Tinta Media: Pencucian Uang
Tampilkan postingan dengan label Pencucian Uang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pencucian Uang. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 April 2023

Korupsi dan Pencucian Uang Tidak Terkendali, Indonesia Terkucil dan Terkunci: Jokowi dan DPR Panik?

Tinta Media - Indonesia menandatangani konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi pada 2003, dan meratifikasi melalui UU Nomor 7 pada 2006.

Tetapi, undang-undang untuk mendukung konvensi PBB melawan korupsi tersebut tidak kunjung selesai. Artinya, Indonesia dianggap tidak serius melawan korupsi, dan tindak pidana lainnya, seperti kejahatan lingkungan, judi ilegal, pertambangan ilegal, perdagangan manusia, dan banyak lainnya.

Untuk mendukung konvensi PPB melawan korupsi dan kejahatan keuangan lainnya, diperlukan UU Anti Korupsi, UU Anti Pencucian uang, dan khususnya UU Perampasan Aset.

Indonesia memang sudah ada UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tetapi, kedua UU tersebut tidak cukup untuk mengungkap hasil korupsi dan pencucian uang internasional yang masuk ke Indonesia. Artinya, UU Indonesia tidak mampu menyita aset hasil kejahatan internasional. Jangankan internasional, menyita aset koruptor atau kejahatan keuangan asal dalam negeri saja susah.

Bukannya memperkuat konvensi PBB dalam melawan korupsi dan pencucian uang internasional, Sri Mulyani dan Jokowi malah menyediakan fasilitas Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty 2016/2017 dan 2022, yang intinya sama dengan pencucian uang secara legal, difasilitasi pemerintah.

Fasilitas “pencucian uang” ini sangat cepat disetujui DPR, dan disahkan menjadi UU Pengampunan Pajak. Tentu saja, seperti disampaikan Bambang Pacul dari PDIP, persetujuan DPR pasti sudah mendapat restu dari para Ketua Umum Partai Politik. Sebaliknya, UU Perampasan Aset terbengkalai sejak 2006. 

Sejak 2009, laporan PPATK terkait dugaan pencucian uang di kementerian keuangan juga tidak ada tindak lanjut. Semua pihak mencari alasan pembenaran.

Intinya, Jokowi, Sri Mulyani, DPR bersama Ketum parpol, sudah melakukan tindakan yang berlawanan dengan konvensi PBB melawan korupsi.

Uang judi ilegal Rp155 triliun terkuak, tetapi tidak digubris. Tambang ilegal terbongkar, juga tidak digubris. Tiba-tiba meledak dugaan pencucian uang yang melibatkan pegawai Kementerian Keuangan senilai Rp349 triliun.

Sri Mulyani tertekan. Jokowi juga tertekan. Indonesia dikucilkan. Keuangan untuk Indonesia terkunci.

Program insentif mobil listrik Amerika Serikat tidak termasuk yang menggunakan komponen batere Indonesia.

Dana untuk transformasi 
energi Indonesia senilai 20 miliar dolar AS juga tidak turun.

Luhut tergopoh-gopoh terbang ke AS. Untuk apa? Semua usaha Luhut dan pemerintah Indonesia akan sia-sia, selama Indonesia dianggap tidak serius melawan korupsi dan pencucian uang, sesuai konvensi PBB Melawan Korupsi. 

Ada dua hal kritikal bagi Indonesia agar tidak dikucilkan. Pertama menjadi anggota penuh FATF (Financial Action Task Force) untuk memberantas pencucian uang internasional, termasuk hasil korupsi.

Apalagi Indonesia selama ini dianggap surga pencucian uang. Karena hukum bisa dikondisikan, tergantung uang. Seperti Henri Surya, pemilik Indosurya, bisa bebas setelah menipu Rp106 triliun. Meskipun sekarang di tangkap lagi. Tapi bagaimana dengan asetnya? Apakah bisa dirampas dan dikembalikan kepada korbannya?

Untuk itu, UU Perampasan Aset menjadi kunci utama untuk menyelamatkan korban korupsi dan tindak pidana pencucian uang, baik korban perorangan maupun negara. Dan UU Perampasan Aset juga menjadi kunci untuk bisa menjadi anggota penuh FATF.

https://www.bbc.com/indonesia/articles/c7287vzd8zko.amp

Indonesia satu-satunya negara G20 yang belum menjadi anggota FATF. Betapa memalukan.

Tidak heran Mahfud panik. Draf RUU Perampasan Aset dikebut. Segera dikirim ke DPR, semua lembaga dan kementerian sudah setuju, kata Mahfud.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230414154448-32-937859/mahfud-pastikan-ruu-perampasan-aset-segera-dikirim-ke-dpr

Selain itu, Indonesia juga mengajukan diri secara sukarela untuk menjadi anggota FATF. Targetnya Juni ini sudah bisa menjadi anggota FATF. Kalau tidak, sumber keuangan akan terkunci, dan terkucilkan. Terlihat jelas, betapa paniknya Jokowi.

https://nasional.kompas.com/read/2023/04/14/16324911/mahfud-ungkap-indonesia-ajukan-diri-jadi-anggota-fatf-uu-perampasan-aset

DPR juga dalam tekanan, termasuk Ketum Parpol. UU Perampasan Aset harus selesai Juni, menjelang evaluasi menjadi anggota FATF. Luar biasa. Ekspres.

Indonesia masuk babak baru. Uang pejabat dan para pengusaha Indonesia yang disimpan di luar negeri dari hasil ilegal, segera terlacak oleh FATF dan Interpol.

Rakyat mendukung penuh, RUU Perampasan Aset harus segera disahkan menjadi UU. Untuk menyelamatkan Indonesia dari para predator koruptor.

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


—- 000 —-

Rabu, 15 Maret 2023

Tindak Pencucian Uang Marak, MMC: Sistem Demokrasi Gagal Cetak Pejabat Amanah


Tinta Media - Makin banyaknya tindak pencucian uang di kalangan pemerintahan dinilai oleh Narator Muslimah Media Center (MMC) menunjukkan gagalnya sistem politik demokrasi melahirkan pejabat yang amanah, jujur dan bertanggung jawab dalam mengurus urusan rakyat.
 
"Maraknya tindak pencucian uang di kalangan pemerintahan menunjukkan gagalnya sistem politik demokrasi melahirkan pejabat yang amanah, jujur dan bertanggung jawab dalam mengurus urusan rakyat," ungkapnya dalam Serba - serbi MMC: Ribuan Laporan Pencucian Uang di Kemenkeu, Sistem Buruk Cetak Pejabat Tak Amanah? Di kanal YouTube Muslimah Media Center, Senin (13/3/2023).
 
Menurut narator, sistem pemerintahan demokrasi sekuler adalah sumber dari penyelewengan kekuasaan dan menyuburkan tindak korupsi hingga pencucian uang.
 
"Faktanya, dalam demokrasi, korupsi, hingga pencucian uang adalah bisnis politik. Kebutuhan modal yang begitu besar yang dikeluarkan pejabat dalam pemilihan akan menyuburkan relasi antara pemilik modal atau korporasi dan elit politik calon penguasa,” ungkapnya.
 
Modal tersebut, lanjutnya,  tentu harus dikembalikan.  Karena itu ketika terpilih pejabat tersebut harus mendapatkan profit selama menduduki jabatannya. Ia harus mengembalikan modal yang disokong oleh pemilik modal dan mendapatkan keuntungan.
 
“Dari sinilah penyelewengan kekuasaan menjadi jalan, sebab biaya politik dalam sistem demokrasi tergolong mahal, terkadang modal dikembalikan dalam bentuk kebijakan yang pastinya mengikuti kepentingan pemilik modal, bukan terselesaikannya permasalahan negara.
 
Ditambah lagi kehidupan hedon dan konsumtif yang dibentuk oleh sistem kehidupan sekuler liberal ini kata Narator menjadikan pejabat berlomba-lomba untuk hidup mewah.
 
Khilafah
 
Narator membandingkannya dengan sistem pemerintahan Islam yang disebut Khilafah. "Sistem Islam berlandaskan pada akidah Islam. Aturannya bersumber dari Allah Swt.  Sang Pencipta dan Pengatur manusia, sehingga aturannya sangat terperinci dan memberikan solusi atas setiap permasalahan umat manusia," tegasnya.
 
Masih menurut Narator,  akidah Islam akan melahirkan kesadaran bahwa setiap manusia akan diawasi oleh Allah Swt. "Dari sini akan lahir kontrol dan pengawasan internal yang menyatu dalam diri para pemimpin, politisi, aparat dan pegawai negara. Aqidah yang kokoh inilah yang mampu mencegah sedari dini dari tindak pidana korupsi, hingga pencucian uang," ungkapnya.
 
Selain itu, sambungnya,  sistem politik Islam tidak butuh biaya yang tinggi termasuk dalam hal pemilihan pejabat. Inilah yang mencegah pemilik modal masuk dan menyetir sejumlah kebijakan. Para pejabat akan benar-benar melakukan tugasnya sebagai pengurus urusan umat.
 
“Bukan hanya langkah preventif, Islam memiliki langkah kuratif dalam memberantas tindak pidana pencucian uang dengan hukum yang menjerakan,” imbuhnya.
 
Narator menjelaskan, dalam hukum Islam, pencucian uang diidentikkan dengan penggelapan (ghulul) karena pelaku pencucian uang mengambil harta yang bukan haknya dan menyembunyikannya dalam hartanya.  Pencucian uang disebut penipuan karena di dalamnya mengandung unsur menipu aparat penegak hukum dengan menyembunyikan harta hasil kejahatannya seolah-olah harta tersebut hasil dari aktivitas yang sah, pun demikian dikatakan sebagai bentuk penghianatan atas amanah publik yang seharusnya dijalankan dengan baik," jelasnya.
 
Narator mengatakan, hukum pidana Islam tidak secara eksplisit menyebut money laundering  dalam nash baik Al-Quran maupun hadis. Maka pencucian uang dapat dikategorikan sebagai jarimah takzir (sanksi kriminal) yang hukumannya berdasarkan hasil ijtihad atau penggalian hukum Islam.
 
"Karena itu hanya sistem Khilafah yang mampu memberantas tindak pencucian uang maupun tindak penyelewengan kekuasaan lainnya dan menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat," pungkasnya.[] Sri Wahyuni
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab