Pembangunan Jor-joran, Tak Peduli Rakyat Kelaparan
Tinta Media - Adanya jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (BOCIMI) sangat membantu masyarakat yang akan menuju ke Sukabumi - Pelabuhan Ratu, karena lebih cepat dibandingkan dengan sebelumnya.
Biasanya dari Jakarta-Sukabumi memakan waktu 5 jam. Namun, kali ini dari Jakarta-Sukabumi hanya memakan waktu 2,5 jam. Mungkin bisa lebih cepat apabila keadaan tol Jagorawi tidak padat. Tak heran jika jalan tol ini dibangun dengan dana yang fantastis, yaitu mencapai Rp7,7 triliun.
Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi sendiri terdiri dari empat seksi.
Seksi pertama, ruas Ciawi-Cigombong yang memiliki panjang 15,35 KM dan sudah beroperasi sejak Desember 2018 lalu.
Seksi kedua, dari Cigombong ke arah Cibadak sepanjang 11,9 KM, telah diresmikan pada Agustus 2023 lalu.
Seksi ketiga, arah Cibadak sampai ke Sukabumi Barat dengan panjang 13,70 KM.
Seksi keempat, Sukabumi Barat-Sukabumi Timur dengan panjang 13,05 KM.
Selain memangkas waktu perjalanan, jalan tol ini juga memudahkan distribusi barang maupun jasa.
Fasilitas jalan tol adalah salah satu kebutuhan. Kemajuan yang semakin pesat membuat jalan tol menjadi kebutuhan yang wajib saat ini. Pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol yang bermutu seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, baik pusat maupun daerah. Negara wajib menjamin ketersediaan transportasi publik yang memadai beserta kelengkapannya, tidak boleh terjadi dharar (kesulitan, penderitaan, kesengsaraan) yang menimpa masyarakat saat melakukan perjalanan.
Namun, saat ini pembangunan jalan tol jor-joran yang dilakukan oleh pemerintah menyebabkan berbagai permasalahan di tengah-tengah masyarakat. Banyak rumah warga yang digusur, bahkan ladang pertanian yang menjadi sumber penghasilan warga pun tak luput dari incaran guna dibangun sebuah infrastruktur yang mengatasnamakan kepentingan rakyat. Padahal, sebenarnya pembangunan ini hanya untuk kepentingan asing dan para investor yang sedang giat-giatnya mengincar aset-aset negara dan sumber daya alamnya yang melimpah.
Sejatinya, proyek ini sekadar proyek yang menguntungkan oligarki. Seperti yang kita ketahui bahwa untuk menggunakan jalan tol harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Artinya, kita harus membayar akses jalan tol.
Selain itu, hanya orang yang ber-uang yang bisa melewatinya, sementara rakyat jelata apalah daya. Padahal, seharusnya kebutuhan rakyat secara merata harus diutamakan, karena mereka sangat membutuhkan fasilitas umum yang sudah selayaknya disediakan negara untuk melayani rakyat. Bukan malah rakyat dibebani dengan berbagai pajak ataupun iuran dengan dalih asuransi.
Begitu mirisnya hidup di bawah sistem kapitalisme sekularisme. Negara tak ubahnya sebagai penjual dan rakyat adalah pembeli. Semua serba menjadi bisnis demi memakmurkan para korporator.
Sungguh, tidak ada pelayanan terbaik selain yang dilandasi akidah Islam. Adapun prinsip Islam dalam mengelola layanan publik antara lain: negara bertanggungjawab dalam
pembangunan infrastruktur, tidak boleh diserahkan ke investor atau pihak swasta. Dalam pembangunannya, harus ada perencanaan wilayah yang baik. Negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi mutakhir yang dimiliki.
Oleh karena itu, negara seharusnya menata ulang basis pengelolaan transportasi agar sesuai dengan Islam. Negara tidak boleh mengelolanya dengan ruh bisnis atau dengan tata cara muamalah yang melanggar aturan Islam.
Negara harus mengelolanya dalam rangka melayani kebutuhan rakyat, sehingga bisa saja dengan menggratiskan rakyat dalam mengaksesnya.
Dalam negara Islam, prinsip pengelolaan transportasi adalah untuk memenuhi kebutuhan publik, bukan mengambil keuntungan, sehingga perhitungan biaya operasional dihitung untuk menutupi BEP (Break Event Poin) saja. Jika BEP sudah tercapai, maka dimungkinkan untuk operasional selanjutnya, bahkan mungkin digratiskan. Hal ini karena dalam penyediaan sarana transportasi, infrastruktur yang terlibat semuanya adalah milik publik. Inilah mekanisme pembangunan transportasi dalam Islam yang akan memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya. Wallahua'alam bisshawab.
Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media