Diduga Terjadi Pemurtadan Sistematis, Tiga Lembaga Minta Pelaku Ditindak Tegas
Tinta Media - “Sejumlah warga di Kabupaten Langkat Sumatera Utara dikabarkan keluar agama Islam (murtad). Setelah diduga ada tindakan permutadan secara sistematis dan terorganisir di Kabupaten Langkat Sumatera Utara ini, tiga lembaga meminta pelaku ditindak tegas oleh aparat penegak hukum,” tutur Narator MMC dalam acara Serba-Serbi: Pemurtadan Sistematis Terjadi, Di mana Negara sebagai Penjaga Agama, (Senin 23/5/2022) melalui Kanal Youtube Muslimah Media Center.
Ketiga lembaga tersebut lanjut Narator, adalah Lembaga Advokasi Umat Islam (LADUI) MUI Sumatera Utara, Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM ) Sumatera Utara dan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Sumatera Utara.
“Dalam surat pernyataan sikap yang dikeluarkan tiga lembaga tersebut selaku umat Islam Sumatera Utara khususnya yang ada di Kabupaten Langkat mengutuk keras terhadap tindakan pemurtadan secara sistematis dan terorganisir yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum pelaku pemurtadan dan para pendukungnya. Khususnya dalam kasus pemurtadan terhadap seorang muslimah yang bernama Nurhabibah Br Brutu,” ungkap Narator.
Ketua bidang dakwah MUI Sumatera Barat M Hatta lanjutnya, mengatakan bahwa ada dua hal yang memicu terjadinya pemurtadan ini, yakni faktor internal dan eksternal .
“Faktor eksternal diduga karena adanya kelompok yang secara masif mengajak warga untuk keluar dari agama Islam. Kelompok itu mulainya menawarkan pekerjaan dan tawaran keuangan,” paparnya sambil melanjutkan,
“Sementara itu Hatta menjelaskan dari faktor internal yaitu soal keimanan seorang muslim. Hatta mengatakan seorang muslim yang keluar dari agama Islam karena imannya yang lemah.”
Narator menilai, pemurtadan yang terjadi secara massal dan tersistematis ini sungguh telah menunjukkan bahwa terjadi pendangkalan akidah di negeri mayoritas muslim ini.
Ia menegaskan bahwa kelemahan iman yang menjadi faktor internal tidak bisa dilepaskan dari penerapan ide sekularisme di negeri ini.
“Sekulerisme adalah akidah atau keyakinan dasar yang memisahkan agama dari kehidupan. Sekulerisme menjadi dasar ideologi kapitalisme. Akidah sekularisme telah melegalkan kebebasan beragama sehingga siapapun boleh berpindah agama sesukanya. Bahkan kebebasan ini dijamin oleh undang-undang,” jelasnya.
Ketiga lembaga tersebut lanjut Narator, adalah Lembaga Advokasi Umat Islam (LADUI) MUI Sumatera Utara, Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM ) Sumatera Utara dan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Sumatera Utara.
“Dalam surat pernyataan sikap yang dikeluarkan tiga lembaga tersebut selaku umat Islam Sumatera Utara khususnya yang ada di Kabupaten Langkat mengutuk keras terhadap tindakan pemurtadan secara sistematis dan terorganisir yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum pelaku pemurtadan dan para pendukungnya. Khususnya dalam kasus pemurtadan terhadap seorang muslimah yang bernama Nurhabibah Br Brutu,” ungkap Narator.
Ketua bidang dakwah MUI Sumatera Barat M Hatta lanjutnya, mengatakan bahwa ada dua hal yang memicu terjadinya pemurtadan ini, yakni faktor internal dan eksternal .
“Faktor eksternal diduga karena adanya kelompok yang secara masif mengajak warga untuk keluar dari agama Islam. Kelompok itu mulainya menawarkan pekerjaan dan tawaran keuangan,” paparnya sambil melanjutkan,
“Sementara itu Hatta menjelaskan dari faktor internal yaitu soal keimanan seorang muslim. Hatta mengatakan seorang muslim yang keluar dari agama Islam karena imannya yang lemah.”
Narator menilai, pemurtadan yang terjadi secara massal dan tersistematis ini sungguh telah menunjukkan bahwa terjadi pendangkalan akidah di negeri mayoritas muslim ini.
Ia menegaskan bahwa kelemahan iman yang menjadi faktor internal tidak bisa dilepaskan dari penerapan ide sekularisme di negeri ini.
“Sekulerisme adalah akidah atau keyakinan dasar yang memisahkan agama dari kehidupan. Sekulerisme menjadi dasar ideologi kapitalisme. Akidah sekularisme telah melegalkan kebebasan beragama sehingga siapapun boleh berpindah agama sesukanya. Bahkan kebebasan ini dijamin oleh undang-undang,” jelasnya.
Menurut Narator, menghentikan pemurtadan sistematis membutuhkan negara yang memberlakukan syariat kaffah dan memiliki tanggung jawab dalam menjaga agama. Dan harus diakui bahwa ide sekularisme ini menjadi tumpuan pemerintah dalam menentukan kurikulum pendidikan di negeri ini. Sehingga tak heran akidah umat sangat rapuh dan begitu mudah terseret pada jalan murtad, sebab tidak ada pendidikan yang membangun akidah Islam yang kokoh dalam dirinya.
“Sementara dari faktor eksternal yang dipengaruhi oleh kemiskinan menunjukkan gagalnya negara menjamin kesejahteraan bagi setiap warga negaranya. Sebabnya siapapun memahami bahwa persoalan perut tidak bisa diganggu gugat,” terangnya dengan mengatakan,
“Benar lah sabda Rasulullah SAW bahwa kemiskinan dekat dengan kekufuran. Jika dalam keadaan miskin seorang muslim ditawarkan harta dengan syarat murtad maka tentu sebagian besar akan memilih murtad daripada memilih mati kelaparan.”
Hal ini lanjut Narator, juga sangat didukung oleh lemahnya keimanan seseorang. Sementara kemiskinan sistematis yang terjadi di negeri ini sejatinya adalah buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme neoliberal.
Narator mengatakan bahwa pemurtadan sistematis akan terus ditemukan, selama sistem kapitalisme sekuler diterapkan di negeri ini. “Pemurtadan akan sangat mudah diberhentikan hingga dicegah melalui penerapan Islam secara Kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah,” tuturnya memberikan solusi.
Berkaitan dengan murtad ini, Narator membacakan Al-Quran surat Al Maidah ayat 54. “Wahai orang-orang yang beriman siapa saja di antara kalian yang murtad (keluar) dari agama kalian pasti Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan mereka pun mencintai Dia. Mereka bersikap lemah lembut kepada kaum mukmin dan bersikap keras terhadap kaum kafir.”
“Menurut Imam Ibnu Katsir Rohimahullah, melalui ayat ini Allah SWT menginformasikan tentang kekuasaannya yang agung bahwa siapa saja yang berpaling dari upaya menolong agama-Nya dan menegakkan syariat-Nya maka sesungguhnya Allah SWT pasti akan mengadakan penggantinya dengan orang yang lebih baik. Mereka lebih sungguh-sungguh dalam melindungi agamanya dan lebih lurus jalannya,” paparnya menjelaskan pendapat Imam Ibnu Katsir.
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Um lanjutnya, menjelaskan bahwa seseorang yang berpindah dari kesyirikan menuju keimanan lalu dia berpindah lagi dari keimanan menuju kesyirikan maka jika orang itu sudah dewasa baik laki-laki maupun perempuan dia diminta bertobat. Jika dia bertobat, tobatnya itu diterima. Sebaliknya jika dia enggan bertobat maka dia harus dihukum mati.
Hukuman mati atas orang murtad juga ditegaskan di dalam sabda Nabi SAW dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan An-Nasa’i. “Siapa saja yang mengganti agamanya atau murtad dari Islam bunuhlah dia.”
Dari dalil ini lanjutnya, jelas bahwa hukuman mati atas orang murtad adalah hukuman yang dituntun oleh Islam.
“Namun demikian hukuman mati atas orang murtad harus dilakukan oleh penguasa kaum muslimin yakni Imam (Khalifah) dengan beberapa ketentuan antara lain, pertama, penetapan hukuman mati atas orang murtad hanya bisa diputuskan oleh pengadilan syariat,” jelasnya.
Kedua harus ada penundaan hukuman jika pelaku murtad ada harapan untuk kembali ke pangkuan Islam. “Imam Ats -Tsauri berpendapat ditunda hukumannya jika ada harapan pelaku murtad mau bertobat. (Ibnu Taimiyah As-Sharim al-Maslul, halaman 328).
“Ketiga selama penundaan hukuman, pelaku murtad didakwahi dengan hikmah dan nasihat yang baik, diajak berdialog atau berdebat supaya ia mau bertobat dan kembali kepangkuan Islam.” tambahnya.
Tidak Ada Paksaan
Menurut Narator, sebagian kalangan ada yang berpendapat bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Karena itu siapa pun bebas memeluk agama apapun termasuk untuk berpindah-pindah agama . Mereka berdalil dengan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 256: “Tidak ada paksaan dalam beragama.”
Narator lalu menjelaskan tafsir ayat tersebut dengan merujuk pada pendapat Imam Al-Alusi. “Menurut Imam Al-Alusi ayat di atas bermakna janganlah kalian memaksa manusia untuk masuk Islam. Dengan demikian memang siapa pun tidak boleh dipaksa untuk memeluk agama Islam. Namun saat mereka sudah menjadi muslim mereka haram untuk murtad atau keluar dari Islam,” paparnya.
Penerapan hukum sanksi inilah yang akan mengantarkan pada tercapainya salah satu tujuan penerapan syariah yaitu hifdzud - diin (menjaga agama).
“Maka masalah pemurtadan lagi-lagi menegaskan kebutuhan umat yang sangat urgen terhadap tegaknya Khilafah Islam,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun