Tinta Media: Pemakzulan Jokowi
Tampilkan postingan dengan label Pemakzulan Jokowi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemakzulan Jokowi. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 Desember 2023

Dugaan Pelanggaran Sangat Jelas, Pemakzulan Jokowi Hanya Persoalan Kalkulasi Angka di DPR/MPR

Tinta Media - Presiden harus taat konstitusi, harus taat hukum. Presiden melanggar hukum dan konstitusi wajib diberhentikan atau dimakzulkan. Kalau presiden diduga melanggar hukum atau konstitusi, DPR wajib memanggil presiden untuk mencari fakta atau klarifikasi atas dugaan pelanggaran tersebut. Kalau terbukti, DPR minta presiden diberhentikan.

Proses pemakzulan merupakan hal normal di negara demokrasi, sebagai bagian dari fungsi pengawasan DPR kepada presiden.
Proses pemakzulan juga sedang berjalan di Amerika Serikat. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, diduga telah menerima keuntungan finansial dari bisnis konsultan anaknya, Hunter Biden, ketika Joe Biden menjabat sebagai wakil presiden Amerika Serikat. Hunter Biden diduga telah menyalahgunakan kewenangan atau kekuasaan ayahnya ketika itu untuk kepentingan bisnisnya.

Investigasi awal sudah dilakukan. Proses pemakzulan terus bergulir. Awal minggu ini, DPR AS sudah menyetujui untuk menjalankan proses penyelidikan pemakzulan Joe Biden.

Di dalam negeri, juga bergema suara masyarakat menuntut pemakzulan presiden Jokowi, karena diduga kuat telah melanggar hukum dan konstitusi. Masyarakat mempunyai daftar panjang dugaan pelanggaran tersebut. DPR tinggal melakukan proses penyelidikan untuk mencari bukti atas dugaan pelanggaran hukum dan konstitusi Jokowi.

Tampaknya, pembuktian untuk itu tidak terlalu sulit. Karena dugaan pelanggaran hukum atau konstitusi Jokowi cukup jelas.

Antara lain, kasus MK-Gate atau Gibran-Gate yang secara kasat mata melanggar konstitusi, melanggar hak konstitusi DPR sebagai lembaga legislasi, dan melanggar UU anti KKN, anti Nepotisme. Anwar Usman, adik ipar Jokowi dan paman Gibran, terbukti melanggar hukum dan konstitusi terkait moral dan etika tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan hakim wajib bersikap independen dan profesional, memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, serta adil.

Jokowi juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaannya dengan melakukan perubahan UU KPK yang independen menjadi di bawah kekuasaan presiden (eksekutif). Perubahan UU KPK ini diduga kuat untuk melakukan intervensi atau menghalangi proses pemberantasan korupsi, merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.

Terbukti, indeks persepsi korupsi turun dari skor 40 (2019) menjadi 34 (2022). Artinya, ada kekuatan besar yang menghambat proses pemberantasan korupsi.
Selain itu, PERPPU dan UU Cipta Kerja, UU IKN secara kasat mata juga terindikasi kuat melanggar konstitusi.

PERPPU Cipta Kerja bersifat manipulatif. Krisis ekonomi global yang menjadi alasan kegentingan memaksa telah membohongi publik dan melanggar konstitusi, karena faktanya tidak ada krisis ekonomi global. UU Cipta Kerja juga merugikan keuangan negara, perekonomian negara, serta merugikan keuangan masyarakat.

Kebijakan harga tes PCR yang sangat mahal menguntungkan pihak tertentu, dengan merugikan keuangan negara dan keuangan masyarakat. Karena, menurut konstitusi pasal 33 ayat (2), cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, seperti tes PCR, harus dikuasai negara, tidak boleh dikuasai swasta apalagi dengan harga yang bersifat “mark up” alias kemahalan.

Kebijakan kartu Pra Kerja juga diduga menyalahgunakan kekuasaan yang menguntungkan pihak tertentu, antara lain penyedia platform pelatihan yang bersifat oligopolistik beraroma KKN, yang merugikan keuangan negara.

Penetapan APBN secara sepihak oleh Presiden, melalui Peraturan Presiden (Perpres No 54/2020, No 72/2020, PP No 98/2022), sangat jelas melanggar konstitusi, yang berbunyi bahwa APBN harus ditetapkan dengan UU APBN, setelah dibahas bersama, dan mendapat persetujuan, DPR.

Mungkin masih banyak kasus dugaan pelanggaran hukum dan konstitusi lainnya, seperti proyek kereta cepat Jakarta Bandung, proyek infrastruktur termasuk jalan tol, atau pertambangan termasuk perpanjangan izin usaha PT Freeport Indonesia.

Oleh karena itu, tampaknya tidak sulit bagi DPR untuk mencari fakta dan bukti atas dugaan pelanggaran-pelanggaran tersebut. Tergantung dari kemauan DPR saja, apakah mau menegakkan hukum dan konstitusi.
Setelah DPR yakin, dan terbukti, presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau konstitusi, proses selanjutnya DPR minta Mahkamah Konstitusi menetapkan presiden telah melanggar hukum atau konstitusi.
Untuk itu, DPR memerlukan 384 suara (kursi parlemen), dari total 575 kursi parlemen, untuk bisa mengajukan permohonan proses pemakzulan presiden kepada Mahkamah Konstitusi.

Proses selanjutnya di MPR. Untuk bisa memberhentikan presiden diperlukan 534 suara, dari 711 anggota MPR.

Memang, jumlah angka di atas kelihatannya sangat besar. Apakah mungkin?

Sebaliknya, kalau semua anggota DPR berpikir objektif dan taat konstitusi, jumlah angka di atas sangat mudah dicapai. Bahkan bisa jauh lebih besar dari angka minimum yang diperlukan.

Apakah DPR saat ini masih bisa menegakkan konstitusi? Waktu yang akan menentukan.
— 000 —

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Selasa, 13 Juni 2023

Denny Minta DPR Proses Pemakzulan Jokowi, IJM : Publik Tak Perlu Paranoid

Tinta Media - Adanya kabar heboh soal aksi eks Wamenkumham era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Denny Indrayana yang menyampaikan surat terbuka kepada pimpinan DPR RI untuk memulai proses impeachment atau pemakzulan Presiden Joko Widodo Jokowi, menurut Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana, publik tidak perlu paranoid.

“Aksi Denny Indrayana yang menyampaikan surat terbuka agar DPR RI memulai impeachment atau pemakzulan tidak perlu membuat publik menjadi paranoid,” tuturnya dalam kanal youtube Justice Monitor: Jokowi Dimakzulkan? Kamis (8/6/2023).

Agung menyampaikan bahwa pemakzulan presiden itu diatur di undang-undang Dasar 1945 serta ada syarat-syarat tertentu, hingga akhirnya seorang presiden dapat dimakzulkan. “Jadi tidak mungkin dimakzulkan ketika presiden tidak melakukan pelanggaran hukum,” ucapnya.

Namun jika ternyata DPR menilai bahwa dugaan pelanggaran itu layak diteruskan prosesnya, ia menjelaskan DPR dapat meminta Mahkamah Konstitusi untuk menilai dan memutuskan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh presiden dengan mekanisme pemakzulan/impeachment.

Agung juga mengingatkan, sebagai sebuah hak untuk berpendapat sikap yang dilakukan Denny Indrayana jangan sampai berbuah intimidasi ancaman, persekusi atau bentuk pelanggaran lainnya. 

“Itu sangat penting sekali. Bagaimanapun juga, kritik dan arah untuk pemakzulan itu hak konstitusional. Ketika orang menyampaikan pendapat tetap ada pembatasan dengan tolak ukur kebenaran. Tetapi ketika ditakuti, dibungkam, dan di intimidasi itu jelas melanggar hak-hak rakyat,” bebernya.

Selain pemakzulan yang secara legal dijamin oleh undang-undang Dasar 1945 Pasal 7A, lanjutnya, dalam sistem demokrasi ada cara lain untuk mengakhiri kekuasaan rezim pemerintahan tertentu yaitu dengan mekanisme pengunduran diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

“Memundurkan diri dari jabatan dapat ditempuh oleh Presiden yang dinilai sebagian pihak sebagai cara paling elegan untuk menunjukkan sikap bertanggung jawab,” ungkapnya.

Dalam konsep Islam, ia menguraikan jika Islam sangat rinci menjelaskan terkait kepemimpinan hingga masa jabatannya sekalipun. Selain itu, menurutnya Indonesia akan sejahtera apabila syariah diterapkan secara sempurna. Dalam Islam masa jabatan seorang kepala negara sederhana dan tidak memerlukan definisi yang super ribet. 

“Yang paling penting adalah bahwa konteks terkait dengan Jokowi Ini bukan sekedar bicara pemakzulan. Tapi apa yang dibalik kebijakan-kebijakan Jokowi yang selama ini mengarahkan negeri ini ke arah kapitalistik. Ini tentu membutuhkan kritik yang jauh lebih tegas agar negeri ini berani untuk melakukan perubahan sistem dan rezim yang amanah untuk menjalankan sistem itu. Semua itu hanya ada dalam penerapan syariah Islam secara kaffah,” pungkasnya.[] Erlina

Sabtu, 10 Juni 2023

PUTUSAN BANDING GUS NUR SOAL TIDAK ADANYA KABAR BOHONG IJAZAH PALSU SEBAGAI DASAR PEMAKZULAN PRESIDEN JOKOWI


Tinta Media - Salah satu hal yang penting untuk diketahui publik dari putusan Banding Gus Nur Nomor: 271/PID.SUS/2023/PT SMG adalah hilangnya unsur kabar bohong terkait ijazah palsu Jokowi. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Semarang tidak lagi menggunakan Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana terkait kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, yang sebelumnya dijadikan dasar memvonis Gus Nur dengan pidana 6 (enam) tahun penjara.

Selain menurunkan pidana penjara menjadi 4 (empat) tahun penjara, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang menganulir ketentuan pasal 14 ayat 1 UU No 1/1946 dan menggunakan ketentuan pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang ITE, terkait menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA.

Itu artinya, ijazah palsu Jokowi bukan kabar bohong. Itu artinya, Jokowi benar-benar berijazah palsu. Hakim pengadilan tinggi Semarang mengoreksi keputusan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang sebelumnya memvonis Gus Nur mengedarkan kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat karena menyebarkan berita atau kabar ijazah palsu Jokowi melalui Mubahalah terhadap Bambang Tri.

Kesimpulan ini sejalan dengan materi memori banding yang kami ajukan, dimana kami berkesimpulan Gus Nur tidak menyebarkan kabar bohong ijazah palsu. Sebab, bukti ijazah aslinya tidak pernah ada dalam fakta persidangan.

Karena itu, selain soal cawe-cawe Jokowi, pencopetan partai Demokrat, Penjegalan Anies Baswedan, penyalahgunaan alat negara untuk kepentingan strategi Pilpres, pemecatan hakim MK, maka kasus ijazah palsu Jokowi ini juga bisa menjadi dasar pengguliran hak angket, berujung hak menyatakan pendapat (HMP) hingga pemakzulan Jokowi dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.

Memang benar, ada yang pesimis terhadap DPR apakah berani menggunakan hak dan kewenangan yang diberikan konstitusi untuk menggulirkan hak angket. Hanya saja, jika DPR menutup pintu aspirasi ini bisa saja rakyat mencari atau menyalurkan aspirasinya melalui jalan lain.

Tema perayaan Hari Ulang Tahun Mega Bintang 'Rakyat Bertanya Kapan People Power?' menjadi tidak lagi perlu mendapatkan jawaban, melainkan boleh jadi tinggal diaktualisasikan. Adapun waktunya, tinggal menunggu momentum yang tepat.

Ada yang bilang, jangan menunggu tapi ciptakan momentum. Nah, penulis rasa momentum itu sudah dihadirkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Semarang melalui putusan Gus Nur. Sebuah putusan yang mengkonfirmasi ijazah palsu Jokowi benar adanya, bukan kabar bohong, sebagaimana fakta persidangan ijazah aslinya tidak pernah ada.

Mungkin saja, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang ingin membantu rakyat namun tidak secara langsung dan eksplisit. Melalui putusan ini, hakim sebenarnya dapat kita pahami telah membantu membuat terang perkara, bahwa Mubahalah ijazah palsu Jokowi bukanlah kabar bohong yang menerbitkan keonaran.

Mengenai hal ini menimbulkan kebencian dan permusuhan, tentu saja orang yang berdusta dan dibongkar kedutaannya terkait ijazah palsu pasti akan benci dan memusuhi. Tapi menimbulkan kebencian dan permusuhan kepada pelaku pendusta ijazah palsu jelas bukanlah suatu tindak kejahatan.

Melalui Mubahalahnya Gus Nur telah membongkar kedutaan ijazah palsu. Gus Nur telah menjadi martir dalam perkara ini, tinggal rakyat mengambil sikap apakah akan tetap diam meskipun putusan pengadilan telah menyatakan soal ijazah palsu Jokowi bukanlah kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur 

RAKYAT BERTANYA KAPAN PEOPLE POWER? RAKYAT BERTANYA, KAPAN JOKOWI DIMAKZULKAN?


Tinta Media - Pendiri Mega Bintang Pak Mudrick Setiawan Malkan Sangidu mengirimi penulis sejumlah foto spanduk acara Harlah Mega Bintang ke-26 yang di pasang di sejumlah titik di Solo. Ada yang dekat Panggung, Pasar Kliwon, Pasar Kembang, Pasar Laweyan, hingga di gerbang muka Gedung Umat Islam, Jl. Kartopuran No.8, Jayengan, Kec. Serengan, Kota Surakarta.

Spanduk ini resmi di pasang oleh panitia, resmi dari Mega Bintang, bukan spanduk abal-abal yang sebelumnya beredar dan nyaru logo AK Channel. Entahlah, apa maksudnya memasang spanduk dengan mencomot logo AK Channel, lalu dicopot. Bisa saja yang terjadi adalah 'Kau yang memasang, Kau pula yang mencopot'.

Tema yang diusung oleh panitia memang keren cadas (meminjam istilah yang dipopulerkan RH Channel). 'Rakyat Bertanya Kapan People Power?', begitu tema yang diangkat oleh panitia dari Mega Bintang.


Sebenarnya, saat ini tema tersebut relevan disambung dengan pertanyaan 'Rakyat Bertanya Kapan Jokowi Dimakzulkan?'. Karena belum lama ini, Deny Indrayana mengirimkan surat terbuka kepada pimpinan DPR RI untuk melakukan proses penyelidikan terhadap Jokowi yang dapat berujung pada pemakzulan Jokowi.

Ya, secara konstitusional proses pemberhentian Presiden dari jabatannya adalah dengan diawali proses politik di DPR, proses hukum di MK, dan akhirnya berujung pada sidang istimewa MPR RI. Namun, jika proses konstitusi ini terhambat, baik karena DPR tidak lagi bertindak mewakili rakyat atau atas sebab lainnya, maka bisa saja rakyat memproses pemakzulan itu sendiri.

Nah, pada kondisi kedua inilah relevansi People Power untuk diperbincangkan, didiskusikan, untuk mendapatkan rekomendasi utuh dan menyeluruh, demi kebaikan bangsa dan negara Indonesia.

Kalau Presiden cawe-cawe Pilpres untuk kebaikan bangsa, maka rakyat juga berhak bertanya, demi kebaikan bangsa Indonesia, rakyat bertanya kapan People Power?

Kepada aparat negara baik TNI maupun Polri sebaiknya netral, tidak usah ikut cawe-cawe dalam urusan ini. Biarlah rakyat yang berdialektika, memikirkan masa depannya apakah harus mewakilkan urusannya kepada DPR melalui proses pemakzulan atau melalui gerakan People Power.

Sebab, kalau pilihan rakyat itu yang diambil, proses peralihan kekuasaan terjadi, maka TNI dan Polri tetap harus mengabdi kepada Negara, mengabdi kepada rakyat. TNI Polri adalah alat negara, bukan alat kekuasaan.

Penulis tidak sedang mengarahkan pada preferensi politik ke arah People Power, malah mendorong agar DPR melakukan penyelidikan terhadap sejumlah hal yang sebelumnya disampaikan oleh Deny Indrayana. Seperti soal penjegalan Anies Baswedan, pencopetan Partai Demokrat oleh KSP Moeldoko, penggunaan alat negara untuk tujuan Pemilu 2024, juga soal yang diungkap Jimly Asshiddiqie terkait pemecatan hakim MK, termasuk soal ijazah palsu Jokowi.

Sepanjang DPR RI aspiratif, menjalankan kewajibannya sebagai wakil Rakyat, menggunakan hak angket untuk mengontrol Presiden, maka tak ada alasan bagi rakyat untuk menyuarakan gerakan People Power. Namun jika aspirasi rakyat disumbat, bahkan oleh DPR sendiri yang semestinya menjalankan amanat rakyat, maka rakyat tidak boleh disalahkan saat rakyat bertanya kapan People Power?

Nah, sebelum rakyat bertanya kapan People Power? Sebaiknya DPR RI segera menjawab pertanyaan rakyat, Kapan Presiden Jokowi akan dimakzulkan? 

Mungkin, pertanyaan ini diantara hal yang ingin penulis dapatkan jawabannya saat menghadiri acara hari ulang tahun Mega Bintang ke-26, pada Ahad 11 Juni 2023. Para narasumber dalam acara tersebut, tentu memiliki perspektif dan pemikiran beragam untuk menjawab tema: Rakyat Bertanya Kapan People Power? [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Advokat, Sastrawan Politik 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab