Tinta Media: Pemimpin
Tampilkan postingan dengan label Pemimpin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemimpin. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Agustus 2023

SEMUA PEMIMPIN BERPOTENSI MENJADI FIRAUN

Tinta Media - Sikap sombong adalah sikap yang dibenci dan dimurkai oleh Allah. Hakikat sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Beberapa ayat berikut adalah larangan bersikap sombong.  

 

Aku (Allah) akan berpaling dari tanda-tanda (azab-Ku) kepada orang-orang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang sebenarnya; dan jika mereka melihat setiap tanda (azab), mereka tidak akan beriman kepadanya; dan jika mereka melihat jalan yang lurus, mereka tidak akan mengambil jalan itu sebagai jalan (hidayah); tetapi jika mereka melihat jalan yang sesat, mereka akan mengambil jalan itu sebagai jalan (hidayah). Yang demikian itu adalah disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka tidak memperdulikannya. (QS Al A’raf : 146)

 

Sesungguhnya, Allah mengetahui barang yang mereka sembunyikan dan barang yang mereka lahirkan. Sesungguhnya, Dia tidak menyukai orang-orang yang sombong. (QS An Nahl : 23)

 

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia dengan sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Lukman : 18)

 

Agar kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Al Hadid : 23)

 

Kekuasaan dan pengaruh bisa menjerumuskan pada sifat sombong. Sebab dengan kekuasaan, orang memiliki segala hal duniawi dan dapat memerintahkan orang lain dengan kekuasaannya. Kesombongan kekuasaan adalah ketika menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Orang yang memiliki posisi atau kekuasaan yang tinggi, seperti tokoh politik, pemimpin bisnis, atau selebriti, dapat mengembangkan sikap sombong karena mereka merasa memiliki kendali dan kekuatan atas orang lain.

 

Sebagai contoh adalah penguasa dalam sejarah bernama firaun. Kekuasaan firaun dalam sejarah Islam merupakan contoh yang jelas tentang bagaimana kekuasaan dapat melahirkan sikap sombong. Kesombongan firaun adalah ketika menolak kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa, bahkan dengan angkuhnya, firaun menghina dan merendahkan Nabi Musa dengan para pengikutnya. Bukan hanya merendahkan, namun mempersekusi Nabi Musa dari ancaman penjara hingga ancaman pembunuhan.

 

Dalam Al-Qur'an, firaun digambarkan sebagai sosok yang sombong dan menyombongkan diri karena merasa dirinya adalah tuhan yang paling tinggi. Ia menyatakan dirinya sebagai tuhan dan menolak keesaan Allah SWT.

 

Berikut adalah beberapa ayat yang menjelaskan sikap sombong firaun: firaun berkata: 'Aku adalah tuhanmu yang paling tinggi. (QS Al Mu’min : 24). Dan fir'aun berkata: 'Hai pembesar-pembesar di sekelilingku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu yang lain selain diriku sendiri. Oleh sebab itu, wahai haman, bakarlah untukku tanah liat, kemudian bangunlah untukku sebuah menara agar aku dapat naik ke langit melihat ilah (tuhan) Musa. (QS Al Qasas : 28)

 

Orang-orang yang berada di lingkaran firaun juga akan berlaku sombong karena kesombongan firaun dijadikan sebagai contoh. Lingkungan di sekitar seseorang juga dapat mempengaruhi perilaku sombong. Jika seseorang tumbuh di lingkungan di mana sikap sombong dianggap dihargai atau dianggap sebagai tanda kekuatan, mereka akan cenderung mengadopsi sikap tersebut. Dekat dengan kekuasaan yang sombong akan berpotensi melahirkan kesombongan serupa.

 

Jika tidak dibekali dengan iman dan taqwa, maka kekuasaan sangat berpotensi menjadi penyebab kesombongan. Bukan hanya di zaman firaun, hingga akhir zaman sekalipun, kekuasaan akan bisa menjerumuskan kepada kesombongan. Jika orang yang berkuasa, sekecil apapun kekuasaannya, namun dalam hatinya telah menolak kebenaran Islam dan merendahkan orang lain, maka itulah kesombongan.

 

Lebih-lebih jika telah melakukan persekusi atas orang-orang yang memperjuangkan Islam. Begitupun orang-orang yang merasa dekat dengan penguasa akan sangat mudah menjadi sombong. Bahkan bisa jadi mereka yang merasa dekat dengan kekuasaan juga ikut mempersekusi perjuangan Islam. Orang yang dekat dengan kekuasaan firaun adalah haman. Dengan demikian, setiap pemimpin berpotensi menjadi firaun.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 22/06/23 : 19.13 WIB)

Oleh: Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

Sumber: https://www.ahmadsastra.com/2023/06/semua-pemimpin-berpotensi-menjadi-firaun.html?m=1

Rabu, 05 Juli 2023

PEMIMPIN YANG DIBENCI ALLAH DAN DILAKNAT RAKYAT

Tinta Media - Dalam banyak keterangan di kitab suci Al Qur’an, seorang pemimpin rakyat yang namanya Fir'aun (Pharaoh dalam bahasa Inggris) dianggap sebagai karakter yang dibenci oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur'an, Fir'aun digambarkan sebagai seorang penguasa yang sombong (merendahkan orang lain dan menolak kebenaran Islam), zalim (menyengsarakan rakyat) , dan durhaka terhadap Allah serta melawan nabi Musa. Fir'aun juga dikenal karena menindas Bani Israil (keturunan Nabi Yakub) dan menolak untuk mengakui keesaan Allah.

 

Dalam Al-Qur'an, Fir'aun digambarkan sebagai contoh negatif dan peringatan bagi umat manusia agar tidak meniru keangkuhan dan kezaliman yang ia perlihatkan. Allah SWT mengekspresikan kebenciannya terhadap Fir'aun dan menggambarkan kehancurannya sebagai peringatan bagi umat manusia untuk menghindari kekufuran, kesombongan, dan kezaliman. Kebencian Allah atas karakter kepemimpinan fir’aun berujung kepada ditenggelamkannya fir’aun di lautan hingga tewas. Jasadnya diabadikan Allah untuk dijadikan pelajaran bagi manusia berikutnya, khususnya para pemimpin.

 

Jika pemimpin dibenci oleh Allah berarti dia sedang berjalan diatas jalan kegelapan dan kesesatan. Jika Allah membenci, maka rakyat juga akan melaknatnya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang pemimpin dilaknat oleh rakyat adalah korupsi, ketidakadilan, penindasan, kegagalan dalam memenuhi janji-janji kampanye, keputusan yang merugikan masyarakat, atau tindakan represif terhadap pihak yang berseberangan dengan kekuasaan.

 

Pemimpin yang memiliki karkater fir’aun akan dibenci oleh Allah dan dilaknat oleh rakyatnya sendiri. Berikut adalah beberapa sifat-sifat yang dikaitkan dengan karakter Fir'aun. Pertama, kesombongan (kibr). Fir'aun diketahui memiliki rasa kesombongan yang sangat besar. Ia menganggap dirinya sebagai tuhan dan menuntut penghormatan dan penyembahan dari rakyatnya. Kesombongan ini menyebabkan dia melampaui batas dan menentang otoritas dan keesaan Allah SWT.

 

Kedua, kekufuran (syirk). Fir'aun menolak untuk mengakui keesaan Allah SWT. Dia mengklaim sebagai tuhan dan menganggap dirinya memiliki kekuasaan absolut atas umatnya. Tindakan ini dianggap sebagai perbuatan syirk, yaitu mempersekutukan Allah dengan sesuatu atau seseorang.

 

Ketiga, kedzaliman (zhalim). Fir'aun dikenal karena kezalimannya terhadap rakyat keturunan Nabi Yakub. Dia menindas mereka dengan keras dan melakukan kekejaman terhadap mereka, termasuk membunuh bayi laki-laki mereka dan memperbudak mereka.

 

Ketiga, penolakan terhadap ajaran Islam yang dibawa oleh nabi Musa. Ketika nabi Musa menghadap Fir'aun untuk menyampaikan pesan Allah dan meminta pembebasan Bani Israil, Fir'aun menolak untuk mendengarkan dan mengabaikan peringatan yang diberikan oleh Musa.

 

Keempat, kekerasan dan represi. Fir'aun menggunakan kekuasaannya untuk menindas dan menekan siapa pun yang melawan atau mengancam kedudukannya. Dia menggunakan kekerasan dan represi terhadap siapa pun yang dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaannya.

 

Sifat-sifat ini menggambarkan fir'aun sebagai pemimpin yang tiran, angkuh, dan melanggar ajaran agama. Dalam tradisi Islam, Fir'aun sering diambil sebagai contoh negatif dan peringatan bagi umat manusia untuk menghindari kesombongan, kezaliman, dan kekufuran. Bahkan dalam ajaran Islam, adalah diperbolehkan mendoakan keburukan bagi pemimpin zolim.

 
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 18/06/23 : 10.40 WIB)

Referensi: https://www.ahmadsastra.com/2023/06/pemimpin-yang-dibenci-allah-dan.html?m=1

Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

Selasa, 20 Juni 2023

PEMIMPIN CACAT MORAL


Tinta Media - Dalam suatu negara, pemimpin memiliki peran yang sangat penting, begitu pun kepemimpinan dalam Islam. Penundaan pemakaman jenazah Rasulullah karena memusyawarahkan khalifah pengganti beliau menunjukkan akan pentingnya kepemimpinan dalam Islam.  


Pemimpin dalam Islam dianggap sebagai amanah (amanat) dari Allah. Mereka memiliki tanggung jawab untuk melindungi, memimpin, dan mengelola umat atau masyarakat yang mereka pimpin dengan pedoman hukum Allah. Pemimpin bertanggung jawab kepada Allah atas cara mereka menjalankan tugas kepemimpinan mereka.

 

Pemimpin dalam Islam diharapkan menjadi pembela kebenaran dan keadilan. Mereka harus memerangi ketidakadilan, korupsi, dan ketidakadilan di masyarakat. Pemimpin diwajibkan untuk menjaga keadilan, memberikan hak-hak secara adil kepada semua warga negara dalam negara Islam.

 

Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab untuk memelihara keselamatan, ketertiban, dan kedamaian di masyarakat. Mereka harus bekerja untuk mencegah konflik, kekerasan, dan ancaman terhadap keamanan masyarakat. Pemimpin diharapkan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan damai bagi umat atau masyarakat yang mereka pimpin.

 

Pemimpin dalam Islam diharapkan menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat. Mereka harus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan umat atau masyarakat yang mereka pimpin, baik dalam hal ekonomi, pendidikan, kesehatan, atau aspek kehidupan lainnya. Pemimpin diwajibkan untuk memperjuangkan kesejahteraan umum dan memberikan manfaat bagi orang banyak.

 

Islam mendorong pemimpin untuk memimpin dengan adil, beradab, dan berakhlaq mulia. Pemimpin harus menjaga integritas, kejujuran, dan etika dalam segala aspek kehidupan. Mereka harus menjadi teladan dalam perilaku dan berusaha untuk mencapai kesempurnaan moral.

 

Pemimpin dalam Islam diharapkan melayani umat atau masyarakat yang mereka pimpin dengan tulus dan rendah hati. Mereka harus peduli terhadap kebutuhan, aspirasi, dan kesejahteraan umat. Pemimpin diwajibkan untuk mendengarkan dan merespons masalah dan keluhan umat, serta mencari solusi yang terbaik bagi kepentingan umum. Pemimpin ideal adalah pemimpin yang punya kemampuan dan kesholihan sekaligus. Pemimpin yang cacat moral adalah pemimpin yang buruk, misalnya hobbinya bermaksiat, seperti judi, melacur, mabok dan lain-lain.

 

Pemimpin cacat moral merujuk pada pemimpin yang memiliki kekurangan dalam hal moralitas dan etika. Mereka cenderung melanggar prinsip-prinsip moral, adab dan akhlak, juga memperlihatkan perilaku yang tidak jujur, tidak adil, tidak amanah, tidak menyampaikan kebanaran dan bodoh.

 

Pemimpin cacat moral sering kali tidak jujur dalam kata dan tindakan mereka, sebaliknya selalu berbohong dan menipu rakyatnya. Mereka mungkin berbohong, menipu, atau menyembunyikan informasi yang penting. Tidak adanya kejujuran ini merusak kepercayaan dan integritas kepemimpinan.

 

Pemimpin cacat moral sering terlibat dalam praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Mereka mungkin menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah, menerima suap, atau melakukan penyelewengan uang rakyat. Pemimpin cacat moral akan menyengsarakan rakyatnya.


Pemimpin cacat moral cenderung tidak adil dalam memperlakukan rakyat yang dipimpin. Pemimpin cacat moral cenderung menzolimi rakyatnya sendiri dan justru berpihak kepada kebururukan serta bertindak diskriminatif. Pemimpin cacat moral dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk memanipulasi, menekan, atau menindas rakyat.


Mereka mungkin menggunakan intimidasi, ancaman, atau bahkan kekerasan fisik atau emosional sebagai cara untuk melampiaskan nafsu kekuasaannya. Pemimpin cacat moral bisa menjadi pemimpin bengis yang tidak ragu membunuh rakyatnya dengan berbagai cara ketika rakyat dianggap menjadi penghalang kekuasaannya. Pemimpin cacat moral juga akan berlaku bengis bagi rakyat yang memperjuangkan kebenaran dan dianggap menentang kekuasaan. Hal ini pernah dilakukan oleh Fir’aun di zaman Nabi Musa.


Pemimpin cacat moral sering kali enggan atau tidak mampu mengambil tanggung jawab atas keputusan dan tindakan mereka. Mereka mencari pembenaran atau mencari orang lain yang disalahkan atas kegagalan atau kesalahan mereka sendiri. Pemimpin cacat moral selalu mencari kambing hitam atas kegagalan mereka sendiri.


Pemimpin cacat moral sering melanggar nilai-nilai etika yang dianggap penting dalam kepemimpinan. Mereka mungkin tidak memperhatikan ajaran agama, prinsip kejujuran, integritas, tanggung jawab, atau mengabaikan kepentingan umum demi kepentingan pribadi.


Pemimpin cacat moral sering kali tidak memperhatikan kebutuhan, aspirasi, dan kesejahteraan rakyat yang dipimpin. Mereka mungkin tidak peduli dengan penderitaan rakyat, dan hanya fokus pada kepentingan diri sendiri dan keluarganya. Pemimpin cacat moral dapat menyebabkan kerusakan besar dalam masyarakat yang dipimpin.


Pemimpin yang buruk sering kali tidak memiliki visi yang jelas atau tujuan yang dapat diikuti oleh rakyatnya sendiri. Mereka mungkin tidak memiliki arah yang jelas, tidak memberikan panduan yang memadai, atau tidak memperhatikan kepentingan jangka panjang serta tidak menjadi teladan bagi rakyatnya.


Islam mengajarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin Muslim sehingga memiliki adab yang tinggi. Karena itu seorang pemimpin muslim harus memiliki ketakwaan kepada Allah dalam arti patuh dan tunduk kepada semua perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah. Pemimpin bertaqwa adalah pemimpin yang menjalankan seluruh hukum Allah dalam mengurus rakyatnya. Pemimpin bertaqwa selalu menghindari dosa dan perilaku yang bertentangan dengan ajaran agama.


Keadilan adalah karakter penting dalam Islam. Pemimpin Muslim diharapkan untuk adil dalam perlakuan terhadap semua orang tanpa memihak atau melakukan diskriminasi. Mereka harus memperlakukan semua orang dengan keadilan dan menjalankan keputusan dan hukum dengan objektivitas. Keadilan adalah memberlakukan hukum Allah dalam setiap persoalan yang ada dalam urusan bangsa dan negara.


Pemimpin muslim harus menjadi orang yang dapat dipercaya dan menjaga amanah. Mereka harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawab mereka terhadap rakyat yang dipimpin dengan baik. Kepercayaan yang diberikan kepada pemimpin harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.


Pemimpin muslim harus memimpin dengan mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasulullah Muhammad. Mereka harus menjadi contoh dalam menjalankan ibadah dan mempraktikkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kepemimpinan mereka harus didasarkan pada ketaatan kepada Allah.


Pemimpin muslim harus menunjukkan akhlak yang baik dan berperilaku dengan etika yang tinggi. Mereka harus memperlakukan orang lain dengan kesopanan, menghormati hak-hak orang lain, dan menjaga hubungan yang baik dengan semua orang. Kesopanan, kesabaran, kelemahlembutan, kerendahan hati dan kejujuran adalah karakter yang dihargai dalam kepemimpinan menurut Islam.

Oleh: Ahmad Sastra

Dosen Filsafat 

(Ahmad Sastra, edisi 634, Kota Hujan, 16/05/23 : 21.40 WIB)

Sumber: https://www.ahmadsastra.com/2023/05/pemimpin-cacat-moral.html?m=1

 

Jumat, 19 Mei 2023

Pamong Institute: Good Governance Harus Dipimpin Good Leader


Tinta Media - Direktur Pamong Institute Wahyudi al Maroky menegaskan bahwa pemerintahan yang baik (good governance) harus dipimpin good leader (pemimpin yang baik). 

“Ingin terjadi pemerintahan yang baik atau good governance maka pemimpinnya juga harus pemimpin yang good leader,” tegas Wahyudi Al Maroky dalam Fokus Live Streaming: Pemimpin Tidak Harus Shaleh? Ahad (14/5/2023) di kanal Youtube UIY Official.

Menurutnya, peran pemimpin adalah mengarahkan masyarakat menuju arah yang baik, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai bersama. “Kalau pemimpinnya buruk atau bad leader maka yang diarahkannya pasti dengan karakter yang buruk itu sehingga bisa jadi masyarakat mengarah kepada yang buruk. Dan itu berbahaya sekali kalau pemimpin sudah buruk," ungkap Ustadz Wahyudi.

Ia mencontohkan perilaku buruk pemimpin akan mempengaruhi perilaku masyarakat. "Misalnya jika pemimpinnya hobinya nonton film porno, kemudian menyatakan tidak ada masalah dengan menonton film porno maka ini menjadi bahaya dan pembenaran bagi generasi muda untuk berperilaku yang sama," ungkapnya. 

Ia juga mengatakan bahaya pemimpin berperilaku buruk akan melahirkan pembenaran terhadap kebijakan atau keputusan yang buruk. “Berbahaya kalau dia (pemimpin) punya kewenangan membuat kebijakan dan membuat keputusan dengan membenarkan yang buruk tadi akhirnya yang buruk lama-lama jadi dianggap benar, ”, pungkasnya.[] Sofian

Sabtu, 29 April 2023

KH Muhajir: Kepemimpinan Umat Islam adalah Mahkotanya Segala Kewajiban

Tinta Media - Ulama Aswaja Sidoarjo KH Muhajir menegaskan, kepemimpinan umat islam adalah mahkotanya segala kewajiban. 

"Sangat urgen adanya pemimpin ini. Bahkan lebih wajib dari wajibnya puasa, dari wajibnya shalat lima waktu, dari wajibnya haji karena Kepemimpinan umat islam ini menjadi mahkotanya segala kewajiban," tuturnya dalam Multaqa Ulama Aswaja Sidoarjo Kamis (20/4/2023) di kanal Youtube At Tafkir Channel.

Menurutnya, jika tidak adanya pemimpin maka umat akan terus tejebak dalam pragmatisme dan sepotong-sepotong dalam mengambil islam.

"Gambaran kondisi ummat Islam sekarang seperti yang tersebut dalam surat Al Baqarah ayat 85 karena tidak menjalankan perintah dan larangan Allah secara seutuhnya sehingga nasibnya dihinakan dan dibantai dimana-mana," ujarnya. 

Kenapa masih banyak orang yang tidak puasa? Bahkan tidak shalat, tidak melakukan yang Allah perintahkan. "Ternyata ada satu tameng lagi yang saat ini belum terwujud. Yaitu kepemimpinan tunggal ummat islam di seluruh dunia," ujarnya. 

Rasulullah bersabda, sesungguhnya pemimpin tunggal ummat islam sedunia itu adalah jadi perisai. "Pemimpin inilah yang akan memberikan rasa aman kepada seluruh umat islam baik urusan agamanya maupun urusan dunianya, akan dijaga semuanya itu," ungkapnya. 

Seperti sekarang ini banyak orang tidak puasa, tidak shalat. "Dijaga oleh pemimpin itu nanti. Akan dilindungi. Sehingga menjadi muttaqin itu tidak cukup menjadi individu-invididu, tetapi sistemnya juga harus mendukung menjadi ummat ini muttaqin," terangnya.

 “Fitrah kita adalah kembali pada Islam. Inilah syariat, ideologi kita,” pungkasnya.[] Hanafi 

Selasa, 03 Januari 2023

Ustazah Tias Ummu Zahroh: Mewujudkan Pemuda yang Mampu Memimpin Ummat


Tinta Media - Aktivis Muslimah Ustazah Tias Ummu Zahroh mengungkap bahwa mewujudkan pemuda yang mampu memimpin ummat perlu mendapat perhatian besar, terutama para ibu. 

"Mewujudkan pemuda yang mampu memimpin umat. Hal ini tentu menjadi perhatian besar bagi mereka yang menginginkan kebangkitan Islam, terutama para Ibu," ungkapnya saat memandu sesi tanya jawab dalam even Ratu (Risalah Akhir Tahun 2022) yang diselenggarakan di Kota Batam (31/12/2022).

Teh Tias sapaan akrabnya menuturkan, 
Peran pemuda saat ini telah bergeser dari fungsi utamanya dalam membangkitkan ummat. "Ini merupakan dampak dari sekulerisme yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan saat ini," ujarnya. 

Ia mengungkapkan kemiripan kondisi pemuda saat ini dengan di masa awal dakwah Nabi di Makkah. "Jika dulu (zaman jahiliah) para pemudanya membanggakan nasab atau keturunannya dari kaum bangsawan, saat ini membanggakan ia bekerja di perusahaan apa dan digaji berapa. Bukankah ada kemiripan di dalamnya? Sekuler-kapitalis telah membuat pemuda lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat materi sebagai tujuan hidup. Fokus terhadap dunianya dan lupa tentang bagaimana hidupnya kelak di akhirat," ungkapnya. 

Sementara itu, dalam Islam setiap orang adalah pemimpin dan pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. "Dalam pandangan Islam, setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban. Seperti suami bertanggung jawab atas keluarganya. Istri bertanggung jawab atas pengaturan rumah tangga. Begitu pun sosok pemuda, kepemimpinan peradaban ada di tangannya," bebernya. 

Ia juga menjelaskan bahwa kerusakan pemuda hari ini adalah tanggung jawab bersama dalam memperbaikinya, termasuk para Muslimah yang bergelar ibu rumah tangga. 

"Sebagai muslim ada kewajiban melakukan dakwah secara individual sebagaimana disebutkan dalam Surat al-Ashr 1-3. Sementara untuk mewujudkan penerapan Islam yang kaffah tidak cukup dengan dakwah secara individual tetapi juga diperlukan dakwah secara berjama'ah, seperti disebutkan dalam Surat Ali Imron 104 dan 110. Telah banyak kabar gembira bagi mereka yang mampu berperan aktif dalam ranah ini. Jika kita memahaminya dengan baik, maka kita akan ikut bersegera memperjuangkan penerapan Islam. Aktif mengajak yang lain agar ikut mengambil bagian. Dari sinilah kita berpeluang mendapatkan amal jariyyah kita," tegasnya. 

"Dakwah itu mudah. Bahkan hanya bermodalkan lisan pun bisa mendapat pahala besar. Masalahnya, bagaimana itu bisa terjadi? Ilmu, berdakwah sudah tentu butuh tsaqofah Islam atau ilmu yang terus digali. Maka jangan pernah berhenti belajar. Terus meminta agar Allah karuniakan kita ilmu yang bermanfaat," lanjutnya.

"Kepemimpinan akan kokoh jika berdiri diatas pondasi keimanan yang kuat. Ingat, kebahagiaan itu bukan dari besar kecilnya nominal yang diperoleh. Kebahagiaan itu muncul dalam keta'atan pada Allah dan Rasul," pungkasnya.[] Nai

Sabtu, 31 Desember 2022

JIWA PEMIMPIN YANG HARUS KITA MILIKI

Tinta Media - Sebuah pesawat tidak akan bisa terbang dengan baik tanpa adanya pilot, Kapal tidak akan bisa berlayar dengan baik tanpa adanya nahkoda, dan kereta api tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa adanya masinis. Lantas apakah arti seorang pemimpin yang sesungguhnya?

Pemimpin adalah seseorang yang bisa mempersatukan orang-orang, bisa mengatur dan bisa mengarahkannya untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk bisa mengatur lingkungan kepemimpinannya, agar tujuan yang diinginkan tercapai. Seorang pemimpin juga harus bisa mengayomi seluruh anggotanya, agar bisa tercipta sebuah lingkungan yang harmonis dan kerja sama yang baik antar anggota. Karena seorang pemimpin tidak bisa berjalan sendirian tanpa anggotanya, begitu pun sebaliknya. Karena sejatinya seorang pemimpin dan anggotanya harus berjalan bersama-sama untuk mencapai sebuah tujuan.

Seorang pemimpin harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Tanggung jawab terhadap diri sendiri, tugasnya sebagai pemimpin dan lingkungan sekitarnya. Jika sebuah organisasi dipimpin oleh seorang pemimpin yang tidak memiliki rasa tanggung jawab maka organisasi tersebut tidak akan bisa mencapai tujuan dan akan hancur seiring berjalannya waktu. Karena seorang pemimpin ibarat sebuah mesin kendali, pemimpin lah yang menentukan akan ke manakah arah organisasi tersebut.

Seorang pemimpin juga merupakan sebuah panutan bagi seluruh anggotanya, Karena itulah seorang pemimpin harus bisa memberikan contoh yang baik untuk semua anggotanya. Ingatlah kita semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat nanti. Jangan pernah tergiur dengan sebuah jabatan, karena sesungguhnya terdapat sebuah tanggungjawab yang sangat besar didalamnya. Seorang pemipin juga harus bisa memahami kondisi rakyatnya. 

Nah bagaimana caranya agar bisa tahu mengenai kondisi rakyat yang sesungguhnya? Salah satu caranya adalah dengan berbaur dengan masyarakat tanpa menggunakan tampilan dan kondisi yang mencolok. Sehingga orang lain tidak akan sadar bahwa ada seorang pemimpin yang sedang bersama mereka, dan di saat itulah seorang pemimpin akan mendengar keluh kesah rakyatnya yang sesungguhnya seperti kisah Khalifah Umar bin Khattab.

Kriteria seperti apakah yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam islam? Nabi Muhammad Saw. telah mencontohkannya pada saat beliau menjadi seorang pemimpin. Dalam Islam seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki 4 (empat) sifat dalam menjalankan kepemimpinannya, yaitu:

1. Siddiq (jujur).
2. Amanah (bertanggung jawab).
3. Tabligh (penyampai).
4. Fathanah (Cerdas).

Ada sebuah semboyan “Siap dipimpin dan siap memimpin.” Kita harus siap dipimpin oleh orang lain, selagi orang itu baik dan menyebarkan hal-hal yang baik maka kita harus patuh dengan pemimpin tersebut. Tapi ketika pemimpin kita adalah seseorang yang dzolim dan menyebarkan banyak kerugian di masyarakat, maka yang harus kita lakukan adalah menentangnya. Jangan sampai kita hanya berdiam diri ketika kita sadar dan melihat sebuah kedzoliman sedang terjadi di sekitar kita. Dan suatu saat Ketika kita menjadi seorang pemimpin, maka kita harus siap memimpin orang lain dengan rasa tanggung jawab yang tinggi dan bisa mengayomi seluruh anggota.

Oleh : Adhellia Yuri Fatmawati
Mahasiswi

Rabu, 21 Desember 2022

Pemimpin Berpesta, Rakyat Menderita

Tinta Media - Di tengah kemalangan yang menimpa sebagian masyarakat, seorang pejabat tertinggi negeri ini melangsungkan pernikahan anaknya dengan hajatan dan resepsi yang begitu mewah, tak hanya mewah acara ini pun memanfaatkan sejumlah fasilitas negara untuk alasan keamanan. okezone.com (11/12/2022) 

Sekitar 10.800 personel gabungan TNI-Polri diterjunkan untuk mengamankan pernikahan tersebut, bahkan anjing K-9 juga dilibatkan untuk melaksanakan tugas sterilisasi dan deteksi bahan peledak selama prosesi tasyakuran. Ratusan CCTV juga digunakan untuk membantu pengamanan resepsi, bahkan beberapa petinggi lainnya memantau secara langsung acara resepsi unduh mantu. Selain itu, sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju juga membantu acara pernikahan tersebut. okezone.com (10/11/2022). 

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengkritik hal ini.

"Tugas utama seorang menteri adalah membantu pemerintah dalam mengurus negara, bukan dalam hal mengurusi hajat pribadi," menurutnya. 

Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang warganet yang mengaku wartawan. Alasan mengapa dia tidak meliput acara pernikahan tersebut karena menurutnya keluarga pejabat ini dinilai tidak memiliki empati kepada rakyat yang sedang susah. 

Pernikahan mewah di tengah penderitaan rakyat yang menjadi korban gempa, PHK, dan stunting, sepatutnya tidak terjadi. Penguasa harusnya memiliki kepekaan dan empati yang tinggi terhadap kondisi rakyat. 

Pemimpin Demokrasi, Krisis Empati 

Dalam sistem demokrasi, sifat kepemimpinan tersebut cenderung terkikis habis. Sekulerisme yang menjadi asas sistem ini berprinsip memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dalam aktivitas dan tanggung jawab kepemimpinan. 

Sejatinya, agama berfungsi untuk membentuk, menumbuhkan, dan menjaga sifat-sifat kebaikan pada sosok pemimpin terhadap rakyatnya. Jika agama justru dijauhkan dari kepemimpinan negara, maka akan lahir penguasa yang tidak merasa sungkan atau bersalah memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. 

Demokrasi juga dipastikan membentuk kepemimpinan yang bersifat transaksional antara penguasa dengan para kapitalis yang membiayai perjalanan menuju kursi kekuasaan. 

Konsekuensinya, kalaupun dalam sistem ini terdapat berbagai aturan tentang urusan rakyat, tetapi selalu akan ditemukan porsi keuntungan bagi para kapitalis yang jauh melebihi porsi kesejahteraan dan belas kasih (rifqun) bagi rakyat. Tak heran jika keberadaan penguasa di tengah rakyat seolah menjadi pencitraan semata. 

Pemimpin Taat, Peduli Rakyat 

Realita tersebut sangat berbeda dengan sistem kepemimpinan Islam yang disebut khilafah. Dalam khilafah, akidah Islam menjadi asas kepemimpinan. Karena itu, terwujudlah sosok penguasa yang sangat takut melalaikan tanggung jawab mereka kepada rakyat, sebab mereka menyadari bahwa kepemimpinan akan berimplikasi pada kehidupan akhirat. 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, _"Siapa pun yang mengepalai salah satu urusan kaum muslimin dan tetap menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat ...."_ (HR. Abu Dawud Ibnu Majah dan Al Hakim. 

Dalam khilafah, syariat Islam menjadi panduan saat menjalankan aktivitas dan tanggung jawab kepemimpinan. Syariat Islam menetapkan bahwa penguasa haruslah menjadi ra'in, yakni pengurus dan pemelihara serta menjadi junnah (pelindung) bagi rakyatnya. 

Kesadaran terhadap akidah dan syariah Islam ini akan menghasilkan sifat wara' (berhati-hati) dalam menggunakan fasilitas negara. Penguasa hanya akan menggunakannya untuk kepentingan mengurus rakyat dan tidak akan memanfaatkan untuk pribadinya walaupun hanya sedikit. 

Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah salah satu teladan penguasa seperti ini, diriwayatkan bahwa ketika beliau sedang menyelesaikan tugas di ruang kerjanya hingga larut malam, datanglah putranya meminta izin untuk menyampaikan suatu hal kepadanya. 

Khalifah Umar bin Abdul Aziz lantas mempersilakan putranya masuk dan mendekat lalu bertanya, "Ada apa putraku datang ke sini? Untuk urusan keluarga kita ataukah negara?" 

Sang putra menjawab, bahwa kedatangannya adalah untuk urusan keluarga. Mendengar jawaban putranya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz langsung meniup lampu penerang di atas meja sehingga ruangan menjadi gelap gulita. 

Tindakan beliau ini membuat putranya heran dan menanyakan mengapa ayahnya melakukan itu? 

Sang khalifah pun menjawab _"anakku lampu itu ayah gunakan untuk bekerja sebagai pejabat negara, minyak untuk menyalakan lampu itu dibeli dengan uang negara, sedangkan engkau datang ke sini akan membahas urusan keluarga kita."_ 

Kemudian khalifah memanggil pembantunya untuk mengambilkan lampu pribadinya. 

Beliau pun berkata, "minyak untuk menyalakannya dibeli dari uang kita sendiri."

Meski dalam kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz fasilitas negara yang dimaksud hanyalah berupa lampu penerang, tetapi beliau tidak mau menggunakannya untuk urusan pribadi walau hanya sebentar. 

Sungguh luar biasa dengan sifat dan perilaku penguasa yang demikian. Tak heran jika selama 1300 tahun keberadaan khilafah, rakyat mendapat perhatian dan pelayanan yang luar biasa dari penguasa kondisi ini tentu tidak pernah bisa diwujudkan oleh sistem demokrasi sekuler seperti saat ini.

Oleh: Edah Purnawati
Sahabat Tinta Media

Jumat, 16 Desember 2022

Pemuda Muslim Pemimpin Perubahan untuk Peradaban Cemerlang

Tinta Media - Pemuda muslim adalah tumpuan harapan untuk melakukan perubahan. Pemuda muslim mampu mengubah kondisi umat yang sangat jauh dari kata sejahtera, dan penuh dengan berbagai masalah, mulai dari masalah ekonomi, sosial, kesehatan, dan sistem pendidikan yang belum sepenuhnya mampu menghasilkan pemuda rujukan umat. 

Negeri ini butuh generasi muda yang mampu melakukan pengamatan yang mendalam terhadap akar masalah yang tengah terjadi di negeri ini. Nyatanya, hanya dengan mengganti pemimpin dan rezim, masalah tidak pernah terselesaikan. Pemimpin datang dan pergi silih berganti, tetapi sejahtera tak pernah kunjung terjadi.

Untuk menghasilkan pemuda negarawan, penggerak perubahan untuk peradaban Islam, dibutuh pemuda yang visioner, mampu membuat terobosan dan strategi yang mumpuni untuk menghadapi tantangan yang semakin berat, akibat sistem kapitalis sekuler.

Rasulullah saw. adalah teladan terbaik dalam mengubah peradaban jahiliyah menjadi peradaban Islam yang mulia. Beliau mencontohkan dengan aktivitas politik, membina para sahabat menjadi kader-kader dakwah Islam, kemudian menyebarkan kader dakwah tersebut untuk mengajarkan Islam kepada yang lain. Inilah contoh yang harus dilakukan pemuda muslim saat ini, yakni mengemban dakwah Islam melalui jalan politik.

Dalam Islam, aktivitas politik tidak terbatas pada masalah kekuasaan semata, melainkan meliputi pemeliharaan seluruh urusan umat di dalam maupun luar negeri, baik menyangkut aspek negara maupun umat. Penguasa bertindak secara langsung mengatur urusan umat, sedangkan umat bertindak sebagai pengawas dan mengoreksi pelaksanaannya.

Aktivitas politik riil yang seharusnya dilakukan pemuda muslim adalah dengan memahamkan dan mengedukasi umat, sehingga memiliki perspektif dan pemahaman Islam yang benar. Aktivitas politik ini harus dilakukan oleh kaum muslimin seluruhnya, termasuk para pemudanya. Hal ini karena melakukan aktivitas politik adalah kewajiban yang datang dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, sebagaimana sabda Rasulullah: 

“Siapa saja yang tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin, ia bukanlah termasuk di antara mereka. Siapa saja yang bangun pada pagi hari tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, ia bukanlah golongan mereka.” (HR Ath-Thabari).

Sosok pemuda muslim yang paham politik, pasti peduli dan bertanggung jawab akan nasib negara dan umat Islam di dunia. Mereka mencintai negara dan umat Islam dengan berusaha berjuang untuk menghilangkan bahaya yang mengancam, yakni sekularisme dan liberalisme. Hal ini karena melalui sekularisme, agama Islam dijauhkan dari pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sejarah telah membuktikan peradaban Islam diusung oleh pemuda. Sirah Rasullullah saw. menggambarkan kelompok dakwah yang diisi oleh pemuda. Bahkan, keberhasilan dakwah di Madinah juga di tangan pemuda, yaitu Mush’ab bin Umair dan Sa’ad bin Mu’adz.

Pemuda  muslim yang kuat tidak tertipu dan terjebak dengan arus liberalisasi dan moderasi. Hal ini karena tidak ada harapan kebaikan yang diperoleh dari arus tersebut. Karena itu, sudah saatnya pemuda muslim memperkokoh visi masa depan ke arah Islam, mencari peluang untuk mendekatkan gambaran khilafah yang juga pernah mendunia.

Pemuda muslim harus mempunyai idealisme yang kokoh, ikhlas berjuang untuk mengembalikan peradaban Islam yang cemerlang. Pemuda muslim harus bisa menjadi aktivis partai pengusung peradaban Islam yang mendunia. Ini sebagaimana bisarah Rasulullah yang memberikan gambaran bahwa akan ada fase tegaknya khilafah ‘ala minhaj nubuwah. Wallahu’alam bishaab.[]

Oleh: Isty Da’iyah 
Analis Mutiara Umat Institute

Selasa, 13 Desember 2022

Pemimpin dalam Kapitalisme, Pastilah Pemimpin yang Mengabaikan Rakyat

Tinta Media - Pemimpin adalah pelayan umat, tempat bersandarnya masyarakat dan yang terdepan dalam menghadapi masalah bersama. Bahkan, dia harusnya adalah sosok pahlawan yang mendahulukan kepentingan rakyat daripada urusan pribadi. Pemimpin ibarat penyelamat di tengah badai laut yang menggelora.

Membahas tentang negara, menurut Harold J. Laski, negara dibentuk dengan tujuan untuk membangun kondisi agar keinginan rakyat dapat dipenuhi secara maksimal. Maka dari itu, menurut hemat penulis, tanggung jawab pemimpin adalah menciptakan kondisi yang penuh kebahagiaan bagi rakyat. Kebahagiaan itu sendiri merupakan kesimpulan dari tujuan terbentuknya negara.

Namun, pada perjalanannya, tujuan ini tampak tidak mungkin bisa terealisir. Bayangkan, bagaimana mungkin, satu manusia bisa menjamin kebahagiaan ribuan bahkan jutaan nyawa di negaranya satu persatu?

Untuk mewujudkan tujuan ini, terbentuklah aturan. Sebuah aturan pada negara tercipta dari pandangan hidup tertentu. Perlu kita ketahui, secara garis besar, ada tiga pandangan hidup yang bisa diterapkan dalam ranah negara di dunia ini. Pandangan hidup tersebut meliputi kapitalisme, sosialisme, dan Islam.

Indonesia sendiri, memiliki aturan yang kurang lebih sama dengan kebanyakan negara di dunia. Negeri kita ini memiliki pandangan hidup kapitalisme sebagai dasar aturannya. Sayang sekali, sepanjang penerapannya di manapun dan kapanp un, kapitalisme membawa dampak buruk bagi umat manusia tanpa terkecuali.

Dalam kapitalisme, tidak ada yang lebih diperhatikan ketimbang keuntungan materi. Rakyat pun sebatas alat penghasil cuan. Rakyat sebatas batu loncatan untuk memuaskan hasrat uang dan jabatan. Maka, penguasa yang mengabaikan rakyat bak jamur di musim hujan di negara bersistem kapitalis.

Orang Baratlah yang menyimpulkan keberadaan negara adalah untuk menciptakan kebahagiaan bagi setiap orang. Barat pulalah tempat awal mula munculnya kapitalisme. Namun, kenyataannya negara berasasskan kapitalisme tidak akan pernah mampu mewujudkan kebahagiaan di hati setiap warganya. Mustahil.

Sejarah telah membuktikan hal ini. Sejak kemerdekaan Indonesia, tak terhitung betapa banyak elit-elit politik yang menghambur-hamburkan uang demi jabatan. Janji-janji membumbung tinggi. Mereka menyapa rakyat di berbagai tempat. Namun kenyataannya, mereka berusaha sekeras itu demi korporat, bukan rakyat, demi pihak yang mebiayai mereka agar naik kursi dengan mulus.

Alhasil, setelah menjabat, undang-undang yang dikeluarkan selalu saja pro-korporat dan anti-rakyat. Sebut saja UU TPKS, Omnibus Law, UU tentang KPK, UU KUHP dan lain-lain. Maka, jelas sekali bahwa yang dilayani para pejabat di negara kapitalis bukanlah rakyat, tetapi korporat, cukong-cukong besar.

Pemimpin Prorakyat Hanya Ada dalam Islam

Sudah saatnya umat berhenti berharap pada rezim kapitalis. Selamanya, masyarakat tidak akan sejahtera di bawah kepemimpinan mereka. Alih-alih Menyejahterakan, memikirkan saja sepertinya tidak mungkin. Karena tuan mereka adalah pengusaha besar, bukan rakyat.

Sejak kemerdekaan Indonesia, negeri ini telah bolak-balik ganti presiden. Faktanya, seribu kali pun ganti presiden, selama asas negara adalah kapitalis, maka hasilnya akan sama saja, ibarat masuk ke lubang yang sama ke dua kalinya.

Sebagaimana perumpamaan di atas, siapa pun, jika ia melewati jalan yang sama dengan jalan yang dilewati orang yang sebelumnya jatuh ke dalam lubang, ia pun akan masuk ke lubang yang sama. Maka, solusinya bukan pada ganti ‘pemain’, tetapi mengubah arah jalan.

Begitu pula masyarakat Indonesia. Mereka haruslah belajar dari pengalaman untuk segera berlepas diri dari sistem kapitalisme ini. Selama seluruh rakyat menginginkan, maka kapitalisme ini akan mudah untuk dirobohkan.

Namun, sebelum merobohkan kapitalisme, kita harus mencari dulu apa sistem pengganti yang cocok untuk negeri ini. Mari mengedarkan pandangan ke seluruh negara di dunia satu-persatu. Salah satu ciri negara kapitalis adalah mereka menerapkan demokrasi di negaranya. Maka, bentuk pemerintahan seperti dari republik, kementrian, kerajaan, dan yang lainnya merupakan negara berasaskan ideologi kapitalis yang nasibnya pasti sama dengan negara kita walaupun tidak nampak di depan layar.

Selain berasaskan kapitalisme, negara di dunia saat ini juga ada yang berasaskan sosialisme. Akan tetapi, kita bisa melihat bagaimana dulu negara berpaham kapitalisme seperti Nazi di Jerman. Dalam perjalanannya, negara tersebut selalu membawa pertumpahan darah. Jadi, jangan berharap kepada ideologi ini.

Selain kedua ideologi di atas, tersisa satu ideologi lagi, yaitu Islam. Tidak ada satu pun negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh saat ini. Namun, dalam sejarahnya, Islam pernah diterapkan di sebuah negara bernama Khilafah.

Memang seolah tidak mungkin negara bisa menjamin setiap individu di dalam sebuah masyarakat merasakan kebahagiaan dalam lubuk hati mereka. Namun, sejarah mencatat hal tersebut pernah terjadi dalam institusi khilafah.

Lebih dari seabad yang lalu, khilafah adalah negara adidaya yang dapat bertahan selama belasan ratus tahun lamanya. Dan para pakar dunia Barat atau pun dunia Islam sama-sama memuji bagaimana kesejahteraan yang dicapai oleh rakyatnya tanpa memandang suku, agama, ras, bahkan warna kulit dan bahasa.

Salah satu cendekiawan Barat, Emmanuel Deutschel dari Jerman mengatakan, ”Semua ini (yakni kemajuan peradaban Islam) telah memberikan kesempatan baik bagi kami untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Maka dari itu, sangat wajar bila kami senantiasa mencucurkan air mata ketika kami teringat akan saat-saat jatuhnya Granada.” (Granada merupakan benteng terakhir kekhilafahan Islam di Andalusia yang jatuh ke kekuasaan bangsa Eropa).


Maka, hanya negara yang berideologi Islam saja yang sekarang bisa menjadi tumpuan harapan rakyat. Hanya khilafah yang pantas menggantikan kapitalisme sebagai pemimpin Indonesia dan dunia karena mampu menciptakan kebahagiaan dalam setiap individu manusia.

Sebagaimana dulu pernah terjadi peristiwa tersebut di masa Umar Bin Abdul Aziz. Pada masa itu, sejarawan mencatat, bahkan tidak ada satu pun individu yang berhak menerima zakat. Ini berarti bahwa seluruh rakyat hidupnya telah tercukupi.

Apalagi sistem Islam berasal dari Allah Swt., Tuhannya manusia. Sebagai Pencipta, Dia pasti mengetahui apa yang terbaik bagi ciptaan-Nya. Alhasil, tiada hukum yang cocok untuk mengatur umat manusia terkecuali hukum Islam.

Terakhir, sekarang tergantung pada rakyat apakah mereka mau segera terlepas dari kungkungan kapitalis dan menyongsong musim semi dalam balutan aturan Islam. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Wafi Mu’tashimah
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 03 Desember 2022

Abu Zaid: Presiden Dambaan Umat adalah...

Tinta Media - Ustaz Abu Zaid dari Tabayyun Center menjelaskan bagaimana presiden dambaan umat.

“Presiden dambaan umat adalah yang mengajak umat ke surga baik suka rela maupun terpaksa,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (2/12/2022).

Cara menjadi presiden dambaan umat menurutnya adalah ketika menjadi presiden maka dia segera menggalang kekuatan umat. “Untuk mendapat kekuatan umat agar bisa melaksanakan syariat Islam secara kaffah,” jelasnya.

Selain itu, jadi presiden dambaan umat akan segera merubah sistem kufur menjadi sistem Islam. Menjadi negara yang melaksanakan syariat Islam secara kaffah dalam sistem khilafah. “Dan dia merubah dirinya dari presiden menjadi kholifah dengan baiat dari tokoh tokoh umat,” jelasnya lebih lanjut.

“Apa itu mungkin?” tanyanya menambahkan. 

Bagi Ustaz Abu Zaid, itu mungkin saja asal ada kemauan. Ia menilai, sebenarnya umat ini merindukan Islam kaffah. 
“Mereka dengan aqidah Islam yang masih menancap pastinya hanya ridho dengan Islam. Hanya saja para ulama su telah memanipulasi keimanan dan keislaman umat diarahkan kepada ketundukan kepada rejim antek penjajah dengan berbagai fatwa batil,” nilainya. 

Ia menyontohkan tentang kewajiban taat ulil amri dalam Islam dimanipulasi menjadi taat mutlak kepada rezim meskipun diperintah dengan hukum jahiliyah. Tentang khilafah yang merupakan kewajiban dalam Islam dimanipulasi dengan fatwa-fatwa bolehnya sistem selain khilafah meski jelas sistem kufur. “Inilah salah satu dosa besar ulama su semoga Allah membinasakan mereka,” tegasnya. 

Jadi presiden dambaan umat menurutnya adalah presiden yang segera merubah sistem kufur menjadi sistem Islam dengan mengubah sistem ini menjadi khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. “Inilah presiden yang secara riil mengajak umat ke surga. Bukan sekedar boneka oligarkhi yang mengumbar janji jani palsu hidup sejahtera  sembako murah, pendidikan murah, kesehatan murah dll yang semuanya omong kosong,” paparnya. 

Dia meminta penguasa menjadi presiden dambaan umat agar anda bersama sama umat Nabi Muhammad SAW menuju surga. 
“Agar anda terhindar dari jurang neraka karena menjadi penguasa yang melaksanakan hukum jahiliyah. Agar anda bisa menjadi pemimpin yang adil yang Allah janjikan naungan di akhirat ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya. Mau tidak?” pungkasnya. [] Raras

Jumat, 02 Desember 2022

PEMIMPIN MATI RASA

Tinta Media - “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin” (QS Al Ma’un : 1-3)

 

"Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (QS Al Isra : 26-27)

 

Imam al Barzanji memberi pujian kepada Rasulullah SAW dalam kitabnya. “Dan Rasulullah SAW adalah oarang yang mencintai orang-orang fakir dan miskin. Beliau selalu duduk bersama mereka, menjenguk mereka yang sakit, mengantarkan jenazahnya dan tidak pernah menghina mereka karena kemiskinannya.”

 

Rasulullah adalah teladan terbaik dalam memperhatikan anak-anak yatim. Beliau menyantuni, mengasihi dan menyayangi anak yatim, terlebih atas anak-anak yatim yang belum dewasa (baligh). Begitulah cintanya Rasululloh terhadap anak yatim sehingga beliau dijuluki sebagai “Abul Yatama”, yang artinya Bapaknya Anak Yatim.

 

Sebagai pemimpin, perasaan Rasulullah begitu halus sehingga begitu mencintai orang-orang miskin dan anak yatim. Rasulullah adalah pemimpin yang memiliki kepekaan perasaan atas kondisi umatnya, tanpa pandang bulu. Rasulullah adalah pemimpin yang memiliki kepakaan tinggi sebagaimana diperintahkan oleh Allah. Perasaan Rasulullah sebagai seorang pemimpin begitu hidup.

 

Hidupnya rasa seorang pemimpin negara adalah pertanda tanggungjawab besar atas kondisi rakyatnya. Pemimpin negara adalah orang yang diberikan amanah untuk mengurus urusan umat atau rakyat yang dipimpinnya. Dalam hal kepekaan rasa dalam menjaga jiwa rakyat, Umar bin Khathab ketika menjabat sebagai khalifah berkata, “demi Allah jika ada seekor keledai jatuh terperosok dari negeri Irak aku khawatir keledai itu akan menuntut hisab aku di hari kiamat. ”Waktu itu Umar bin Khatab tinggal di Madinah, sedang jalanan yang berlubang berada di Irak.

 

Betapa hidupnya perasaan dan tanggungjawab seorang khalifah bernama Umar Bin Khathab ini, jangankan jiwa manusia, bahkan hanya seekor keledai pun dia perhatikan jangan sampai terpeleset gara-gara jalannya tidak bagus. Jika seekor keledai terpeleset karena jalannya licin akibat tidak diurus, beliau begitu takut akan ditanya Allah kelak di akhirat. Inilah contoh kepemimpinan yang perasaannya hidup, penuh tanggungjawab dan ksatria mengakui kesalahan.

 

Saat dibaiat menjadi seorang khalifah, Umar Bin khathab berpidato : Saudara-saudara! Aku hanya salah seorang dari kalian. Kalau tidak karena segan menolak tawaran Khalifah Rasulullah (Abu Bakar) aku enggan memikul tanggung jawab ini. Ya Allah, aku ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah hatiku. Ya Allah aku sangat lemah, maka berikanlah kekuatan. Ya Allah aku ini kikir, jadikanlah aku dermawan bermurah hati."

 

"Bacalah Alquran, dalami, dan bekerjalah dengannya. Jadilah salah satu umatnya. Timbang dirimu sebelum menimbang, hiasi dirimu untuk persembahan terbesar pada hari ketika kamu akan dipersembahkan kepada Allah SWT. Bukan aku menurunkan diriku dari kekayaan Allah SWT dalam status sebagai wali yatim piatu. Jika kalian puas, maka akan diampuni, jika kalian miskin, maka akan makan enak." Selanjutnya, Umar bin Khattab menyampaikan:

 

"Allah telah menguji kalian dengan diriku dan menguji diriku lewat kalian. Sepeninggal sahabat-sahabatku, sekarang aku ada di tengah-tengah kalian. Tidak ada persoalan kalian yang harus aku hadapi lalu diwakilkan kepada orang lain kecuali kepadaku. Dan tak ada yang tak hadir di sini lalu meninggalkan perbuatan terpuji dan amanat. Kalau berbuat baik, akan kubalas dengan kebaikan, tetapi kalau berbuat jahat, terimalah bencana yang akan kutimpakan."

 

Perhatikanlah ucapan pidato Abu Bakar As Shiddiq saat dilantik menjadi seorang khalifah pertama dalam peradaban Islam : (1) Wahai manusia Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu (ri’ayatu suunul ummah). (2) Padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu (berakhlak : rendah hati dan tahu diri). (3) Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku (merangkul rakyat, bukan memusuhi).

 

(4) Tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah (tidak anti kritik, mengakui kesalahan, mendengar masukan para ahli dll). . Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya (ekonomi keseimbangan, bukan kapitalisme : menerapkan sistem ekonomi Islam). sejalan dengan firman Allah 59 : 7 “….agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu.

 

(5) Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya (meratakan kesejahteraan rakyat sebagai hak fundamental terutama kepada fakir miskin). (6) Maka hendakklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya (sistem baiat dalam kepemimpinan Islam, taat kepada hukum Allah, bukan kepada pemimpin semata).

 

Rasulullah, Abu Bakar Asy Syiddiq dan Umar Bin Khatab adalah tiga pemimpin agung yang bisa dijadikan teladan dalam halusnya perasaan atas kondisi rakyatnya, teladan dalam tanggungjawab dan teladan dalam kerendahan hati. Tentu saja para khalifah yang lainnya juga layak dijadikan teladan. Mereka adalah para pemimpin yang tidak mati rasa. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang abai, tak peduli, tak perhatian atas kondisi rakyatnya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang tidak peduli atas kondisi dan nasib rakyat yang miskin dan terzolimi. Pemimpin mati rasa adalah yang tak memihak kepada kepentingan rakyatnya sendiri. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang tidak memiliki kepekaan atas penderitaan rakyatnya. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang terbahak berebut kekuasaan diatas air mata rakyatnya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hidupnya berfoya-foya, sementara rakyatnya susah makan dan tak memiliki pekerjaan. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang membuang-buang uang untuk pekerjaan sia-sia, sementara rakyatnya mati kelaparan. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang berpesta pora di tengah penderitaan rakyat yang kiat menyayat. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hatinya gelap gulita karena penyakit hatinya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang menjadikan rakyatnya sebagai musuh yang dibenci dan dicurigai. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang menipu dan membohongi rakyatnya sendiri. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hidupnya hanya dikendalikan oleh nafsu duniawi semata. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang tidak dekat dengan Tuhannya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang kerjanya hanya membesarkan perutnya dengan makanan haram hasil mencuri uang rakyat. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hanya memperkaya diri, menumpuk-numpuk harta dari menipu rakyat dan mengkhianati rakyat. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hanya berebut harta dan kuasa, sementara rakyat dibiarkan semakin sengsara.

Adakah di negeri ini pemimpin mati rasa ?

Oleh: Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 29/11/22 : 11.41 WIB)
 
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab