Tinta Media: Pekerja Migran
Tampilkan postingan dengan label Pekerja Migran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pekerja Migran. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Maret 2023

SISTEM KAPITALIS TIDAK AKAN MENYEJAHTERAHKAN JUSTRU MALAH MENYENGSARAKAN

Tinta Media - Pekerjaan sudah menjadi kebutuhan hidup seseorang, sebab tanpa adanya pekerjaan maka hilanglah mata pencaharian hidup. Menurut fakta di Indonesia, populasi manusia semakin berkembang namun minim dalam pengelolaan sumberdaya manusianya. Tidak hanya di Indonesia tapi juga terjadi di beberapa negara lainnya yang mana dengan cara pengelolaan sumberdaya manusianya berbeda-beda.

Di Indonesia sumber daya alam sangatlah berlimpah ruah. Banyak negara di luar sana mengakui bahwa Indonesia terkenal dengan kesuburan tanahnya. Tapi disayangkan, banyaknya sumber daya alam Indonesia namun tidak memberikan peluang besar untuk para pengangguran bisa bekerja dengan layak. Walhasil memilih untuk mengaduh nasib ke negara-negara tetangga terutama negara Malaysia yang di sana hampir banyak pekerja Indonesia, baik itu pekerja laki-laki maupun perempuan.

Menurut beberapa berita yang beredar sangat disayangkan sering terjadi kasus pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri tidak tepat sesuai dengan haknya sebagai pekerja migran.

Dilansir dari TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengapresiasi respons cepat pemerintah mengatasi penahanan pekerja migran Indonesia oleh pihak keimigrasian Malaysia. Meski begitu, Komnas HAM meminta pemerintah tetap memperhatikan hak para pekerja migran tersebut.

"Tercatat sebanyak 67 WNI dan PMI telah dipulangkan ke Indonesia pada 23 Februari 2023," kata Atnike melalui keterangan tertulis, Jumat, 3 Maret 2023.

Hal ini tentu saja membuat geram warga asli Indonesia terutama para pekerja migran yang lain saat mendengar kasus tersebut terjadi. 

Para pekerja migran pastilah mempunyai tujuan bekerja ketika ke luar negeri untuk menumbuh kembangkan mata pencaharian hidup. Tapi malah diperlakukan tidak sesuai hak-haknya sebagai pekerja. Justru hal ini menjadi pertanyaan besar untuk pemerintah yang kurang jeli dalam memperhatikan keamanan secara totalitas para pekerja migran.

Dan juga sebaiknya pemerintah itu sudah sepatutnya memberikan kesejahteraan terhadap rakyatnya. Terutama membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat yang pengangguran. Tidak bisa pekerjaan migran dijadikan solusi tuntas memberantas pengangguran jika kesejahteraan dan perlindungan itu tidak diperhatikan. Karena hal ini menyangkut soal hidup mati dari masyarakat.

Memang benar, dengan adanya pertukaran pekerjaan migran dan migrasi dapat saja menumbuhkan kembangkan mata pencaharian ekonomi. Tetapi jika tidak memberikan jaminan kesejahteraan dan keamanan justru hal itu bukanlah solusi yang tuntas. Melainkan malah menyengsarakan rakyat.

Inilah wajah dari sistem hari ini yang benar-benar butuh pengaturan yang totalitas tidak berserakan seperti sekarang ini. Terkait permasalahan semacam ini sangat ada kaitannya dengan sistem yang dianut hari ini, yaitu sistem sekuler kapitalisme. Yang mana sistem ini hanya akan mementingkan manfaat atau keuntungan saja tanpa memerhatikan kesejahteraan dan keamanan.

Di Indonesia terkenal dengan SDA yang kaya raya. Namun, tidak terkelola secara utuh akibat apa ? Tentu saja akibat sistem yang dipakai untuk mengatur seluruh aspek ketatanegaraan. Apa lagi kalau bukan sistem kapitalis sekuler yang berujung menyengsarakan rakyat. Apalagi para pekerjanya kebanyakan dari golongan kaum hawa yang seharusnya tidak dibebankan untuk bekerja. Namun di sistem hari ini yang membuat fitrahnya seorang wanita itu tidak terterapkan secara utuh. Bukannya memberantas pengangguran tapi malah makin mendorong rakyat ke lubang kesengsaraan.

Maka itu kita akan beranjak pada sebuah sistem yang aturannya jelas sempurna lagi memakmurkan, yakni sistem Islam. Terbukti bahwa Islam bukan sekedar agama spiritual saja namun Islam juga sistem yang sepatutnya di terapkan dalam aturan ketatanegaraan. Ketika masa daulah Islam masih tegak, seluruh rakyat yang hidup dalam daulah sejahtera dan makmur. Tidak ada yang pengangguran, semua rakyat mendapatkan pelayanan dan juga di beri pekerjaan yang layak oleh negara.

Khalifah ataupun pemimpin di dalam daulah Islam tidak akan menyengsarakan apalagi menzholimi rakyatnya. Sebagimana yang telah di sebutkan oleh hadits Rasulullah mengenai Khalifah suatu negara itu adalah yang mengurusi urusan rakyat-rakyatnya.
“Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari dan Ahmad)

Jelas, hal ini yang menjadikan seorang Khalifah itu amanah terhadap tanggung jawabnya. Jika seorang pemimpin suatu negara berhasil mengemban amanahnya maka insya Allah berkahlah negeri tersebut tanpa ada rakyat yang sengsara lagi.
Hanya solusi sistem Islam Rahmatan lila'lamin lah yang mampu memberantas pengangguran dan kemiskinan secara sempurna. Sebab aturan yang dipakai berasal dari sang pencipta bukan seperti sistem sekuler kapitalisme yang aturannya berasal dari makhluk yang lemah dan serba kurang.
Wallahu a'lam Bisshowab

Oleh: Marsya Hafidzah Z.
Pelajar, Aktivis Dakwah Remaja SWIC

Pekerja Migran Terpuruk dalam Cengkeraman Sistem yang Buruk


Tinta Media - Begitu banyak pekerja migran mencari kehidupan di negeri orang, karena begitu sulitnya hidup di negeri sendiri. Mereka berharap hidup sejahtera di negeri orang. Hingga rela meninggalkan keluarga tercinta. Namun, ternyata impian tak bisa mudah diwujudkan. Justru nyawa-lah menjadi taruhan.

Meriance, salah satu pekerja migran yang menjadi bulan-bulanan sang majikan. Sasaran hantaman setiap hari. Malaysia, tempat dia bekerja, berubah menjadi neraka. Dia tak menyangka akan mengalami hal seburuk ini, delapan bulan lamanya. Semua yang terjadi benar-benar di luar dugaan. Bahkan, saat Meriance berhasil diselamatkan dan kembali pulang, salah satu anak Meriance tak mengenal lagi wajah sang ibu, karena banyak luka lebam di wajah akibat kekerasan. Kisah tragis ini pun dibuktikan dengan laporan medis, dokumen pengadilan, beragam cerita tetangga dan adanya kesaksian petugas kedutaan Indonesia di Malaysia yang melihatnya tak lama setelah diselamatkan.

Faktanya, masih banyak Meriance-Meriance lain yang bernasib sama atau mungkin lebih parah lagi. Kasus-kasus pekerja migran pun bervariasi, mulai dari ratusan pekerja yang ditimpa kekerasan, hingga ribuan pekerja  tak dibayar gajinya. Tak heran, mereka lebih memilih pulang meskipun tak membawa sejumlah uang.

Di tengah kemelut kasus yang juga belum tuntas tersolusikan, permintaan pekerja migran terus meningkat. Parahnya, kasus ini mencapai angka 66.000 hingga Februari 2023. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan para kapitalis opportunis. Memanfaatkan peluang yang ada, tanpa peduli pada akibat yang terjadi.  

Semua regulasi yang mengatur pekerja migran pun, nyatanya tak mampu meredam kasus. Justru kasus pekerja migran semakin banyak dan sulit diatasi meskipun banyak kasus telah di”ajak” ke meja pengadilan. Kasus tetap beku. Dan nasib pekerja migran selalu berujung dengan ketidakadilan.

Sumber masalah dari beragam kasus pekerja migran, hanyalah satu. Kemiskinan akut. Yang terus menggerus kehidupan masyarakat. Alhasil, individu pun menjadi nekat mencari penghidupan yang dianggap akan lebih baik dari keadaan sebelumnya. Namun, ternyata, mereka tersandung masalah lain yang lebih mematikan. Perdagangan manusia. “Bisnis” para kapitalis yang menjanjikan keuntungan fantastis. Setiap pekerja migran menghasilkan keuntungan hingga Rp 15 juta bagi para “bandar” pekerja migran. Luar biasa.

Segala rentetan kejadian yang terus berulang ini timbul sebagai akibat penerapan ekonomi ala kapitalisme. Segala regulasi dan tindakan dilakukan demi keuntungan yang terus diburu. Tak peduli pada nasib nyawa manusia. Sistem ekonomi kapitalisme, sangatlah buruk. Hingga melahirkan kemiskinan sistemik yang terus terjadi melingkari kehidupan. Mahalnya kebutuhan harian, biaya kesehatan dan pendidikan yang tak terjangkau, hingga minimnya lapangan pekerjaan yang layak. Ironis. Di tengah melimpahnya sumberdaya, justru kemiskinan menjadikan rakyat makin tak berdaya. Sungguh, sistem rusak ini tak layak diterapkan untuk mengatur kehidupan manusia.

Saatnya mencampakkan sistem rusak. Dan menggantinya dengan sistem terbaik yang ditetapkan Sang Pencipta. Yaitu sistem Islam. Satu-satunya sistem yang memanusiakan posisi manusia sesuai fitrahnya. Sistem ekonomi Islam yang diterapkan pun menjaga maslahat rakyat. Sistem ekonomi Islam yang tangguh, amanah dan menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat. Segala sumberdaya alam yang ada dikelola negara sesuai syariat Islam. Dan diperuntukkan untuk memenuhi seluruh kepentingan rakyat. Negara pun menyediakan lapangan pekerjaan yang ideal bagi rakyat. Kesejahteraan terwujud, lapangan pekerjaan pun aman dan terjamin. Setiap sektor kebutuhan publik, terjangkau rakyat. Tiada kemiskinan. Yang ada hanya kesejahteraan. Karena sempurnanya konsep pengelolaan.

Tak pantas bagi kita meragukan cemerlangnya sistem Islam. Karena terbukti, lebih dari 14 abad menyebarkan keadilan dan kesejahteraan di muka bumi. Duapertiga wilayah dunia menjadi saksi kekuatan sistem Islam. Sistem amanah yang menebar berkah bagi seluruh rakyat, tanpa membedakan agama dan strata sosial.

Wallahu a'lam bisshowwab.


Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

Selasa, 14 Maret 2023

Miris, Kondisi PMI (Pekerja Migran Indonesia) Memprihatinkan

Tinta Media - Di saat dapur tak lagi mengepul, tulang rusuk pun ikut menanggung. Kondisi kemiskinan yang tak kunjung selesai membuat para perempuan membanting tulang demi uang jajan anak kesayangan. Menjadi PMI yang digadang-gadang, tetapi jauh dari kenyataan. 

Korban Meriace Kabu, PMI asal NTT yang mengadu nasib di Malaysia bekerja sebagai pembantu rumah tangga, hampir setiap hari dipukuli majikannya. Sampai-sampai wajahnya menghitam, tubuhnya diseterika panas, alat vitalnya dicederai hingga memar-lebam, lidah-telinganya robek, tulang hidungnya juga patah. 

Pun yang dialami Adelina yang ditemukan di rumah majikannya, tubuhnya penuh luka. Sampai akhirnya, ia tidak terselamatkan nyawanya. Kondisi Adelina tersebut masuk angka tujuh ratus lebih dari pekerja asal NTT yang mengalami nasib  tragis, pulang tinggal namanya saja (BBC,01/03/2023).

Dilansir dari Data KBRI Malaysia, Februari 2023, Hermono, Dubes RI-Malaysia mengatakan bahwa ada lima ribu PMI yang ditimpa kasus di Malaysia. Di antaranya ada ratusan jumlah penganiayaan, penyiksaan fisik, gaji yang tak terbayarkan, dll. Ada 2300 PMI yang gajinya belum terbayarkan sejak lima tahun terakhir. Kondisi PMI yang miris ini bahkan mencapai 66.000 pekerja dan terus meningkat. Mereka bekerja di ranah rumah tangga.

Seperti fenomena gunung es, data di atas hanyalah yang sudah diketahui. Untuk yang tidak diketahui, angkanya jauh lebih besar karena banyaknya penganiyaan yang tak kunjung selesai. Para majikan yang tidak bisa dijerat hukum menjadikan mereka memperlakukan PMI bak hewan.

Apa Solusi Pemerintah RI?

Menteri tenaga kerja, Ida Fauziah mengeluarkan PERMENAKER No 4 tahun 2023 yang berisi Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia dengan menambah peningkatan dan pelayanan untuk PMI karena risiko sosial, kecelakaan kerja, kematian dan hari tua. Permen tersebut Untuk mengubah PERMENAKER No 18 tahun 2018 yang dikira memberikan solusi atas kondisi yang menimpa PMI.
Dilansir dari BBC 03/03/2023, pemerintah menetapkan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) sebesar RP370.00 dengan masa kerja 2 tahun, pun iuran Jaminan Hari Tua (JHT) berkisar antara Rp50.000-Rp600.000. 

Sungguh aneh, pahlawan devisa yang dipuja-puja, tidak ada jaminan keselamatan jiwa dan keamanan kerja. Padahal, mereka dinobatkan sebagai pahlawan yang berjasa sebagai penambah devisa negara. Solusi yang diberikan hanya berupa PERMEN yang harus membayar. Yang tidak membayar tidak mendapatkan tunjangan. Sungguh ironis, kondisi ini jauh dari harapan. 

Kata Jaminan sesungguhnya jauh dari fakta yang diterapkan. Ini menjadikan persoalan yang terus berulang, dan tidak menyelesaikan akar pesoalan. Sistem demokrasi sekuler-kapitalis, menjadikan pemerintah hanya sebagai regulator bagi rakyatnya saja, nukan bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan jiwa rakyat. Padahal, kekayaan SDA di Indonesia sangat melimpah ruah, tetapi hanya dinikmati para pemilik modal besar. Rakyat yang sejatinya adalah pemilik aslinya hanya gigit jari. Akhirnya, banyak korban jiwa berjatuhan demi mengais rupiah di negeri orang.

Islam Solusi Mengatasi PMI

Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki untuk memenuhi nafkah keluarganya sampai tataran makruf (sesuai gaya hidup masyarakat di daerah tempat tinggalnya). 

Dalam Islam, pendapatan negara yang berasal dari kepemilikan umum dan kepemilikan negara dapat mengatasi PMI karena mampu memenuhi nafkah keluarga tanpa harus menjadi PMI. Ini karena pengelolaan SDA oleh negara membutuhkan tenaga kerja yang besar. Hal tersebut tentu saja dapat menyerap tenaga kerja yang besar pula. Ditambah dengan biaya hidup yang murah menjadikan kehidupan rakyatnya sejahtera. 

Begitu juga dengan nasib para ibu. Mereka tidak lagi direpotkan untuk mencari nafkah agar dapur tetap mengepul. Ini karena kesejahteraan sudah didapatkan. Para ibu akan fokus pada tugasnya yang utama, yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, dan pendidik yang pertama dan utama generasi bangsa. Mereka mencetak generasi pemimpin bangsa, yang meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa.

Para perempuan akan sejahtera dalam sistem ekonomi Islam karena nafkah menjadi tanggung jawab suami. Jika suami tidak mampu, maka kewajiban nafkah dibebankan kepada walinya, dan jika tidak mampu, maka kewajiban menafkahi perempuan menjadi tanggung jawab negara untuk mengurusinya. Dengan demikian, perlakuan tidak manusiawi pada PMI akan tersolusi dengan diterapkan sistem ekonomi Islam dalam bingkai khilafah. 
Wallahu ‘alam Bishshawab

Oleh: Ida Lum’ah 
Aktivis Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab