Tinta Media: Pembunuhan
Tampilkan postingan dengan label Pembunuhan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembunuhan. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 Februari 2024

Pesta Khamr dan Pembunuhan Satu Keluarga



Tinta Media - Imam Nasa’i meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Haris dari bapaknya berkata bahwa Usman berkata, ”Jauhilah khamr karena ia adalah Ummul Khabaits (induk kejahatan). 

Alkisah ada seorang laki-laki yang ahli ibadah dari kalangan umat sebelum kalian. Dia disukai oleh seorang wanita nakal. Wanita ini mengutus pelayannya dan berkata kepadanya, ”Kami mengundangmu untuk kesaksian.” 

Laki-laki itu pergi bersama pelayannya. Setiap kali laki-laki ini masuk ke suatu pintu, maka dia menutupnya di belakangnya sehingga dia tiba di hadapan seorang wanita cantik dengan seorang anak kecil dan bejana Khamr. Wanita itu berkata, ”Demi Allah aku tidak mengundangmu untuk kesaksian. Tetapi aku mengundangmu agar kamu melakukannya dengan ku (berzina) atau kamu minum segelas Khamr ini atau membunuh anak ini. 

”Beri aku segelas khamr. (dia berpikir ini adalah maksiat yang ringan) Maka dia memberikannya dan dia berkata lagi “tambah lagi”.  Tidak lama setelah itu kemudian terjadilah perbuatan zina dengan wanita itu dan dia juga membunuh anak tadi. 

Kisah ini menggambarkan kepada kita betapa luar biasanya dampak dari minum khamr hingga kecanduan dan menyebabkan hilang kesadaran dan dapat melakukan perbuatan maksiat yang lainnya. 

Pembunuhan satu keluarga yang terjadi di Penajam Paser Utara juga salah satunya karena efek dari minum khamr. Remaja berinisial J (16 tahun), pelaku masih dibawah umur kelas 3 SMK, 20 hari lagi baru usia 17 tahun ditetapkan sebagai tersangka yang membunuh lima orang sekaligus. Diduga motif pembunuhan karena persoalan asmatan dan dendam pelaku terhadap korban dan pelaku dengan korban adalah tetangga. (Republika.co.id, 8 Februari 2024) 

Kejadian ini berawal saat pelaku berpesta minuman keras bersama teman-temannya pada hari Senin, 5 Februari 2024. Kemudian pelaku diantar pulang oleh temannya. Setelah diantar, J membawa senjata tajam berupa parang dan menuju rumah korban untuk melakukan pembunuhan. Tidak hanya itu menurut keterangan Kapolres PPU AKBP Supriyanto saat dikonfirmasi, Kamis, 8 Februari 2024. Pelaku tidak puas dengan hanya membunuh. Pelaku juga memperkosa jasad korban RJS dan ibunya berinisial SW. (Republika.CO.ID, 8 Februari 2024) Sungguh perbuatan yang keji. 

Materi Standar Hidup 

Kasus yang terjadi di atas merupakan secuil contoh kasus yang disebabkan dari kehidupan kita yang saat ini berstandarkan materi. Standar materi ini lahir dari adanya penerapan sistem Kapitalis-Sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan/negara sehingga standar hidup bukan halal/halal. Mengapa bisa ada remaja yang berpesta miras. Hal ini menjadi potret buram pendidikan kita yang berstandar materi yang diterapkan oleh sistem kapitalis-sekuler saat ini. Pelaku adalah siswa SMK (pendidikan) tapi bisa dengan nyamannya berpesta miras tanpa menstandarkan bahwa ini merupakan suatu keharaman. Selain itu, miras/khamr merupakan sesuatu yang bebas karena dalam sistem kapitalis-sekuler semua barang yang dapat menghasilkan materi merupakan barang ekonomis. Selama ada yang menawar tanpa melihat halal-haram tapi menghasilkan materi maka sah-sah saja. 

Dalam sistem kapitalis-sekuler hukum yang berlaku adalah hukum buatan manusia yang lemah dan terbatas. Kita bisa lihat dari aturan miras/khamr. Tetap beredar tapi diberikan pengawasan. Ada khamr legal dan ilegal. Yang legal tidak melanggar hukum yang ilegal melawan hukum. Beginilah jika menyerahkan pembuatan hukum kepada manusia. Sanksi yang diberikan juga tidak tegas. Menentukan sanksi bagi anak di bawah umur juga tidak jelas. Begitu sadisnya apa yang dilakukan tapi dengan ketentuan usia 17 tahun baru dianggap dewasa maka pelaku tetap dianggap anak di bawah umur. 

Islam Standar Halal-Haram 

Sistem Islam yang sempurna dan paripurna merupakan sistem yang mengatur seluruh lini kehidupan secara terperinci yang berasal dari sang khaliq. Hanya sang khaliq (Allah) yang memiliki hak untuk membuat aturan/hukum. Sistem Islam berdiri atas dasar aqidah yang berstandarkan halal-haram. Sistem pendidikan dalam Islam akan melahirkan generasi yang cemerlang dan tangguh. Generasi yang menjadikan standar hidupnya halal-haram bukan materi sehingga akan terhindar dari hal-hal yang menjerumuskan ke dalam perbuatan maksiat. Salah satu dalam kurikulum pendidikan Islam pun akan diajarkan bagaimana pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Dalam islam jelas tidak ada yang namanya berkhalwat dan beriktilat sehingga hubungan laki-laki dan perempuan tetap sesuai dengan koridor syariat. Sudah tentu tidak ada istilah pacaran dalam Islam. Apalagi pacaran islami atau tunangan. Ikatan laki-laki dan perempuan hanya dalam pernikahan setelah aqad. 

Islam juga telah menetapkan sanksi tegas bagi pelanggar syariat. Salah satunya yang melakukan khalwat dan iktilat pun akan ada sanksinya. Islam pun akan menjaga akal manusia yang merupakan salah satu penjaminan dalam penerapan syariat. Salah satunya dengan pengaturan mengenai khamr. Khamr bukan barang ekonomis. Khamr merupakan barang yang diharamkan maka tidak akan ada bisnis khamr. Tidak ada kata legal maupun ilegal. Untuk yang tetap mengonsumsinya maka akan ada sanksi tegas dari negara. Sanksi dalam Islam adalah sanksi yang memberikan efek jera sehingga untuk melakukannya kembali si pelaku atau selain pelaku akan mikir beribu-ribu kali. Kembali pada kisah di atas bahwa khamr menyebabkan kehilangan akal (kesadaran) hingga mampu melakukan maksiat lainnya. Semua akan terwujud dengan kembalinya kita diatur oleh hukum dari sang Khaliq (Allah SWT) yang diterapkan secara kaffah dalam sebuah institusi Daulah Khilafah Islamiyah. 


Oleh: Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 23 Desember 2023

Pembunuhan pada Hubungan Keluarga Sering Terjadi, Tabayyun Center: Kondisi Masyarakat Sakit Parah




Tinta Media - Kyai Abu Zaid dari Tabayyun Center menilai kasus pembunuhan pada hubungan keluarga yang sering terjadi menunjukkan kondisi masyarakat yang sakit parah. 

“Masyarakat kita ini memang sakit ya, dan sakit parah, komplikasi ini. Kita bisa lihat bahwa kasus pembunuhan pada hubungan keluarga sudah sering terjadi,” tuturnya di Kabar Petang : Keji! KDRT Hingga Pembunuhan, Ada Apa Ini? melalui kanal Youtube Khilafah News, Senin (18/12/2023). 

Hubungan Keluarga, menurutnya, seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi para anggotanya justru sebaliknya. “Ini kan paradoks, di satu sisi kalau kita pulang ke rumah mendambakan keamanan, kenyamanan, secara naluriah manusia itu senang di rumah, seorang bapak mesti berjuang bahkan bertaruh nyawa melindungi anak-anaknya atau seorang ibu rela mati demi anak-anaknya. Tapi ini yang terjadi justru sebaliknya,” ungkapnya. 

Ia menilai, kondisi ini karena sebagian besar masyarakat menghirup kehidupan sekuler kapitalisme yang diterapkan oleh penguasa. 

“Akibat dari nilai-nilai sekularisme kapitalisme yang dianut masyarakat hari ini yang mengajarkan sekularisme, memisahkan Islam dari kehidupan sehari-hari, dari politik, dari sosial budaya pendidikan dan lain-lain. Penguasalah yang melahirkan masyarakat sakit karena tidak menerapkan Islam secara kafah,” bebernya. 

Kyai Abu Zaid mengutip ayat al-Qur’an tentang kesempitan hidup akibat berpaling dari peringatan Allah Swt. 

“Wa man a'raḍa 'an żikrī fa inna lahụ ma'īsyatan ḍangka. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kehidupan sempit ini dalam segala sisinya sempit; sempit ekonominya, susah kerja, susah nyari makan, susah sekolah, bahkan mati pun susah.  Jadi kehidupan yang sempit ini bukan hanya urusan dunia, urusan akhirat jadi sempit juga,” jelasnya. 

Solusi Islam 

Menurutnya, solusi semua masalah ini adalah kembali kepada aturan Allah Swt. “Solusinya bagi orang beriman sudah jelas, yakni kembali kepada apa yang Allah perintahkan yaitu menerapkan Islam secara kafah,” tuturnya. 

Menurutnya, solusi menurut Islam terdiri dari  solusi level personal, masyarakat dan negara. “Menurut Islam, ada solusi yang mendesak personal sifatnya segera, kemudian solusi level masyarakat dan tentu juga level negara.” Imbuhnya. 

Menurutnya, seorang muslim mesti tahu bahwa ini adalah ujian kesabaran, itu tidak mungkin bisa dipahami kalau tidak ngaji, makanya keluarga muslim mesti ngaji. “Ngaji seperti ngajinya Rasulullah Saw, ngaji Islam, ngaji akidah, ngaji syari’at, supaya orang beriman ngerti bahwa dia sedang diuji oleh Allah, ada kesabaran dan ada harapan pahala,” ungkapnya. 

Yang kedua harus ada kepedulian masyarakat, “Masyarakat diberikan pemahaman tentang kewajiban untuk memperhatikan juga memberikan bantuan kepada tetangga, khususnya yang paling dekat,” ujarnya. 

Yang ketiga pemerintah harus menerapkan syari’at Islam secara kafah termasuk sistem pidana yang memberikan hukuman yang jelas dan tegas sesuai syariat. “Kepada orang-orang yang melanggar syari’at, misalnya suami pemabuk pulang mabuk nanti ribut sama istri dalam keadaan mabuk dia bunuh istrinya, itu karena dibiarin aja besok mabuk lagi kan,” terangnya. 

Sebagai pencegahan kasus KDRT, menurutnya pemerintah harus melakukan mitigasi keluarga-keluarga yang bermasalah. 

“Harus ada mitigasi terhadap keluarga-keluarga yang bermasalah, misalnya ada potensi konflik di keluarga kemudian terjadi KDRT, mestinya segera diselesaikan dan menurut syariat Islam harus diberikan solusi yang jelas, nanti dipisahkan rumahnya. Pemerintah yang melakukan, kalau individu kan susah karena iman yang lemah,” pungkasnya. [] Evi

Rabu, 01 November 2023

Islam Menyelesaikan Kasus Pembunuhan Sadis



Tinta Media - Satreskrim Polres Indramayu mengungkap pembunuhan sadis yang dilakukan ibu kandung, kakek, dan paman terhadap korban Muhammad Rauf, bocah berusia 13 tahun di Kabupaten Subang. Korban tewas akibat dianiaya oleh tiga pelaku N (40), ibu kandung; Warim, kakek; dan Suganda, paman. (iNews.id)

Kasus pembunuhan anak oleh keluarga, terutama orang tua, bila ditelusuri jumlahnya semakin banyak. Harusnya ini menjadi peringatan bagi negara dan masyarakat untuk semakin membenahi persoalan sosial, khususnya problem keluarga di tanah air. Sebab, hal ini menunjukkan semakin banyak keluarga yang mengalami malfungsi dan disharmonisasi. Peran ayah dan ibu sebagai pengayom anak justru malah berubah menjadi pelaku kekerasan pada anak. Selain itu, saat ini semakin banyak pula keluarga yang hidup dengan hubungan yang tidak harmonis, termasuk relasi orang tua dengan anak.

Namun, melihat  perkembangan dari hari ke hari, kelihatannya negara seperti kurang peduli dengan persoalan tersebut. Negara lebih fokus pada pembangunan infrastruktur, pengembangan pariwisata dan memasukan investasi asing, sedangkan kondisi sosial masyarakat semakin amburadul. Akhirnya, warga berjalan sendiri, nyaris tanpa support dari negara.

Hal ini bisa terjadi karena banyak faktor, di antaranya:

Pertama, faktor ndividu, dalam hal ini orang tua. Banyak orang dewasa mau menikah, mau punya anak, tetapi tidak mempersiapkan diri untuk membangun keluarga. Dari namanya saja, keluarga itu harus dibangun. Relasi anak dengan orang tua harus dibangun, diciptakan agar harmonis. Akan tetapi, realitanya banyak orang dewasa tidak pernah bepikir kalau pernikahan dan mempunyai anak itu membutuhkan ilmu dan kesiapan mental.

Kedua, faktor lingkungan. Kondisi masyarakat saat ini yang Individualis, hedonis, flexing, dan kurangnya silah ukhuwah menyebabkan kontrol masyarakat atau amar makruf menjadi berkurang, bahkan hilang. 

Padahal, Allah berfirman di Surah Al-Ashr ayat 3

"Kecuali orang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."

Sistem kehidupan kapitalisme yang diterapkan negara, menjadikan kondisi ekonomi berpengaruh pada kehidupan keluarga. Hari ini, kalau melihat perhitungan yang dilakukan Bank Dunia, ada sekitar 110 juta warga Indonesia berada dalam garis kemiskinan. Rakyat harus menghidupi diri mereka sendiri, minim support dari negara. Ini menambah tekanan untuk keluarga, khususnya orang tua.

Peran orang tua dalam mendidik anak sangat besar. Orang tua harus mempersiapkan diri dengan konsep keluarga yang benar, yaitu Islam, memahami hak dan kewajiban suami-istri, juga sebagai orang tua, serta hak-hak anak. Orang tua juga harus memahami cara menghadapi anak, mengedepankan kasih sayang, dan melandasinya dengan iman. 

Namun, hari ini cara berpikir sekulerisme sudah menggusur agama. Padahal, landasan keimanan itu akan jadi pondasi kehidupan keluarga yang sehat dan kuat. Masyarakat harus memahami makna bersyukur, bersabar, dan nempunyai cara pandang yang benar tentang musibah danmakna kebahagiaan.

Islam telah memberikan petunjuk bagi setiap muslim  dalam membangun keluarga yang bahagia. Adapun tuntunannya sebagai berikut:

Pertama, setiap muslim harus membangun pemahaman, kecendrungan, serta tolak ukur terhadap kehidupan di atas landasan keimanan dan ketakwaan, sehingga keluarga memahami bagaimana menyikapi berbagai problem kehidupan dengan benar, sabar, tawakal, dsb.

Kedua, rekatkan keluarga dengan ketaatan pada Allah. Caranya, jadikan syariat Islam sebagai aturan dalam keseharian, menilai baik dan buruk berdasarkan halal dan haram, bukan hedonisme. Selain itu, umat harus mempererat silaturahmi kepada sanak saudara dan silah ukhuwah kepada teman dan jiran tetangga.

Ketiga, bangun hubungan antar-anggota keluarga dengan kasih sayang dan tolong-menolong dalam kebaikan, tidak mudah marah, tetapi mudah memaafkan.

Keempat, negara memberikan sanksi yang tegas agar pelakunya jera dan kejadian serupa tidak terulang.

Oleh: Muhammad Nur
Intelektual Muslim

Minggu, 22 Oktober 2023

Kasus Pembunuhan Tiada Henti, Islam Sebagai Solusi

Tinta Media - Warga Geger dengan penemuan mayat perempuan tanpa busana di semak-semak bukit Gunung Japura, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung pada Kamis, sore (5/10). Kapolsek Cicalengka Kompol Deni Rusnandar menerangkan bahwa menurut tim Inafis, mayat perempuan yang mulai mengalami pembusukan itu diperkirakan sudah meninggal sejak empat hari yang lalu. Korban tanpa identitas itu ditemukan oleh warga yang sedang mencari bambu di area bukit. (JPNN.com)

Setelah diselidiki, terungkap bahwa mayat perempuan tersebut adalah korban pembunuhan yang dilakukan sang pacar usai menolak ajakan menikah. Korban menolaknya karena sang anak belum merestui. Karena tidak terima, pelaku pun melakukan rencana pembunuhan. (Suarajabar.com, 11/10)

Kasus pembunuhan kini terus berseliweran di laman media elektronik. Bahkan, jumlahnya semakin meningkat. Menurut data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), selama Januari-Juni 2023 terdapat 4.794 laporan kasus gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) dari seluruh Indonesia. Selama periode tersebut, laporan gangguan kamtibmas terbanyak adalah penemuan mayat, yaitu 1.907 kasus. (Databoks)

Sungguh miris, maraknya kasus pembunuhan di negeri ini menunjukkan potret kelam masyarakat saat ini. Fakta di atas merupakan salah satu contoh dari banyaknya latar belakang kasus pembunuhan. Hari ini, negara besar yang notabene mayoritas penduduknya muslim, kondisinya jauh dari gambaran Islam, terutama tentang pergaulan muslim. 

Setidaknya, ada dua faktor penyebab buruknya kondisi pergaulan hari ini. 

Pertama, faktor internal umat Islam. Akidah umat Islam sangat rapuh hingga tidak memahami hakikat dirinya sebagai hamba Allah. Mereka pun jauh dari pemahaman terhadap syariat Islam yang mengatur tentang pergaulan. Mereka tidak memahami bagaimana syariat menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan, baik mahram atau pun bukan mahram. 

Allah menurunkan aturan agar manusia terhindar dari zina. Alhasil, ketakwaan tidak menghiasi diri dalam menghadapi berbagai persoalan. Kemaksiatan pun menjadi hal biasa. 

Kedua, faktor eksternal, yakni berupa pemikiran dan budaya sekuler yang rusak dan merusak, terutama paham liberalisme yang mengagungkan kebebasan individu. Hal ini membuat setiap individu bebas berpendapat, berperilaku, bebas memiliki sesuatu, dan bebas beragama. 

Pemahaman ini sengaja diaruskan oleh negara-negara Barat Kapitalis ke dalam lingkungan muslim. Paham ini secara langsung telah menghilangkan peran agama dalam mengatur kehidupan manusia. Alhasil, laki-laki dan perempuan tidak menjadikan Islam sebagai standar dalam menjalankan perannya dalam berinteraksi di tengah masyarakat.

Kebahagiaan pun disandarkan pada kepuasan materi semata. Penerapan sistem kapitalisme juga yang berefek pada semakin beratnya beban hidup masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.  

Pengelolaan emosi yang buruk juga menyebabkan aksi kekerasan hingga pembunuhan tidak terhindarkan. Inilah efek penerapan sistem kapitalisme yang mengatur tiap individu hingga negara saat ini. 

Berbeda dengan kehidupan masyarakat di bawah pengaturan Islam yang kaffah. Islam telah memosisikan negara sebagai pengurus urusan umat dengan syariat Islam. 

Rasul saw. telah menerangkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ahmad bahwa imam atau khalifah adalah pengurus (urusan rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya. 

Oleh karena itu, negara wajib membantu rakyat agar hidup dalam suasana tenang, aman, damai, dan penuh keimanan. 

Negara adalah pihak yang paling efektif untuk membangun dan menjaga akidah umat, baik individu maupun masyarakat. Banyak peran yang dapat dilakukan khalifah sebagai kepala negara dalam rangka menjaga akidah umat. 

Pertama, melalui pendidikan. Sistem pendidikan wajib didasarkan kepada Islam. Pendidikan Islam terkait akidah, syariah, akhlak, dan sejarah diberikan sejak dini, bukan hanya di rumah, melainkan juga di sekolah. 

Metode pendidikan dilandasi dengan keimanan dan disampaikan dengan metode pemikiran sehingga para pelajar benar-benar paham arah pendidikan, yaitu untuk membentuk kepribadian Islam dan menguasai sains dan teknologi. 

Untuk mewujudkan kepribadian Islam, maka ditanamkan akidah Islam, yaitu membentuk pola pikir dan pola sikap Islam yang akan melahirkan perilaku Islam. 

Sementara, penguasaan sains dan teknologi diberikan sesuai kebutuhan dengan tetap didasarkan pada akidah Islam. Alhasil, akidah Islam akan memberikan kekuatan dan kesabaran seorang hamba dalam menghadapi persoalan kehidupannya. Keimanannya menjadi perisai untuk sabar dan tetap dalam kewarasan ketika menghadapi masalah sehingga tidak berbuat maksiat. 

Kedua, untuk menjaga akidah, harus ada penerapan aturan-aturan Islam melalui perundang-undangan sehingga bisa menyatukan antara akidah dengan syariah. Ketaatan kepada syariah akan mengokohkan akidah dan penanaman akidah akan membuat orang semakin menaati syariah. 

Dengan begitu, akan tumbuh individu yang memiliki kekuatan akidah. Setiap individu dalam masyarakat akan memiliki kepedulian yang tinggi dan aktif terlibat dalam aktivitas amal makruf nahi mungkar. 

Di sisi lain, negara juga mewujudkan kesejahteraan umat. Sistem penerapan Islam akan mengarahkan batasan kehidupan antara laki-laki dan perempuan. Di samping itu, Islam juga sangat memuliakan perempuan. Membiarkan keduanya bebas tanpa aturan  tentu akan menyebabkan banyak kerusakan. Untuk itulah Islam sebagai diin yang sempurna harus ditegakkan. Wallaahu a'lam bish-shawaab.

Oleh: Nia Umma Zhafran
Sahabat Tinta Media

Rabu, 19 Juli 2023

KDRT dan Pembunuhan Makin Menggila di Sistem Kapitalisme Sekuler

Tinta Media - Peristiwa kekerasan disertai pembunuhan oleh seorang suami terhadap istrinya telah terjadi di Desa Ciapus, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Saat ini, pelaku telah diamankan Polresta Bandung. Begitulah kronologis yang dibeberkan oleh Wakapolresta Bandung AKBP Imron Ermawan saat konfernsi pers, Jumat (7/7/2023).

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) adalah sebuah tindakan tidak manusiawi, apalagi jika berakhir dengan pembunuhan. Namun faktanya, kekerasan dalam rumah tangga kian hari semakin menggila saja. Berita kekerasan hingga pembunuhan hampir tiap hari kita dengar di media massa. Kekerasan yang dilakukan tidak hanya melukai fisik, tetapi juga psikis korban.

Penyebab terjadinya hal tersebut dapat dikategorikan sebagai faktor internal dan eksternal. Umumnya, faktor internal yang terjadi adalah komunikasi yang kurang baik, kesalahpahaman, ataupun ketidakcocokan antara dua belah pihak. Akidah dan pemahaman agama yang kurang juga menjadi faktor yang menyebabkan seseorang mudah terpancing emosi dan lepas kontrol. 

Sedangkan faktor eksternalnya adalah masalah ekonomi, kecemburuan sosial, dan lain-lain. Keadaan ekonomi yang sulit dengan harga kebutuhan pokok yang serba mahal, akhirnya menjadikan stres dan memicu emosi.

Seorang suami adalah pemimpin rumah tangga yang seharusnya mengayomi dan mendidik anak dan istrinya dengan baik, 

Allah Swt. berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS An-Nisa [4]: 34).
 
Bukan dari segi individunya saja, permasalahan ini justru menjadi sangat kompleks karena adanya keterkaitan individu dengan faktor yang lain. Ketika ditelaah lebih mendalam, dapat disimpulkan bahwa semua kondisi tersebut adalah akibat dari sistem. 

Negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler inilah penyebab rusaknya tatanan keluarga, hingga marak tindak kekerasan dalam rumah tangga, bahkan sampai tindakan pembunuhan. 

Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan membuat seseorang bebas berbuat tanpa didasari kesadaran hubungan dengan Allah Swt. Dalam hal ini, terdapat pemahaman bahwa agama hanya sebatas ibadah ritual saja. Hukuman yang tidak memberikan efek jera juga menjadi pemicu terjadinya berbagai macam pelanggaran syariat. Itulah sebabnya, kekerasan dalam rumah tangga hingga pembunuhan makin menjamur di negeri ini. 

Lain halnya dengan Islam yang sangat memuliakan perempuan. Hubungan suami istri dalam Islam layaknya hubungan persahabatan, bukan sebagai atasan dan bawahan. 

Rasullullah saw. adalah teladan yang paling baik dalam segala hal, mulai dari perannya sebagai seorang suami, sahabat, sampai kepala negara. Kehidupan rumah tangga dalam Islam didasari oleh ketakwaan kepada Allah Swt. yang akan memberikan rasa nyaman dan ketenangan jiwa. 

Kekuatan iman dari individu muslim, penjagaan akidah umat oleh negara, serta masyarakat yang islami akan memunculkan kondisi keimanan selalu terjaga. Negara  adalah pengurus urusan rakyat dari mulai urusan sandang, pangan, dan papan.  

Negara juga akan menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak untuk para kepala keluarga. Negara juga menjamin kebutuhan rakyat akan pendidikan dan kesehatan, sehingga seorang suami atau kepala rumah tangga tidak terlalu berat menanggung beban. 

Dari segi pergaulan, Islam pun mempunyai aturan yang akan menjaga dan membatasi dalam hal interaksi  antara lawan jenis. Semua diatur sesuai syariat yang sudah pasti ada kemaslahatan di dalamnya.

Di dalam Islam, terdapat larangan khalwat dan ikhtilat, yakni sebagai penjaga agar perempuan dan laki-laki tidak melakukan pergaulan bebas yang akan memicu terjadinya perselingkuhan. Namun, tercapainya keindahan kehidupan Islam itu sungguh ilusi jikalau negara masih mengadopsi sistem kapitalisme sekuler. Islam sebagai solusi problematika kehidupan akan terwujud jika masyarakat sadar akan pentingnya Islam dan mau mengkaji Islam secara kaffah, mengamalkan, serta mendakwahkannya. 

Sesungguhnya, masalah kekerasan dalam rumah tangga dan pembunuhan adalah sebuah problematika kehidupan yang sistematik, sehingga solusinya harus secara sistemik pula. Islamlah satu-satunya ideologi yang diturunkan Allah sebagai solusi yang menyeluruh sehingga terwujud kesejahteraan yang hakiki.

Wallahu a'lam bishawab

Oleh: Dartem (Sahabat Tinta Media)

Senin, 09 Januari 2023

Kasus Pembunuhan Terus Meningkat, Hanya Islam Solusinya

Tinta Media - Kapolresta Bandung menyatakan bahwa kasus pembunuhan di Kabupaten Bandung mengalami peningkatan di tahun 2022. Tahun lalu tercatat 7 kali kasus pembunuhan yang ditangani, sementara tahun ini jumlahnya mencapai 9 kasus.

Mengapa kasus pembunuhan terus terjadi dan meningkat setiap tahun? Jika kita teliti, salah satu penyebabnya adalah hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak memberikan efek jera, sehingga melahirkan banyak kasus pembunuhan lainnya. Hukuman penjara dirasa sangat ringan sehingga mereka melakukan kejahatan lagi setelah keluar dari penjara. 

Kasus pembunuhan dan kriminalitas lainnya didominasi oleh beberapa sebab, mulai dari faktor ekonomi, persaingan dalam pekerjaan, bulliying antar anak sekolah, KDRT, perbuatan asusila, perselingkuhan, kekerasan seksual, dan lain sebagainya yang  berujung pada pembunuhan. 

Sungguh miris, nyawa manusia seakan tak berharga. Padahal, dalam Islam, menumpahkan darah seorang muslim bagaikan membunuh muslim seluruhnya. Begitu berharganya darah kaum muslim.

Akan tetapi, di zaman sekarang, nyawa seakan tak berharga. Masalah sederhana pun sering diakhiri dengan pembunuhan tragis. Semua ini disebabkan karena sistem  kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan yang berasal dari Allah Swt. tidak dijadikan sebagai standar dalam kehidupan. Mereka memakai aturan dari akal pikiran dan hawa nafsu, sehingga menyebabkan jauhnya keberkahan dan rahmat dari Allah Swt. 

Pada akhirnya, mereka hidup dalam berbagai problematika yang dibuat oleh manusia sendiri. Mereka hidup di sistem kehidupan yang liberal (bebas). Apa pun dibolehkan demi kesenangan jasadi. Negara menjamin semua itu dengan menerapkan demokrasi.

Atas nama kebebasan bertingkah laku, kebijakan yang lahir malah melindungi pelaku kejahatan dan menumbuhsuburkan tindak kriminal, seperti beberapa pasal dalam UU TPKS yang melegalkan hubungan di luar nikah. Hubungan atas dasar suka sama suka tidak masuk ranah hukum, tetapi bila didasari ancaman, paksaan, dan kekerasan, baru ditindak pidana. Belum lagi sistem ekonomi kapitalis yang memengaruhi perilaku masyarakat. 

Atas nama keuntungan bisnis, pemerintah melegalkan miras, narkoba, pornografi dan pornoaksi melalui berbagai media, mulai dari game online, film yang mengundang syahwat, perilaku amoral, pergaulan bebas, gaya hidup hedonis, dan prilaku menyimpang lainnya. Hal itu bisa memengaruhi dan menjadi contoh bagi masyarakat sehingga bisa merusak pemikiran dan prilaku mereka. 

Dampaknya, banyak terjadi kriminalitas, seperti tawuran antar pelajar, geng motor, pemerkosaan, pelecehan seksual, perampokan, pembunuhan, dan kejahatan lainnya. Inilah sistem rusak yang diterapkan sekarang. 

Karena itu, umat harus sadar dan bangkit, serta peka atas apa yang telah terjadi di masyarakat. Umat butuh sistem yang bisa mengatasi seluruh problematika yang terjadi, yaitu dengan menerapkan aturan yang berasal dari Allah Swt. Hanya Allah yang tahu apa yang terbaik bagi mahluknya. 

Syari'at Islam berasal dari wahyu Allah, yaitu berupa Al-Qur'an dan As-Sunah. Keduanya merupakan petunjuk dan peringatan, pembeda antara yang hak dan yang batil, sebagai cahaya bagi manusia. Negara akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, yang akan melahirkan manusia yang beriman dan bertakwa.

Amar makruf nahi munkar di lingkungan keluarga dan masyarakat harus dibiasakan. Negara akan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat secara layak. Negara mencegah tontonan, dan mengontrol penuh  tayangan yang merusak pemikiran. 

Negara menerapkan sanksi atau hukuman berdasarkan ketentuan syariat Islam, sehingga bersifat tegas dan berefek jera, dan sebagai penebus dosa di akhirat (zawajir dan zawabir). 

Namun, semua itu bisa terwujud dengan  penerapan syariat Islam secara kaffah oleh daulah. Syariat Islam betul-betul menjadi solusi atas semua problematika kehidupan. Dengan begitu, pembunuhan yang terus meningkat dapat dicegah dan diatasi. 

Hanya  sistem Islam yang mampu memuliakan manusia. Ini berbeda dengan sistem kapitalis yang rusak dan merusak manusia demi kepentingan materi. Solusi yang diberikan pun hanya menambah masalah baru. Untuk itu, umat harus bangkit dengan belajar Islam secara kaffah dan mendakwahkannya agar penerapan sistem Islam dapat terwujud.

Wallahu alam bishawab.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 06 November 2022

Merebaknya Kasus Kekerasan hingga Pembunuhan, Kok Bisa?

Tinta Media - Bulan September lalu, publik dihebohkan dengan kasus KDRT yang melibatkan pasangan selebritis yang cukup dikenal masyarakat dengan keharmonisannya. Tak hanya di kalangan publik figure, akhir oktober ini kasus yang tak kalah mengejutkan juga terjadi. Seorang suami membunuh istrinya sendiri lantaran cemburu. Jasad korban kemudian dibuang di tebing jembatan. Masih di ranah keluarga, seorang paman membanting keponakannya yang masih bayi berusia 4 bulan ke lantai hingga tewas lantaran kesal seusai cekcok dengan ibu korban.

Kasus serupa yang juga sempat viral, yaitu beredarnya sebuah video yang diduga seorang eks pendeta muda mendorong troli berisi bungkusan plastik, sembari tersenyum ketika hendak naik lift. Plastik tersebut ternyata berisi jasad korban yang dibunuhnya di sebuah apartemen di Jakarta Timur. 

Publik kembali harus mengelus dada. Dua bulan berturut-turut (Agustus-September) institusi pendidikan berbasis agama (pesantren) berkabung. Pasalnya, di sejumlah pesantren terjadi kasus kekerasan, berupa penganiayaan oleh senior, pengeroyokan hingga perkelahian yang menimbulkan hilangnya nyawa. 

Institusi non-agama pun tak lepas dari kasus serupa. Beberapa hari yang lalu, tawuran pelajar yang membawa senjata tajam terjadi di Tangerang. Salah satu korbannya mengalami luka bacok di kepala hingga tengkoraknya terbuka cukup lebar. Yang terbaru, kasus perundungan yang berujung cacat permanen pada korban hingga depresi mental dialami oleh pelajar MAN 1 Bandar Lampung. Pelakunya adalah teman-teman sekolah korban.

Sederet kasus kekerasan ini terjadi di berbagai lini, mulai dari yang terkenal sampai orang biasa, ranah privat hingga publik. Pelakunya orang terpelajar hingga bahkan yang terkesan agamis. 

Seyogyanya hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa kasus demikian ini begitu menjamur. Terlepas dari segala motif yang mendasari pelaku melakukan tindak kekerasan di atas, jika diambil benang merahnya, maka akan sampai pada kesimpulan bahwa kita hari ini sedang hidup di sistem yang menempatkan nyawa manusia seolah tidak ada harganya. Jika kejadiannya hanya satu dua kasus atau beberapa bidang saja, maka problemnya ada di individu. Namun, jika merata seperti ini, kita patut waspada bahwa kesalahannya tidak sekadar dari sisi individu per individu saja, tetapi sudah di level yang lebih tinggi.

Kesalahan pada level individu diakibatkan oleh lemahnya benteng keimanan dalam jiwa, sehingga seseorang menjadi mudah dibutakan oleh nafsu dan emosi sesaat. Minimnya pemahaman terhadap syariat telah membelokkan standart perbuatan seseorang, bukan lagi halal haram. Solusi yang diambil untuk menyelesaikan masalah pun tidak lagi mengindahkan rambu-rambu syariat. Merundung, melukai fisik, bahkan hingga menghilangkan nyawa pun dengan mudah dilakukan karena tidak adanya kontrol diri yang lahir dari pemikiran dan perasaan takut akan dosa.

Pada level negara, sistem kapitalis demokrasi nyatanya telah menjadi pabrik bagi segala macam produk berupa kerusakan pemikiran, perasaan, dan aturan di tengah-tengah masyarakat. Dampak sistemik pun tidak bisa dielakkan. 

Pada tataran pengaturan ekonomi yang kapitalistik, negara membolehkan penguasaan sektor-sektor krusial publik oleh pemilik modal, permainan harga oleh jejaring kapital, industrialisasi sektor pendidikan, kapitalisasi bidang kesehatan, dll. 

Variabel-variabel tersebut telah menciptakan lingkaran setan bagi rusaknya tatanan kehidupan masyarakat, dari ranah yang sangat privat sampai publik. 

Secara tidak langsung, hal itu juga telah memproduksi kemiskinan sistemik, degradasi moral kaum terpelajar karena ilmu hanya diorientasikan pada materi, hingga hilangnya perasaan atau naluriah kemanusiaan seseorang. Ditambah ketiadaan sanksi yang tegas, hukum yang tebang pilih, bisa direkayasa dan dibeli, menjadikan para pelaku kekerasan menganggap remeh atas perbuatannya, sehingga tidak mampu menciptakan efek jera kepada pelaku maupun efek pencegahan bagi masyarakat umum dari melakukan hal yang serupa.

Dalam sistem Islam, nyawa manusia sangat mahal harganya. Hal ini digambarkan dalam sabda Rasulullah saw.

“Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim” [HR. An-Nasa’i]. 

Maka, sebagai wujud penjagaan terhadap hal ini, negara memiliki kewajiban untuk menerapkan dua lapis kebijakan. 

Pertama, lapis preventif atau pencegahan. Melalui sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam, akan terbentuk individu-individu yang tidak saja mumpuni dalam iptek, tetapi juga berkepribadian Islam dan menguasai tsaqofah islam. Walhasil, individu-individu di masyarakat adalah mereka yang memiliki benteng ketakwaan yang kokoh sebagai pengendali dirinya. Mereka menjadikan pahala dan dosa sebagai standart perbuatan. Mereka akan senantiasa menjadikan rambu-rambu syariat sebagai solusi bagi seluruh problematika kehidupannya.

Begitupun keberadaan masyarakat. Mereka menjadi sistem kontrol selapis di bawah negara. Dari ketakwaan individu-individu di dalamnya, akan lahir suasana yang islami di tengah kehidupan bermasyarakat. Ketakwaan itu pula yang akan menciptakan atmosfer untuk gemar beramar ma’ruf nahi mungkar. 

Kondisi yang demikian akan menjadi model pencegahan yang efektif dari kekacauan yang mungkin ditimbulkan oleh individu yang bermasalah.

Kedua, lapis kuratif atau penindakan. Negara akan menerapkan sistem sanksi yang tegas terhadap para pelaku kekerasan. 

Ada tiga jenis pidana bagi pelaku pembunuhan tergantung pilihan yang diambil oleh keluarga korban, di antaranya qishash (hukuman mati), diyat (membayar tebusan atau uang darah), dan memaafkan (al ‘afwu). Sanksi ini akan menjadi jawabir (penghapus dosa) sekaligus menjadi zawajir (efek jera) bagi pelaku.

Hanya sistem Islam yang mampu menuntaskan problem kekerasan sampai ke akarnya. Karena Allah adalah Al-Khaliq (pencipta) sekaligus Al-Mudabbir (pengatur), maka produk hukum dari Allah berupa syariat adalah sebaik-baik solusi bagi seluruh problematika hidup manusia selaku hamba. 

Allah berfirman, “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [QS. Al-Maidah: 50]. 

Wallahu ‘alam bishawab.

Oleh: Naning Prasdawati, S.Kep.,Ns.
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 01 Oktober 2022

Pembunuhan Demonstran di Iran, FIWS: Jika Benar, Itu Tidak Dibenarkan dalam Islam

Tinta Media - Menyikapi adanya dugaan pembunuhan peserta demonstrasi oleh aparat pemerintahan Iran, Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi mengatakan bahwa pembunuhan itu tidak dibenarkan dalam Islam.
 
“Kalaulah benar terjadi pembunuhan terhadap rakyat Iran yang sedang melakukan demonstrasi  maka ini tentu suatu yang tidak dibenarkan di dalam Islam,” ungkapnya  kepada Tinta Media, Kamis (29/9/2022).
 
Menurut Farid, Islam melarang pemerintah menyakiti rakyat. “Di dalam Islam, menyakiti rakyat atau siapapun itu tidak dibolehkan,” tandasnya.
 
Farid mengatakan,  aksi demonstrasi tersebut tidak sebatas kritik terhadap terjadinya pembunuhan yang menuntut pertanggungjawaban secara hukum. “Ada narasi besar dibalik itu, yaitu kritik atau kecaman terhadap pemakaian busana muslimah yang diwajibkan kepada wanita-wanita Iran,” bebernya.
 
Demonstrasi ini, kata Farid digunakan oleh pihak-pihak yang  tidak menginginkan syariat islam atau  membuat citra negatif terhadap syariat Islam terkait kewajiban pemakaian busana muslimah.
 
“Aksi menggugat pemakaian busana muslimah itu sebenarnya menggugat prinsip-prinsip keagamaan yang selama ini digunakan di negara Iran. Aksi tersebut merupakan gerakan yang mengarah pada kritik terhadap ajaran-ajaran Islam yang diterapkan oleh negara. Jadi, ada kampanye liberalisasi di balik ini semua,” bebernya.
 
Bukan Negara Ideal

Farid menilai apa yang dilakukan pemerintah Iran tidak sepenuhnya mencerminkan syariat Islam. “Ada sebagian syariat Islam yang diterapkan, namun Iran bukan merupakan wujud negara ideal yang menerapkan syariat Islam,” ungkapnya.
 
Karena itu,  menurut Farid, berbagai persoalan yang terjadi di Iran saat ini, tidak bisa dikaitkan karena faktor penerapan syariat Islam, tapi karena belum diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh di Iran.
 
“Posisi Iran bukanlah negara yang independen dalam konteks politik internasional melainkan merupakan negara yang berada dalam kendali Amerika Serikat. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan Iran tidak terlepas dari posisinya sebagai negara yang berada dalam kendali Amerika,” bebernya.  
 
Farid mencontohkan kebijakan di Suriah. “Kenapa  Iran dibiarkan membela Bashar Al Assad? Karena ini merupakan kebijakan Amerika,” ucapnya.
 
Iran, sambung Farid,  juga digunakan oleh Amerika untuk memperkuat pemerintahan boneka mereka di Irak termasuk di Afghanistan.
 
“Selama ini Amerika menggunakan isu nuklir Iran sebagai alasan payung keamanan di Timur Tengah. sehingga negara-negara di Timur Tengah berlindung kepada Amerika Serikat,” imbuhnya.
 
Kemunafikan Barat
 
Farid mengungkap ada kemunafikan atau standar ganda negara-negara Barat dalam melakukan protes.  “Di satu sisi, mereka mengecam pemaksaan penggunaan busana muslimah di Iran. Tapi disisi lain, ketika kaum muslim di negara-negara Barat dihalangi memakai busana muslimah dengan alasan sekularisme, itu tidak mereka perhatikan,” ujar Farid memberikan contoh.
 
Negara Barat, nilai Farid, seolah silau terhadap nyawa manusia tapi membiarkan Iran mendukung rezim Bashar Assad melakukan pembunuhan dan pembantaian serta membantu rezim Bashar  Assad membunuh dan membantai kaum Muslim di Suriah.
 
“Ini tidak diungkap oleh negara-negara Barat termasuk Amerika Serikat. Jadi, ini merupakan standar ganda dari Amerika Serikat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 

Rabu, 24 Agustus 2022

IJM: Polisi Harusnya Bekerja Profesional, Bukan karena Tekanan Publik

Tinta Media - Penanganan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J. tampak lambat dan berjalan setelah ada tekanan publik, ditanggapi oleh Ahli Hukum dari Indonesia Justice Monitor (IJM) Dr. Muh. Sjaiful, S.H., M.H.

“Seharusnya, pihak kepolisian itu bekerja secara profesional, bukan karena adanya tekanan publik. Hal ini yang menjadi persoalan. Bukan karena tekanan media, (baik) media masa atau media sosial,” tuturnya dalam Kabar Petang : Ada Kode Senyap Dibalik Kasus Brigadir J. pada Kamis (18/8/2022) di Kanal YouTube Khilafah News. 

Menurutnya, jika tidak ada tekanan publik, maka kasus pembunuhan tersebut akan tetap mengendap. “Kasus Brigadir Yosua Hutabarat ini, kalau bukan karena tekanan publik atau tekanan media masa, mungkin tidak akan ditangani secara serius dan akan dibiarkan mengendap terus,” ungkapnya. 

Bung Sjaiful, panggilan akrabnya, menyayangkan kinerja kepolisian yang demikian. Karena hal tersebut menandakan mereka tidak profesional. Selain itu, Bung Sjaiful mengatakan, berjalannya proses kasus tersebut menunjukan tekanan publik tidak boleh dipandang remeh. 

“Hal ini membuktikan bahwa begitu kuatnya tekanan publik, begitu kuatnya tekanan media masa, menyebabkan pihak kepolisian harus bekerja ekstra hati-hati terhadap berbagai kasus yang ditangani. Sekali lagi, ini menunjukan bahwa kekuatan tekanan publik dan kekuatan tekanan media masa tidak boleh dipandang remeh,” tegasnya. 

Jika meremehkan tekanan publik, maka kasus akan menjadi bulan-bulanan publik dan tekanan bisa membesar ke dunia internasional. “Kalau dipandang remah tekanan publik dan tekanan media masa, maka beginilah akibatnya, akan menjadi bulan-bulanan publik dan tentu akan menjadi konsumsi internasional. Kalau sudah menjadi konsumsi internadional, maka tekanan terhadap institusi Polri akan semakin membesar,” pungkasnya. [] Ikhty

Sabtu, 20 Agustus 2022

Pembunuhan Brigadir Joshua Merupakan Pembantaian?

Tinta Media - Advokat Ahmad Khozinudin, S.H. menuturkan, kasus pembunuhan Joshua Hutabarat bukan disebabkan tembak-menembak, namun diduga merupakan pembantaian berencana.

"Ini bukan tembak menembak. Ini diduga adalah salah satu pembantaian, pembunuhan berencana yang diawali dengan penyiksaan," jelasnya dalam rubrik catatan peradaban yang bertema 'REKAYASA DAN MAFIA KASUS BRIGADIR J VS KM50? MENANTI KEADILAN' di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Kamis (18/8/2022).


Ia melanjutkan, kesimpulan itu juga disimpulkan sama oleh keluarga Brigadir Joshua Hutabarat yang kemudian menunjuk kuasa hukum Kamaruddin Simanjuntak dan langsung melapor kepada pihak kepolisian dengan beberapa pasal terkait.

Pasal tersebut, lanjutnya, merupakan pasal pencurian, penganiayaan, penganiayaan berat yang menyebabkan kematian, pembunuhan, pembunuhan berencana, dan memberikan bantuan dan saran untuk melakukan kejahatan.

"Nah, kasus ini awalnya ingin dipertahankan bahwa peristiwa ini tembak-menembak, bahwa peristiwa ini karena adanya pelecehan yang dilakukan oleh Brigadir J. Hutabarat kepada istri Irjen Ferdy Sambo, Nona Putri Chandrawati. Namun peristiwa ini berubah seiring adanya pengakuan Bharada E atau Richard Eliezer kepada kuasa hukum yang baru, bahwa beliau mengaku tidak ada peristiwa tembak-menembak," bebernya.

Sejak saat itu, menurutnya, peristiwa ini berubah dari adanya tembak-menembak menjadi tidak adanya tembak-menembak. Setelahnya beredar pengumuman beberapa tersangka baru. "Ini yang kemudian mengaitkan publik dengan peristiwa KM 50. Kenapa? Peristiwa di Ferdy Sambo berubah dari tembak-menembak menjadi tidak ada tembak menembak," jelasnya.

Menurutnya, dalam peristiwa KM 50 juga tidak ada tembak menembak. Karena melalui pengakuan Munarman dan keterangan dari Front Pembela Islam (FP1), tidak ada pengawalan yang dibekali dengan senjata. Apalagi senjata luar biasa, seperti pedan dan lainnya. "Saat Irjen Polri mengumumkan peristiwa itu kan luar biasa, ada pedang, ada senjata api, ada macam-macam itu. Dan itu, dugaan kuatnya adalah bukti palsu yang diada-adakan oleh Polda Metrojaya," ungkapnya.

Walaupun akhirnya, terangnya, kasus itu dipaksakan Polri sampai pengadilan dan divonis lepas. " Karena dianggap melakukan tindakan pembunuhan enam laskar itu bagian dari perintah jabatan dan dimaafkan karena dianggap melakukan pembelaan terpaksa," pungkasnya.[] Wafi

Minggu, 15 Mei 2022

Gema Kontroversi Pembunuhan Jurnalis, Shireen Abu Aqilah


Tinta Media - Media Arab dan internasional melaporkan berita pembunuhan koresponden Al-Jazeera di Palestina, Shireen Abu Aqilah, setelah dia ditembak oleh tentara entitas Yahudi, sementara rekannya Ali Al-Samudi cedera di punggungnya, pada saat mereka sedang meliput invasi pasukan entitas kriminal Yahudi ke kamp Jenin.

Dalam wawancara televisi, sejumlah saksi mata menuduh penembak jitu (sniper) Yahudi sengaja menargetkan kru media dengan darah dingin, meskipun mereka mengetahui afiliasi mereka dengan media.  Sehingga berbagai pihak mengumumkan niat mereka untuk mengajukan gugatan terhadap tentara dan pemerintah entitas.

Kaum sekularis juga mengangkat gema kontroversi, di situs komunikasi elektronik, tentang disyariahkannya kaum Muslim memintakan rahmat atas terbunuhnya Shireen Abu Aqilah, yang disebutnya sebagai seorang wanita syahid, meskipun faktanya dia beragama Kristen. Di sisi lain, banyak yang menuntut untuk tidak membahas masalah ini, dan memintanya hanya fokus pada pengungkapan kejahatan entitas kriminal.

**** **** ****

Berkaitan dengan hal tersebut, kami mengangkat isu-isu penting yang tidak boleh hilang dari benak kaum Muslim ketika melihat berbagai isu dan peristiwa:

Pertama: Darah jurnalis terkenal tidak lebih penting daripada darah rakyat jelata yang tenggelam. Sehingga sangat memalukan bahwa ada kontras dalam reaksi para jurnalis dan intelektual, ketika mereka melihat berita pembunuhan para pemuda dan wanita di Palestina, Syam, Yaman dan negara-negara Muslim lainnya, dimana mereka hanya menghitung jumlah korban, kemudian mereka melupakan begitu saja, dengan beralih membaca berita ekonomi, olahraga dan sejenisnya. Namun mereka kontan bersuara keras ketika tokoh terkemuka terbunuh atau seorang jurnalis terkenal dibunuh, hal ini menimbulkan opini dan kesan di masyarakat tentang begitu murahnya darah orang yang tidak bersalah, sedang nilai pentingnya darah bergantung posisi dan kedudukan pemiliknya, yakni apakah ia seorang jurnalis terkenal atau tokoh politik terkemuka. Akibatnya hilang kesadaran publik tentang konsep Islam bahwa betapa besar dosa menumpahkan darah siapa pun tanpa alasan yang benar menurut syariah.

Kedua: Kewajiban umat Islam terhadap darah tak berdosa dan terlarang yang ditumpahkan oleh musuh-musuh umat di negeri kita, baik itu darah Muslim atau non-Muslim dari anak-anak negeri kita, adalah kisas, perang dan jihad terhadap mereka yang meremehkan kesucian kita, utamanya terhadap entitas Yahudi, dimana tanggung jawab untuk melindungi non-Muslim yang berada di bawah kekuasaan Islam adalah dhimmah (jaminan) umat dan Rasulnya SAW, yang harus kita lakukan. Tentunya kita tidak akan berdiri tercengang dan lumpuh di depan setiap korban kejahatan bangsa yang paling pengecut, yaitu bangsa Yahudi, seandainya bukan karena kegagalan kita untuk menyatukan suara kita, kekuatan kita dan tentara kita di atas Islam dan negaranya. Sehingga yang harus kita lakukan adalah mencabut entitas ini dari akarnya, bukan malah menyiram api dengah bahan bakar, dengan membawa kasus ke pengadilan Barat, yang menggunakan standar ganda dalam menangani kasus kami dan darah kami, serta darah yang berada dalam dhimmah (jaminan) kami, dimana dua miliar Muslim dihantui oleh kekerasan yang tak tertandingi, dalam menangani masalah Ukraina dalam segala aspeknya.

Ketiga: Akidah Islam dan hukumnya tidak pernah menjadi subjek kompromi, terlepas bagaimana pun upaya para sekularis untuk melemahkan akidah dan hukum agama kami, dengan mengeksploitasi perasaan dan emosi ketika mereka menuntut untuk mendahulukan konsep sekularisme dan patriotisme, mengabaikan konsep Islam dan hukumnya. Sementara seorang Muslim tidak diperbolehkan dalam menjalankan agama Allah takut pada celaan para pencela, atau menjual sesuatu dari agamanya untuk memuaskan orang-orang yang membenci apa yang diturunkan Allah. Ingat, para penyeru untuk meminta rahmat pada mereka yang meninggal atau terbunuh dari non-Muslim, sebenarnya mereka tidak berusaha untuk memperkuat “persatuan nasional” seperti yang mereka klaim, dan tidak pula untuk merapatkan barisan guna melawan musuh, namun tujuan mereka adalah untuk merusak hukum terkait al-wala’ dan al-bara’ (loyalitas dan berlepas diri) dalam Islam, serta mengalihkan perhatian kaum Muslim dari mendakwahkan akidah Islam, termasuk keimanan pada akhirat, atau dari menjadikannya sebagai tolok ukur perkataan dan perbuatan.

Sebab meminta rahmat untuk orang yang sudah meninggal dalam Islam, adalah khusus bagi yang telah ditetapkan Allah, yaitu bagi orang-orang yang beriman bukan yang lain, yaitu ampunan dan masuk surga, maka tidak boleh bagi seorang Muslim untuk meminta rahmat bagi non-Muslim yang meninggal, namun ini tidak berarti bahwa seorang Muslim dilarang ta’ziyah (menghibur) keluarganya atau menyebutkan apa yang menjadi sifat dan sikap baiknya, juga tidak berarti Itu mengingkari darahnya yang tidak bersalah dan tidak menuntut kisas pada pelakunya. Jadi, tidak ada hubungannya dengan kesatuan sikap dalam menghadapi pembunuhan yang dilakukan orang atau entitas kriminal.

Bahkan kenyataan membuktikan bahwa non-Muslim tidak peduli apakah kaum Muslim memintakan rahmat untuk mereka yang meninggal, seperti halnya seorang Muslim tidak peduli apakah non-Muslim tidak memintakan rahmat untuk Muslim yang meningal. Hal ini sama sekali tidak menimbulkan masalah bagi Muslim dan non-Muslim sepanjang sejarah, namun kaum sekularis yang mengangkatnya sebagai serangan terhadap Islam, dan provokasi antara Muslim dan non-Muslim guna memuluskan penyebaran keyakinan mereka, yaitu pemisahan agama dari kehidupan.

Adapun mati sebagai syahid dalam Islam, maka itu adalah status milik kaum Muslim yang terbunuh dalam ketaatan kepada Allah. Jadi, kami harus terikat dengan hukum Islam dalam memberikan status tersebut, dan kami tidak boleh melampauinya, apalagi beralih ke tolok ukur kaum nasionalis sekularis, yang tidak memiliki kebenaran apa pun.

Adapun seruan untuk meninggalkan penjelasan hukum Islam dalam hal ini dengan dalih demi menyatukan barisan, maka yang pertama-tama ditujukan kepada kaum sekularis yang mengeksploitasi emosi dan duka masyarakat, yang menyerang dengan cara rendah dan murahan terhadap prinsip-prinsip Islam dan hukumnya, dan melawan mereka yang keluar untuk membela hal paling berharga yang dimiliki seorang Muslim, yaitu akidah dan agamanya.

Seruan ini tampaknya ingin memfokuskan tombak di dada para pembunuh, namun secara tidak sengaja menyerukan agar hidung kita terkena tusukan yang lebih mematikan dari peluru para agresor, serta membiarkan pintu terbuka bagi kaum sekuleris untuk memuluskan penyebaran konsep mereka yang merusak salah satu dasar agama.

Kami memohon kepada Allah agar memberi kami wawasan tentang masalah agama kami, dan membantu kami untuk menolong agama-Nya dan menolong mereka yang lemah. []

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 13/5/2022.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab