Putusan Pemilu 2024 Ditunda, Kenapa Bisa?
Tinta Media - Pemilu 2024 semakin dekat. Suhu politik jelang pemilihan Presiden 2024 pun makin panas. Partai politik peserta Pemilu berjibaku merapatkan barisan. Melakukan manuver-manuver politik menggalang kekuatan. Menyusun langkah-langkah strategis mencari kubu sehaluan demi satu tujuan, menentukan nama kandidat capres yang memenuhi standar dan peluang untuk memenangkan Pemilu 2024.
Seperti diketahui Pemilu 2024 yang rencananya akan
diselenggarakan pada 14 Februari 2024 adalah untuk memilih pemimpin rakyat
secara demokrasi dan dilakukan serentak di berbagai tingkat, mulai dari
kabupaten atau kota, provinsi, hingga nasional. Bahkan Pemilu 2024 ini telah
diatur sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pelaksanaannya
pun diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Tahun 2022.
Dari sekian banyak nama-nama yang diajukan, digadang-gadang
sebagai kandidat capres pemilu 2024, sosok Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan
Prabowo Subianto menjadi kandidat terkuat untuk bersaing menjadi orang nomor
satu di negeri ini. Menurut survei berbagai lembaga, nama ketiganya selalu
bertengger di tiga besar elektabilitas figur capres.
Dalam perkembangan terbaru, Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), Nasdem, dan Demokrat yang berada dalam koalisi perubahan menyatakan
konsisten mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon Presiden 2024. Sementara
partai politik lain masih hitung-hitungan kalkulasi secara matang mencari
peluang untuk menentukan siapa nama calon kandidat yang akan mereka golkan.
PDIP misalnya, belum menentukan calon yang tepat
mengenai nama-nama tokoh capres tersebut. Menurut Sekjen PDIP, Hasto
Kristiyanto terkait siapa yang akan didukung PDIP tidak merinci siapa saja
tokoh capres tersebut. Itu hak dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Menurutnya
itu semua merupakan kelanjutan dari kepemimpinan Bung Karno, Megawati dan
Jokowi.
Di tengah hiruk pikuk perhelatan menjelang pemilu yang
kian dekat muncul isu penundaan pemilu 2024 yang menuai kritikan dari berbagai
kalangan politikus. Wacana Pemilu 2024 ditunda kembali mencuat saat Pengadilan
Negeri atau PN Jakarta Pusat mengetok palu Pemilu 2024 ditunda hingga 2025.
Keputusan itu tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan
tergugat Komisi Pemilihan Umum.
Sebelumnya PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai
Prima dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024. Perkara nomor:
757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan
hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban. Putusan dibacakan pada Kamis
(2/3) lalu.
Putusan kontroversial ini diketok majelis hakim PN
Jakpus terkait gugatan Partai Prima kepada KPU karena merasa dirugikan dalam
proses verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu. Dalam
proses tersebut, KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat sehingga
tidak bisa mengikuti proses verifikasi faktual untuk lolos menjadi partai
peserta Pemilu 2024.
Vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu menambah
panjang daftar wacana penundaan Pemilu 2024. Sebelumnya gagasan penundaan
Pemilu ini sudah lama muncul ke permukaan. Misalnya, mencuatnya usulan
perpanjangan masa jabatan Jokowi, serta desakan perpanjangan masa jabatan
kepala desa menjadi sembilan tahun. Hanya saja gagasan tersebut selalu menuai
penolakan.
Wacana penundaan Pemilu 2024 juga pernah diutarakan
Ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB Muhaimin Iskandar. Wakil Ketua
DPR RI itu mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda selama satu atau dua tahun.
Menurut Cak Imin, wacana itu terlintas setelah bertemu dengan pelaku usaha
mikro, pengusaha dan para analis ekonomi dari berbagai perbankan di Ruang Delegasi
DPR, Nusantara III, Jakarta, Rabu, 23 Februari 2022. Alasan ditundanya Pemilu
2024, berdasarkan prediksi mereka mengenai Indonesia yang masih mengalami
kondisi perbaikan ekonomi setelah diterpa pandemi Covid-19 dua tahun silam.
Menurut Muhaimin, momentum ini tak boleh terganggu dengan adanya pesta politik.
Lucunya usulan Muhaimin pun diaminkan oleh beberapa
petinggi partai lainnya. Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Menko Bidang
Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), Ketua Umum
PAN Zulkifli Hasan dan Plt Ketua Umum PPP Mardiono.
Adapun alasan yang mereka utarakan hampir seragam,
mulai dari kondisi perekonomian yang belum stabil imbas dari pandemi hingga
berdampak pada berbagai lapisan mulai dari pemerintah, dunia usaha, maupun
masyarakat masih perlu melakukan pemulihan. Dikuatkan pula dengan adanya hasil
survei-survei yang mengindikasikan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap Jokowi
hingga soal kebutuhan anggaran pemilu yang terlalu besar di tengah kondisi
keuangan negara yang pailit. LBP juga mengklaim memiliki data valid yang
menunjukkan wacana penundaan pemilu didukung oleh 110 juta warganet.
Kenapa wacana penundaan Pemilu yang sempat redup
kembali muncul kepermukaan? Adakah kekuatan besar bermain menopang kebijakan yang
menjadi kontroversial? Menyikapi hal itu Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar
Prihatin menilai putusan pengadilan negeri ini agak aneh, janggal dan tidak
lazim. Menurutnya Pengadilan negeri telah bertindak melampaui batas
kewenangannya. Yanuar mencurigai ada kekuatan besar yang berupaya mencari celah
agar pesta demokrasi lima tahun sekali ini ditunda atau diundur dari waktu yang
sudah ditetapkan undang-undang.
Pada dasarnya, di dalam demokrasi kekuatan politik itu ada di tangan para oligarki.
Para pemilik modal dengan mudah menyetir kebijakan agar mengambil keputusan
sesuai kepentingan mereka. Sudah bukan rahasia pula, jika gurita oligarki sudah
sangat lama mencengkeram negeri ini. Di bawah legitimasi kekuasaan dan berbagai
kebijakan yang dikeluarkan penguasa, mereka sangat leluasa merampas kedaulatan
negara dengan berbagai aspek, seperti merampas ekonomi rakyat atas berbagai
sumber daya, sekaligus hak-hak rakyat
atas berbagai pelayanan publik yang menjadi kewajiban negara. Negara tak
mampu berbuat kecuali mengikuti titah para oligarki.
Oleh karenanya, ditunda atau pun tidak terkait semua
isu pemilu sejatinya sama-sama dipakai untuk memperjuangkan kepentingan pemilik
modal. Begitu pun dengan sosok Presiden, siapa pun yang terpilih kelak akan
menjadi perpanjangan tangan bagi oligarki untuk menguasai dan mengeruk kekayaan
milik rakyat. Koalisi dibangun untuk mengusung calon presiden yang terkesan
berpihak pada rakyat. Kontroversi yang bergulir, semuanya berdasar pada
kepentingan.
Sudah saatnya rakyat memiliki pemikiran cerdas dalam mengambil sikap untuk menentukan pilihan. Pemilu ditunda atau dilakukan posisi rakyat akan tetap menjadi korban kepentingan.[]
Oleh: Yun Rahmawati
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok