Tinta Media: Pelayanan
Tampilkan postingan dengan label Pelayanan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pelayanan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Februari 2024

Buruknya Pelayanan Kesehatan ala Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Bukan rahasia lagi, betapa buruknya layanan kesehatan di rumah sakit. Seperti yang baru-baru ini terjadi di RSUD OTISTA Kabupaten Bandung. (TRIBUN JABAR)

Hal seperti itu sudah lumrah bagi kebanyakan masyarakat umum yang memanfaatkan rumah sakit negeri di seluruh Indonesia. Pasien yang datang ke rumah sakit berharap ingin  mendapatkan pengobatan dan  pelayanan maksimal dan memuaskan, tetapi kenyataan malah sebaliknya. Mereka mendapatkan pelayanan yang sangat buruk, hingga sampai ada yang terlantar karena lambannya penanganan dari para tenaga medis yang ada di rumah sakit tersebut. Mereka juga kesulitan mengurus prosedur administrasi, khususnya bagi pasien yang memakai fasilitas jaminan kesehatan gratis.

Buruknya pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam masyarakat kapitalisme sekularisme ini senantiasa dibenturkan dengan kurangnya dana (modal) dalam pengelolaan rumah sakit, apalagi rumah sakit pemerintah yang hanya bermodalkan dari APBD/APBN. 

Hal ini berdampak pada kualitas pelayanan dan sarana-prasarana yang tersedia, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang berbiaya murah. Jika menginginkan pelayanan maksimal, maka harus berani membayar mahal.

Inilah cerminan dari sistem kapitalisme yang memandang bahwa fasilitas kesehatan yang merupakan sebuah kebutuhan dasar dan dibutuhkan banyak orang justru dijadikan ladang  bisnis yang menjanjikan untuk keuntungan segelintir orang (para kapitalis). Mereka akan mengesampingkan sisi kemanusiaan  jika masyarakat tidak mampu membayar sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan. 

Maka, dalam pelayanan kesehatan ini, rumah sakit yang ada telah mengklasifikasikan kualitas pelayanan berdasarkan kelas-kelas masyarakat, mulai dari kelas ekonomi, VIP, hingga VVIP. Makin tinggi kelasnya, makin mahal pula biayanya.

Demikian juga dengan sistem asuransi atau BPJS yang saat ini ada. BPJS menentukan pelayanan kesehatan berdasarkan kemampuan para nasabah dalam membayar premi yang dia sanggupi. Itu pun tidak untuk semua jenis pelayanan kesehatan. Ada hal-hal yang tidak ditanggung oleh BPJS, terkait penyakit- penyakit tertentu atau pembelian obat- obatan dan berbagai fasilitas kesehatan lainnya.

Semua ini cukup menunjukkan bahwa negara saat ini abai terhadap jaminan dan fasilitas kesehatan rakyat, termasuk masyarakat yang menggunakan fasilitas kesehatan seperti kartu jaminan kesehatan gratis yang sesungguhnya tidak gratis sama sekali.

Berbeda dengan sistem Islam yang sempurna dan paripurna dalam pengaturannya. Pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan mendasar yang diperuntukkan  bagi  semua rakyat tanpa membedakan strata ekonomi. Negara akan memberikan pelayanan terbaik dan tidak menjadikannya sebagai ladang bisnis, apalagi sampai meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Negara justru akan hadir menjadi penanggung jawab dan penyelenggara dalam menyediakan jaminan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang optimal bagi semua rakyat. Tidak ada pungutan sedikit pun dalam memenuhi kebutuhan ini, bahkan negara harus memberikan semua layanan kesehatan ini dengan gratis sekaligus menjamin kemudahan mengaksesnya. 

Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw. yang artinya,

"Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpin. (H.R. Al. Bukhari).

Hal ini juga pernah diterapkan pada masa pemerintahan Islam.

Diriwayatkan dari Annas ra, bahwa ada sebuah rombongan orang dari kabilah "urainah yang masuk Islam". Mereka lalu jatuh sakit ketika di Madinah. Rasulullah saw. sebagai kepala pemerintahan meminta mereka untuk tinggal di pengembalaan unta zakat yang dikelola oleh baitul mall di dekat daerah Quba.
Mereka diperbolehkan minum air susu secara gratis sampai sembuh.

Sementara, di masa kekhilafahan Umar bin Khatab, beliau telah menjamin kesehatan rakyat secara gratis dengan mengirimkan dokter kepada rakyat yang sakit tanpa memungut imbalan/ bayaran sedikit pun.

Selain itu, ada kebijakan negara berupa rumah sakit keliling yang berkeliling dari satu desa ke desa yang lainnya. Layanan ini menomorsatukan rakyat tanpa membedakan lingkungan, status sosial, dan tingkat ekonomi rakyatnya.

Penerapan sistem kesehatan dalam Islam ini didukung oleh sistem ekonomi Islam dan moneter yang kuat yang ditopang oleh sistem pemerintahan yang amanah. Pemimpinnya mengurusi umatnya. Semua tenaga kesehatan yang profesional mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan tidak menjadikannya ladang bisnis sebagaimana dalam sistem  layanan kesehatan kapitalisme.

Hanya sistem Islam yang diterapkan dalam naungan khilafahlah yang akan mampu  mewujudkan dan menyelesaikan permasalahan layanan kesehatan masyarakat secara tuntas dan optimal. Wallahu'allam bisawwab.


Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media

Kamis, 08 Februari 2024

Buruknya Pelayanan Rumah Sakit, Paradigma Sistem Sekuler-Kapitalis



Tinta Media - Pelayanan kesehatan di sebuah negara menjadi salah satu acuan  dalam mendeteksi perkembangan dan kemajuan pengurusan negara kepada rakyatnya. Dalam hal ini, peran negara begitu besar. Di Indonesia, upaya untuk meningkatkan pelayanan ini dilakukan dengan menetapkan beberapa kebijakan. Salah satunya adalah dengan diluncurkannya jaminan kesehatan, seperti KIS (Kartu Indonesia Sehat) dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan).

KIS diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu guna memperoleh layanan kesehatan secara gratis, sedangkan BPJS adalah BUMN yang bergerak di bidang asuransi kesehatan, sebelumnya bernama Askes.  

Di sini, ada tingkatan penggolongan status sosial masyarakat yang berdampak pada perbedaan pelayanan. Hal ini menyebabkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya semakin lebar. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), masyarakat Indonesia termasuk kategori miskin, bahkan di bawah garis kemiskinan. Hal ini mengakibatkan gizi dan nutrisi tidak terpenuhi sehingga kerap terjangkit penyakit. Hasil analisa menunjukkan bahwa sekitar 68% populasi Indonesia atau 183,7 juta jiwa tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian.

Semakin masyarakat terpuruk dengan kemiskinan, maka kebutuhan akan akses rumah sakit atau klinik semakin besar sehingga negara harus  mengeluarkan aset yang lebih besar. Sayangnya, dalam paradigma sekuler-kapitalis, negara hanya berperan sebagai regulator. Penyelenggaraan infrastruktur kesehatan dan jasa nakes dilakukan oleh para pemilik modal atau pihak swasta (oligarki) sehingga pelayanan pun bersifat bisnis (materialis). 

Semisal adanya keluhan pelayanan seorang perawat di RSUD Otista Soreang dan fasilitasnya seperti toilet yang tidak layak, padahal rumah sakit ini baru dibangun dan mulai beroperasi 2021.

Keluhan pelayanan ini sangat wajar karena pemerintah beberapa kali menaikkan iuran BPJS kesehatan tidak diikuti dengan perbaikan kualitas pelayanan yang dijanjikan. 

Sudah tagihannya naik, pelayanan pun memburuk.  Kenyataan ini memang sesuai dengan fakta yang terjadi di masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Advokasi BPJS Wacht Timboer Siregar.

BPJS kesehatan ialah korporasi yang menetapkan sejumlah ketentuan bernilai bisnis atau syarat komersialisasi kesehatan. Buktinya, adanya pembayaran premi dengan sejumlah prasyaratnya sebagai pengaktifan kartu BPJS jika pelayanan kesehatan akan dibayarkan BPJS. Konsep layanan ini mengedepankan logika bisnis, bukan kesehatan, apalagi keselamatan jiwa pasien. Negara menjamin komersialisasi tersebut karena berperan sebagai regulator.

Hanya sistem Islamlah satu-satunya yang bisa menjamin kesehatan masyarakat steril dari komersialisasi. Hal ini dapat diketahui dari paradigma Islam dalam pelayanan kesehatan, yakni dengan mengedepankan kesehatan sebagai kebutuhan pokok yang diharamkan untuk dikomersialkan.

Peran negara bukan sekadar regulator, melainkan pihak yang bertanggung jawab penuh atas pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Negara memberikan pelayanan secara gratis dan berkualitas dengan mendirikan rumah sakit sesuai kebutuhan, disertai fasilitas lengkap tanpa membedakan antara desa dan kota. Negara juga menyediakan para dokter dan obat-obatan.  

Pembiayaan kesehatan tidak membebani masyarakat, rumah sakit, maupun para dokter sekalipun. Pembiayaannya berbasis Baitul maal yang bersifat mutlak. Sumber-sumber pemasukan serta pengeluaran berdasarkan ketentuan syariat (Nizhamul Iqtishadi fil Islam, hlm 245). Keberadaan lembaga-lembaga pelaksana teknis dari fungsi negara (rumah sakit atau laboratorium) dilarang menjadi sumber pemasukan kekayaan negara.

Negara sebagai pelaksana yang menjamin kesehatan serta mengeluarkan masyarakat dari berbagai masalah kesehatan hanya dapat terealisasi dengan mengganti sistem kapitalisme, yakni dengan sistem Islam dalam naungan  institusi khilafah yang di pimpin oleh khalifah. Wallahua'alam biashshawab.


Oleh: Nunung Juariah
Sahabat Tinta Media

Senin, 05 Februari 2024

Islam Menjamin Pelayanan Kesehatan dengan Baik



Tinta Media - Viral di media sosial tentang buruknya pelayanan seorang perawat RSUD Otista Soreang terhadap pasien, juga beberapa fasilitas yang dianggap tidak layak. Padahal, RSUD Otista baru beroperasi pada tahun 2021. 

Berita ini dibenarkan oleh Direktur RSUD Otista, Yani Sumpena Muchtar, saat ditemui Tribun Jabar, Jumat (26/1/2024). Pelayanan seorang perawat di IGD dan Poli dalam dirasa ketus dan tak ramah oleh seorang pasien yang sedang berobat. 

Pelayanan dan fasilitas yang tidak layak di antaranya, pasien menunggu pemeriksaan dengan duduk di lantai, serta toilet tak layak pakai dan bau. Namun, semua itu disangkal oleh Yani. Ia pun memohon maaf kepada pasien tersebut. 

Untuk masalah toilet, Yani mengakui ada satu atau dua, tetapi perbaikan sudah dilakukan. Adanya keluhan yang duduk dilantai saat menunggu pasien, itu dikarenakan banyaknya keluarga pasien yang mengantar atau menunggu. Satu orang pasien bisa diantar oleh 3 sampai 4 orang. 

Pihak rumah sakit dan juga seluruh civitas RSUD Otista juga meminta maaf terkait kejadian viral kemarin. Upaya perbaikan pelayanan akan terus dilakukan, terkait prosedur, BPJS, dan lainnya. Ia mengaku siap menerima koreksi dari pasien agar ke depannya bisa lebih baik lagi. 

Kesehatan adalah satu hal yang sudah pasti didambakan oleh setiap manusia. Pada dasarnya, semua orang ingin sehat dan tidak ingin sakit. Di kala sakit pun, manusiawi jika kita ingin mendapat pelayanan kesehatan yang baik dan memuaskan. 

Namun, kenyataannya tidak demikian. Terkadang kita kecewa dengan sikap dan tindakan atau pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit. Belum lagi dengan mahalnya biaya kesehatan yang dirasa memberatkan rakyat. 

Sering kali kita mendengar beberapa fakta di lapangan tentang keluhan masyarakat yang merasa diperlakukan sewenang-wenang. Ini sering terjadi ketika mereka berobat ke rumah sakit menggunakan kartu BPJS, walaupun memang tidak semua yang memakai kartu BPJS mendapatkan perlakuan mengecewakan. 

Perlu menjadi catatan bahwa setiap individu mempunyai hak untuk dilayani dengan baik oleh perawat dan pihak rumah sakit. Namun, semua itu belum dirasakan oleh rakyat, terutama kalangan menengah ke bawah. Pelayanan kesehatan akan bagus hanya untuk kalangan orang kaya yang bisa membayar rumah sakit dengan fasilitas lengkap dan bagus. Sementara, untuk kalangan ekonomi rendah sering terabaikan pelayanannya, fasilitas kesehatan juga kurang bagus. 

Kesehatan Dikapitalisasi 

Banyaknya permasalahan yang terjadi hari ini, terkhusus masalah buruknya pelayanan kesehatan, sejatinya bukan hanya karena masalah individunya yang tidak santun saja serta sarana yang buruk. Dalam kapitalisme, masalah kesehatan adalah sebuah bisnis yang diambil keuntungannya oleh segelintir orang. 

Dalam sistem yang diterapkan saat ini, biaya kesehatan sangat mahal. Pihak rumah sakit pun cenderung membedakan antara pasien yang memakai kartu BPJS dan yang tidak. Pasien yang bisa membayar rumah sakit berkualitas dengan biaya mahal akan mendapatkan pelayanan yang bagus pula. Sementara, negara memang lepas tangan dalam penanganan kesehatan karena sudah diserahkan kepada pihak swasta dan dikomersilkan. Jadi, wajar jika masalah terus membelit rakyat 

Islam Punya Solusi 

Islam mempunyai aturan yang sempurna tentang masalah apa pun, termasuk masalah kesehatan dan pelayanan, serta sarana infrastruktur kesehatan. Kesehatan, pangan, papan, dan pendidikan adalah hak dasar rakyat yang harus dipenuhi oleh negara. Jadi, negara wajib memberi pelayanan yang baik kepada rakyat tanpa membedakan yang berduit atau tidak. Ketika negara menjamin kesehatan rakyat, maka semua betul-betul dijamin gratis, tidak dipungut biaya apa pun. Hal merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh negara. 

Pelayanan kesehatan akan dilakukan secara maksimal dengan penuh tanggung jawab untuk memenuhi hak rakyat. Sarana dan prasarana kesehatan juga akan diperhatikan dengan baik, seperti alat-alat kesehatan, infrastruktur bangunan, dan gaji para perawat dan dokter. Dengan gaji yang memadai, perawat dan petugas kesehatan akan merasakan keadilan. Di sisi lain, para petugas kesehatan mempunyai keimanan yang kuat, bekerja, mengabdi hanya untuk kemaslahatan umat. Hal ini karena di dalam Islam, tujuan hidup hanya menggapai rida Allah semata. Setiap individu mempunyai kepribadian Islam yang kokoh karena terkondisikan dengan sistem yang diterapkan. 

Islam tidak membeda-bedakan antara yang kaya dan yang miskin. Semua dalam pengaturan negara karena seorang khalifah adalah pengurus urusan rakyat yang bertanggung-jawab atas semua yang diurus. 

Dengan pendapatan yang melimpah dari hasil sumber daya alam, seperti barang tambang, hutan dan air, Islam mampu membiayai seluruh kebutuhan rakyat, mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan dengan biaya murah, bahkan gratis. 

Semua kepemilikan diatur sesuai syariat Islam. Ada kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu. Semua ada aturannya masing-masing sesuai prosedur. 

Sarana prasarana kesehatan dibangun dengan kualitas terbaik, tidak asal-asalan karena tujuannya adalah demi kenyamanan rakyat seluruhnya. Pelayanan tidak rumit dan cepat tanggap terhadap pasien yang membutuhkan pertolongan dengan segera. 

Seluruh fakta itu bukan isapan jempol belaka, karena sudah terbukti semasa Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan kekhilafahan. Kegemilangan Islam membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat keseluruhan dan alam sekitar. 

Kisah Khalifah Umar bin Khattab yang pernah mengirim dokter tanpa minta imbalan dari rakyat adalah bukti nyata yang pernah dirasakan di masa Islam berjaya dengan adanya daulah Islam. Karena itu, hanya dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah pelayanan kesehatan dan sarana infrastruktur kesehatan bisa terjamin kualitasnya tanpa harus meminta tarif atau imbalan dari rakyat. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Buruknya Pelayanan Rumah Sakit Akibat Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Kasus buruknya pelayanan rumah sakit di Bandung, Jawa Barat viral di media sosial terkait adanya keluhan pasien terhadap RSUD Otista Soreang, Kabupaten Bandung. Rumah sakit ini dibangun megah, tetapi pelayanannya buruk dan toiletnya bau tak terawat. 

Dalam unggahan media sosial, seorang pasien menyebutkan bahwa pelayanan seorang perawat di IGD dan Poli dalam yang ketus dan tak ramah, bahkan pasien duduk di lantai saat menunggu pemeriksaan di Poli dalam, hingga toilet yang bau dan tak layak. Padahal, rumah sakit ini baru dibangun dan mulai beroperasi tahun 2021. 

Yani Sumpena Muchtar selaku Direktur RSUD Otista membenarkan kejadian tersebut dan menyampaikan permohonan maaf kepada pasien terkait pelayanan tersebut. Pihaknya akan melakukan perbaikan. Saat di tanya soal pelayan atau petugas yang kurang ramah terhadap pasien apakah ada sanksinya, Yani mengatakan bahwa pihaknya akan mengklarifikasi terlebih dahulu. Kalau memang betul ada, mereka akan melakukan pembinaan. 

Di dalam sistim kapitalis demokrasi, layanan kesehatan adalah ajang bisnis yang dikomersialkan. Ini jelas-jelas merupakan penyesatan cara pandang masyarakat. Rakyat menjadi korban kerakusan para kapitalis. 

Sebaliknya, di dalam sistem Islam, negara akan menjamin layanan kesehatan terbaik, berkualitas, dan gratis. Hal ini ditopang prinsip-prinsip dasar jaminan kesehatan dalam sistem Islam, yakni kesehatan telah ditetapkan oleh Allah Swt. sebagai kebutuhan pokok publik. Hal ini ditegaskan Rasulullah saw. dalam hadis beliau. 

"Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya." (HR. Bukhari) 

Sistem Islam telah mewajibkan pemimpin sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap jaminan pemenuhan layanan kesehatan setiap individu rakyat. Layanan itu diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat, tanpa pengecualian. Tugas penting dan mulia ini ditegaskan Rasulullah saw. dalam hadis beliau. 

"Imam (pemimpin di dalam sistim Islam) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab pada urusan rakyatnya." (HR. Bukhari) 

Sebagai kepala negara, Rasulullah saw. telah memberikan keteladanan tentang jaminan pelayanan kesehatan ini ketika beliau dihadiahi seorang dokter dari Muqauqis, raja Mesir. Beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat. 

Begitu pula disebutkan dalam satu riwayat bahwasanya serombongan orang dari Kabilah Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. meminta mereka tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul mal di dekat Quba. Mereka diperbolehkan meminum air susunya secara gratis sampai sembuh. 

Sepeninggal Rasulullah saw., tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok kesehatan juga dilanjutkan oleh para pemimpin setelah beliau. Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khattab juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati asam lambung. 

Dalam sistim Islam, jasa dokter, obat-obatan, penggunaan peralatan medis, pemeriksaan penunjang, hingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas disediakan secara gratis dan haram diperdagangkan, walaupun hanya secuil kapas, apa pun alasannya. 

Hal ini bisa terwujud karena terdapat sumber pendapatan yang besar di baitul mal bagian pos pengelolaan umum. Pemasukannya berasal dari pengelolaan SDA dan energi, seperti tambang minyak, gas, batubara, emas, kekayaan hutan, laut, dan sebagainya. Seluruh hasil pengelolaan milik umat ini wajib dikembalikan kepada rakyat dan haram diserahkan kepada swasta, baik lokal maupun asing. 

Para pemimpin Islam berlomba-lomba memberikan sebaik-baik pelayanan pada rakyat. Begitu bagusnya hingga ada pengelana Eropa yang berpura-pura sakit hanya agar dapat merasakan pelayanan kesehatan dari rumah sakit di sistem Islam. Meski para dokter tahu bahwa itu hanya sakit pura-pura, dia tetap dilayani dengan baik oleh penguasa di sistem Islam. Bahkan, saat keluar dari rumah sakit, ia diberi uang saku. 

Kemudian, konsep mutu jaminan kesehatan di sistem Islam berpedoman pada tiga strategi utama, yakni administrasi yang sederhana, kecepatan dalam pelaksanaan, dan orang yang mampu di bidangnya. 

Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya Allah Swt. telah mewajibkan berbuat ihsan atas segala sesuatu." (HR. Muslim) 

Pada abad ke 9, Ishaq bin Ali Rahawi menulis kitab Adab at-Thabib yang pertama kalinya ditujukan untuk kode etik kedokteran. Ada 20 bab di dalam buku itu, di antaranya merekomendasikan agar ada 'peer-review' atas setiap pendapat baru di dunia kedokteran. Kalau ada pasien yang meninggal, maka catatan medis akan diperiksa dewan dokter untuk menguji apakah yang dia lakukan sudah sesuai standar layanan medis atau tidak. 

Al-Kindi menunjukkan aplikasi matematika untuk kuantifikasi di bidang kedokteran, misalnya mengukur derajat penyakit, mengukur kekuatan obat, hingga dapat menaksir saat kritis pasien. 

Dengan prinsip-prinsip tersebut, sistem Islam menjadi mercusuar dalam bidang kesehatan, baik dari aspek layanan kesehatan maupun teknologinya. Sistem Islamlah yang menjadi peletak dasar penemuan-penemuan baru di bidang medis. 

Ilmuan pertama yang terkenal berjasa luar biasa adalah Jabir Bin Hayan, tahun 721-815 M. Beliau menemukan teknologi destilasi pemurnian alkohol untuk disinfektan serta mendirikan apotek yang pertama di dunia, yakni di Baghdad. 

Banu Musa, tahun 800-873 M menemukan masker gas untuk dipakai para pekerja tambang dan industri, sehingga tingkat kesehatan para pekerja dapat diperbaiki. 

Sekitar tahun 1000 M, Ammar Ibnu Ali al Mawsili menemukan jarum hypodermic yang dengannya dia dapat melakukan operasi bedah katarak mata. 

Pada tahun yang sama, Abu Al-Qasim Az-Zahwari menemukan plester adhesive untuk mengobati luka dengan cepat. Penemuan ini sangat membantu pasukan Islam di medan jihad  Abu Al-Qasim Az-Zahwari dianggap sebagai Bapak Ilmu Bedah Modern karena dalam kitab Tashrif (tahun 1000 M) sudah menemukan berbagai hal yang dibutuhkan dalam bedah, termasuk plester, 200 alat bedah dan anestesi (pembiusan). 

Beberapa zat bius telah digunakan, seperti campuran opium yang sering digunakan dengan tepat oleh Abu al-Qasim, Ibnu Zuhur, dan Ibnu Sina. 

Sungguh, umat kini berada dalam seburuk-buruk sistem kapitalisme. Jangankan memberikan pelayanan terbaik, menyelenggarakan layanan kesehatan saja penguasa negeri ini tidak melakukannya, bahkan justru mengomersialkan pelayanan kesehatan dan menzalimi para praktisi kesehatan. Wallahua'alam bishshawab.

Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 02 April 2023

Agung Wisnuwardana: Perubahan Pelayanan Publik Mustahil Terjadi Tanpa Perubahan Sistem

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana menegaskan bahwa untuk mengubah pelayanan publik tidak cukup dengan reformasi, namun juga harus ada perubahan sistem yang diterapkan di negeri ini.

"Reformasi bisa saja membawa perubahan pada pelayanan publik. Namun hal ini akan terasa mustahil bila sistem yang dijalankan tak turut diubah," ujarnya dalam program aspirasi: Sebagian Pajak Kita untuk Mengongkosi Gaya Hedon Oknum Pejabat, di kanal YouTube Justice Monitor, Sabtu (25/3/2023)

Pasalnya, ia beralasan, sistem kapitalis demokrasi yang tengah dijalankan saat ini yang menciptakan iklim pejabat yang tidak tulus dan ikhlas dalam melayani masyarakat.

Bahkan, ia mengungkapkan, banyak penguasa yang berorientasi menjadikan uang sebagai panglima. "Sekali lagi menjadikan uang sebagai panglima," tegasnya.[] Wafi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab