Pendeta Hindu Serukan Rebut Ka'bah, IJM: Bentuk Nyata Kediktatoran
Tinta Media - Menanggapi seruan Pendeta Hindu Yati Narcing Hanan untuk rebut Ka'bah, Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardhana menilai bagian dari bentuk kediktatoran.
"Manifestasi dari konflik ini tidak hanya di negara-negara yang menampilkan berbagai varian demokrasi tetapi juga dunia muslim yang memiliki varian demokrasinya sendiri yakni bagian dari bentuk kediktatoran," tuturnya dalam Program Aspirasi: Picu Kemarahan! Pendeta Hindu Ini Serukan Umatnya Rebut Ka'bah di kanal YouTube Justice Monitor, Rabu (12/4/2023).
Menurutnya, tekanan pada kaum muslim di India merupakan salah satu dari siklus konflik global antara Islam dan sekularisme. Langkah dari Barat yang berkuasa untuk memenangkan Hindu garis keras dan kemungkinan besar akan dijajakan di institusi dan negara bagian India lainnya di masa depan. Inilah kondisi yang nyata terjadi di India beberapa waktu terakhir ini. Walhasil derita kaum muslim India dan termasuk di negara-negara lainnya membuat umat semakin menyadari klaim palsu dari demokrasi.
"Dunia demokrasi berdasarkan sekularisme mengklaim melindungi agama, namun nyatanya nilai-nilai sekularisme justru berbenturan dengan keras ketika tuntutan untuk menerapkan syariat Islam," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa syariah Allah pada kehidupan publik seperti melarang alkohol, perjudian, zina riba dan sejenisnya, bahkan jika tuntutan itu ada di negeri-negeri muslim itu serasa tidak mendapatkan ruang yang layak dalam demokrasi. Demokrasi menuntut agar kewajiban dan larangan bagi rakyat diputuskan dalam badan legislatif terpilih tanpa memperhatikan lagi perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di sisi lain rakyat di negeri-negeri barat terus menerus kehilangan kepercayaan pada demokrasi karena penyalahgunaan dan korupsi yang merajalela serta pengikisan hak-hak dan penghidupan rakyat menuju kesejahteraan mereka ini diabaikan.
"Dalam konteks demokrasi inilah sikap negatif yang ditunjukkan oleh pemerintah sekuler di banyak negara sebagai representasi sederhana dari demokrasi kapitalis," tukasnya.
"Di dunia yang menempatkan liberalisme dalam segala bentunya sebagai pemenang, tidak hanya menekan syariat Islam dan prakteknya tetapi merupakan ancaman bagi semua agama," jelasnya.
Ia memandang bahwa inilah problem yang terjadi, jadi problem yang ada di India sekarang ini sebenarnya problem yang nyata antar Islam dengan sekularisme, dimana ketika sekularisme itu hadir, itu menafikan konteks Islam. "Menafikan konteks Islam dan malah memberikan ruang yan cukup leluasa kepada Hindu garis keras dan waktunya kemudian dia melakukan penindasan kepada umat Islam," tandasnya.[] Ajira