Tinta Media: Pelajar
Tampilkan postingan dengan label Pelajar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pelajar. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 Februari 2024

Ketika Pelajar Menjadi Brutal



Tinta Media - Pelajar dalam istilah bahasa Indonesia merupakan sinonim siswa murid mahasiswa dan peserta didik. Semuanya mengandung makna anak yang sedang berburu ( belajar bersekolah dan kuliah ). Pelajar seharusnya menjadi harapan masa depan bangsa agar menjadi ujung tombak kemajuan bangsa dan Negara. Namun, faktanya justru saat ini banyak sekali berita-berita negatif yang berkaitan dengan pelajar. 

Di Magelang, ditemukan mayat seorang pelajar SMP kelas 8 yang ditemukan di pinggir jalan yang merupakan korban tawuran antar pelajar. Menurut kepolisian tawuran diduga diawali adanya undangan tawuran via WA (WhatsApp). Di Kalimantan Timur, seorang siswa SMK tega membunuh 5 orang yang merupakan satu keluarga hanya karena sakit hati atau dendam. 


Kasus ini tidak hanya menimbulkan trauma pada keluarga korban, tetapi juga pada keluarga pelaku dan masyarakat di sekitarnya. Di Pandeglang seorang pelajar SMK yang masih berusia 19 tahun tega membunuh seorang ibu  pemilik warung hanya karena memiliki hutang sebesar Rp.300.000 kepada orang lain. Dan masih banyak lagi peristiwa-peristiwa kriminalitas yang melibatkan para pelajar yang usianya masih remaja. 

Beberapa fakta di atas menimbulkan pertanyaan mengapa pelajar saat ini anarkis bahkan cenderung brutal hingga dengan mudahnya menghilangkan nyawa orang lain? Tentu saja hal ini  terjadi karena beberapa hal, antara lain kurikulum pendidikan yang disusun belum dapat menghasilkan pribadi-pribadi yang tinggi akhlak dan budi pekertinya. Pendidikan seolah-olah hanya untuk mencetak pribadi yang materialistis dan menghasilkan tenaga kerja yang murah. Seolah-olah menuntut ilmu di bangku sekolah hanya untuk mengejar intelektualitas yang terkadang oleh sebagian oknum pelajar justru diabaikan. 

Kemajuan teknologi informasi seolah melalaikan kewajiban utama seorang pelajar. Gawai-gawai dan perangkat elektronik lainnya kini menjadi candu yang merasuk dan merusak pola pikir para pelajar. Gawai dan perangkat elektronik lainnya ibarat pisau bermata dua yang harus bijak dalam penggunaannya. Sangat disayangkan, terkadang ada saja pelajar yang belum bijak menggunakannya. Perangkat yang seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan pengetahuan dan intelektualitas justru digunakan untuk hal-hal yang negatif yang merugikan masa depan. 

Dari sisi penegakan hukum, hukum pidana yang berlaku tidak memberi efek jera pada para pelaku kriminalitas. Parahnya lagi hukum pidana yang dianut merupakan hukum pidana yang diambil dari hukum pidana yang berlaku pada jaman penjajahan Belanda. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan induk peraturan hukum pidana di Indonesia. WvSNI merupakan turunan dari Wetboek van Strafrecht (WvS) yang diberlakukan di Belanda sejak tahun 1886. 

Sungguh suatu yang luar biasa aneh, dahulu para pejuang dengan semangat membara mengusir penjajah Belanda dari bumi nusantara. Tidak terbilang jumlah pahlawan yang gugur di medan pertempuran dalam rangka mengusir penjajah dari tanah air. Tetapi, ketika telah merdeka justru malah mengadopsi hukum pidana yang dibuat penjajah. 

Padahal, Islam telah secara terang benderang mengatur segala aspek dalam kehidupan umat manusia. Baik dalam bidang hukum, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan hubungan internasional . Islam memiliki aturan dan hukum-hukum yang telah di. tetapkan oleh Allah SWT yang pernah di implementasikan oleh Nabi Muhammad SAW dan khalifah-khalifah pasca era Rasulullah SAW.  Hukum-hukum tersebut menghasilkan kemaslahatan bagi semua umat, baik muslim maupun non muslim. Banyak hikmah jika hukum Islam diterapkan. 

Contoh dalam hukum pidana jika seseorang dengan sengaja membunuh maka dalam hukum yang berlaku saat ini pelaku hanya akan di hukum penjara dalam kurun waktu tertentu. Sehingga hal ini tidak akan menimbulkan efek jera bagi pelaku pembunuhan atau pelaku kriminalitas lainnya. Berbeda dalam hukum Islam yang memberlakukan hukum qishash, contohnya jika seseorang membunuh orang lain maka pengadilan Negara akan menghukum pelaku dengan hal yang setimpal. Tentu saja orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan pembunuhan atau tindakan kriminal lainnya, karena hukuman yang berlaku sangat berat.  

Solusinya jika Islam tidak diterapkan secara total dalam seluruh bidang kehidupan, maka tingkat kriminalitas akan selalu tinggi. Jiwa seseorang akan dengan mudahnya dihilangkan, padahal dalam Islam jiwa seseorang sangat dihargai. Harta kepemilikan seorang non muslim pun sangat dihargai dan tentu saja dijaga oleh Negara. 

Oleh: Guntoro
Sahabat Tinta Media

Senin, 18 Desember 2023

Rayakan Merdeka Belajar di Tengah Rusaknya Akhlak Pelajar


 

Tinta Media - Peringatan Hari Guru dirayakan setiap 25 November. Tema Hari Guru tahun 2023 lalu adalah “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”. Namun, hal ini menjadi pertanyaan, mengingat realita yang terjadi pada generasi dengan berbagai masalah serius mulai dari kriminalitas, kesehatan mental, hingga tingginya angka bunuh diri.  

Kenyataanya, saat ini banyak berita yang menayangkan tentang bobroknya akhlak para pelajar terhadap guru dan orang tuanya sendiri. Mereka tidak memiliki rasa hormat. Dalam bersosialisasi di lingkungan pun perilaku generasi sekarang sangat merisaukan, sampai membuat gaduh di masyarakat dengan aksi-aksi kriminalitasnya. 

Tawuran kerap sekali terjadi di antara pelajar sambil membawa senjata tajam. Mereka tidak menunjukkan rasa takut terhadap hukum di negeri ini. Ini baru sedikit contoh kasus dari banyaknya kasus-kasus yang lain.  

Sungguh miris, rayakan merdeka belajar di tengah rusaknya akhlak pelajar. Namun, hal tersebut menunjukkan bahwa kurikulum yang diterapkan saat ini tidak tepat dan bermasalah. Ini menegaskan bahwa kapitalisme tidak memiliki sistem yang membangun generasi berkualitas.  Bagaimana tidak, sistem kapitalisme hanya bertujuan agar generasi ke depannya bisa mendapatkan materi atau uang sebanyak banyaknya. Apalagi penerapan sekularisme di negeri ini yang memisahkan agama dari kehidupan, menambah pembentukan karakter yang jauh dari akhlak mulia.   

Lain halnya dengan sistem pendidikan dalam Islam. Islam memiliki sistem pendidikan berkualitas yang berasaskan akidah dalam membentuk syakhsiyah islamiyyah atau berkepribadian Islam. Kepribadian terbentuk dari pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang keduanya itu terpancar dari pemahaman tentang hakikat hidup. Dengan demikian, jika ada seseorang yang kepribadiannya menyimpang atau menyalahi aturan, berarti ada yang salah dalam aqliyah dan nafsiyahnya. Ini disebabkan karena kesalahan pada prinsip hidup yang dia anut.  

Ditambah pula adanya keterpaduan tiga pilar, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara akan menjamin keberhasilan membentuk generasi yang berkualitas. 

Pertama, peran keluarga. Allah memerintahkan kita untuk memelihara keluarga dari api neraka. Sebagaimana firman-Nya, 
 
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS at-Tahrim [66]: 6)

Keterangan ayat Al-Quran ini mengisyaratkan bahwa pendidikan dalam keluarga sangat penting, terutama pendidikan agama. Pada anak, sedari kecil seharusnya sudah ditanamkan tentang akidah islamiyyah, dan diberi pemahaman tentang konsep hidup sesuai tuntunan syariat. Maka, hal itu akan menjadikan pola pikir dan pola sikap yang benar dan membentuk kepribadian Islam dalam dirinya.  

Kedua, peran masyarakat. Harus ada kepekaan atas apa yang terjadi di sekitar kita. Pemahaman masyarakat tentang syariat Islam secara keseluruhan pun sangat penting untuk membentuk generasi yang berkualitas. 

Ketika pemahaman dan pandangan masyarakat sudah sama, maka akan terwujud suasana amar ma’ruf nahi mungkar, tidak seperti kondisi saat ini yang acuh tak acuh ketika melihat generasi yang menyalahi syariat, dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang wajar.  

Ketiga, peran negara. Negara seharusnya menerapkan syariat Islam yang berasal dari aturan Allah Swt. Sang Pencipta. Tentu saja aturan ini akan membawa kebaikan untuk seluruh umat. Negara akan menerapkan kurikulum yang berlandaskan akidah Islamiyyah, tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi membetuk generasi beriman dan bertakwa. Negara bertanggung jawab atas generasi yang akan meneruskan perjuangan bangsa.  

Sudah saatnya negara menerapkan aturan Islam secara kaffah (keseluruhan). Allah Subhanahu wata'ala berfirman: 
 
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS al-Baqarah [2]: 208).

Hanya sistem Islam yang mampu membentuk generasi berkepribadian mulia. Ketika sistem Islam diterapkan, bukan hanya kebaikan untuk generasi saja yang akan didapatkan, tetapi juga seluruh umat dalam segala aspek kehidupan.


Oleh: Mustikawati Tamher, 
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok  

Jumat, 14 Juli 2023

Ekonomi Makin Kritis, Sulit Menjadi Pelajar di Negeri Kapitalis

Tinta Media - Pendidikan adalah kebutuhan hidup yang penting. Pendidikan berperan besar untuk menentukan akan jadi apa seseorang di masa depan. Baik buruknya tentu berkorelasi dengan apa yang ditanamkan padanya dan apa yang ia pelajari. 

Maka, tidak heran jika setiap orang menginginkan sarana pendidikan yang terbaik. Namun, bagaimana jika usaha untuk mendapatkan layanan pendidikan tersebut terhalang oleh ekonomi?

Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan keluhan mengenai permasalahan biaya pendidikan, terutama pada masa-masa tahun ajaran baru. Seperti kasus mundurnya beberapa calon mahasiswa baru di sejumlah universitas karena tingginya biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal).

"Total ada kurang lebih 10 mahasiswa baru yang kemudian mengadu hampir tidak lagi melanjutkan kuliahnya di UI karena mahalnya biaya pendidikan, hampir mundur," kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Melki Sedek usai melakukan aksi demo di Rotunda UI, (merdeka.com, 27-06-2023).

Tak hanya itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM), Gielbran Muhammad Noor mengatakan, sebanyak 62,6 persen mahasiswa baru jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi atau SNBP 2023 merasa keberatan dengan uang kuliah tunggal atau UKT yang harus dibayarkan. (tekno.tempo.co, 08-07-2023)

Siapa yang Bertanggung jawab?

Meningkatnya biaya pendidikan yang terus berkelanjutan ini menjadi problem yang harus segera terpecahkan. Tentu kenaikan biaya pendidikan tidak terjadi karena satu atau dua aspek. Inflasi contohnya, kerap menjadi alasan mengapa terjadinya kenaikan biaya hidup, salah satunya pendidikan. 

Namun sayangnya, permasalahan ini juga tidak mendapatkan penanganan yang sempurna. Semakin hari, biaya hidup tidak mengalami penurunan, justru kenaikan. 

Subsidi dari pemerintah yang makin sedikit juga menjadi salah satu alasan mengapa banyak dari instansi pendidikan mulai mengomersialkan pendidikan. 

Hal ini tampak dari bagaimana kuota jalur mandiri di sejumlah universitas hampir menyentuh angka 50 persen, lebih banyak dari kuota untuk jalur SNBP (Seleksi Nasional Berbasis Prestasi) dan SNBT (Seleksi Nasional Berbasis Tes). 

Kita tentu bersyukur, menyadari bahwa perebutan kursi pendidikan ini juga diakibatkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat atas pentingnya pendidikan. Namun, peminat yang semakin banyak tidak sebanding dengan jumlah penyedia pendidikan yang terjangkau. 

Meski kita tahu bahwa semakin marak program beasiswa dan kebijakan instansi pendidikan untuk meringankan biaya pendidikan, tetapi kenyataannya solusi ini hanya bersifat sementara dan terbatas. Masih banyak pelajar yang pada akhirnya tidak mampu membayar biaya pendidikan dan memutuskan untuk berhenti sekolah. 

Tentu ini menjadi sesuatu yang miris. Negara kita dikenal kaya akan sumber daya alam maupun manusia. Namun, justru kesulitan akan biaya pendidikan. Bagaimana kita bisa membangun masa depan negara yang baik jika pendidikan sebagai kunci dari peningkatan kualitas anak bangsa masih menjadi PR yang belum terselesaikan. 

Kewajiban Menuntut Ilmu dalam Islam

Beragam permasalahan di dunia pendidikan yang semakin hari semakin banyak haruslah menjadi perhatian khusus. Sudah berapa menteri yang bergantian menjabat, dan sudah beragam kebijakan disahkan. Namun, hal tersebut hanya menjadi 'solusi' bagi beberapa masalah dan muncul masalah yang baru. 

Dari kenyataan ini perlu kita curigai, ada yang salah dengan sistem pendidikan yang selama ini kita terapkan. Sudah saatnya kita memperbaiki sistem pendidikan yang berlaku saat ini. 

Tentu sistem pendidikan yang menjadi solusi adalah sistem yang tidak hanya menjadi tambal sulam untuk problematika dunia pendidikan. Sistem ini tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai hal yang remeh. Sistem ini juga tidak boleh memandang pendidikan sebagai alat penghasil uang. 

Sejarah emas Andalusia dan tak terhitungnya jumlah penemu-penemu muslim tentu menjadi bukti keberhasilan Islam dalam mengelola pendidikan. Kesadaran akan wajibnya belajar menjadi dasar bagi Islam untuk menempatkan pendidikan sebagai salah satu prioritas.

Islam sadar betul, bahwa sarana pendidikan yang baik tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pendidikan juga menjadi hak dari semua orang tanpa terkecuali. Maka, Islam mengatur kepemilikan harta dalam suatu negara. 

Sebagai contoh, sumber daya alam seperti pertambangan tidak boleh menjadi kepemilikan individu. Negara akan mengelolanya, kemudian hasilnya menjadi sumber dana untuk kemaslahatan umat. Dari sinilah, Islam dapat menyediakan sarana pendidikan secara cuma-cuma. 

Banyaknya penemu muslim menjadi bukti bahwa sistem pendidikan ini menyediakan akses pendidikan berkualitas yang tidak hanya fokus pada pendidikan akademik, tetapi juga akhlak, sehingga dapat melahirkan murid yang berkepribadian Islam, serta jauh dari perbuatan maksiat. 

Pribadi dengan kepribadian Islam akan menolak dan malu melakukan kecurangan dalam belajar, jual-beli kursi, atau memeras atas nama pendidikan. Sebaliknya, mereka akan terus mencari jalan untuk berkiprah sesuai dengan potensi masing-masing untuk menciptakan masa depan umat yang lebih baik.

Oleh: Fahma Miftahun
Sahabat Tinta Media

Senin, 23 Januari 2023

Ribuan Pelajar Ajukan Dispensasi Nikah, Narator: Sekularisme Menjauhkan Remaja dari Islam

Tinta Media - Ribuan pelajar SMP-SMA dari berbagai daerah seperti Ponorogo, Jombang dan Jogjakarta yang mengajukan dispensasi nikah, menurut narator Justice Monitor hal ini terjadi karena sekularisme yang menjauhkan remaja dari agama.

"Semua ini terjadi akibat apa yang disebut dengan sekularisme yang menjauhkan remaja dari aturan Islam. Melahirkan gaya hidup hedonis dan liberalis, lifestyle bebas," ungkap narator Justice Monitor dalam program Aspirasi: Ratusan Pelajar Hamil Diluar Nikah, Mengapa? Senin (16/1/2023) melalui kanal YouTube Justice Monitor.

Narator melanjutkan, hedonisme membentuk remaja menjadi generasi muda yang hanya tau bersenang-senang mengejar materi sebanyak - banyaknya dan memuaskan syahwat dengan berbuat sesukanya misalnya berpacaran hingga berzina. "Sistem pergaulan liberal menjadikan remaja bebas berbuat semaunya. Tidak ada standar halal -haram dalam kehidupan mereka. Wal hasil, pergaulan laki-laki dan perempuan tidak memiliki batasan. Pamer aurat, ikhtilat, kholwat, tabarruj, menjadi pemandangan sehari-hari di dunia remaja," bebernya.

Peran Negara

 "Negara adalah pihak yang mengatur individu dan juga masyarakat. Namun, aturan yang negara terapkan saat ini justru mendorong remaja untuk bergaul bebas. Misalnya terkait pornografi, negara bersikap lemah dan cenderung abai terhadap maraknya pornografi di televisi, game maupun media sosial. Video - video yang panas mudah sekali diakses baik melalui YouTube, Titok, maupun yang lainnya," ucapnya.

 Ia menilai, tak ada sanksi tegas bagi pelaku pornografi dan pornoaksi. Mereka bebas tampil tanpa batasan bahkan banyak publik figur dengan jutaan pengikut yang mayoritas remaja muslim yang merupakan pelaku pornografi dan pornoaksi demi konten dan cuan. Sedihnya, hal itu luput dari riayah pengurusan negara. Negara seolah-olah menutup mata terhadap maraknya pornografi dan sekaligus penetrasi pelaku aneka kanal media yang katanya ramah anak. "Negara memang memiliki lembaga yang bertugas melakukan patroli cyber tetapi tidak tampak aktivitasnya untuk menjewer para pengunggah konten-konten pornografi," sesalnya.

Doktrin Hak Asasi Manusia

"Penyebab sulitnya negara untuk memberantas situs porno saat ini karena tolak ukur yang digunakan adalah doktrin Hak Asasi Manusia. Menampakkan aurat dan berlaku tidak senonoh dianggap boleh karena bagian dari Hak Asasi Manusia. Padahal, sudah terang benderang bahaya pornografi terhadap generasi muda mulai dari kecanduan, kerusakan otak, kehamilan yang tidak diinginkan, pemerkosaan, pelecehan seksual, aborsi hingga pembunuhan," tegasnya.

  Narator ngeri, melihat rekam jejak mandulnya pemberantasan pornografi dalam sistem sekuler saat ini. "Kita tidak bisa berharap pada sistem yang ada untuk menyelesaikan pergaulan bebas yang berujung pada dispensasi nikah," ucapnya.

Solusi Islam

Narator menyampaikan, sistem Islam akan mewujudkan solusi permasalahan dispensasi nikah ini pada semua lini sehingga potensinya bisa tertutup secara rapat. Solusi tersebut adalah:
 
Pertama, sistem Islam akan membentuk akidah yang shohih pada setiap individu warga negara termasuk para remaja. Penanaman akidah ini dilakukan dengan mengoptimalkan peran orang tua dalam pendidikan anak serta pendidikan melalui sekolah - sekolah. Sekolah dalam Sistem Islam menanamkan akidah yang kukuh, yang kuat, yang produktif sekaligus mengajarkan ketaatan pada semua aspek kehidupan, baik aspek ibadah, akhlak maupun muamalah.

Kedua, Sistem Islam akan menerapkan sistem pergaulan yang Islami dengan melarang khalwat, ikhtilat, terbukanya aurat dan zina. Pria dan wanita akan hidup secara terpisah, invisol, kecuali pada kondisi yang dibenarkan secara syara'.

Ketiga, Perlu diterapkannya sistem sanksi dalam Islam bagi pelanggar syariat. Orang yang membuka auratnya di depan publik akan mendapatkan sanksi sesuai ijtihad Khalifah atau wakilnya. Sanksi tersebut bisa berupa denda, dera, penjara atau yang lainnya. Begitu pula aktivitas kholwat, ikhtilat, zina, pemerkosaan, aborsi dan sebagainya. Semua dihukum tegas dalam konsep Islam.

Keempat, Negara wajib mengatur dan mengawasi media, baik media massa maupun media sosial. Termasuk media - media elektronik agar hanya menyiarkan konten - konten atau tayangan -tayangan yang tidak bertentangan dengan syariat.

Kelima, pernikahan anak bukanlah perkara terlarang dalam Islam, bahkan hukumnya boleh. oleh karenanya setiap individu yang siap menikah akan diizinkan menikah walaupun usianya masih muda. Tak perlu prosedur yang rumit - rumit. "Demikian solusi Islam menyelesaikan persoalan-persoalan ditengah masyarakat," pungkasnya.[] Yupi UN

Minggu, 22 Januari 2023

Dispensasi Nikah Pelajar, Perilaku Bebas Kian Meluas


Tinta Media - Miris. Pengajuan dispensasi nikah pelajar kian membludak. Pengadilan Agama Ponorogo menerima 191 permohonan anak menikah dini selama tahun 2022 (detiknews.com, 13/1/2023). Mayoritas alasan dispensasi adalah karena anak telah terlanjur hamil duluan atau melahirkan. Yang lainnya karena pacaran dan memutuskan menikah daripada melanjutkan sekolah.

Rentang usia yang mengajukan dispensasi nikah berkisar usia 15-19 tahun. Dan dispensasi nikah ini didominasi pelajar SMP (106 perkara), ada juga yang SMA (25 perkara) bahkan SD pun ada (54 perkara), sisanya tidak bersekolah sebanyak 6 perkara. Permohonan dispensasi menikah sebetulnya tak dikabulkan semuanya. Dari total 176 perkara, ada 125 kasus yang dikabulkan karena telah hamil duluan, dan melahirkan.

Fenomena ini mendapatkan sorotan dari Ketua Umum MUI (Majelis Ulama Indonesia), Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH. Muhammad Cholil Nafis. Beliau menyatakan, turut sedih dan prihatin atas segala fakta yang menimpa generasi. MUI pun mengingatkan agar para remaja wanita menjaga kehormatannya. Dan sekolah dapat menguatkan pendidikan agama bagi siswa-siswinya di sekolah (republika.co.id, 15/1/2023).

Trend dispensasi nikah karena seks bebas mengalami peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Rangkaian fakta tersebut tentu tak muncul secara simultan. Fenomena yang terjadi disebabkan adanya beragam pola rusak yang telah tercipta di tengah kehidupan bermasyarakat. Dan ini tak lain karena penerapan sistem sekularisme yang liberal. Sistem ini menjauhkan segala aturan agama dari kehidupan. Wajar saja, setiap pola tingkah laku generasi kehilangan standar prinsip benar salahnya perbuatan. Segalanya menjadi bias dan tak jelas. Karena aturan agama yang kandas. Generasi yang notabene masih sangat muda bahkan di bawah umur, akhirnya hilang arah karena terbawa arus sekulerisasi yang deras diopinikan di tengah kehidupan. Hingga tak sadarkan diri, bahwa segala perbuatannya melahirkan kerusakan. Rusaknya pribadi, rusaknya kehormatan, hilangnya keimanan dan ketakwaan. Akibat buruk yang merugikan. Masa depan pun hilang seketika.

Tak hanya itu, buruknya pergaulan bebas pun disebabkan karena pola asuh keluarga yang keliru. Orang tua yang selalu sibuk bekerja, menjadi lupa bahwa sang anak harus tetap dididik sempurna. Sistem kapitalisme yang liberal pun menyumbang kerusakan yang luar biasa. Sistem ini menjadikan para orang tua lebih memprioritaskan pekerjaan demi materi. Beban biaya kehidupan yang begitu berat, menjadikan para orang tua kalap mencari biaya penghidupan demi terpenuhinya segala kebutuhan yang tak murah.

Sementara di sisi lain, sistem pendidikan yang sekuler pun memberikan andil cukup besar atas rangkaian kasus tersebut. Sistem pendidikan dengan basis kurikulum yang sekuler sekaligus liberal, menjadikan para anak didik hanya mengutamakan "angka nilai"  secara akademis. Namun, tak peduli dengan keimanan, akhlak dan adab yang kian kritis.

Inilah wajah generasi saat ini. Penuh kepiluan. Kerusakan yang sempurna menimpa generasi. Karena sistem destruktif yang terus "ditaati". Segala kasus ini bersifat sistemik. Tak bisa disolusikan secara parsial. Pengajuan dispensasi nikah para pelajar yang dikabulkan, jelas semakin memperparah pergaulan bebas yang kian bablas. Menormalisasi segala bentuk kemaksiatan.  Dispensasi ini jelas memberikan ruang dan memberikan legalitas zina dalam kehidupan. Tentu hal ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Kasus ini butuh solusi tuntas yang menyeluruh. Menyelesaikan permasalah zina hingga ke akarnya.

Syariat Islam-lah satu-satunya yang memberikan harapan solusi sistemik tentang parahnya pergaulan bebas saat ini. Islam mensyariatkan agar para muslimah yang telah baligh, menjaga auratnya dengan sempurna. Pun demikian dengan lelaki muslim, yang ditaklifkan kepada mereka, untuk menjaga pandangan (ghadul bashar).

Dalam QS. Al Ahzab ayat 58, Allah SWT. berfirman, yang maknanya, setiap muslimah yang telah baligh diwajibkan menutup seluruh tubuh mereka menggunakan jilbab. Yang demikian itu agar mereka lebih dikenali dan tak diganggu.

Allah SWT. pun berfirman tentang kewajiban menjaga pandangan bagi setiap muslim, dalam QS. An Nuur ayat 30, yang artinya: "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."

Setiap syariat yang Allah SWT. ciptakan dimaksudkan untuk melindungi kemuliaan setiap makhlukNya. Dan di dalamnya pasti terkandung maslahat.

Dalam sistem Islam, disyariatkan pula jenis sanksi yang dapat memberikan efek jera bagi para pelaku zina. Sanksi yang bersifat sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Segalanya dilakukan atas dasar keimanan hanya kepada Allah SWT. Hukuman bagi para pezina pun tak main-main. Pelaku zina ghairu muhshon (belum menikah), dihukum cambuk seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sementara hukuman zina bagi pezina muhshon (telah menikah) yaitu dirajam hingga meninggal. Penetapan hukuman zina ini dengan tegas diriwayatkan dalam hadits shahih uang diriwayatkan Imam Muslim dari Ubadah bin Shamit.

Hanya sistem Islam-lah yang dapat mewujudkan seluruh aturan syariat Islam. Karena dengan sistem shahih ini, negara dapat menerapkan hukuman sesuai syariat Islam. Agar dapat menjadi penebus dosa bagi para pezina (jawabir) dan dapat mencegah menjamurnya perzinaan (zawajir). Negara berpondasikan sistem Islam pun dapat menciptakan sinergitas pendidikan dalam keluarga dan sekolah. Semua lembaga beriringan menjaga generasi dari jurang kerusakan. Negara bersistemkan Islam (Khilafah Islamiyah) menjamin sistem pendidikan berbasis akidah Islam, sehingga para anak didik menjadi generasi yang memelihara iman, takwa, adab, akhlak dan akidahnya dengan sempurna.

Tak hanya itu, sistem kehidupan pun tersaji sempurna, karena negara melayani setiap kebutuhan seluruh masyarakat. Sehingga setiap keluarga dapat mencurahkan perhatiannya dengan optimal, dalam membimbing putra-putrinya, tanpa dipusingkan oleh berbagai kebutuhan hidup yang mencekik.

Seharusnya kita yakin, bahwa sistem Islam-lah satu-satunya sumber kemuliaan yang dapat menjaga generasi. Tak perlu ada sedikit pun keraguan.

Wallahu a'lam.

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

Jumat, 23 Desember 2022

SIKAP SEORANG TERPELAJAR

Tinta Media - Belajar untuk terus melakukan pendalaman tsaqafah Islam itu wajib. Karena memang tsaqafah Islam itu mendalam dan harus dipelajari secara serius dan sungguh-sungguh. 

Namun ingat, bahwa ilmu bukan tujuan. Tujuan kita adalah mengabdi pada Allah. Pengabdian kita pada Allah adalah dengan menjalankan seluruh syariatNya. Buah ilmu adalah dakwah dan tegaknya kehidupan Islam. 

Semakin dalam belajar seharusnya makin cinta dan semangat mengamalkan Islam dan menegakkannya dalam semua aspek kehidupan. 

Alumni Ponpes atau alumni Timur Tengah yang nyinyir pada orang yang memiliki ghirah keislaman tinggi bahkan memusuhi mereka yang berdakwah untuk Islam adalah sebuah kejanggalan.

Kejanggalan tersebut karena redupnya semangat keberislaman dan merasa silau dengan peradaban Barat. Akhirnya dengan berbagai dalih dan dalil berusaha menerima peradaban Barat seperti nation state, demokrasi, dan sekularisme. 

Fikih waqi' atau fikih progresif yang dilagukan hanyalah cover untuk menutupi ketidakmampuan bersikap tegas mana dasar konsitusi Islam dan mana konstitusi sekular. Wacana penerimaan konsepsi Barat dalam bernegara karena alasan darurat (sementara) terkesan klise. 

Akhirnya umat makin jauh dari gambaran sistem hidup Islam dalam konteks masyarakat, bangsa dan negara. Cita-cita membangun negara dengan konstitusi Islam dimana kedaulatan tertinggi di tangan hukum syariah dianggap aib. 

Sementara mereka yang berilmu masih berbangga dengan latar belakang keluarga dan pendidikannya. Padahal ia telah melepaskan gagasan klasik tersebut dan berganti dengan gagasan dari Boston dan Harvad yang dianggap membanggakan itu. 

Jangan tertipu meski pakaiannya masih pakaian kampung. Itu bukan sikap seorang terpelajar yang lahir dari rahim turats Islam. Ini adalah musibah di atas musibah.  

Oleh: Ajengan Yuana Ryan Tresna
Mudir Ma’had Khodimus Sunnah 

https://t.me/yuanaryantresna/
...

Kamis, 01 Desember 2022

Miris, Seorang Nenek Menjadi Korban Bullying Sekelompok Pelajar

Tinta Media - Viral sebuah video yang beredar di jagat maya, memperlihatkan sekelompok pelajar yang tega menendang seorang nenek. 
 
Tidak dapat dimengerti apa yang ada dalam benak para siswa itu sehingga tega menendang nenek-nenek tersebut. Diketahui bahwa kejadian itu terjadi di daerah Tapanuli Selatan (Tapsel) pada hari Sabtu (9-11-2022).
 
Dalam video yang beredar, nampak awalnya para siswa tersebut mendekati korban. Memang tak begitu jelas apa yang mereka bicarakan. Akan tetapi, tak berlangsung lama ada salah satu siswa yang turun dari motor dan langsung menendang nenek-nenek tersebut hingga jatuh terjungkal. Setelah itu, terlihat para pelajar tersebut tertawa terbahak-bahak.
 
Berdasarkan data, Indonesia berada pada posisi ke-5 tertinggi dari 78 negara yang muridnya paling banyak mengalami bullying (perundungan). Pada 2018 ada 41,1% murid yang mengaku pernah mengalami perundungan.
 
Sungguh miris, sedih sekali rasanya hati ini melihat kelakuan para pelajar di zaman sekarang. Seharusnya mereka itu menjadi anak-anak terpelajar, bukannya kurang ajar seperti yang viral di video tersebut. Itu hanya salah satu dari sekian banyak fakta yang ada, terkait kasus bullying yang terjadi di Indonesia.
 
Kenapa kasus bullying sering terjadi di zaman sekarang? Karena zaman sekarang zamannya kebebasan atau zaman sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Aturan Islam sudah tidak lagi diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Maka, tak heran jika berbagai persoalan muncul di tengah-tengah umat, termasuk kasus bullying tersebut. 
 
Berbeda sekali ketika Islam masih diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Islam adalah satu-satunya agama yang mampu mengubah masyarakat dari jahiliyah menjadi unggul dalam kepribadian dan akhlak mulia.
 
Allah Swt. berfirman:
 
الٓر  ۚ كِتٰبٌ أَنْزَلْنٰهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمٰتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلٰى صِرٰطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

"Alif Lam Ra. (Ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji." (QS. Ibrahim [14]:1)
 
Islam terbukti berhasil mencetak masyarakat yang semula tidak bisa membaca dan menulis menjadi masyarakat yang bisa membaca dan menulis. Islam juga berhasil mencetak cendekiawan muslim di berbagai bidang, seperti Ibnu Sina (ilmuwan di bidang kesehatan), Al- Khawarizmi (Penemu Matematika), Ibnu Haitham (Penemu Optik Modern), Abbas Ibnu Firnas (Penemu penerbangan) dan masih banyak lagi ilmuwan-ilmuwan muslim lainnya. 
 
Akidah sebagai Dasar
 
Islam menjadikan akidah sebagai dasar pendidikan. Islam menanamkan pada para pelajar keimanan kepada Allah Swt. dan ketaatan kepada ajaran Islam. 

Dengan begitu, Islam mampu mencetak generasi yang bersyakhsiyyah islamiyyah (berkepribadian Islam). Ketika  terjadi pelanggaran atau tindakan kriminal, negara akan menerapkan hukum yang tegas kepada pelaku. 
 
Karena itu, sudah saatnya kita menyelamatkan para remaja dan pelajar dari perbuatan yang tidak berakhlak dengan Islam. Hanya Islamlah satu-satunya solusi yang akan memperbaiki akhlak para remaja dan pelajar saat ini.

Wallahu a’lam

Oleh: Wanti Ummu Nazba
Muslimah Peduli Umat 

Selasa, 29 November 2022

Pelajar Mabuk Miras, Islam Solusinya

Tinta Media - Beberapa waktu yang lalu, sejumlah pelajar SMP terciduk berada di sebuah taman di Kota Bandung pada jam pelajaran sekolah oleh petugas Linmas Satpol PP yang sedang berpatroli. Para pelajar ini bolos sekolah sambil mengonsumsi minuman beralkohol (miras) hingga mabuk. Tim Satpol PP menemukan barang bukti berupa minuman beralkohol dan anggur merah yang sebagian sudah habis diminum. Para pelajar ini pun digiring ke kantor Satpol PP untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan. Setelah itu, mereka pun diserahkan ke pihak sekolah,  untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan lebih lanjut dari pihak sekolah dan orang tua masing-masing.

Peristiwa pelajar bolos sekolah dan mabuk miras hanyalah salah satu bentuk kenakalan pelajar dari ratusan atau bahkan ribuan kasus kenakalan pelajar yang terjadi di negeri ini. Tidak jarang tindakan tersebut mengarah pada kriminalitas. Kondisi ini menyadarkan kita bahwa sedemikian buramnya wajah dunia pendidikan kita. Hal itu tampak dari perilaku anak didik sebagai output pendidikan yang diterapkan di negeri ini.

Sosok pelajar yang berperilaku bebas, hedonis, dan materialistis dalam menjalani kehidupannya, merupakan gambaran dari hasil penerapan sistem pendidikan yang liberal (bebas) dan sekuler (menjauhkan aturan agama dari kehidupan), di bawah penerapan ideologi kapitalisme-demokrasi yang mengagungkan kebebasan individu. 

Selain itu, kebijakan negeri ini yang kapitalistik telah membenarkan produksi dan peredaran miras hanya untuk kemanfaatan dan keuntungan materi, yaitu untuk menambah pemasukan kas negara, atau sebagai lapangan pekerjaan bagi sebagian masyarakat, tanpa memandang bahayanya bagi masyarakat secara luas. Yang lebih parah lagi, mereka tidak peduli halal atau haram, karena agama dilarang campur tangan dalam masalah kehidupan.

Jelaslah sudah bahwa sistem kapitalisme-sekularisme telah gagal menjaga kualitas para pelajar. Bagaimanakah nasib bangsa ini jika para pelajarnya terbiasa mabuk-mabukan? Padahal, pelajar merupakan generasi harapan bangsa. Di pundak merekalah keberlangsungan bangsa ini diletakkan. Kita tentunya tidak bisa mengharapkan para pelajar tersebut terus terjebak dalam konsumsi miras, karena miras akan melemahkan kemampuan akal mereka. Artinya semua tindakan yang dilakukannya sebatas mengikuti hawa nafsu mereka saja. 

Indonesia sebagai negeri dengan jumlah muslim terbesar di dunia, harus menyelamatkan para pelajar (Islam) ini demi keberlangsungan umat Islam berikutnya. Allah Swt. berfirman:

"Janganlah kalian meninggalkan generasi yang lemah di belakang kalian ..." (TQS. An Nisa;9)

Hanya dengan Islam saja sosok pelajar  penerus umat ini akan terjaga. Salah satunya adalah  penjagaan akalnya. Khamr (miras) sebagai minuman yang dapat melemahkan akal, bukan hanya meminumnya yang dilarang, tetapi juga pembuatnya (pabrik dan produsen), penjualnya, pembelinya, orang yang menghidangkannya, serta semua yang terlibat dengan miras.

Sebagai seorang muslim, merupakan suatu kewajiban untuk menaati perintah dan larangan dari Allah Swt. dan Rasul-Nya. Ini terkait dengan segala sesuatu, termasuk tentang makanan dan minuman. Walaupun mungkin ada sebagian manusia yang memandang bahwa di dalam khamar ada kemanfaatan, tetapi keharamannya sudah jelas dalam firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

۞ يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ  كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ

"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan,"
QS. Al-Baqarah[2]:219

Ketaatan kepada aturan Allah ini hanya dapat dijalankan dalam sebuah masyarakat yang menerapkan aturan Islam kaffah, yaitu institusi khilafah. Khilafah tegak atas asas ketakwaan individu dan masyarakat yang gemar menghidupkan amar makruf nahyi munkar. Dengan kekuatan khilafah, keimanan dan ketakwaan yang kuat pada masyarakat akan terjaga, termasuk para pelajarnya. 

Khilafah menjalankan kewajiban tersebut melalui penerapan kurikulum pendidikan dengan berbasis pada akidah Islam. Tujuannya adalah untuk membentuk kepribadian Islam. 

Selain itu, khilafah menopangnya dengan penerapan hukum Islam yang sempurna, termasuk melarang khamar dalam berbagai bentuk aktivitasnya. Khilafah juga memberikan sanksi tegas dan keras bagi orang-orang yang beraktivitas seputar khamar ini. Dengan begitu, akan terbentuk masyarakat yang kondusif bagi tumbuh kembang pelajar, sebagai generasi penerus umat menuju khairu ummah.

Kondisi seperti inilah yang tampak di masa awal peradaban Islam di bawah kepemimpinan  Rasulullah saw. hingga masa khulafaur rasyidin dan kekhilafan berikutnya, selama lebih dari 13 abad. Para pelajar muda lahir sebagai pemuda Islam yang tangguh dan hanya berorientasi pada kemuliaan  Islam, baik di dunia maupun akhiratnya. Di antara mereka adalah:

_Arqam bin Abi Arqam_ berusia  16 tahun. Ia mejadikan rumahnya sebagai tempat Rasulullah saw membina dan mengader para sahabat, juga sebagai markas dakwah Islam di Mekah selama sekitar 13 tahun.

_Mushab bin Umair_, duta dakwah pertama yang diutus Rasulullah ke Madinah untuk mengajarkan dan menyebarkan Islam di sana. Hanya dalam tempo satu tahun, ia dapat menjadikan orang-orang Madinah berbondong bondong masuk ke dalam Islam, bahkan merindukan untuk diatur oleh aturan Islam dalam kehidupan mereka.

_Muhammad al-Fatih_, saat berusia 22 tahun, telah menjadi khalifah kaum muslimin dan berhasil menaklukan Kota Konstantinopel di tahun 1453 M. Ia menjadi sebaik-baik panglima yang memimpin sebaik-baiknya pasukan, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah dalam sabda beliau.

Masih banyak lagi nama-nama generasi muda umat Islam yang cemerlang. Mereka terlahir dari peradaban Islam yang agung dan maju, ketika Islam diterapkan dalam naungan khilafah. 

Allah Swt. berfirman:
"Hai orang orang yang beriman, sesungguhnya, meminum khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah merupakan perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (TQS. Al Maidah; 90)

Oleh: Yuli Shabira 
Ibu Rumah Tangga

Selasa, 11 Oktober 2022

Solusi Bullying Pelajar yang Tak Kunjung Usai

Tinta Media - Kasus perundungan (bullying) antar pelajar kembali terjadi dan diselesaikan dengan cara damai, meskipun publik berharap kasus tersebut diselesaikan secara hukum. Hal itu terbukti saat polisi menyelesaikan kasus perundungan Pelajar di Sumedang, Jawa barat secara kekeluargaan. Peristiwa perundungan tersebut dipicu oleh kesalahpahaman korban dengan kekasih salah satu pelaku. Empat orang pelaku menganiaya dan merundung korban di suatu tempat yang berada di Kiara payung, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang.

Sebelumnya, perundungan terjadi pada seorang siswa MTs oleh sekelompok pelajar SMP Negeri di Sumedang. Dalam video yang beredar, terlihat siswa MTs tersungkur di tanah karena dipukul, diinjak, hingga ditendang gerombolan siswa SMP Negeri tersebut.(pikiranrakyat.com)

Kasus perundungan kerap kali terjadi di kalangan pelajar, bahkan tidak jarang sudah mengarah pada kriminalitas. Ini menunjukan bahwa pendidikan mereka di bangku sekolah, terutama terkait pendidikan moral ataupun akhlak, seakan-akan tidak berbekas sama sekali. Tidak adanya penghargaan atau empati kepada sesama manusia, baik yang seusia, kepada orang tua, bahkan juga guru, sering kali mewarnai sosok-sosok pelajar ini. Kondisi tersebut menggambarkan ketidakjelasan tujuan pendidikan di negeri ini. 

Kita ingin membentuk sosok yang beriman dan bertakwa, tetapi kurikulum pendidikan yang diberikan sangat jauh dari aspek iman dan takwa. Hal ini terlihat dari standar keberhasilan pendidikan yang hanya digambarkan dalam bentuk capaian nilai berupa angka atau huruf pada buku rapot atau ijazah. Nilai tersebut diharapkan dapat menghantarkan pada target-target materi di masa depan, terkait dengan peluang bersaing di lapangan kerja, tetapi bagaimana dengan perilaku? Secara realitas, nilai-nilai tersebut ama sekali tidak menjadi faktor yang menentukan berhasil-tidaknya seseorang dalam pendidikannya. 

Inilah gambaran output pendidikan kita saat ini yang dibangun dengan landasan sekuler kapitalistik materialistik. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan perilaku seseorang. Agama mendapatkan porsi yang sangat sedikit dalam mendidik generasi. Negara sekuler membolehkan agama mengatur, tetapi hanya dalam urusan privat. Sedangkan dalam ruang publik, peran agama sangat dibatasi, bahkan dihilangkan. 

Paham sekularisme yang menghasilkan kebebasan, telah melahirkan generasi muda yang jauh dari sosok bermoral, apalagi berakhlak Islam. Yang lahir justru sosok-sosok berperilaku bebas, permisif (serba boleh), materialistis,dan hedonistis (mengagungkan kesenangan jasadiyah).

Lebih miris lagi, negara yang seharusnya sebagai pengurus dan pengatur urusan umat,  mampu menyelesaikan masalah perudungan secara tuntas, tetapi solusi yang diberikan hanya sekadar tambal sulam tak menyentuh akar permasalahan. Bahkan, penerapan sistem sekular-liberal yang diterapkan penguasa menjadi faktor terbesar penyebab kasus perundungan ini terus terjadi, bukan hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Alasan kebebasan, terutama kebebasan berpendapat atau berbicara atau bahkan bertingkah laku, sering menjadi dalih dari perundungan tersebut.

Oleh karena itu, wajar jika sistem ini melahirkan dekadensi moral di tengah masyarakat, termasuk generasi muda.
Dekadensi moral telah menampakkan wujud karakter generasi yang mengerikan, tak terkecuali generasi muda kaum muslimin. Karena itu, menemukan generasi yang memiliki karakter seorang muslim sejati pada saat ini teramat sulit.

Generasi yang rusak seperti saat ini bukanlah karakter asli dari kaum muslimin. Allah Swt. telah menyifati umat ini sebagai khairu ummah sebagaimana dalam firman-Nya yang menyatakan bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang makruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah Swt.

Menjadi khairu ummah adalah karakter hakiki dari seorang muslim, yang berarti menjadi generasi pemimpin yang berdaulat dan mampu menguasai dunia dengan identitas kemuslimannya, untuk mewujudkan peradaban yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta, bukan generasi seperti saat ini, yang berada dalam ketiak penjajah, terjajah dan terintervensi, bergantung dan tereksploitasi.

Islam menjadikan generasi yang mampu menggali potensinya untuk mengukir peradaban gemilang. Islam memberikan kesempatan bagi pemuda mana pun untuk meraih impian, mengukir prestasi, dan menggali lebih dalam potensinya. Islam menciptakan generasi yang mumpuni, memberikan kontribusi bagi umat, membangun peradaban gemilang.

Islam telah mengukir kegemilangannya dengan generasi hebat yang dihasilkan. Hanya peradaban Islam yang mampu melahirkan pemuda 21 tahun, mampu memimpin pasukan untuk menaklukan Konstantinopel. Dialah  Muhammad Al Fatih. Begitu pun dengan sosok pemuda yang menggenggam Islam, rela menanggalkan kemewahan hidup, menjadi duta Islam pertama, mengenalkan Islam kepada suku Aus dan Khazaj, hingga tak ada satu pun rumah di Madinah yang tidak membicarakan Islam dan Muhammad saw. Dialah Mus'ab Bin Umair.

Hanya dalam Islam, pemuda belia yang memiliki keutamaan ilmu dan pemahaman telah dipercaya menjadi penasehat Umar bin Khattab. Dialah Ibnu Abbas. 

Hanya dalam Islam, pemuda berusia 18 tahun bisa menjadi salah seorang panglima perang terhebat sepanjang masa. Dialah Usamah bin Zaid. Hanya dalam Islam, pemudi belia menjadi guru para orang tua. Dialah sayyidah Aisyah ra.

Pemuda-pemudi tersebut hanyalah sedikit contoh dari output pendidikan dalam peradaban Islam yang bertahan selama lebih dari 13 abad. Islam telah menciptakan generasi-generasi muda yang mumpuni, menjadi penopang dan pejuang tegaknya peradaban. 

Inilah bukti sistem Islam yang mampu menjaga generasi hingga menjadi khairu ummah. Oleh karena itu, cara ampuh untuk membentengi generasi dari perundungan dan  dekadensi moral adalah dengan mengganti sistem kehidupan kapitalisme sekuler liberal yang menjadi biang keladi terjadinya dekadensi moral ini, dan menggantinya dengan sistem Islam yang diterapkan secara komprehensif di seluruh lini kehidupan dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyyah.

Wallahu alam bishawab

Oleh: Sri Mulyani
Sahabat Tinta Media

Kamis, 04 Agustus 2022

Bunuh Diri Pelajar, Kegagalan Pendidikan Karakter Sistem Sekuler

Tinta Media  - Sungguh ironis, kasus bunuh diri kembali terjadi. Ada remaja yang memiliki nazar gila. Ia bernazar jika lolos PTN impiannya, yakni UGM, ia akan  memberikan santunan kepada anak yatim. Namun, jika tidak lolos, ia bernazar ingin bunuh diri. Sungguh gila nazarnya!

Kabar terakhir, karena tidak lolos PTN impian, remaja tersebut menghilang dan dikabarkan meninggal dunia akibat over dosis alkohol. Selain itu, remaja tersebut mendapatkan kekerasan verbal dan manipulatif dari sang pacar. Ini juga menjadi alasan ia bunuh diri. 

Kasus serupa terjadi pada seorang mahasiswa yang mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Diduga, penyebab bunuh diri yakni stress karena selama 7 tahun tidak lulus-lulus dan selalu ditolak oleh dosen saat mengajukan skripsi.

Suicide Terus Berulang

Kasus suicide (bunuh diri) di negeri ini bukan yang pertama, tetapi sudah menjadi fenomena yang biasa. Kasus  ini terus berulang dan meningkat dari tahun ke tahun. Usia orang yang bunuh diri pun bermacam-macam, mulai remaja sampai orang tua. Penyebabnya pun bermacam-macam, mulai dari kesempitan ekonomi, putus cinta, tidak bisa membayar sekolah, gagal ujian, dan sebagainya. Putus asa menjadi faktor penyebab kasus bunuh diri di kalangan remaja maupun orang tua.

Kondisi remaja yang masih labil, membuat mereka tidak memiliki pendirian yang kokoh. Kondisi kejiwaan mereka mudah rapuh, ditambah lingkungan pergaulan remaja yang bebas, membuat mereka berpikir pendek. Mereka mudah insecure, marah, mengeluarkan kata-kata yang kotor ke temannya, serta tidak segan melakukan tindakan kriminal. Bahkan, mereka bangga dengan tindakannya. 

Kondisi remaja yang seperti itu, jika dibiarkan saja tanpa ada kontrol dari keluarga maupun masyarakat dengan mengingatkan, akan membuat mereka mudah mengambil keputusan tanpa berpikir panjang, apa dampak dari perbuatannya. Akhirnya, bunuh diri menjadi jalan pintas yang dilakukan untuk mengurangi masalahnya. Miris bukan?

Ya, tidak hanya dipengaruhi emosional, remaja yang masih rapuh dan lingkungan pergaulan yang bebas  juga menjadi racun bagi dirinya.

Sistem Kapitalisme

Jika kita telusuri, yang menjadi akar masalah dari semua itu adalah sistem kehidupan sekuler kapitalis yang terus berjalan. 

Kapitalisme adalah paham yang memandang bahwa hidup di dunia ini adalah untuk meraih keuntungan materi sebesar-besarnya. Racun utama dari sistem kapitalis adalah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. 

Semua hal diukur berdasarkan hawa nafsu, bukan halal dan haram. Karena itu, jika ada sesuatu yang membuatnya tidak senang, akan muncul rasa tidak nyaman yang terlalu berlebihan hingga muncul keinginan untuk mengakhiri hidup. 

Jadi, bisa dibayangkan, remaja yang kematangan emosinya masih rentan dan tidak stabil, mereka cenderung melakukan hal-hal di luar nalar. Ini karena mereka menjalani  kehidupan yang jauh dari tuntunan agama. Agama hany hadir di masjid saja. Dalam ranah kehidupan, mereka tidak pernah membawa agama.

Di sistem kapitalis, negara melepas tanggung jawabnya dalam membentuk ketakwaan individu dan masyarakat. Banyak orang memandang bahwa ukuran pencapaian hidup adalah kesuksesan materi. Padahal, jika semua hal diukur dengan pandangan seperti itu, pasti rentan dan membawa manusia jadi depresi.

Apalagi, sistem kapitalis telah membuat manusia cenderung hidup secara individual, tidak peduli antara yang satu dengan yang lain. Betapa banyak kasus bunuh diri akibat depresi yang menimpa seseorang karena tidak memiliki lingkungan sosial yang memberikan suport atau sekadar menjadi sandaran atas keresahannya. Seperti yang terjadi pada dua kasus bunuh diri di atas.

Tanpa pemahaman agama, remaja mudah mengalami tekanan, sehingga berpikir pendek untuk mengakhiri hidupnya. Remaja di sistem saat ini memang butuh bimbingan, bukan hanya sekadar konseling. Remaja juga butuh sistem yang sehat, yakni Islam. 

Tuntunan Hidup Islam

Islam memandang bahwa beragama adalah kewajiban. Islam juga memberikan tuntunan hidup bagi manusia dalam menjalani hidupnya. Tuntunan hidup manusia adalah Al-Qur’an dan hadis. Islam juga mengajarkan manusia bahwa tujuan hidup di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah. Karena itu, manusia harus mengikatkan seluruh perbuatannya dengan syariat Islam. Ini karena setiap perbuatan manusia setelah mati akan dimintai pertanggungjawaban. Dengan berpedoman pada keyakinan itu, maka manusia akan berhati-hati dalam menjalani hidup. Mereka tidak akan pernah menyia-nyiakan hidupnya dengan melakukan bunuh diri.

Fakta membuktikan bahwa salah satu penyebab banyaknya manusia yang gampang melakukan tindakan bunuh diri, termasuk remaja adalah karena mereka bingung dalam menjalani kehidupan dan tidak tahu tujuan hidupnya. 

Karena itu, remaja harus dibekali pemahan Islam agar tau tujuan hidupnya. Selain itu, negara harus menciptakan sistem kondusif dan sehat untuk mereka.

Namun, jika masih di sistem kapitalis, kasus bunuh diri dari tahun ke tahun akan terus meningkat. Semua permasalahan yang terjadi tidak akan pernah selesai sampai tuntas hingga akarnya. Solusi yang diberikan akan menambah masalah baru. Berbeda dengan sistem Islam yang mampu menyelesaikan masalah dan memberikan kemaslahatan bagi seluruh rakyat. Wallahualam bissawab.

Oleh: Retno Jumilah
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab