Tinta Media: Peduli
Tampilkan postingan dengan label Peduli. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Peduli. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Juli 2024

Pembangunan Jor-joran, Tak Peduli Rakyat Kelaparan



Tinta Media - Adanya jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (BOCIMI) sangat membantu masyarakat yang akan menuju ke Sukabumi - Pelabuhan Ratu, karena lebih cepat dibandingkan dengan sebelumnya. 

Biasanya dari Jakarta-Sukabumi memakan waktu 5 jam. Namun, kali ini dari Jakarta-Sukabumi hanya memakan waktu 2,5 jam. Mungkin bisa lebih cepat apabila keadaan tol Jagorawi tidak padat. Tak heran jika jalan tol ini dibangun dengan dana yang fantastis, yaitu mencapai Rp7,7 triliun.

Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi sendiri terdiri dari empat seksi.
Seksi pertama, ruas Ciawi-Cigombong yang memiliki panjang 15,35 KM dan sudah beroperasi sejak Desember 2018 lalu.

Seksi kedua, dari Cigombong ke arah Cibadak sepanjang 11,9 KM, telah diresmikan pada Agustus 2023 lalu.

Seksi ketiga, arah Cibadak sampai ke Sukabumi Barat dengan panjang 13,70 KM.

Seksi keempat, Sukabumi Barat-Sukabumi Timur dengan panjang 13,05 KM.
Selain memangkas waktu perjalanan, jalan tol ini juga memudahkan distribusi barang maupun jasa.

Fasilitas jalan tol adalah salah satu kebutuhan. Kemajuan yang semakin pesat membuat jalan tol menjadi kebutuhan yang wajib saat ini. Pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol yang bermutu seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, baik pusat maupun daerah. Negara wajib menjamin ketersediaan transportasi publik yang memadai beserta kelengkapannya, tidak boleh terjadi dharar (kesulitan, penderitaan, kesengsaraan) yang menimpa masyarakat saat melakukan perjalanan. 

Namun, saat ini pembangunan jalan tol jor-joran yang dilakukan oleh pemerintah menyebabkan berbagai permasalahan di tengah-tengah masyarakat. Banyak rumah warga yang digusur, bahkan ladang pertanian yang menjadi sumber penghasilan warga pun tak luput dari incaran guna dibangun sebuah infrastruktur yang mengatasnamakan kepentingan rakyat. Padahal, sebenarnya pembangunan ini hanya untuk kepentingan asing dan para investor yang sedang giat-giatnya mengincar aset-aset negara dan sumber daya alamnya yang melimpah. 

Sejatinya, proyek ini sekadar proyek yang menguntungkan oligarki. Seperti yang kita ketahui bahwa untuk menggunakan jalan tol harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Artinya, kita harus membayar akses jalan tol. 

Selain itu, hanya orang yang ber-uang yang bisa melewatinya, sementara rakyat jelata apalah daya. Padahal, seharusnya kebutuhan rakyat secara merata harus diutamakan, karena mereka sangat membutuhkan fasilitas umum yang sudah selayaknya disediakan negara untuk melayani rakyat. Bukan malah rakyat dibebani dengan berbagai pajak ataupun iuran dengan dalih asuransi. 

Begitu mirisnya hidup di bawah sistem kapitalisme sekularisme. Negara tak ubahnya sebagai penjual dan rakyat adalah pembeli. Semua serba menjadi bisnis demi memakmurkan para korporator.

Sungguh, tidak ada pelayanan terbaik selain yang dilandasi akidah Islam. Adapun prinsip Islam dalam mengelola layanan publik antara lain: negara bertanggungjawab dalam
pembangunan infrastruktur, tidak boleh diserahkan ke investor atau pihak swasta. Dalam pembangunannya, harus ada perencanaan wilayah yang baik. Negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi mutakhir yang dimiliki. 

Oleh karena itu, negara seharusnya menata ulang basis pengelolaan transportasi agar sesuai dengan Islam. Negara tidak boleh mengelolanya dengan ruh bisnis atau dengan tata cara muamalah yang melanggar aturan Islam.

Negara harus mengelolanya dalam rangka melayani kebutuhan rakyat, sehingga bisa saja dengan menggratiskan rakyat dalam mengaksesnya.

Dalam negara Islam, prinsip pengelolaan transportasi adalah untuk memenuhi kebutuhan publik, bukan mengambil keuntungan, sehingga perhitungan biaya operasional dihitung untuk menutupi BEP (Break Event Poin) saja. Jika BEP sudah tercapai, maka dimungkinkan untuk operasional selanjutnya, bahkan mungkin digratiskan. Hal ini karena dalam penyediaan sarana transportasi, infrastruktur yang terlibat semuanya adalah milik publik. Inilah mekanisme pembangunan transportasi dalam Islam yang akan memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya. Wallahua'alam bisshawab.


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Selasa, 03 Januari 2023

Masya Allah, 75 Ribu Muslimah Peduli Generasi Saksikan Risalah Akhir Tahun 2022!

Tinta Media - Sekitar 75 ribu muslimah peduli generasi pemimpin umat seluruh Indonesia berkumpul menyaksikan acara risalah akhir tahun 2022.

"Alhamdulilah, ada lebih dari 75.000 peserta baik via streaming YouTube maupun zoom dan nobar di berbagai wilayah se-Indonesia. Masyaa Allah!" tutur panitia Risalah Akhir Tahun yang bertajuk "Pemuda Pemimpin Perubahan: Peduli Generasi Pemimpin Umat" Sabtu (31/12/2022).

Panitia menuturkan, satu jam sebelum acara nonton bareng (Nobar) dimulai, peserta sudah mulai berdatangan. Sebagaimana peserta nobar yang berada di Kabupaten Malang-Jawa Timur. "Peserta muslimah di wilayah sekitar Turen dan Gondang Legi dari berbagai kalangan dan usia mulai berdatangan. Salam dan senyum kerinduan akan umat yang peduli pada kondisi generasi kian membuncah. Obrolan-obrolan kecil mengisi masa tunggu jarum jam menunjuk angka 9," ujarnya. 

Para muslimah mulai dari pelajar, mahasiswi, dan ibu rumah tangga membicarakan kondisi generasi muda saat ini. "Semua sepakat bahwa pemuda saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ada banyak perangkap yang dipasang untuk menghancurkan pemuda dengan cara yang tampak indah dan dengan desain yang menawan. Inilah yang menjadikan para muslimah ini berkumpul, agar mengetahui bagaimana langkah yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan pemuda dari kondisi yang sedang tidak baik-baik saja tersebut," ungkapnya. 

Akhirnya, jarum pendek jam dinding telah menyapa angka 9. "Operator mulai menuju link YouTube untuk memulai Nobar yang di-streaming dari Jakarta. Sayang, sinyal masih enggan bersahabat hingga hampir 30 menit baru dapat muncul audio dan video dari YouTube. Bersyukur, sedikit kendala teknis ini tak mengurangi semangat para peserta untuk bergabung dengan peserta dari wilayah lain menyaksikan agenda risalah akhir tahun," katanya. 

Akibat terlambat, peserta nobar dari Malang baru bisa menyaksikan pemaparan dari pemateri kedua. "Beliau adalah Prof. Dr. Mas Roro Lilik Ekowanti, MS sebagai dosen dan pakar Administrasi Publik. Ustazah Lilik menyatakan bahwa pemuda saat ini belum merdeka. Di mana merdeka itu ketika para pemuda paham akan Islam secara kaffah dan menerapkannya," katanya. 

Menurut Ustazah Lilik, pemuda sedang masuk ke dalam perangkap neoliberalisme. "Sedangkan sistem pendidikan Indonesia tidak lepas dari pengaruh kebijakan sistem ekonomi Kapitalis Liberal yang orientasinya menciptakan buruh atau tenaga kerja. Tak heran, pendidikan hanya menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sebuah value atau nilai materi untuk menjadi tenaga kerja," bebernya. 

Pemateri selanjutnya yakni Hj. Tingting Rohaeti yang merupakan Pengasuh Ponpes Purwakarta. "Beliau menyampaikan bahwa ada dua regulasi yang dapat merusak santri, yaitu pertama, UU no 18 tahun 2019 tentang pesantren yang diwajibkan berbasis Islam moderat tentu akan melahirkan para santri moderat. Kedua, kebijakan pemerintah untuk pemberdayaan ekonomi pesantren sehingga mengalihkan orientasi utama menuntut ilmu menuju ke orientasi ekonomi," jelasnya. 

Oleh karena itu, Hajah Tingting menyatakan pentingnya keseriusan para Mubalighah dalam memperbaiki dan mengembalikan peran utama pesantren dalam mencetak ulama dengan 3 cara. "Pertama, memahamkan Islam kaffah. Kedua, mendakwahkan Islam kaffah dan ketiga, amar makruf nahi mungkar," terangnya.

Kemudian Ustazah Apri Hardiyanti, S.H. yang merupakan Ketua Kornas Kohati Periode 2018-2020. "Beliau menganalogikan bahwa perjuangan penegakan khilafah sama dengan ketika Nabi Nuh membuat perahu. Keduanya dianggap sebagai hal yang akan sia-sia karena dinilai tidak dibutuhkan umat. Beliau juga menyatakan ada upaya mengadu domba pemuda muslim dengan pemuda moderat," tutur panitia. 

Di penghujung acara menghadirkan seorang Aktivis Dakwah, yakni Ustazah Ratu Erma Rachmayanti. "Akan tetapi, ada sedikit kendala yang kembali terjadi di titik Nobar kami. Tiba-tiba sinyal laptop terputus. Tak ayal, hanya sedikit pemaparan Ustazah Ratu Erma yang dapat ditangkap di akhir acara. Beliau menyatakan bahwa semua upaya perusakan generasi muda tersebut diwadahi oleh organisasi internasional seperti PBB," ungkapnya. 

Oleh karena itu, perjuangan harus sepadan, sehingga tak dapat dilakukan sendiri. Namun, upaya mendakwahkan Islam harus dilakukan bersama partai ideologis untuk melanjutkan kehidupan Islam. "Begitulah pemaparan dari para pemateri. Pemaparan tersebut ternyata diamini oleh para peserta Nobar," katanya. 

Testimoni Tokoh

Salah satu testimoni dari seorang tokoh masyarakat yang sekaligus sebagai seorang pendidik di sekolah berbasis Islam, Dra. Sholihah. "Beliau mengatakan bahwa setelah mengikuti agenda Nobar ini sangat memicu semangat juang para guru untuk mempelajari Islam kaffah. Serta beliau semakin terpacu semangatnya untuk memahamkan dan mendakwahkan Islam kaffah kepada umat khususnya generasi muda, terutama pada anak didiknya," tutur panitia. 

Kemudian juga testimoni dari salah satu peserta lagi yang merupakan seorang ibu rumah tangga bernama Ega Juwita. "Dia menyatakan sepakat dengan pernyataan kondisi pemuda saat ini sangat memprihatinkan, rapuh, dan jauh dari agama. Solusi yang bisa mengubah ialah dengan menerapkan Islam. Oleh karena itu, harus optimal memahamkan kepada lingkungan terdekat tentang pentingnya penerapan Islam kaffah dalam sebuah institusi negara," ujarnya.

Alhamdulilah, alla kulli hal. Acara telah selesai dan diakhiri dengan pembacaan doa. Biidznillah, esensi dari setiap materi yang disampaikan dapat dicerna oleh peserta walaupun terjadi beberapa kendala.

"Semoga semua peserta di seluruh pelosok negeri ini paham bahwa kerusakan pemuda digawangi oleh sistem kapitalis yang diterapkan saat ini, sehingga tak ada jalan lain untuk menyelamatkan pemuda agar mampu menjadi pemimpin umat adalah dengan mencampakkan kapitalisme dan menggantinya dengan aturan yang berasal dari Sang Pencipta yakni Islam," harapnya.

Akhirnya, klusak-klusuk peserta di awal masa penantian tadi telah terjawab oleh para pemateri. "Semoga berkumpulnya para muslimah yang peduli pada nasib generasi ini menjadi hujjah bahwa mereka tidak tinggal diam terhadap kerusakan pemuda yang terjadi saat ini dan berupaya untuk ikut bersama partai ideologis dalam jalan dakwah mengembalikan kehidupan Islam," pungkasnya.[] Wida Nusaibah

#GenerasiMudaPimpinPerubahan
#SelamatkanGenerasidenganIslam
#reportaserisalahkepemudaan

Senin, 01 Agustus 2022

Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3), Mampukah Mewujudkan Kesejahteraan bagi Masyarakat?

Tinta Media - Di tengah tahapan Pemilu 2024, Jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten bersinergi untuk melakukan sosialisasi program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3). KPU berharap, melalui pertemuan ini, semua elemen bisa menyukseskan Pemilu. Karena menurutnya, Pemilu akan menjadi cikal bakal menuju kesejahteraan masyarakat, dan yang lainnya.

Namun kenyataannya, pemilu yang dilakukan selama ini belum mampu membawa pada perubahan besar untuk rakyat.
Problem pemilu, mulai dari anggaran yang begitu fantastis, hingga politik uang, semestinya menjadi pelajaran bagi kita. Problem utama pemilu bukan pada proses pemilihannya, langsung atau tidak langsung. Karena kenyataannya, baik langsung ataupun tidak, pemilu lima tahunan ini tidak pernah melahirkan penguasa amanah, seperti yang rakyat harapkan.

Pemilu dalam sistem demokrasi akhirnya tak ubahnya seperti meja perjudian. Para pemburu kekuasaan dan semua yang berkepentingan, harus siap membayar berapa pun yang dibutuhkan demi mendapat keuntungan besar yang dijanjikan. Bahkan yang lebih mengerikan, mereka siap melakukan cara apa pun demi memenangkan pertarungan. Sehingga, penyebaran hoax, politik uang, pembunuhan karakter, menjadi hal yang begitu lumrah dalam pesta yang diselenggarakan.

Proses Pemilu dalam Islam

Pemilu di dalam Islam hanyalah salah satu dari sekian prosedur praktis dalam pengangkatan khalifah/penguasa. Sebab, satu-satunya metode pengangkatan khalifah yang sesuai dengan Al-Qur’an dan sunah adalah baiat. Kaum muslimin berbaiat kepada khalifah untuk memerintah berdasarkan kitabullah dan sunah Rasulullah.

Artinya, Khalifah tidak berhak melegislasi hukum karena yang berhak membuat aturan hanyalah Allah Swt. Sedangkan Khalifah hanya berhak berijtihad, yaitu menggali hukum dari Al-Qur’an dan sunah. Kekuasaan dalam Islam bersifat sentralistik, berpusat pada khalifah dan dibantu oleh para muawin-nya.

Sistem politik Islam dibangun berdasarkan akidah Islam sehingga ikatan yang terjalin adalah ikatan akidah, bukan maslahat. Dengan demikian, individu yang terlibat dalam pemerintahan adalah individu yang menginginkan berkhidmat lebih dalam pada penciptanya. Sebab, jabatan dalam sistem Islam adalah amanah tempat mendulang pahala, sekaligus amanah yang berat karena Allah Swt. akan haramkan surga jika tidak amanah.

“Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian ia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga” (HR Bukhari-Muslim).

Oleh karena itu, kecurangan dalam pemilihan diganjar oleh Allah Swt. dengan haramnya ia masuk surga. Jika ada sekelompok orang alias oligarki yang mencurangi suara, lalu dengannya ia memimpin, maka sejatinya Allah Swt. sedang menghimpun mereka di neraka. Inilah seburuk-buruk balasan bagi penguasa yang curang dan menipu rakyatnya.

Pemilu Utsman bin Affan

Prosedur praktis yang bisa menyempurnakan pengangkatan Khalifah sebelum dibai'at boleh berbeda-beda. Di antara proses tersebut, yang masyhur dan sering dijadikan contoh dalam pembahasan pemilu sesuai syariat adalah pada saat pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan. Dalam kitab Ajhizatu ad-Daulah al-Khilafah dijelaskan bahwa saat itu ketika Khalifah Umar tertikam, beliau mengajukan calon sebanyak enam orang kepada kaum muslimin.

Khalifah Umar menunjuk Suhaib untuk mengimami masyarakat dan untuk memimpin enam orang yang telah dicalonkan hingga terpilih satu dari mereka. Kemudian Umar menunjuk Abu Thalhah al-Anshari bersama 50 orang lainnya untuk mengawal mereka dan menugasi Miqdad untuk mencarikan tempat untuk para calon berkumpul.

Setelah Khalifah Umar wafat dan para calon terkumpul, salah satu calon, Abdurrahman bin Auf mengundurkan diri dan mulai meminta pendapat kelima calon tersebut. Jawaban mereka mengerucut pada 2 kandidat, yaitu Ali bin Abu Thalib dan Utsman bin Affan.

Setelah itu, Abdurrahman mulai merujuk pada pendapat kaum muslimin dengan menanyai mereka, siapa di antara Ali dan Utsman yang mereka kehendaki menjadi khalifah. Abdurrahman mengetuk pintu-pintu rumah warga, malam dan siang hari, baik laki-laki maupun perempuan. Setelah Abdurrahman bertanya pada kedua calon, maka saat salat Subuh, pembai'atan Utsman sempurna.

Dengan bai'at kaum muslimin itulah Utsman menjadi khalifah. Dari kisah pengangkatan Utsman bin Affan, bisa kita tarik bahwa pemilihan khalifah benar-benar representasi dari umat. Sebab, khalifah adalah orang yang bertanggung jawab dalam seluruh permasalahan umat.

Calon khalifah adalah mereka yang terbaik dari sisi ketakwaan dan kapabilitas leadership-nya. Selain itu, yang ditugasi untuk mengawal berjalannya proses pemilihan adalah orang-orang terbaik. Mereka sama sekali tidak memiliki kepentingan, selain kepentingan umat. Sebagaimana independensi Abdurrahman bin Auf sangat terlihat saat ia gigih mengetuk pintu-pintu rumah untuk bertanya, siapakah yang lebih layak menjadi Khalifah.

Khatimah

Oleh karena itu, mengharapkan pemilu yang bersih dan bebas dari kepentingan politik dalam sistem demokrasi adalah mustahil. Sebab, justru sistem inilah yang melanggengkan politik transaksional yang pada gilirannya akan menghantarkan pada kecurangan untuk menang. Walhasil, tidak akan pernah terpilih pemimpin yang amanah dan peduli pada umat.

Hanya dengan sistem politik Islamlah pemilu yang bersih akan terwujud sehingga akan terpilih pemimpin sesuai dengan keinginan umat, serta pemimpin yang amanah melayani umat. Sedangkan sistem politik Islam akan berjalan secara sempurna, hanya dalam pemerintahan khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah.

Wahai kaum muslimin, Daulah Khilafah Islamiyah telah runtuh pada 28 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924 M. Sejak saat itulah, kaum muslimin tidak memiliki lagi sistem pemerintahan yang menaunginya. Oleh karenanya, marilah berjuang mewujudkan kembali khilafah agar terlahir para pemimpin dambaan umat yang akan membawa peradaban manusia menuju kegemilangannya. 

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Willy Waliah
Sahabat Tinta Media


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab