Tinta Media: Pemilu 2024
Tampilkan postingan dengan label Pemilu 2024. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemilu 2024. Tampilkan semua postingan

Minggu, 04 Februari 2024

Pilpres 2024, Pamong Institute: Jokowi sebagai King Maker Paslon 02?

Tinta Media - Dalam kontestasi pilpres 2024, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al-Maroky menyatakan bahwa Jokowi berperan sebagai King Maker pasangan calon (paslon) 02. 

“Kita lihat dalam kontestasi, Jokowi jadi King Maker dari pasangan calon 02,” tuturnya dalam acara Kabar Petang dengan tajuk Jokowi ‘Pasang Badan’ Buat Putranya? Rabu (31/01/2024) di kanal Youtube Khilafah News. 

Ia mengibaratkan dukungan seorang bapak kepada anaknya seperti dalam permainan bola. 

"Kalau saya ibaratkan kontestasi seperti permainan bola, tidak beda jauhlah kira-kira. Ada pihak yang menjadi pemain atau pihak yang ditampilkan disuruh bertanding, ada juga pihak yang melatih, yang bermain juru taktiklah di belakang itu, ada juga sponsor yang mendanai kegiatan-kegiatan tersebut. Sehingga kalau kita lihat maka pasti ada King Maker di belakangnya," jelasnya. 

Menurutnya, bentuk dukungan kepada anak, itu sebagai konsekuensi restu orang tuanya. 

"Kalau tidak ada restu, tentu tidak diizinkan untuk ikut. Nah kalau sudah ikut tentu konsekuensinya akan dibantulah, masa ada bapak melihat anaknya sedang berjuang tidak diberi support, tidak diberi bantuan, tidak didukung, kan begitu kira-kira," bebernya. 

Ia menjelaskan bahwa dukungan diberikan dari awal pencalonan. "Dari awal didukung, kita bisa melihat faktanya, karena dari segi usia saja tidak memenuhi syarat awalnya. Tetapi dari perjalanan yang ada, netizen maupun publik bisa menilai bahwa ada peran keluarga di situ terutama pamannya," jelasnya. 

Ia mengungkapkan dukungan keluarga terutama pamannya dalam konteks MK. 

"Pamannya itu kan terkena  pelanggaran etika berat lah kira-kira begitu, gara-gara memutuskan persoalan yang diajukan, boleh tidaknya usia di bawah 40 itu bisa maju sebagai capres atau cawapres dan itu menunjukkan bahwa King Maker di situ adalah Pak Jokowi," ungkapnya. 

Terakhir, Wahyudi menegaskan, jika tidak didukung jadi cawapres, dari awal sudah dilarangnya. 

"Tidak bisa dihindari dari opini publik bahwa beliau ada di belakang itu, jika beliau tidak menyetujui pasti akan dilarang anaknya dan faktanya tidak dilarang, sekarang sudah melaju sampai ikut dalam tahap-tahap proses demokratisasi dalam konteks proses kampanye dan seterusnya," pungkasnya. [] Evi

Minggu, 31 Desember 2023

Mengapa Para Capres Tak Ada yang Menyuarakan Penegakan Syariah?

Tinta Media - Menurut saya, setidaknya ada empat kemungkinan mengapa dalam pilpres pemilu politik demokrasi para capres tidak ada satu pun yang menyuarakan ingin menegakkan hukum-hukum Islam secara kaffah (syariah).

1. Karena mereka takut tidak laku (tidak terpilih), karena sudah mengakarnya paham sekularisme, pluralisme dan liberalisme (sepilis) di Negeri ini, meski paham tersebut sudah pernah di fatwakan haram oleh MUI.

2. Karena para capres demokrasi enggak pernah mau paham sistem pemerintahan Islam yang di contohkan Rasulullah SAW.

3. Karena demokrasi memang bukan berasal dari Islam dan bukan untuk tegaknya hukum Al-Qur'an dan As-Sunnah yang merupakan sumber utama hukum-hukum Islam (syariah).

4. Untuk lebih jelas, silakan Anda tanyakan kepada para capres demokrasi itu! Atau Anda minta mereka untuk membaca al-Qur'an dengan benar, yang tidak hanya sebatas sampai di 'kerongkongan', terutama Surat Al-Maidah (43,44,46) tentang keharaman berhukum selain dengan apa yang Allah SWT turunkan.

Oleh: Muhar
Sahabat Tinta Media

Selasa, 26 Desember 2023

Bukan Soal Menang atau Kalah

Tinta Media - Kontestasi capres cawapres semakin memanas mendekati 2024. Mereka Beradu visi misi untuk perubahan yang lebih baik. Dengan ekspresi meyakinkan, semua menjanjikan hidup masyarakat akan sejahtera jika terpilih. 

Acara debat digelar untuk menunjukkan kemampuan masing-masing sebagai calon capres cawapres yang layak di pilih. Tak lupa, hasil survei dengan menampilkan elektabilitas para calon menambah daya tarik agar masyarakat mau memilih. Mereka fokus agar menang dan bisa berkuasa lima tahun ke depan. 

Sesungguhnya, jabatan adalah amanah besar lagi berat, bukan sekadar menang atau kalah. Mereka yang menang mempunyai tanggung jawab mengurusi jutaan manusia agar bisa hidup layak. Itulah sebabnya, banyak yang berharap adanya pemimpin yang bisa menjadikan hidup lebih baik dari yang kemarin. Sebab, hari ini kehidupan sedang kacau. Ketenangan jauh dari harapan dan justru banyak manusia yang stres, depresi, hingga bunuh diri karena beratnya tekanan hidup. 

Pertanyaannya, mengapa dengan bergantinya pemimpin, khususnya negeri ini yang sudah tujuh kali, tetapi kehidupan tak kunjung membaik? 

Pertama, ongkos politik dalam sistem demokrasi kapitalisme hari ini dalam mendulang suara sangat mahal. Mereka memerlukan banyak suara untuk duduk di kursi kekuasaan. Sementara, suara artinya uang. 

Dengan memberikan berbagai bantuan, seperti sembako, peralatan pertanian, uang, perbaikan jalan mereka berharap mendulang banyak suara dari masyarakat. 

Hal ini dilihat sebagai peluang emas oleh para kapital untuk memodali para calon. Tentu tidak ada makan siang gratis. Para kapitalis ingin agar kantong mereka bertambah tebal ketika bisa menguasai penguasa yang didukungnya dengan membuat kebijakan yang berpihak pada mereka. 

Contoh, relokasi Rempang, IKN Penajam, Paser Utara, Seruyan Kalteng, Tambang pasir besi Pasirian Lumajang adalah secuil oligarki/para kapital di atas angin bisa leluasa menguasai lahan masyarakat untuk kepentingan mereka. Meskipun masyarakat menolak, tetapi tetap yang punya modallah yang memenangkan perkara. 

Kedua, besarnya modal yang dikeluarkan untuk meraih kursi tak seimbang dengan gaji yang didapat. Maka, jalan termudah menutup modal adalah dengan korupsi. Hal ini dianggap lumrah karena sistem yang dijalankan membuka celah tersebut. 

Tidak ada malu, apalagi merasa berdosa melakukan. Setiap kebijakan selalu berlandaskan manfaat materi. Halal atau haram tidak dihiraukan, yang penting harus ada manfaat materi. Sekali berenang, dua tiga pulau terlampaui. 

Ketiga, sejatinya yang berkuasa adalah para oligarki, karena tanpa uang tak mungkin bisa meraih kursi. Jadi, jangan berharap ada perubahan lebih baik meskipun berganti orang, karena sistem yang dijalankan tetap sama dengan yang lalu. 

Sejatinya, yang menang tetap pemodal. Rakyat pasti kalah dan memang sengaja dibuat kalah. Rakyat hanya di jadikan tumbal suara lima tahunan. Begitu meraih kekuasaan, tak sekali pun berpikir untuk kebaikan masyarakat yang ada. Yang dipikirkan hanya bagaimana lima tahun ke depan tetap bisa menikmati empuknya kursi kekuasaan. 

Begitulah ritme politik dalam sistem demokrasi kapitalisme. Rakyat hanya dibuai dengan janji. Namun, janji tinggal janji, dan tetaplah rakyat gigit jari menghadapi sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Maka, di sinilah pentingnya mengedukasi masyarakat. Selama sistem yang dijalankan adalah demokrasi kapitalisme, maka tidak akan ada perubahan sama sekali. Ibaratnya, ganti pemimpin sama seperti ganti baju, terapi isi tetap sama, yaitu hanya memihak pada yang punya modal. 

Saatnya ganti sistem, yaitu dengan menerapkan lslam yang berasal dari Sang Pencipta alam semesta yang pasti baik dan cocok untuk siapa saja dan kapan saja. Secara empirik, sistem ini telah terbukti selama 14 abad mampu menaungi berbagai suku, budaya, warna kulit, bahasa, bahkan agama yang berbeda-beda. 

Hal tersebut juga diakui Barat melalui pidato menakjubkan oleh pengusaha wanita dan sejarawan Carly Fiorina, CEO Hewlett-Packard Corporation. Pada pertemuan seluruh manajer perusahaan tersebut di seluruh dunia, pada 26 September 2001, Carly Fiorina menyampaikan, 

“Pernah ada suatu peradaban yang merupakan peradaban terbesar di dunia ..... Ketika negara-negara lain takut dengan pemikiran, peradaban ini berkembang pesat pada mereka, dan membuat mereka tetap hidup. Ketika banyak yang mengancam untuk menghapus pengetahuan dari peradaban masa lalu, peradaban ini membuat pengetahuan itu tetap hidup, dan meneruskannya kepada orang lain. 

Sementara, peradaban Barat modern memiliki banyak ciri peradaban yang saya bicarakan adalah dunia Islam dari tahun 800 hingga 1600, yang meliputi Kekaisaran Ottoman dan pengadilan Baghdad, Damaskus, dan Kairo, serta para penguasa tercerahkan seperti Suleyman yang Agung." 

Meskipun kita sering tidak menyadari utang kita kepada peradaban ini, pemberiannya merupakan bagian dari warisan kita. Industri teknologi tidak akan pernah ada tanpa kontribusi ahli matematika Arab. (Literasiisslam.com, 29/6/2022). 

Maka, sistem demokrasi kapitalisme hanya fokus pada menang atau kalah. Urusan rakyat tidak pernah menjadi prioritas. Apa masih mau dikelabui, padahal sudah berkali-kali tak pernah terbukti?  Keledai saja tidak akan terperosok dalam lubang yang sama sampai dua kali. Allahu a’lam.

Oleh: Umi Hanifah 
Sahabat Tinta Media

Minggu, 21 Mei 2023

UIY: Umat Perlu Dua Hal Baik Jika...

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menyatakan bahwa diperlukan dua hal jika rakyat ingin diurus dengan cara yang baik.

"Jika rakyat atau umat betul-betul ingin diurusi dengan cara yang baik maka diperlukan dua hal baik. Pemimpin yang baik dan sistem yang baik," tegasnya dalam program Fokus to The Point: Umat Islam dalam Arus Politik 2024, Kamis (18/5/2023) di kanal Youtube UIY Official.

UIY menegaskan bahwa politik itu sangat penting. Politik dipahami sebagai riayah suunil ummah, bagaimana mengatur umat. " Bagaimana mengatur umat itu sangat ditentukan oleh dua hal. Yang pertama, pemimpin. Yang kedua, bagaimana pemimpin mengatur urusan rakyat ini sistem," ujarnya.

Karena itu, lanjutnya, umat islam perlu memahami jikalau urusan rakyat itu ingin diatur dengan sebaik-baiknya  maka diperlukan dua hal yaitu pemimpin yang baik dan sistem atau aturan yang baik. "Dan, aturan yang baik itu mustinya berasal dari Dzat Yang Maha Baik, oleh Allah SWT. Itulah syariah," tandasnya.

 

UIY menyampaikan bahwa syariah mengatur segala hal yang berkenaan dengan kehidupan rakyat baik itu dalam aspek politik itu sendiri juga ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. "Lalu, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau tunduk atau mau mengikuti aturan yang baik itu," simpulnya. 

 

Pemilih Cerdas

 

Dalam kesempatan yang sama, UIY juga mengingatkan agar rakyat juga memainkan perannya agar menjadi pemilih yang cerdas. "Pemilih yang cerdas itu adalah pemilih yang dia mengerti bahwa dia itu punya kekuatan. Karena itulah kekuatan itu tidak boleh digunakan sebagai alat sekedar legitimasi," ujarnya.

 

"Yang ada sekarang ini kan suara rakyat hanya sebenarnya alat legitimasi bahwa kami dipilih oleh rakyat lalu dia bekerja semau-mau dia, bertentangan dengan kepentingan rakyat," tambahnya.

 

UIY mencontohkan dengan UU Minerba tahun 2009 yang ketentuannya jelas sangat pro terhadap rakyat di mana ada 380.000 ha ladang batu bara, dengan potensi lebih dari 65.000 trilyun, yang harus kembali kepada negara untuk kepentingan rakyat dan dikelola oleh BUMN. "Tapi dirubah oleh wakil rakyat menjadi undang undang nomor 2 tahun 2020 yang memastikan bahwa 380.000 ha tadi itu diperpanjang penguasaaannya oleh 7 perusahaan besar," paparnya.

 

"Ini kan jelas menunjukkan mereka tidak bekerja untuk rakyat. Jadi disitulah pentingnya pemilih itu harus cerdas dalam menggunakan haknya," tegasnya.

 

UIY mengingatkan bahwa memilih adalah hak dan hak itu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Maka dari itu harus dipastikan hak itu digunakan sebaik-baiknya untuk memilih pemimpin yang baik dan untuk memilih wakil rakyat untuk menghasilkan sistem yang baik itu.

 

"Di situlah pentingnya ada partai politik yang memang berpihak kepada kepentingan Islam, berdasarkan Islam, kemudian pikirannya atau gagasan-gagasannya Islam, lalu tampak pada programnya, lalu tampak pada narasi yang disampaikan. Kemudian dalam kehidupan kesehariannya itu memang dia juga berdasarkan Islam dan terbukti bahwa dia terikat dengan ajaran Islam," pungkasnya.[] Hanafi

Jumat, 05 Mei 2023

MEMBACA SUASANA KEBATINAN MILITER YANG RISAU PADA PEMILU 2024

"Ketika permainan curang tersebut sudah membuat penonton heboh atau bahkan membuat penonton menjadi resah dan tidak nyaman, maka “terapi” khusus harus diterapkan. Aturan hukum akan jadi acuan dan TNI siap tampil sebagai pengawal pada proses itu."

[Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo]


Tinta Media - Baru saja penulis membaca artikel menarik. 10 April 2023 lalu, Tribun Jabar menerbitkan artikel dengan judul 'Etika Menuju 2024 Menurut Pangdam III/Siliwangi'. Artikel ini ditulis oleh Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo.

Meski tidak diberikan keterangan artikel tersebut adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi, namun penulis berkeyakinan tulisan yang dibuat oleh Jenderal TNI bintang dua tersebut cukup mewakili suasana kebatinan militer, yang sedang risau dengan kondisi negeri ini. Sebuah konfirmasi sikap batin TNI yang sedang dalam kondisi prihatin, khawatir, cemas, sekaligus tidak berdaya menyaksikan berbagai kerusakan di negeri ini, lebih spesifik ketika mencermati perpolitikan di negeri ini.

Kecemasan itu terlihat jelas, bagaimana Sang Jenderal berusaha memotret situasi komunikasi politik para elit hingga akar rumput, apalagi di era sosial media yang memasuki iklim kebebasan yang nyaris tanpa batasan. Pangdam Siliwangi mendeskrepsikan situasi tersebut dengan ungkapan 'Kencangnya suhu yang dibangun serta kuatnya terpaan media menjadikan komunikasi politik begitu dinamis, fluktuatif, sekaligus sarat muatan provokatif'.

Selanjutnya, meminjam pisau analisis dan teori Craig Allen Smith (Smith, 1992), Pangdam berusaha mengajak segenap elemen anak bangsa beranjak dari kondisi faktual yang mengkhawatirkan, menuju kondisi ideal dimana komunikasi politik semestinya dilaksanakan dalam masyarakat yang beradab, tidak asal bicara di dalam berpolitik.

Walau akhirnya, Pangdam juga menginsyafi bahwa realitasnya politik memang menyangkut suara orang yang mesti dibicarakan. Artinya, politik adalah komunikasi di mana semua orang terlibat dalam proses sosial untuk memahami kepentingan, masalah, otoritas konstitusional, sanksi, sekutu, dan sekaligus musuh.

Pembelahan dukungan politik, polarisasi politik antar partai dan Capres, 'perang terbuka' komunikasi para aktor politik, relawan dan buzzer, hingga potensi kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 adalah kondisi faktual yang ada di negeri ini. Jadi, yang dikhawatirkan Pangdam bukan saja soal proses komunikasi politik jelang Pemilu yang berpotensi mengganggu keamanan dan kedaulatan Negara, tetapi juga potensi konflik dan keterbelahan anak bangsa akibat adanya hasil Pemilu 2024 yang curang.

Yang menarik adalah, ketika Pangdam bicara soal bagaimana peran dan fungsi TNI ketika komunikasi politik brutal telah menyeret potensi perpecahan anak bangsa, yang mengancam pertahahan dan keamanan Negara. Pangdam, mengambarkan situasi politik yang mungkin terjadi dan preferensi tindakan yang akan diambil oleh TNI dengan ungkapan:

_"Ketika permainan curang tersebut sudah membuat penonton heboh atau bahkan membuat penonton menjadi resah dan tidak nyaman, maka “terapi” khusus harus diterapkan. Aturan hukum akan jadi acuan dan TNI siap tampil sebagai pengawal pada proses itu."_

Lalu, apa parameter kondisi faktualnya, sehingga keadaan dan situasi bangsa telah menjadi heboh? Atau, apa pula deskripsi situasi  dan kondisi yang resah, sehingga hal itu menjadi dasar legitimasi bagi TNI untuk tampil dalam proses itu? Apakah, TNI akan tampil secara mandiri untuk dan atas nama Negara melakukan tindakan menstabilisasi keadaan, atau bahkan mengambil peran partisan untuk mengambil alih kendali kekuasaan?

Tentu, Pangdam tak akan mungkin mengungkap sejumlah parameter dan deskripsi kongkrit tentang situasi dan kondisi bangsa ini diruang publik. Namun, tulisan Pangdam telah mengkonfirmasi bahwa Negara sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Sebenarnya, secara substansi tulisan Pangdam Siliwangi Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo ini tidak berbeda jauh dengan apa yang ditulis oleh Denny Indrayanan soal dukungan Jokowi ke Ganjar, mencadangkan Prabowo termasuk menghalangi Anies Baswedan. *Ada proses Pemilu 2024 yang bermasalah. Ada potensi Pemilu 2024 yang curang.* Namun, tulisan Pangdam ini lebih kuat objektifitasnya karena lepas dari bias kepentingan kontestasi. Sementara Denny Indrayana, di beberapa bagian terdapat nuansa 'Playing Victim Partai Demokrat', karena Denny Indrayana diketahui dekat dengan SBY dan pernah menjadi Wamenkumham di era SBY.

Hanya saja keduanya, baik Deny Indrayana maupun Pangdam Siliwangi Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo sedang dalam kondisi tidak berdaya. Keduanya paham atas sejumlah soal dalam proses Pemilu, namun tak tahu harus mengambil langkah apa.

Karena itulah, Pangdam berusaha men-delivery pengetahuannya atas proses Pemilu yang bermasalah tersebut agar diketahui dan menjadi atensi seluruh rakyat. Dengan harapan, ada kontrol langsung dari rakyat dan ketika setiap saat TNI mengambil tindakan 'terapi' akan didukung oleh segenap rakyat.

Al hasil, tulisan yang dibuat Pangdam Siliwangi Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo ini mengkonfirmasi bahwa kegelisahan dan kecemasan yang dirasakan oleh segenap rakyat telah merembet ke relung batin militer. Situasinya, militer juga hanya bisa mengambil sikap _'Wait n See',_ untuk mengambil momentum strategis dalam rangka melakukan operasi terapi untuk menyelamatkan Negara.

Karena itu, butuh jembatan komunikasi yang intensif antara TNI dengan rakyat agar terjadi sinergi antara keduanya untuk menyelamatkan Negara. Terapi yang ditempuh militer, tidak akan mujarab tanpa dukungan rakyat. Gerakan perbaikan oleh segenap elemen rakyat, juga tak akan maksimal tanpa dukungan dan bekingan dari TNI. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

[Tulisan ini memberikan tanggapan atas Artikel yang berjudul 'Etika Menuju 2024 Menurut Pangdam III/Siliwangi']

Nb.

Tulisan ini dibuat dalam perjalanan Bus Jakarta - Solo, 04 Mei 2023.

Selasa, 14 Maret 2023

JANGAN GR, PUTUSAN MK TAK AKAN MAMPU MEMUPUS SYAHWAT POLITIK JOKOWI UNTUK TERUS BERKUASA!

"Tak ada (niatan presiden). Berkali-kali Pak Jokowi, saat ditanya soal itu beliau menjawab, beliau bilang taat kepada konstitusi. Persoalan tiga periode, penundaan pemilu, itu kan keputusan politik. Itu ada di MPR, bagaimana pun, MPR lah yang melihat secara cermat,"

[Ade Irfan Pulungan, Stafsus Presiden Jokowi]

Tinta Media - Ada sebagian orang yang naif menafsirkan keputusan MK yang menolak gugatan masa jabatan presiden terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terhadap UUD 1945. Mereka menganggap, Jokowi sudah 'Game Over'.

Padahal, sikap MK yang memutuskan menolak permohonan UU Pemilu yang diajukan oleh Herifuddin Daulay yang perkaranya teregister dalam Nomor 4/PUU-XXI/2023 hanyalah tindakan repetisi. 

Karena sebelumnya, MK juga sudah pernah menolak perkara yang sama pada perkara Putusan MK Nomor 117/PUU-XX/2022. Pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 juga diberlakukan secara mutatis mutandis pada Nomor 4/PUU-XXI/2023.

Itu artinya, MK hanya 'Copy Paste' pertimbangan putusan perkara nomor 117/PUU-XX/2022, lalu diberlakukan untuk perkara Nomor 4/PUU-XXI/2023. Lah, dimana letak hebatnya MK?

Yang patut dicurigai, pertimbangan MK yang menyatakan tidak atau belum memiliki alasan yang kuat untuk mengubah pendiriannya. Artinya, suatu saat MK bisa saja mengubah putusan dengan dalih 'ada alasan kuat' untuk mengubah pendiriannya.

Lagipula, Jokowi bisa saja pinjam tangan DPR atau MPR untuk menunda Pemilu dalam rangka memperpanjang usia kekuasaannya. Jokowi nantinya dapat berdalih tidak ingin memperpanjang jabatannya, tidak ada niat, taat konstitusi. Tapi karena ada desakan dan keputusan dari DPR dan MPR, amanah dari wakil rakyat, aspirasi dari rakyat (meminjam legitimasi dari survey), lalu JOKOWI DENGAN ENTENGNYA AKAN MENGUCAPKAN BISMILLAH, MENERIMA AMANAH PERPANJANGAN JABATAN PRESIDEN, BAIK MELALUI MODUS TUNDA PEMILU ATAU MENGUBAH KONSTITUSI DENGAN MEMBERIKAN KESEMPATAN JOKOWI UNTUK DIPILIH KEMBALI, BAIK SECARA LANGSUNG MAUPUN DIPILIH VIA MPR DENGAN MODUS KEMBALI KE UUD 1945.

Apalagi, Jokowi biasa bohong. Tidak ada niat itu harus dipahami kebalikannya. Selama ini, fakta banyak bicara tentang kebalikan statement Jokowi.

Coba perhatikan pernyataan Ade Irfan Pulungan, Stafsus Jokowi:

"Tak ada (niatan presiden). Berkali-kali Pak Jokowi, saat ditanya soal itu beliau menjawab, beliau bilang taat kepada konstitusi. Persoalan tiga periode, penundaan pemilu, itu kan keputusan politik. Itu ada di MPR, bagaimana pun, MPR lah yang melihat secara cermat,"

Tak ada niat, bagaimana jika niat itu dititipkan kepada DPR MPR? Mengingat, semua partai mayoritas berkoalisi dengan Jokowi.

Apakah partai akan menolak, jika perpanjangan jabatan Jokowi kompensasinya adalah perpanjangan jabatan anggota DPD, DPR baik pusat hingga daerah?

Jadi, jangan terlalu sibuk copras - capres. Karena tidak ada jaminan, Pemilu dan Pilpres 2024 akan tetap berjalan sesuai jadwal. Apalagi, Oligarki sudah sangat nyaman dilayani oleh rezim hari ini. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab