandakan mereka dibenci Allah. 

Semua anggapan mereka itu tidaklah benar. Pemberian harta yang melimpah dan anak-anak yang berhasil bagi orang kafir tidak merupakan petunjuk bahwa Allah menyayangi mereka, tetapi sebaliknya, sebagaimana dinyatakan ayat berikut:
Apakah mereka mengira bahwa Kami memberikan harta dan anak-anak kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidak), tetapi mereka tidak menyadarinya. (al-Mu'minun/23: 55-56)

Walaupun begitu, azab tidak segera dijatuhkan kepada orang-orang kafir di dunia ini karena Allah masih memberi penangguhan kepada mereka. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada mereka agar bertobat, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah:
Dan kalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah di-tentukan. Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun. (an-Nahl/16: 61) 

Dalam ayat lain diterangkan bahwa harta dan anak-anak menjadi ujian bagi manusia, apakah ia tetap beriman dan bersyukur ataukah ingkar. Allah berfirman:
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar. (at-Tagabun/64: 15)

Sesungguhnya harta bagi orang kafir tidak akan bisa membuat mereka abadi di dunia, tetapi sebaliknya akan menyebabkan mereka dilemparkan ke dalam neraka, sebagaimana firman Allah:
Dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. (al-Humazah/104: 3)
Pada ayat ini, Allah meminta Nabi Muhammad menegaskan kepada pemuka-pemuka kafir Mekah bahwa yang melapangkan rezeki seseorang dan membatasi rezeki adalah Allah. Hal itu untuk menolak pandangan orang kafir di atas bahwa keberuntungan hidup di dunia adalah tanda kesayangan Allah dan kesengsaraan adalah tanda kebencian-Nya. 

Allah melapangkan atau membatasi rezeki seseorang sesuai dengan kebijaksanaan-Nya. Allah melapangkan rezeki seseorang mungkin karena dipercayai-Nya sehingga mampu mengeluarkan sebagian kekayaannya untuk mereka yang berkekurangan, sebagaimana dinyatakan ayat:

Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir, kecuali orang-orang yang melaksanakan salat, mereka yang tetap setia melaksanakan salatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta, (al-Ma'arij/70: 19-25)

Bagi mereka yang kafir, harta yang melimpah dan keturunan yang banyak dan berhasil justru untuk dijadikan Allah sebagai alasan untuk menghukum mereka. Penyebabnya adalah karena cara memperoleh dan menggunakan kekayaan serta pendidikan 
keturunan itu tidak sesuai dengan ketentuan Allah, sebagaimana 
dinyatakan ayat:

Maka janganlah harta dan anak-anak mereka membuatmu kagum. Sesungguhnya maksud Allah dengan itu adalah untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan mati dalam keadaan kafir. (at-Taubah/9: 55) 

Sebaliknya, Allah pulalah yang membatasi rezeki seseorang. Bagi yang beriman berkurangnya harta benda, anggota keluarga, dan makanan adalah untuk menguji kesabaran mereka. Bila mereka sabar, Allah akan membahagiakan mereka di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman-Nya:

Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (al-Baqarah/2: 155)

 Bagi yang tidak kuat imannya, kesengsaraan hidup membuatnya tidak berhenti menyesali nasib, dan akhirnya membawanya kepada kekafiran:
Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika ditimpa malapetaka, mereka berputus asa dan hilang harapannya. (Fushshilat/41: 49)

Jelaslah bahwa baik kesenangan maupun kesusahan hidup adalah ujian dari Allah. Kesenangan hidup bukanlah tolok ukur bahwa Allah menyayangi, dan kesempitan hidup bukan pula tolok ukur bahwa Allah membenci. Bisa berarti sebaliknya, bahwa kesenangan hidup diberikan Allah sebagai ujian sehingga orang itu semakin terperosok dalam keingkaran. Kesempitan hidup adalah jalan untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat bila orang itu tabah menerimanya. Ketentuan itulah yang tidak diketahui atau tidak dipahami oleh banyak orang, termasuk oleh pemuka kaum kafir Mekah.

Sobat. Kesempitan hidup adalah jalan untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat bila orang itu tabah menerimanya. Ketentuan itulah yang tidak diketahui atau tidak dipahami oleh banyak orang, termasuk oleh pemuka kaum kafir Mekah.

Sobat. Pada ayat ini ditegaskan kepada pemuka kafir Mekah bahwa bukan harta benda dan keturunan yang dapat mendekatkan diri manusia kepada Allah dan memperoleh kasih sayang-Nya, tetapi iman dan amal saleh. Harta benda dan keturunan itu hanya bermanfaat bila menambah kuat iman dan memperbanyak amal. Oleh karena itu, harta benda harus diperoleh dengan benar dan dipergunakan dengan benar pula. Keturunan harus dididik dengan baik sehingga menjadi keturunan yang baik pula. Dengan demikian, sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh kasih sayang-Nya adalah harta yang diperoleh dan digunakan dengan benar, dan keturunan yang dididik dengan baik yang akan melestarikan dan melanjutkan iman dan amal salehnya.

Dalam ayat lain, Allah memang meminta orang yang beriman agar mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan caranya adalah dengan amal saleh:

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung. (al-Ma'idah./5: 35)

Hanya orang-orang yang beriman dan banyak amal salehnya yang akan diberi balasan pahala yang berlipat ganda oleh Allah. Dalam ayat-ayat lain disebutkan bahwa pelipatgandaan itu minimal sepuluh kali (al-An'am/6: 160), dan ada yang tujuh ratus kali lipat (al-Baqarah/2: 261).

 Mereka yang diberi surga itu merasa aman, yaitu bebas dari ancaman neraka. Lebih dari itu, mereka puas dan bahagia karena Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. Allah berfirman:

Allah berfirman, "Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung." (al-Ma'idah./5: 119)

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab