Tinta Media: Pemimpin
Tampilkan postingan dengan label Pemimpin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemimpin. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Maret 2024

Pemimpin dengan Kepribadian Seluas Hamparan Lautan



Tinta Media - Sosok pemimpin sangat dibutuhkan atas suatu kumpulan individu, baik dalam bentuk kelompok, komunitas, bahkan masyarakat dalam satu negeri. Sosok pemimpin amat dibutuh guna menstabilkan bawahan agar sesuai standarnya, serta memberi arahan agar tetap berkembang lebih baik.

Pemimpin haruslah memiliki sifat serta sikap layaknya pemimpin sesungguhnya. Diri seseorang harus benar-benar terasuki jiwa pemimpin agar bisa menjadi pemimpin. Menurut Rhenald Kasali, setiap pemimpin memiliki OCEAN tingkat tinggi. Maka demikian, jika seseorang tidak memiliki OCEAN tingkat tinggi, maka tidak akan muncul jiwa pemimpin pada dirinya.

OCEAN merupakan singkatan dari Openness, Conscientousness, Extroversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Sedangkan ocean dalam bahasa Inggris artinya samudra. Berarti, seseorang yang memilki kepribadian OCEAN tingkat tinggi akan memiliki pengetahuan, kepekaan, dan keberanian yang besar bagaikan bentangan laut di samudra.

Maksud dari openness di sini adalah keterbukaan pemikiran, terutama pada hal-hal yang baru. Jadi, seorang pemimpin memang harus memiliki keingintahuan yang tinggi agar kelak pengetahuannya digunakan untuk mengatasi segala problematika yang menimpa bawahannya atau circlenya.

Conscientousness adalah keterbukaan hati dan telinga. Seseorang yang memiliki kepribadian ini akan terus berhati-hati dalam mempertimbangkan suatu keputusan melalui ma'lumatus sabiqah yang didapatkan dari mendengar pendapat orang lain, sehingga menghasilkan nilai yang memuaskan. Begitu juga dengan seorang pemimpin yang harus mempertimbangkan keputusannya secara hati-hati.

Maksud dari extroversion, yakni keterbukaan terhadap orang lain. Seorang pemimpin haruslah terbuka pada orang lain agar dapat mendiskusikan suatu perkara dalam circlenya.

Agreeableness berarti keterbukaan dalam kesepakatan. Maksud di sini, bukan bearti seorang pemimpin itu mudah sepakat pada pendapat orang lain, sehingga ia dapat dipengaruh oleh orang lain. Melainkan, pemimpin harus pintar-pintar dalam memilih, lalu bersepakat dengan pendapat seseorang yang benar dan tepat agar tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.

Terakhir, Neuroticism adalah keterbukaan terhadap setiap tekanan-tekanan. Memang, diri pemimpin harus kuat, baik fisik maupun mental. Seorang pemimpin harus tidak mudah stres, pesimis, dan trauma karena kesalahan serta kekalahan yang dialaminya.

Sebagai contoh, Muhammad al-Fatih yang semenjak kecil memiliki dorongan iman untuk merealisasikan bisyarah Rasulullah saw. Saat kecil, beliau dididik oleh para ulama untuk mempersiapkan dirinya kelak adalah pembebas Konstantinopel. Beliau terus-menerus belajar diwaktu siang dan malam. Pada akhirnya, beliau mampu menghafal al-Qur'an di usianya yang sangat muda, serta memiliki berbagai keterampilan di bidang sains, matematika dan tsaqafah. Kelak, semua pengetahuan yang ia dapatkan akan digunakan untuk menyusun strategi penaklukan Konstantinopel.

Meski Muhammad al-Fatih mengalami kegagalan dalam penaklukannya sebanyak 7 kali, tetapi beliau terus-menerus berdiskusi kepada penasihatnya serta bertaqarrub kepada Allah Swt. untuk menghilangkan segala tekanan yang ia alami karena kegagalannya. Namun, pada akhirnya, beliau berhasil menaklukan Konstantinopel berkat dukungan serta nasihat dari ulama serta penasihatnya. Semua itu berkat keterbukaannya serta dorongan keimanannya.

Jadi, seorang pemimpin tidak hanya memiliki kepribadian OCEAN, tetapi juga harus memiliki kepribadian Islam yang memiliki keimanan tinggi dan juga harus dilandasi oleh aqidah. Hal tersebut dilakukan agar nantinya sebuah aturan yang dibuat oleh seorang pemimpin tidaklah menyalahi hukum syariat.

Hukum syariat merupakan hukum yang paling adil ketimbang semua hukum yang ada karena langsung berasal dari Tuhan seluruh alam. 

Allah Azza wa Jalla berfirman pada surat al-Maidah ayat 50 yang artinya,

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)."

Maka, dari ayat tersebut telah tertera bahwa tidak ada hukum yang lebih baik daripada syariat. Namun, di era kini, era kepemimpinan Islam telah silih berganti dengan kepemimpinan yang zalim serta kufur. Hukum syariat tersingkirkan oleh aturan yang pada dasarnya sudah kufur, dibuat oleh pemimpin kufur, dan berasal dari sistem kufur.

Akibatnya, tidak ada daulah yang melindungi umat Islam, penduduk Rohingya diusir, umat Islam di Uyghur disiksa, keadilan dunia lenyap, kesejahteraan menghilang, kemiskinan serta penindasan melanda, kesusahan terjadi di mana-mana.

Maka dari itu, diharuskan bagi kita untuk membaiat seorang khalifah sehingga muncul negara yang berlandaskan hukum pada syariat (khilafah) yang akan menyejahterakan siapa pun yang berada di bawah naungannya, serta akan mengadili dengan seadil-adilnya kepada siapa pun yang melanggar aturan negara atau syariat. 

Nabi saw. pernah bersabda yang artinya: 

"Barang siapa mati sedangkan di pundaknya tidak ada baiat, maka matinya mati jahiliyyah."

Dari hadis Rasulullah tersebut, maka telah diwajibkan bagi seluruh umat Islam yang memang saat ini berjalan tanpa ada pemimpin, untuk membaiat seorang khalifah yang akan menegakkan daulah Islamiyyah serta mengembalikan kejayaan Islam seperti dahulu.


Oleh: Aizar
Sahabat Tinta Media

Senin, 11 Maret 2024

Muhammad Al Fatih, Pemimpin Terbaik yang Menerapkan Syariat Islam



Tinta Media - Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky mengatakan, Sultan Muhammad Al Fatih adalah pemimpin terbaik yang menerapkan syariat Islam.

"Beliau justru meraih gelar dengan sebutan sebagai pemimpin terbaik dengan sebutannya sebagai sultan, sultan itu adalah pemimpin dalam sistem Islam dan beliau menerapkan syariat Islam meninggalkan sistem Romawi walaupun yang ditaklukan adalah Romawi," ujarnya dalam video Pelajaran Penting Bagi Para Pemimpin dari Muhammad Al Fatih, di kanal Youtube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Jumat (8/3/2024).

Sebagai Muslim, ujar Wahyudi, layak mencontoh sosok Muhammad Al Fatih sebagai pemimpin terbaik bahkan disebut sebaik-baik pemimpin.

"Jadi kalau ada pemimpin yang terbaik yang layak dicontoh yang hari ini. Itu salah satunya adalah Muhammad Al Fatih," ungkapnya.

Ia menyebutkan gelar kepemimpinan terbaik ini diberikan langsung oleh Rasulullah Muhammad SAW. Sebagaimana hadis Beliau dalam sabdanya: "Konstantinopel akan ditaklukkan oleh seorang pemimpin, itulah pemimpin yang terbaik. Dan sebaik-baik pemimpin adalah yang menaklukkannya. Dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkannya".

Wahyudi menjelaskan ciri pemimpin terbaik yang dilakukan oleh Muhammad Al fatih setidaknya ada dua hal yang paling penting yang mungkin selama ini luput dari  pengetahuan atau pemberitahuan.

Pertama, Al Fatih adalah orang saleh yang tidak diragukan lagi ketaatannya kepada Allah SWT. "Dia baik shalatnya, bagus ibadahnya, bagus puasanya, bagus pokoknya, salehlah. Bahkan dia begitu menaklukkan semua dilindungi dengan baik, rakyatnya diberikan kesejahteraan," ungkap Wahyudi.

Kedua, yang paling penting Al Fatih itu tidak sombong, menerapkan suatu sistem yang diperintahkan oleh Allah SWT. "Ia tunduk, patuh dan rendah hati untuk melaksanakan semua yang Allah perintahkan termasuk menerapkan sistem yang Allah perintahkan kepadanya yaitu menerapkan syariat Islam," ujar Wahyudi. 

Ia menuturkan, berbeda dengan para pemimpin hari ini, yang walaupun muslim Tetapi lebih suka menerapkan sistem Romawi warisan dari pemerintahan Romawi dan Yunani kuno.

"Hari ini  perlu kita sama-sama pelajari kembali sama-sama untuk mencontoh Muhammad Al Fatih," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Minggu, 03 Maret 2024

Pemimpin yang Adil dan Amanah Hanya Ada dalam Sistem Islam

Tinta Media - Indonesia baru saja menyelenggarakan pesta demokrasi untuk menentukan pemimpin negara dalam lima tahun ke depan.

Dulu, sebelum pesta demokrasi terlaksana, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Bandung, KH. Shohibul Ali Fadhil M.Sq.  mengatakan bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) berhak melakukan pemilihan umum (pemilu) untuk menentukan pemimpin negara dalam lima tahun ke depan. Pesta demokrasi, selain memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, juga memilih anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.

KH. Shohibul mengungkapkan bahwa di dalam sebuah peraturan perpolitikan, tentu ada yang kalah dan ada yang menang. Maka dari itu, beliau dulu berharap kepada semua masyarakat Kabupaten Bandung agar menjadikan pesta demokrasi sebagai sebuah momentum untuk bersyukur kepada Allah Swt., menerima ketentuan takdir Allah Swt. 

Yang menang sudah tergariskan oleh Allah Swt. Bagi yang kalah, diharapkan bisa kembali lagi bersatu padu membangun Kabupaten Bandung yang Bedas (bangkit, edukatif, dinamis, agamis, dan sejahtera), mempererat kembali persaudaraan, menyatukan visi dan misi Kabupaten Bandung menuju Indonesia emas 2045, pangkas KH. Shohilul. (KIMCIPEDES.COM)   

Memang, tidak ada yang salah dengan pemilu, karena pemilu dilakukan untuk mengangkat seorang penguasa atau pemimpin. Kelak, dengan kepemimpinan tersebut, ia akan menjalankan tugas dan perannya sebagai kepala negara dalam hal mengurusi urusan rakyat. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah dengan berganti sosok pemimpin secara terus-menerus, akan terjadi perubahan menjadi lebih baik, atau justru hanya ilusi?

Seharusnya kita pahami bahwa sudah banyak pemimpin yang bergonta-ganti memimpin negeri ini. Akan tetapi, apakah masalah di negeri ini sudah teratasi ataukah justru timbul masalah baru silih berganti?  

Harus kita pahami pula bahwa bukan cuma perkara pemimpin yang berubah, lebih dari itu, kita butuh perubahan sistem yang akan mengantarkan perubahan yang lebih baik. 

Selama ini, PR di negeri ini masih sangat banyak, mulai dari masalah kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi, dan masih banyak lagi yang lain. Harus kita sadari dan pahami, bahwa bergonta-ganti sosok pemimpin saja tidak akan memberikan perubahan yang berarti, selama sistem yang dipakai bukan sistem yang bersumber dari ilahi.

Seperti saat ini, ketika sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalis-sekuler, Islam dan kekuasaan dipisahkan dan tidak memberlakukan syariah Islam. Akibatnya, penguasa bukan hanya gagal mencegah kezaliman yang menimpa rakyat. 

Selain itu, penguasa seakan berkolaborasi dengan para oligarki dengan berbagai kebijakan yang menguntungkan oligarki dan merugikan rakyat. Contohnya, pengesahan UU Migas, UU Mineral dan Batubara, UU Kelistrikan, UU Omnibus Law, UU IKN, dan lain-lain. Semuanya memberikan keleluasaan kepada oligarki untuk merampas sekaligus menguasai berbagai sumber daya alam yang notabene adalah milik rakyat, seperti hutan, minyak, gas, mineral, batu bara, barang tambang (seperti emas, perak, timah, nikel), dan lain-lain.

Tidak ada yang salah dengan pemilu. Akan tetapi, selama sistem yang bercokol masih sistem buatan manusia, maka kesejahteraan, kebahagiaan, keberkahan, mustahil akan didapatkan dan dirasakan.  
  
Ini berbeda dengan pemilu di dalam Islam yang menempatkan  hukum syara di atas segalanya, dan menerapkan hukum Allah dalam segala aspek kehidupan. Maka, permasalahan apa pun akan terselesaikan dengan syariat Islam.   

Di dalam Islam, kekuasaan hakikatnya adalah amanah, dan amanah kekuasaan ini bisa menjadi beban pemangkunya di dunia sekaligus bisa mendatangkan siksa bagi dirinya di akhirat. Nabi saw.  bersabda:

"Kepemimpinan itu awalnya bisa mendatangkan cacian, kedua bisa berubah menjadi penyesalan, dan ketiga bisa mengundang azab dari Allah pada hari kiamat, kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil (HR. ath-Thabrani).    

Rasulullah saw. mengingatkan dalam hadis di atas bahwa hanya para pemimpin yang mempunyai sifat kasih sayang dan adil yang akan selamat kelak di hadapan pengadilan Allah Swt. Sikap kasih sayang seorang pemimpin ditunjukkan dengan upayanya untuk selalu memudahkan urusan rakyat, menggembirakan rakyat, dan tidak menakut-nakuti mereka dengan kekuatan aparat dan hukum.
    
Adapun sikap adil pemimpin ditunjukkan dengan kesungguhannya dalam menegakkan syariat Islam di tengah umat. Sebab, tidak ada keadilan tanpa penegakkan dan penerapan syariat Islam.

Karena itulah, siapa pun yang akan menjadi penguasa, lalu saat berkuasa tidak menjalankan pemerintahan sesuai dengan syariat Islam, maka dia berpotensi menjadi penguasa yang zalim dan fasik. 
Allah SWT berfirman,

"Siapa saja yang tidak memerintah dengan apa yang telah Allah turunkan (yakni al-Quran ), maka mereka itulah kaum yang zalim (TQS. al- Maidah: 45)

"Siapa saja yang tidak memerintah dengan apa yang telah Allah turunkan (yakni al-Quran), maka mereka itulah kaum yang fasik." (TQS. al-Maidah: 47)  

Karena kekuasaan adalah amanah, Nabi Saw mengingatkan para pemangku jabatan dan kekuasaan agar tidak menipu dan menyusahkan rakyat. Beliau bersabda,

"Tidaklah seseorang hamba  yang Allah beri wewenang untuk mengatur rakyat, mati pada hari dia mati, sementara dia dalam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga bagi dirinya." (HR al- Bukhari)

Karena itulah, kaum muslim diperintahkan oleh Allah Swt. untuk memberikan amanah, terutama amanah kekuasaan kepada orang yang benar-benar layak berdasarkan kategori-kategori syariah. 

Dengan demikian, kekuasaan harus diorientasikan untuk melayani urusan umat. Hal ini hanya akan terwujud tatkala kekuasaan itu menerapkan syariah Islam secara total, memelihara urusan dan kemaslahatan, serta menjaga umat. Kekuasaan semacam inilah yang harus diwujudkan oleh kaum muslim semuanya, yang dengannya akan mendatangkan kebaikan dan keberkahan.
   
Kekuasaan semacam ini hanya akan terwujud dalam bentuk pemerintahan Islam, yakni khilafah Islam. Khilafah Islam akan mengatur urusan kaum muslim dan seluruh warga negara dengan syariah Islam, seperti menjamin kebutuhan hidup, menyelenggarakan pendidikan yang terbaik dan terjangkau, menyediakan fasilitas kesehatan yang layak dan cuma-cuma untuk seluruh warga tanpa memandang kelas ekonomi, serta akan mengelola sumber daya alam agar bermanfaat bagi segenap warga, tidak dikuasai swasta apalagi jatuh ke tangan asing dan aseng.    

Khilafah juga akan menjaga dan melaksanakan urusan agama, seperti melaksanakan hudud untuk melindungi kehormatan, harta, dan jiwa masyarakat muslim maupun non-muslim. Khilafah Islam juga akan menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Khilafah Islam juga akan memimpin jihad untuk menyelamatkan kaum muslimin yang tertindas di berbagai negeri, seperti di Palestina, Xinjiang, Myanmar, dan lain-lain.     

Sudah saatnya kita menentukan pilihan dengan hanya memilih kekuasaan yang akan menerapkan syariat Islam kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan penerapan syariat Islam, perubahan yang diinginkan akan benar-benar sesuai harapan, sekaligus mendapatkan keberkahan dan rida Allah Swt.
Semua itu hanya bisa terwujud tatkala khilafah Islamiyyah ditegakkan. Wallahu a'lam.


Oleh: Ummu Aiza
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 02 Maret 2024

Buta dan Tuli Pemimpin Negeri Muslim


Tinta Media - Qatar mengutuk ‘standar ganda’ pada sidang ICJ mengenai pendudukan Israel. (al jazeera English, Jum’at,23/02/2024)

Apa yang dilakukan Qatar dengan ucapan tersebut tidak akan berpengaruh pada keputusan ICJ ataupun apa yang akan dilakukan bangsa kera tersebut.

Hal yang sama dilakukan oleh Menteri Hukum dan Kehakiman Pakistan Ahmed Irfan Aslam yang menyetujui adanya solusi dua negara. Di satu sisi, mereka menolak pembantaian yang terjadi yang dilakukan Zionis Israel, sedangkan di sisi lain menyerahkan saudaranya kepada sang pembantai.

Ini adalah bentuk kebodohan nyata yang dilakukan oleh pemimpin negeri muslim di dunia ini. Telah jelas dan nyata bahwa Zionis telah melakukan penjajahan dan genosida. Melakukan perdamaian dengan Zionis dan penerapan solusi two state nation hanya bualan dari penjajah dan sekutunya. Namun, hal ini malah diamini (diiyakan) oleh pemimpin di sekitar tanah yang diberkahi itu.

Tidak bergeraknya pemimpin muslim di seluruh dunia untuk menyerukan tentaranya yang berada di barak-barak, tidak mengeluarkan amunisi persenjataannya, dan tidak bersatunya penguasa mereka merupakan bentuk ketundukan terhadap hegemoni penguasa dunia, AS. 

Sebagai contoh, Mesir yang dipimpin Abdul Fattah as-Sisi merupakan tetangga paling dekat dengan Gaza, terus menutup perbatasan dan membangun tembok pembatas tanpa rasa kasihan dan peduli melihat saudaranya dibantai. 

Sebagaimana tertuang dalam firman Allah Swt. Surat Ali Imran ayat 103, yang artinya:

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu masa jahiliyah bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu bersaudara, sedangkan ketika itu kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”

Aneksasi dan Genosida oleh Zionis

Aneksasi dan genosida oleh zionis Yahudi membuat Gaza kini hancur rata dengan tanah. Menurut PBB, untuk bisa seperti yang dulu dibutuhkan waktu 70 tahun. Rumah, sekolah, masjid, rumah sakit, perkantoran hancur luluh lantak. Kota Rafah sebagai tempat terakhir untuk berlindung pun hancur.

Kini kondisi rakyat di Gaza sangat memprihatinkan. Mereka telah makan rumput, memakan tepung dengan pakan ternak, dan air minum yang minim sekali. Mereka juga berada di musim dingin. Sangat pilu dan mengiris hati.

Dalam sebuah konferensi pers, Perdana Menteri Zionis Yahudi Benyamin Netanyahu mengungkapkan bahwa jika setelah konflik ini selesai, maka para Zionis akan melanjutkan program penyangga keamanan agar aktivitas teror tidak ada lagi. Namun, hal tersebut langsung dibantah pihak Hamas. (Kompas, Sabtu, 24/02/2024).

Namun, kita harus memahami dan mendengarkan jeritan warga Palestina. Mereka ingin agar pemimpin muslim mengerahkan tentaranya untuk mengusir penjajah dari Palestina. Bahkan, di antara warga yang di daerah perbatasan tersebut ada yang meminta senjata kepada tentara penjaga perbatasan.

Sungguh, penderitaan yang dirasakan warga Palestina melebihi penderitaan lain yang ada di dunia. Kelaparan yang mereka rasakan melebihi kelaparan yang dirasakan di dunia.

Harapan Terakhir

Kepada siapa warga Gaza berharap agar semua ini berakhir? Langkah-langkah AS dan sekutunya sudah gamblang, akan tetap mempertahankan kondisi tersebut agar kepentingan AS tetap terjaga. Dengan begitu, AS dapat terus mengontrol kawasan tersebut.

Berharap kepada organisasi seperti PBB, ibarat pungguk merindukan bulan. Sesuatu yang tak akan mungkin, karena sejatinya pemegang PBB tersebut adalah AS dan sekutunya yang mempunyai hak veto. Secara otomatis, jika ada yang berseberangan dengan kepentingan mereka, maka akan diveto.

Harapan terakhir tentu kepada janji yang telah Allah dan Rasul-Nya sampaikan, yaitu tegaknya khilafah ala minhajin nubuwah yang dipimpin oleh seorang khalifah. Dialah junnah (perisai) yang sesungguhnya bagi seluruh kaum muslimin, tidak hanya di Palestina.

Tentunya, semua bisa terwujud jika ada dakwah. Ya, benar, dakwah konsisten yang dilakukan oleh kaum muslimin pasti membuahkan membuahkan hasil. Selain itu, Allah Swt. Adalah Zat yang tidak pernah ingkar. Inilah yang memotivasi setiap mukmin untuk bergerak. Semoga Allah segerakan tegaknya daulah khilafah ini, yang akan mengusir penjajah tersebut dari Al-Quds. Aamiin.


Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 10 Februari 2024

Pemimpin Bukan Hanya Memimpin



Tinta Media - Perhelatan politik di Indonesia memang menarik untuk diikuti. Tak terkecuali tentang debat calon presiden dan calon wakil presiden yang hari ini selalu menjadi trending topic di setiap pembicaraan masyarakat Indonesia. Komentar-komentar saling sindir pun begitu tampak dan vulgar. Tak peduli itu kawan, sahabat bahkan keluarga dekat pun menjadi korban saling sindir. Ditambah bermunculan berita-berita hoaks yang makin mempertajam konflik tersebut. 

Menariknya di setiap debat calon presiden dan calon wakil presiden, tiap paslon (pasangan calon) memaparkan cara pandangnya terhadap suatu permasalahan di negeri ini secara solutif dan inovatif. Namun hal ini dapat menjadi bumerang ketika beberapa pendukung salah satu paslon menilainya tak masuk akal atau hanya omong kosong saja bahkan secara terang-terangan menunjukkan nir adab (tidak beradab). Hasilnya timbul kekecewaan yang mengakibatkan berpindahnya dukungan ke paslon yang lain. 

Efek kekecewaan ini pun berimbas kepada lembaga survei elektabilitas. Lembaga survei ini banyak memberikan data-data elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden di suatu daerah. Tujuannya ingin memberikan gambaran secara umum kepada masyarakat agar dapat menentukan pilihannya. Selain itu data-data dari lembaga survei tersebut, digunakan oleh para paslon untuk menyusun strategi meraih dukungan yang lebih banyak. Namun beberapa masyarakat Indonesia tidak mempercayainya, dikarenakan isu yang beredar bahwa lembaga survei merupakan antek dari salah satu paslon. 

Jika dicermati secara mendalam, sayangnya para calon presiden dan calon wakil presiden tidak ada yang memberikan pandangannya secara Islam. Mereka hanya berkutat secara cabang tidak secara substansial pada setiap pembahasannya. Hal ini memberikan gambaran bahwa para calon presiden dan calon wakil presiden tidak ada bedanya dengan sebelumnya. Hanya meneruskan dari sistem yang sudah ada yaitu demokrasi kapitalisme. 

Dalam sistem demokrasi kapitalisme, agama dilarang mengatur urusan kenegaraan. Artinya harus dipisahkan antara urusan negara dan agama. Padahal dalam Islam, negara harus berlandaskan dari aturan agama, karena hanya Allah Swt. yang berhak membuat aturan. Selain itu pada sistem demokrasi kapitalisme kedaulatan ada di tangan rakyat, sedangkan pada Islam kedaulatan itu milik Allah swt. Sehingga jelas tidak mungkin akan ada kepentingan baik secara kelompok maupun individu. Dalam Islam negara dan rakyat wajib taat kepada hukum syariat. Sehingga akan tercipta amar ma'ruf nahi munkar bila negara melanggar syariat Islam. 

Sungguh miris keadaan negeri ini yang mayoritas beragama Islam serta memiliki jumlah pemeluk agama Islam terbesar sedunia namun menolak atau anti kepada syariat Islam. Padahal seorang muslim itu wajib taat kepada syariat Islam tanpa nanti tanpa kecuali dan tanpa pilih-pilih. Umat Islam membutuhkan pemimpin yang benar-benar menjalankan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh), karena hanya dengan Islam persoalan-persoalan di negeri ini akan terselesaikan. Mulai dari kemiskinan, keadilan, pengelolaan sumber daya alam, dan lain-lain. 

Oleh karena itu sudah saatnya masyarakat Indonesia mulai berpikir mendalam tentang permasalahan pemilihan pemimpin ini. Jangan mau terjebak berulang-ulang di setiap ajang 5 tahunan ini. Dan seharusnya umat Islam memiliki pandangan atau agenda sendiri di dalam perpolitikan yang bertujuan untuk melanjutkan kehidupan Islam. 

Adapun cara yang di tempuh yaitu mengikuti thariqah (metode) yang diajarkan Rasulullah SAW dengan cara mengikuti pembinaan-pembinaan (belajar) dan memberikan edukasi kepada masyarakat (dakwah) agar tercipta masyarakat yang berpikir mendalam secara perspektif Islam. Bayangkan jika semua masyarakat sadar dan berpikir secara perspektif Islam yang kaffah, tentu negeri ini pun akan menjadi negri baldatun thoyyibatun wa rabbun ghaffur seperti yang dicita-citakan.


Oleh : Arief Firman
Aktivis Dakwah 

Jumat, 22 Desember 2023

PEMIMPIN ORISINIL




.
Tinta Media - Hal menarik saat pilpres sekarang adalah politik pencitraan. Atau branding calon Presiden. Tidak salah memang, namun harus banyak diwaspadai. Jika sesuai dengan kesehariannya tidak masalah. Namun akan bermasalah jika apa yang dicitrakan jauh berbeda dengan kenyataan keseharian. Akhirnya tidak orisinil. 

Apa yang terjadi dengan keluarnya diksi "Ndasmu Etik" sepertinya menampak hal itu. Antara branding atau pencitraan jauh dari aslinya. Tersirat diksi kekesalan yang sangat sehingga muncul kata-kata "jorok" tersebut. Apalagi diksi tersebut keluar dalam forum internal. Forum bebas untuk berkata-kata vulgar. Berbeda dengan forum terbuka. 

Artinya bisa dipahami memang begitulah karakternya. Sebab, seseorang akan tampak wajah aslinya ketika berada dalam lingkungan internalnya. Sebab sudah di anggap teman-teman atau keluarga sendiri. Maka pembicaraannya pun akan bebas. Tanpa tedeng aling-aling lagi. Akan keluar karakter aslinya. 

Belum lagi pejabat yang dulu tidak berpihak pada rakyatnya saat ada tambang besar mengeruk lahan warganya. Baru setelah ramai turun tangan membela rakyat. Dan sekarang dicitrakan pembela wong cilik. 

Ini yang bahaya. Yang tampak di masyarakat itu bukan sikap dan karakter orisinilnya. Justru yang tampak adalah polesannya atau citranya. Bahkan polesannya itu tebal sekali sehingga membuat masyarakat tersamarkan wajah bopengnya. Sekali lagi rakyat disuguhi calon pemimpin yang tidak orisinil. 

Apa yang terjadi di rezim saat ini mengkonfirmasi semuanya. Yang dulu di kenal sederhana, tapi istrinya bergelamor barang-barang branded. Yang dulu dicitrakan membela rakyat, UU Omnibuslaw, kasus Rempang dll membuktikan itu omong kosong. Yang ada membela kepentingan oligarki. Termasuk soal IKN. Ternyata lahan-lahan yang akan di pakai bukanlah ruang kosong. Tapi milik konglomerat. Belum lagi bisnis-bisnis yang akan dikerjakan saat pelaksanaan proyek IKN, ternyata yang menikmati adalah para oligarki. 

Belum lagi yang dicitrakan tidak haus kekuasaan, namun isu 3 periode, ibu suri dan tragedi MK mengkonfirmasi ternyata rakus kekuasaan. Gila dunia. Dan masih banyak lagi. Masyarakat tertipu dengan citra atau olesan calon presiden. 

Ini berbeda dengan calon pemimpin dalam Islam. Calon-calon khalifah yang menjadi sumber hukum Islam, yakni khulafaur Rasyidin sangat jauh dari pencitraan atau branding. Mereka semua terpilih menjadi khalifah karena masyarakat tahu pribadi mereka. Orisinil memang orangnya baik dan berintegritas. Tidak polesan. 

Siapa yang tidak kenal Abu Bakar, Khalifah pertama. Beliau sahabat yang membela Islam dengan harta dan nyawanya. Selalu ikut berperang di medan laga bersama Rasulullah. Mewakafkan semua hartanya saat seruan perang di masa paceklik. Wajar jika masyarakat memilih Abu Bakar menjadi Khalifah pengganti Rasulullah. Masyarakat tahu orisinalitasnya. 

Begitu pun Umar. Masyarakat tahu orisinilitas Umar. Beliau mendapat julukan "Al Faruq". Pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Itu karena sikap tegas Beliau yang tidak kompromi dengan kebatilan. Langsung babat habis. Tidak peduli itu dilakukan oleh pejabat negara hatta oleh anaknya sendiri. Anaknya pernah di hukum cambuk karena kedapatan mabuk. 

Dan para khalifah selanjutnya. Mereka terpilih karena orisinalitas mereka yang tampak jelas dari kehidupan kesehariannya yang membela Islam, kebenaran dan kepeduliannya pada masyarakat. Oleh karenanya wajar jika saat memimpin benar-benar untuk membela Islam dan untuk menyejahterakan rakyatnya. Rakyat jadi tercukupi semua kebutuhan pokoknya. Bahkan gratis. 

Dalam Islam, calon pemimpin tidak laku pakai pencitraan dan polesan. Karena rekam jejaknya sudah jelas dan tampak dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh: Gus Uwik 
(Kritikus Peradaban)

Selasa, 19 Desember 2023

Dosa Besar, Ketika Menjadi Pemimpin Tidak Menjalankan Hukum Allah SWT



Tinta Media - Ulama Aswaja KH Rokhmat S. Labib menegaskan dosa besar ketika menjadi pemimpin yang tidak menjalankan hukum Allah SWT. 

"Apalagi dosa besar ketika menjadi pemimpin yang tidak menjalankan hukum Allah SWT," ujarnya dalam acara kajian tafsir Al Waie dengan tema Penyebab Mendustakan Hari Pembalasan dikanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Rabu (13/12/2023).  

Karena ungkapnya, Allah sudah menegaskan dan menyebutkannya pelaku atau pemimpin yang jelas-jelas tidak menjalankan hukum Allah SWT itu dicap oleh Allah sebagai fa ulaa ika humudzalimun , fa ulaa ika humul fasikun , fa ulaa ika hummul kafirun (maka mereka adalah orang-orang yang dzalim,  maka mereka adalah orang-orang yang fasik, maka mereka adalah orang-orang kafir). 

Demikian juga lanjutnya, seorang pejabat atau pemimpin yang seharusnya mengurusi, memelihara, menjaga rakyat namun mereka (pejabat dan pemimpin) mengabaikannya. 

"Ibarat seperti penggembala, penggembala kalau melihat gembalanya laper, ya harus dicarikan makan. Tidak ada penggembala membiarkan gembalaannya laper diam saja," cetusnya. 

Begitu juga bebernya, ketika rakyat diancam, dicuri, dirampas tanahnya pemimpin harus siap melindungi. 

"Lha kalau pemimpin sudah begitu (abai pada rakyatnya), mudah memberikan rakyatnya kepada orang lain, malah tidak dikasih makan, punya malah dirampas, punya uang dikorupsi nah pemimpin seperti termasuk katagori itu (fa ulaa ika humudzalimun, fa ulaa ika humul fasikun, fa ulaa ika hummul kafirun )," tandasnya. [] Setiyawan Dwi.

Kamis, 14 Desember 2023

Ulama Aswaja: Orang yang Zalim Itu...



Tinta Media - Ulama Aswaja KH Rokhmat S. Labib menjelaskan orang yang zalim itu adalah orang yang mengangkat wali atau pemimpin yang jelas-jelas memerangi kaum muslimin. 

"Orang yang mengangkat wali atau pemimpin  yang jelas-jelas memimpinnya itu memerangi kaum muslimin, mengusir kaum muslimin dari negeri mereka, bahkan ikut membantu pengusiran kaum muslimin adalah termasuk orang-orang yang zalim," ujarnya dalam acara kajian Tafsir QS. Hud: 113 dengan tema Pilih Pemimpin yang Benar! Jangan Asal Gemoi, merakyat Apalagi Zalim, Bisa Berbahaya! di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Kamis (7/12/2023). 

"Jadi orang yang jelas mengangkat dia, wali atau pemimpin  itu, dijelaskan oleh Allah sebagai orang-orang yang zalim," tegasnya. 

Termasuk, kata KH Rokhmat S. Labib, mengangkat bapak mereka atau anak mereka sebagai wali sementara bapak atau anak mereka lebih memilih kekufuran itu termasuk juga orang zalim. 

"Di dalam surah At Taubah ayat 23, mengangkat mereka (orang yang memilih kekufuran) sebagai wali, meski mereka adalah anakmu maka mereka termasuk orang-orang yang zalim," tegasnya. 

Jadi, bayangkan, bebernya, bapak adalah orang yang paling berjasa, demikian juga anak adalah orang yang paling dicintai yang dianggap dijadikan sebagai penerus jika lebih memilih kekufuran daripada keimanan tidak boleh dijadikan sebagai wali atau pemimpin. 

"Apalagi  orang lain yang tidak ada urusan dengan kita, bahkan kebijakan-kebijakan mereka menzalimi kita, menyengsarakan kita," pungkasnya. [] Setiyawan Dwi.

Jumat, 03 November 2023

PEMIMPIN SERAKAH, RAKUS, DAN KEMARUK

Tinta Media - Bumi menyediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi tidak untuk keserakahan setiap orang (Mahatma Gandhi)

Harta dan tahta bisa menjadikan orang serakah, rakus dan kemaruk. Orang rakus bersifat materialistis dan mereka mendambakan uang dan kekuasaan. Mereka gagal memahami perbedaan antara kebutuhan dan keserakahan. Menjadi serakah adalah menjadi egois. Orang rakus kurang empati dan peduli dengan perasaan orang lain bukanlah bagian dari kamus mereka. Benarlah apa yang dikatakan Horace bahwa orang yang tamak selalu kekurangan. Bahkan Joe Meno menyindir bahwa bagaimanapun juga, manusia hanyalah hewan yang tamak.

Dalam sejarah kekuasaan fir’aun, saking rakus dan kemaruknya, dia tak ingin melepaskan kekuasaannya hingga puncaknya mengaku sebagai tuhan dan menolak semua bentuk kebaikan yang didakwahkan oleh Nabi Musa. Rakus, serakah dan kemaruk atas kekuasaan akan menjadikan seorang pemimpin buta hati. Dikatakan bahwa manusia tidak pernah puas, bahwa kamu memberi mereka satu hal dan mereka menginginkan sesuatu yang lebih, kata John Steinbeck. Orang serakah tidak dapat berbuat apa-apa, hanya dapat meningkatkan keserakahan mereka, tegas Mehak Mahajan.

Pemimpin yang serakah, rakus dan kemaruk seringkali tidak pernah merasa puas dengan apa yang mereka miliki dari harta dan kekuasaan. Mereka selalu ingin lebih banyak, terlepas dari sejauh mana keberhasilan atau kepemilikan yang mereka miliki. Pemimpin serakah tak peduli dari mana dia mendapatkan harta, tak peduli halal haram. Mereka juga tak peduli dan membabi buta mempertahankan kekuasaan, hingga diwariskan ke anak cucu. Pemimpin serakah, rakus dan kemaruk bernafsu menambah waktu kekuasaannya hingga seumur hidup jika perlu.

Jika kepemimpinan telah dihinggapi sifat rakus, serakah dan rakus, maka dirinya akan menjadi pemimpin yang kikir. Mereka sulit berbagi kekayaan atau pengetahuan mereka dengan orang lain karena takut kehilangan apa yang mereka miliki. Penguasa yang kemaruk sering kali menunjukkan perilaku kikir, seperti menolak untuk membayar bagi layanan yang mereka nikmati atau enggan memberikan tip kepada orang yang memberikan pelayanan. Mereka selalu berbicara tentang uang, harta, atau kepemilikan material lainnya, dan seringkali mengukur nilai seseorang berdasarkan kekayaan materi.

Pemimpin yang kemaruk mungkin mengambil risiko finansial yang tidak sehat dalam upaya untuk mendapatkan lebih banyak uang atau harta. Mereka sulit bersyukur atas apa yang mereka miliki dan selalu merasa tidak puas meskipun memiliki banyak hal. Pemimpin kemaruk mungkin tidak peduli dengan kebutuhan atau keinginan orang lain dan cenderung egois. Mereka mungkin mencoba menipu atau menyembunyikan informasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi, meskipun hal itu bisa merugikan orang lain. Dia tidak rela jika orang lain mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan.

Tidak ada malapetaka yang lebih besar daripada keinginan yang berlebihan. Tidak ada rasa bersalah yang lebih besar daripada ketidakpuasan Dan tidak ada bencana yang lebih besar daripada keserakahan, begitu penegasan Lao Tzu. Perkataan ini benar, sebab jika kekuasaan telah dihinggapi rasa rakus dan serakah serta kemaruk maka akan menjadi malapetaka bagi rakyatnya. Dibawah kepemimpinan yang serakah, maka rakyat akan hidup dalam kesengsaraan, ketersiksaan dan kebinasaan.

Keserakahan manusia tidak akan pernah hilang kecuali setelah kematian menjemputnya. Dalam bahasa Arab, serakah disebut tamak yang artinya sikap tak pernah merasa puas dengan yang sudah dicapai. Karena ketidakpuasannya itu, segala cara pun ditempuh. Serakah adalah salah satu dari penyakit hati. Mereka selalu menginginkan lebih banyak, tidak peduli apakah cara yang ditempuh itu dibenarkan oleh syariah atau tidak. Tak berpikir apakah harus mengorbankan kehormatan orang lain atau tidak. Yang penting, apa yang menjadi kebutuhan nafsu syahwatnya terpenuhi.

Jangan serakah sebagai seorang pemimpin, dan jangan mencoba mengambil kekayaan semua orang untuk diri sendiri. Sebab dirinya  tidak akan dapat memiliki semuanya ketika tiba waktu kematian. Sebab kematian akan mendatangi setiap diri manusia, sekaya apapun tidak akan dibawa mati. Andai semua harta dikubur bersama mayatnya, maka dia tinggal seonggok bangkai yang tak berkuasa apapun. Allah telah menegaskan bahwa ketamakan dilarang dalam ajaran Islam.

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) (QS At Takatsur : 1-7)

Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari, dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin) (QS Al Qalam : 17-18).

Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048).

Jika ada seorang pemimpin selalu menunpuk harta tanpa henti, bersifat kikir, ingin berkuasa selama mungkin, ingin mewariskan kekuasaan kepada anggota keluarganya, tidak mau mendengarkan nasihat kebaikan, berbuat curang demi kepentingannya, memusuhi orang-orang yang mengkritiknya, maka itulah para pemimpin yang telah terserang penyakit serakah, rakus dan kemaruk. Adakah pemimpin seperti itu di negeri ini ?.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 23/10/23 : 21.33 WIB)

* Oleh: Dr. Ahmad Sastra*
_Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa_

Jumat, 06 Oktober 2023

Karakter Pemimpin Ideal dalam Islam

Tinta Media - Majunya Muhaimin Iskandar atau biasa disapa Cak Imin sebagai cawapres 2024 menjadi suatu kebanggaan bagi masyarakat, terkhusus bagi kalangan para santri, sebab Cak Imin merupakan salah seorang aktivis dari kalangan santri, kalangan kader Nahdliyin dan saat ini menjadi kader DPP PKB.

Sebagai bentuk rasa syukur dan wujud rasa bangga bahwa kalangan santri dapat menjadi calon pemimpin nasional juga untuk memperingati hari maulid nabi, sebanyak 20 ribu santri anak-anak Nahdliyin yang ada di Kabupaten Bandung yang terdiri dari 31 kecamatan, bahkan di luar Kabupaten Bandung berkumpul di Pondok Pesantren Sa'adatuddaroin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat untuk mendoakan Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden (cawapres) 2024.

Dengan berkumpulnya para santri di pesantren Sa'adatuddaroin ini, Cak Imin dan para pendukungnya bukan hanya meminta doa saja, tetapi sekaligus meminta restu. Para pendukung Cak Imin berharap, dengan dipanjatkannya do'a-do'a dan diberikannya restu oleh para santri yang setiap harinya dekat dengan aktivitas keagamaan, Gus Imin mendapatkan kemenangan dan diberikan kelancaran dalam setiap proses yang akan dilakukan menjelang pemilu 2024 mendatang.

Sosok kepemimpinan saat ini menjadi isu hangat yang tak henti-hentinya dibicarakan, terlebih pelaksanaan pemilu semakin dekat. Berbicara tentang kepemimpinan, tentunya erat kaitannya dengan sosok dan sistem kepemimpinan itu sendiri. Saat ini rakyat sangat berharap mempunyai seorang pemimpin yang bisa mengubah kondisi dunia menjadi lebih baik, yang mampu mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan bagi seluruh rakyat. 

Teringat akan perkataan seorang Khalifah Umar bin Khattab bahwa suatu negeri akan hancur walaupun dia makmur jika pengkhianat menjadi petinggi dan harta dikuasai orang-orang fasik. Perkataan tersebut telah terbukti hari ini. Indonesia telah memiliki banyak pemimpin yang silih berganti menduduki kursi jabatan. Namun sayang, pergantian pemimpin tak mampu mengubah kondisi negara menjadi lebih baik, malah yang terjadi adalah kerusakan dan kehancuran.

Sebab, rakyat hanya fokus pada pergantian pemimpin saja, sementara, aturan yang berlaku masih tetap menggunakan aturan kaum kafir yang  menjadikan umat lupa dengan jati diri mereka sebagai umat terbaik. 

Umat saat ini merasa cukup puas memiliki pemimpin di balik pencoblosan kertas suara lima tahunan, yang menerapkan aturan yang meracuni pemikiran umat dan  melalaikan potensi Islam untuk tampil sebagai negara adidaya. Umat lupa, bahwa sejatinya Islam pernah menguasai dunia selama 13 abad lamanya.

Semua kehancuran ini tiada lain disebabkan oleh sistem yang diterapkan, yaitu sistem demokrasi sekuler kapitalistik, yang menjadikan sosok kepemimpinannya jauh dari aturan Allah. Sesaleh dan sebaik apa pun sosok pemimpin yang dipilih oleh rakyat, jika sistem yang diterapkan masih sistem demokrasi, maka tak akan menjamin seorang pemimpin pilihan rakyat untuk menjadi seorang yang amanah dalam melaksanakan seluruh tugas-tugas kepemimpinannya. 

Sebab, amanah kepemimpinan itu bukan hanya terucap di bibir saja, bukan pula sekadar tebar pesona ke rakyat. Begitu pun jika pemimpin tak mempunyai kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin, maka kepemimpinannya akan tersandera kepentingan partai dan golongan. 

Umat harus mengingat bahwa karakter pemimpin ideal untuk membangun sebuah negara besar yang berdaulat dan mandiri telah direalisasikan dalam sistem Islam, di antaranya pemimpin itu harus orang yang paling takut kepada Allah, sehingga saat mengemban amanah kepemimpinan itu senantiasa berdasarkan kepada ketetapan aturan Allah Swt. Kemudian pemimpin itu juga harus mempunyai sifat jujur sehingga rakyat akan menaruh kepercayaan secara total kepadanya.

Selain itu, sifat yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin adalah amanah dalam mengemban tugas pemerintahan, tabligh atau mempunyai kemampuan berkomunikasi sehingga tercipta hubungan yang baik antara pemimpin dan rakyatnya, cerdas dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat dengan ditopang keilmuan yang mumpuni. Seorang pemimpin itu harus adil, dalam arti, di tangannya ditegakkan hukum Allah.

Karakter seperti itulah yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin yang didambakan umat secara keseluruhan. Maka dari itu, untuk mewujudkannya dibutuhkan perubahan pada sistem. Hanya dengan sistem Islam karakter pemimpin ideal akan kita dapatkan, yang mampu mencetak rakyat beriman dan bertakwa, kepribadiannya terdidik secara sistemis. 

Sistem pendidikan yang diterapkan adalah berbasis akidah Islam. Selain itu, sistem ekonomi Islam menjadikan keberkahan pada setiap bidang kehidupan. Sistem politiknya berbasis riayah suunil ummat, dan sistem sanksi akan memberi efek jera bagi pelanggar syariat Islam. Wallahu'alam Bishshawab.

Oleh: Tiktik Maysaroh (Aktivis Muslimah Bandung)

Selasa, 12 September 2023

Karakter yang Harus Ada pada Seorang Pemimpin




Tinta Media - Islam menetapkan beberapa karakter  yang harus ada pada diri seorang pemimpin sehingga dia layak untuk jadi pemimpin. Yang paling menonjol di antaranya:

Kekuatan, ketakwaan dan lemah lembut kepada rakyatnya.

1. Kekuatan ini terkait dengan ketegasan dalam mengambil keputusan. Di sinilah Baginda Nabi Muhammad Saw menganggap bahwa Abu Dzar Ra lemah ketika beliau meminta jabatan sehingga ditolak oleh Rasulullah Saw. 

Yang dimaksud kekuatan adalah kekuatan syakhshiyah yakni kekuatan aqliyah dan nafsiyah. Akal seorang pemimpin yang mampu mengetahui setiap persoalan dan berbagai interaksi yang menjadi tanggung jawabnya. Dia mengetahui kondisi rakyatnya sehingga bisa mengurus rakyat dengan baik.
Nafsiyah sebagai pemimpin yang mengarahkan dia untuk berperilaku sebagai pemimpin. Mengontrol kecenderungannya sebagai pemimpin.

2. Ketakwaan. Pentingnya ketakwaan di sini karena kekuatan kepribadian sebagai pemimpin berpeluang melahirkan tirani. Sehingga pemimpin harus melindungi dirinya dengan ketakwaan.

Kesadaran bahwa dia selalu diawasi oleh Allah akan memberikan dia kekuatan untuk tidak melakukan kezaliman dalam kekuatan yang dia miliki. 

3. Lemah lembut kepada rakyat 

Seorang pemimpin harus tegas dalam menegakkan syariah atas rakyatnya. Tanpa kelemahlembutan akan berpotensi menimbulkan antipati. Pemimpin tidak boleh menyusahkan rakyatnya dengan alasan apapun. Laksana penggembala maka dia akan menjaga ternaknya dan memberikan makanan serta minuman terbaik.

Bahkan Nabi Muhammad SAW mendoakan secara khusus bahwa barang siapa pemimpin umat Islam yang menyusahkan rakyat agar dibuat sudah oleh Allah.

Demikianlah karakter yang harus ada pada pemimpin umat Islam. Bukan malah menjadi pemimpin yang pembohong, penipu, kasar, zholim, dll yang seperti banyak terjadi di negeri-negeri muslim hari ini. Na'udzubillah min dzalik![]

Oleh: Ustadz Abu Zaid 
Tabayyun Center

Sabtu, 05 Agustus 2023

Pemimpin Tak Ingin Berubah, UIY: Ada Kecemasan yang Disembunyikan?



Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menduga bahwa ada rasa cemas yang disembunyikan oleh pemimpin sekarang yang tidak menginginkan akan adanya perubahan. “Secara rasional pasti dia di dalamnya itu ada mengandung satu perkara yang disembunyikan. Nah apa yang disembunyikan sedemikian besarnya sampai menabrak logika?” ujarnya dalam acara Fokus: Kok Menolak Perubahan, Ada Apa? melalui kanal You Tube UIY Official, Ahad (30/7/2023).

UIY melanjutkan bahwa kecemasan muncul seiring dengan penolakan pemerintah terhadap seruan perubahan dalam program tata kelola negara. Hal tersebut dikhawatirkan akan berdampak pada diri dan koleganya.

“Mengapa orang tidak suka kepada perubahan? Itu adalah kecemasan terhadap masa depan diri, keluarga dan kroni-kroninya bahwa dia akan menghadapi masa-masa kelam ketika perubahan itu menghasilkan satu keadaan yang tidak lagi favorable untuk diri, keluarga dan kroninya itu,” lanjutnya.

Kekhawatiran ini, kata UIY, tentulah sangat beralasan karena selama kepemimpinan Presiden Jokowi banyak proyek-proyek besar yang ditutupi. Misalnya dugaan pelanggaran untuk proyek kereta cepat senilai 127 triliun rupiah. Kecemasan itu  dalam bentuk misalnya kekhawatiran adanya upaya untuk mengungkap something behind the scene, sesuatu di balik layar yang selama ini ditutupi dibalik proyek besar itu.

“Kalau saya ambil contoh ya gelaran Formula-E yang 900 miliar di kulik begitu rupa, dicari kemungkinan ada pelanggaran. Itu 900 miliar nggak sampai 1 triliun. Masa sih proyek kereta cepat yang 127 triliun nggak ada sesuatu?” ungkapnya. 

UIY juga menepis anggapan bahwa dengan mengulik sesuatu nanti ada kemungkinan didapatkan penyimpangan-penyimpangan adalah sesuatu yang salah. “Tidak. Itu disebut dengan audit. Saya kira sebagai sebuah prinsip good governance and clean government itu mutlak. Dia akan menghadapi yang disebut dengan audit termasuk kemungkinan audit politik,” paparnya.

Karena itu, kata UIY, bahasa yang universal itu sesungguhnya adalah kejujuran, amanah. Jika pemimpin selalu bertindak jujur maka kapanpun dia turun, kapanpun dia berhenti atau berubah kemanapun dia tidak pernah hadapi dengan kecemasan.

“Hanya mereka yang menyembunyikan bangkai busuk saja yang dia takut bahwa bau itu pada akhirnya akan tercium,” singgungnya.

Di sisi lain UIY mempertanyakan pernyataan seorang pejabat yang boleh disebut orang kedua di Republik ini terang-terangan tidak menginginkan adanya perubahan. Sampai ngancam-ngancam bahwa program pemerintah ini sudah benar. Program pemerintah harus diteruskan, dengan dalih jika diteruskan Indonesia akan menjadi negara maju pada 2045.

“Sudah benar itu apa dasarnya, apa ukurannya, apa negara ini sudah on the track? Apakah dengan kemiskinan yang begini rupa sudah on the track? Apakah dengan korupsi yang begini melimpah sudah auto track? Banyak yang bisa kita ungkap itu sedemikian sehingga semuanya menjadi terang gitu,” pungkasnya. [] Langgeng Hidayat 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab