Tinta Media: Papua
Tampilkan postingan dengan label Papua. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Papua. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Agustus 2023

Kelaparan di Papua di Tengah SDA Berlimpah

Tinta Media - Indonesia sudah merdeka 78 tahun lamanya, tetapi fakta kemerdekaan itu tidak dirasakan oleh negara Indonesia, khususnya di Papua. Kondisi masyarakat di Papua sungguh sangat menyedihkan. Seperti yang terjadi baru-baru ini, bencana kelaparan dan kekeringan telah melanda Papua.

Dilansir Kompas.com, kelaparan di Papua Tengah yang dipicu bencana kekeringan telah membuat enam orang meninggal dunia dan berdampak pada sedikitnya 7.500 orang, masing-masing berasal dari Distrik Lambewi dan Distrik Agandugeme.

“Musibah tersebut karena cuaca ekstrem. Suhu udara yang sangat dingin dan tidak turun hujan sejak 2 bulan terakhir. Sehingga warga gagal panen ubi dan keladi, akibat gagal panen ini membuat enam orang meninggal. Rata-rata yang meninggal setelah mengalami badan yang lemas, panas dalam, diare, dan sakit kepala yang dirasakan,” kata Bupati Puncak Willem Wandik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/7/2023).

Kondisi kesehatan masyarakat di Papua semakin anjlok. Hal ini karena mereka harus berjalan selama dua hari lamanya agar mendapatkan bantuan makanan dari Distrik Sinak. Hal ini karena distribusi makanan belum maksimal akibat terkendala masalah keamanan.

“Maskapai penerbangan mereka tidak berani membawa bantuan makanan dari Sinak ke Distrik Agandugeme. Mereka takut pesawatnya ditembak kelompok kriminal bersenjata,” ungkat Willem.

Sungguh ironis, kasus kelaparan yang menimpa ribuan warga Papua semakin menggambarkan bahwa negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, tidak mampu hidup dalam kesejahteraan jika dikelola oleh orang yang salah.

Adanya bencana di Papua sejatinya bukan kasus pertama, karena diketahui krisis di Papua sudah terjadi sejak lama. Pun, tak bisa dimungkiri bahwa Papua menjadi daerah termiskin di Indonesia. Persentase kemiskinan di Papua mencapai angka 26,55 persen, dan di Papua Barat mencapai 21,51 persen kemiskinan, bahkan di tahun 2018 kejadian luar biasa (KLB) kematian akibat gizi buruk terjadi di Kabupaten Asmat, 72 anak meninggal.

Ironis, Papua dikenal sebagai negara yang mempunyai sumber daya alam melimpah ruah. Papua mempunyai tambang emas terbesar di dunia, dan telah dikuasai oleh Amerika PT Freeport yang telah beroperasi sejak 1967. Selain itu, Papua juga merupakan wilayah yang mempunyai SDA kaya akan bahan tambang, seperti tembaga, pasir kaolin, batu bara, besi, batu kapur, minyak bumi, dan gas bumi.

Fakta kekayaan alam tidaklah memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Papua menjadi salah satu wilayah tertinggal oleh akses kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan fasilitas lainnya. Kemiskinan di tanah yang kaya akan sumber daya alam masih menjadi PR bagi penguasa saat ini, apalagi selama ini kekayaan alam di Papua hanya dinikmati oleh para pemilik modal (investor asing).

Semua permasalahan di Papua tak terlepas dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang meniscayakan keberadaan sumber daya alam dimiliki oleh segelintir oknum dan lebih banyak dikuasai oleh oligarki. Alih-alih kekayaan alam dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat dan memajukan wilayahnya, justru kemiskinan yang tak pernah usai dirasakan. Sebab, pengelolaan kekayaan berdasarkan ekonomi kapitalis khususnya warga Papua semakin terpuruk.

Kapitalisasi SDA dan berbagai bentuk pelayanan rakyat oleh pihak swasta telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang semakin menganga antar rakyat dan pemilik modal. Di sisi lain, politik demokrasi yang meniscayakan pemilik modal semakin mudah mengendalikan kebijakan pemerintah.

Persoalan Papua sejatinya akan selesai jika rakyatnya hidup dalam naungan Islam, sebab Islam adalah agama yang sempurna yang mampu menyelesaikan permasalahan umat. Penerapan aturan Islam kaffah menjamin rakyat hidup sejahtera dan aman.

Islam memandang bahwa kesejahteraan dan keamanan warga negara adalah tanggung jawab negara. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, 

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Negara Islam akan menerapkan sistem konsep kepemilikan Islam yang akan berimbas kepada masyarakat. Sumber daya alam adalah milik umum yang haram dikuasai oleh individu ataupun korporat. Sebab negara berhak mengelolanya dan hasilnya di kembalikan kepada rakyat, agar rakyat bisa sejahtera dalam segala hal.

Negara diwajibkan mengelola kepemilikan umum tersebut untuk kesejahteraan rakyat melalui mekanisme anggaran belanja negara Baitul Maal. Pengelolaan tersebut adalah sesuai sabda Rasulullah saw, 

“Kaum muslim berserikat (sama-sama membutuhkan ) dalam tiga perkara: padang, air, dan api).” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Khilafah melalui sistem ekonomi dan politiknya akan mendistribusikan hasil pengelolaan kekayaan milik rakyat tersebut di semua wilayah, tanpa melihat potensi ekonomi dari wilayahnya. Hasil pengelolaan kekayaan alam tersebut didistribusikan dalam bentuk jaminan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang dipenuhi secara langsung. Sedangkan sandang, pangan, papan dipenuhi oleh negara secara tidak langsung.

Khilafah akan mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan untuk menghindari terjadinya kelaparan, termasuk ketika terjadi kekeringan dengan berbagai sebabnya. Karena itu, khilafah akan sangat memperhatikan sektor pertanian. Khilafah akan mengatur kebutuhan pangan nasional dan memetakan daerah yang potensial untuk wilayah pertanian.

Kemudian khilafah akan menunjang kebutuhan–kebutuhan pertanian dengan mengoptimalkan industri-industri terkait, seperti industri pupuk, alat-alat pertanian, dan sejenisnya. Setelah itu, khilafah akan mendistribusikan hasil pangan dengan kebutuhan per wilayah. Dengan demikian seluruh rakyat bisa hidup sejahtera jauh dari kata kemiskinan dan kelaparan. Wallahu a’lam bi shawwab.

Oleh: Hamsia (Pegiat Literasi)

Kamis, 03 Agustus 2023

Enam Warga Papua Meninggal karena Kelaparan, Pamong Institute: Jangan Sampai Bertambah


 
Tinta Media - Berkaitan dengan meninggalnya enam warga Papua karena kelaparan, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al-Maroky berharap jangan sampai bertambah.
 
“Jangan sampai ada tambahan rakyat  yang meninggal karena kelaparan. Itu tidak boleh terjadi!
Oleh karena itu, pemerintah dengan segala perangkatnya harus segera mengambil kebijakan cepat,” tuturnya di Bincang Bersama Sahabat Wahyu: Papua Sayang, 6 Meninggal karena Kelaparan, Penguasa Gagal Sejahterakan Papua? Melalui kanal You Tube Qolbu Dakwah, Selasa (1/8/2023).
 
Wahyudi menambahkan, kepala negara yang paling bertanggung jawab dalam hal ini melindungi  segenap warganya, sehingga kepala negara harus segera mengambil kebijakan yang cepat, tegas, dan tepat.
 
“Rakyat Papua tidak layak untuk bisa kelaparan karena dia hidup di atas tanah yang begitu kaya raya, yang mestinya diurus dengan baik dan kekayaannya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, terutama rakyat Papua dan seluruh rakyat Indonesia,” harapnya.
 
Ia berharap, para pemimpin segera  mawas diri, menghisab diri, sebelum diperhitungkan dan dihisab oleh Allah Swt. di yaumil akhir.
 
“Berbagai kesalahan yang terjadi jangan diulangi. Berbagai persoalan yang belum selesai segera diselesaikan. Segera tuntaskan janji-janjinya yang belum tertunaikan, ssebelum ditagih di akhirat nanti yang  akan lebih menyulitkan dirinya,” ucapnya  memberikan nasehat.
 
Wahyudi juga berharap, agar rakyat tidak tinggal diam jika pemerintah tidak melakukan tugasnya dengan baik, tapi harus mengingatkan. “Masyarakat juga bisa menggalang dana untuk meringankan saudara-saudara  kita di Papua,” imbuhnya.
 
Menurut Wahyudi, tidak ada salahnya kalau para pemimpin mencontoh para khalifah dalam keseriusannya mengurus rakyat.
 
“Tidak ada ruginya para pemimpin mencontoh Khulafaur Rasyidin bagaimana mengurus rakyat dengan baik, dan semoga tidak terjadi kelaparan lagi di Papua, juga daerah lain,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Minggu, 02 Juli 2023

Kemiskinan Papua yang Tak Kunjung Selesai

Tinta Media - Papua adalah daerah yang mengalami ketertinggalan dan masih diselimuti dengan kemiskinan. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk mengatasinya.

Kemiskinan di Papua diklaim turun berdasarkan peningkatan IPM dan  menurunnya tingkat kemiskinan. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Theofransus Litaay menyebut dalam kurun waktu 10 tahun prioritas pembangunan Papua banyak membawa perubahan dan keberhasilan di masyarakat paling Timur Indonesia itu.

"Hasil pembangunan secara objektif di Papua banyak peningkatan dari aspek Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka kemiskinan dan meningkatnya angka harapan hidup," ujar Tenaga Ahli Utama KSP Theofransus Litaay, Minggu 11/6/2023. (CNNIndonesia.com)

Theofransus menuturkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami penurunan signifikan, yakni dari 28,17 persen di Maret 2010 di Papua menjadi 26,56 persen di 2022. Papua Barat juga mengalami penurunan dari 25,82 persen pada 2010 menjadi 21,33 persen di 2022.

Dilihat dari tingkat kemiskinan, memang angkanya mengalami penurunan, sejatinya sejatinya penurunan itu masih menyisakan PR besar, mengingat penurunan tersebut terjadi dalam waktu 10 tahun. Waktu yang cukup lama hanya untuk membuat angka kemiskinan turun, padahal Papua adalah daerah dengan sumber daya alam melimpah, seperti tambang emas, minyak dan gas bumi, hasil hutan, perikanan, dan lainnya.

Angka tersebut memang menunjukkan perubahan, tetapi tak cukup hanya dengan mengandalkan angka saja. Hal itu harus disesuaikan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Kenyataannya, masih banyak masyarakat yang kelaparan dan mengalami gizi buruk, di tambah sulitnya mencari pekerjaan dan minimnya pendidikan.

Fenomena stunting dan kemiskinan ekstrem ini saling berkesinambungan. Biasanya keluarga yang miskin ekstrem anak-anaknya juga terkena stunting, karena minimnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan, seperti rendahnya cakupan bayi yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap, kurangnya sarana dan prasarana air bersih yang layak, serta masih ditemukan balita yang tidak mendapatkan makanan tambahan.

Namun, di dalam sistem ekonomi kapitalis, angka ini seolah menjadi patokan dan diganggap telah terjadi kesejahteraan. Mereka tidak melihat bahwa masyarakat di sana masih banyak yang kelaparan karena tidak adanya penghasilan dan harga pangan yang tinggi membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan. Belum lagi pendidikan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai.

Sungguh miris, wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah mengalami kemiskinan ekstrem. Seharusnya sumber daya alam itu dapat menyejahterakan rakyat jika di kelola dengan benar. 

Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di negeri ini membuat Papua tertinggal jauh. Perubahan berjalan lamban disebabkan pengelolaan sumber daya alam diserahkan ke tangan asing. Upaya yang dilakukan tidak efektif untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Kemiskinan termasuk masalah serius di negeri ini yang mestinya dituntaskan dengan cara yang serius pula. Solusi itu hanya ada pada sistem Islam. Islam akan menjalankan ekonomi dan politik sesuai dengan hukum syariat yang berasal dari Allah Set. yang pastinya sesuai dengan kebutuhan manusia.

Dengan Islam, kesejahteraan terhadap masyarakat Papua dapat diwujudkan. Negaralah yang akan mengelola sumber daya alam, bukan pihak asing. Buasil pengelolaan sumber daya alam akan dikembalikan untuk kepentingan umum, karena memang itu adalah hak rakyat, seperti memenuhi sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan gratis, serta menjamin keamanan dan keselamatan. 

Rasulallah saw. bersabda:
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

Kemiskinan akan terselesaikan, tidak ada lagi kata tertinggal dan pembangunan di Papua mendapat prioritas yang sama dengan daerah lain. Bahkan bukan hanya Papua yang sejahtera, tetapi seluruh daerah dapat sejahtera jika sistem islam yang diterapkan. Wallahualam Bishawab.

Oleh: Rifdatul Anam
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 20 Mei 2023

UIY: Masalah KKB Tak Lepas dari Kekuatan Oligarki yang Ingin Menguasai SDA Papua

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menyampaikan bahwa masalah KKB yang menimbulkan instabilitas di Papua tidak lepas dari konteks dalam negeri yakni ada kekuatan oligarki yang ingin masuk untuk mendapatkan bagian dari sumber daya alam di sana. 

"Dalam konteks dalam negeri, ada kekuatan oligarki yang juga menginginkan mendapatkan bagian dari sumber daya alam yang kaya di sana," tuturnya dalam program Fokus to The Point: KKB, Ada Apa di Papua?" dalam kanal Youtube UIY Official, Jumat (12/5/2023).

Ia menjelaskan bagaimana cara sesekelompok oligarki ingin masuk untuk menguasai kekayaan di Papua.
"Bagaimana mereka masuk? Di sinilah kita bisa membaca bahwa ada usaha untuk semacam memberikan suasana sedemikian rupa sehingga segala operasi atau langkah-langkah ekonomi, langkah-langkah bisnis itu tercover oleh instabilitas yang ditimbulkan oleh KKB," terangnya.

Menurutnya, saat ini sedang berlangsung proses divestasi, mulai divestasi Freeport kemudian Freeport melepaskan blok Wabu.  Blok Wabu sampai hari ini belum dieksploitasi tetapi sudah dilakukan eksplorasi. "Eksplorasi sudah, terbukti potensinya jauh lebih besar daripada yang dikuasai Freeport," paparnya.

Terkait masalah KKB di Papua ini, ia menjelaskan bahwa terdapat skema dalam negeri di mana ada semacam hostile take over, kalau tidak bisa semuanya maka sebagian dari semua itu untuk kepentingan swasta oligarki yang bermain di situ.

"Kita tahu Blok Wabu ini jauh lebih besar dari Freeport baik dari area luasannya maupun potensinya," tandasnya.

UIY menyatakan bahwa yang disampaikan oleh pengamat beberapa waktu yang lalu yang sekarang menjadi kasus adalah sesuatu yang memantik perhatian publik tentang apa yang sebenarnya terjadi di Blok Wabu. 

"Yang sebenarnya terjadi di Blok Wabu itu secara teritori masuk Intan Jaya di mana KKB berada," pungkasnya.[] Hanafi


Kamis, 23 Februari 2023

Papua dalam Kubangan Lumpur Hitam Kapitalisme

Tinta Media - Rakyat Papua terus-menerus dirundung masalah. Kemiskinan menjadi makanan sehari-hari. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Papua pada Maret 2022 mencapai 922,12 ribu orang. Angka ini setara dengan 26,56% dari total penduduk di provinsi tersebut. Sama seperti tahun sebelumnya, persentase kemiskinan di Papua menjadi yang tertinggi dari seluruh provinsi lainnya. Angkanya pun jauh di atas persentase kemiskinan nasional yang tercatat 9,54% pada periode sama. (katadata.co.id)

Bahkan, saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) Jayapura, Papua menetapkan situasi tanggap darurat bencana selama 21 hari akibat gempa berskala 5,4 magnitudo, Kamis (9/2) sore WIT. Di saat-saat seperti ini, KKB pun kembali melakukan teror.  Pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens masih belum bisa dievakuasi usai pesawat yang dipimpinnya dibakar dan disandera KKB Eginaus Kogoya di Nduga, Papua Pegunungan. 

Beruntungnya, polisi memastikan sang pilot masih hidup. Papua saat ini ibarat berada dalam kubangan lumpur hitam, karena kegelapan yang menyelimutinya di setiap lini kehidupan. Tidak ada kedamaian, kesejahteraan, dan keamanan. Sungguh sangat mengenaskan nasib rakyat Papua. (CNN.Indonesia)

Padahal, tambang emas di Papua merupakan yang terbesar dengan luas mencapai 229.893,75 ha. Tambang emas tersebut menyebar di enam kabupaten, yakni Pegunungan Bintang, Keerom, Nabire, Dogiyai, Mimika dan Paniai. Sayangnya, emas Papua dikelola oleh PT. Freeport yang merupakan perusahaan raksasa Amerika Serikat. 

Selain emas, Papua juga merupakan daerah  yang kaya akan bahan tambang lain, seperti batu bara, pasir kaolin, besi, batu kapur,  minyak bumi, tembaga, dan gas alam. Belum lagi potensi pariwisata dengan pulau-pulau di Raja Ampat, keindahan bawah laut yang telah mendunia. Juga masih banyak potensi laut, flora dan faunanya, dan budaya Papua yang sangat khas dan etnik.

Namun, rakyat papua tidak merasakan manfaatnya akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan oleh negara ini. Karenanya, pengelolaan kekayaan alam yang dimiliki Papua diberikan pada swasta dan asing. Alhasil, Papua menjadi salah satu daerah yang miskin sekaligus muncul sumber konflik (KKB) yang merupakan bentuk pemberontakan rakyat Papua akibat ketimpangan sosial. 

Sejatinya, Papua hanya merupakan satu gambaran dari sekian banyak dampak ketidaksejahteraan negeri yang kaya sumber daya alam ini akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler yang serakah. Tentunya, hal ini menjadi jalan para oligarki menguasai kekayaan alamnya.

Bagaimana tidak, UU Minerba, di dalam Pasal 128A Naskah UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 pengganti UU Minerba, menjelaskan bahwa pelaku usaha yang bisa meningkatkan nilai tambah batu bara akan mendapat perlakuan istimewa berupa pengenaan royalti sebesar 0%. Padahal selama ini royalti yang ditetapkan oleh pemerintah pada pengusaha tambang merupakan bagian pendapatan negara dan termasuk pendapatan daerah melalui mekanisme Dana Bagi Hasil.

Sangat jelas, melalui UU Minerba No. 3 Tahun 2020 serta beberapa perubahan Pasal dalam UU Cipta Kerja, pemerintah pusat bersama dengan segelintir konglomerat pengusaha tambang sangat bernafsu untuk mengikis habis sumber daya alam yang masih tersisa di Indonesia. 

Bukannya menjaga lingkungan hidup dari bencana kerusakan ekologis, pemerintah malah semakin bersemangat untuk melakukan eksploitasi sebesar-besarnya tanpa mempedulikan nasib dan masa depan masyarakat daerah tambang. Padahal, ketika pengelolaan sumber daya alam ini dilaksanakan oleh pemerintah, maka sangat dimungkinkan akan surplus, bukan defisit atau punya utang ribuan triliun seperti saat ini. 

Surplus anggaran ini tentu akan terjadi jika pemerintah peduli terhadap rakyatnya sehingga bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan kesehatan dan pendidikan gratis. Namun, saat penguasa kita menerapkan sistem kapitalisme sekuler, maka hal itu seperti mimpi di siang bolong.

Bukan hanya Papua, sejatinya umat hidup dalam nestapa sejak lama. Namun, persoalan tersebut tak kunjung usai. Negara seolah abai karena tidak berlaku sebagai rain/pemimpin, yang kelak dimintai pertanggungjawaban atas semua pelayanan yang diberikan kepada rakyatnya, sebagaimana kisah Umar bin Khattab yang takut ada keledai terperosok karena jalanan yang rusak. 

Demikianlah seharusnya pemimpin yang didamba saat ini, bukan pemimpin yang membiarkan rakyatnya kelaparan di tengah lumbung padi kekayaan alam yang melimpah, membiarkan rakyatnya dalam keadaan tertekan bahkan terancam jiwanya karena penanganan konflik KKB yang tak serius. Bukan juga pemimpin yang membiarkan rakyatnya mendapatkan bencana karena kemaksiatan berjamaah yang dia lakukan atas tidak diberlakukannya syariat Islam secara totalitas. 

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Ar Rum Ayat 41,

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah Swt. merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".

Penerapan UU Minerba merupakan satu dari sekian banyak hukum Allah yang dicampakkan dalam mengurusi urusan umat. Dalam Islam, jelas sekali bahwa sumber daya alam merupakan bagian dari kepemilikan umum. Pengelolaannya haram diserahkan kepada swasta atau asing. Sebaliknya, SDA itu harus dikelola oleh negara, dan hasilnya dikembalikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Karena itu, persoalan Papua sungguh kompleks, apalagi ada campur tangan dunia internasional, yang justru melanggengkan konflik. Dalam naungan Islam, persoalan akan terselesaikan. Rakyat akan sejahtera dengan pengelolaan SDA sesuai sistem Islam, sehingga emas yang berlimpah, dan kekayaan alam Papua lainnya akan menjadi sumber pendapatan melimpah untuk rakyat Papua dan seluruh rakyat negeri ini. Dengan begitu, rakyat akan terbebas dari kemiskinan dengan adanya jaminan pemenuhan sandang, pangan, papan, layanan kesehatan, pendidikan serta keamanan oleh negara. 

Penguasa dalam sistem Islam bertindak sebagai rain, pelayan umat, yang amanah karena takutnya saat yaumil hisab kelak, sehingga akan memastikan bahwa warganya individu per individu benar-benar terjamin dan terpenuhi hak-hak dasarnya tanpa diskriminasi. 

Selain itu, pelaksanaan sanksi bagi pelaku bughat yang tegas akan menghilangkan upaya disintegrasi. Menurut Imam Syafi’i, sanksi yang akan diterima karena perbuatan bughat dibedakan menjadi dua, yakni berdasarkan status apakah dia muslim atau tidak. 

Jika seorang atau sekelompok muslim melakukan bughat, maka ia akan diperangi dan tetap diberi hak-hak mereka sebagai muslim. Sedangkan apabila pelaku bughat adalah kafir, maka akan diperangi tanpa ampun. Sebab bughat adalah bentuk makar yang akan merongrong keamanan negara. Karena itu, memeranginya adalah keniscayaan jika negara memang telah mengurusnya dengan baik. 

Negara dalam sistem Islam, yakni Khilafah, menutup celah adanya intervensi asing. Maka, khilafah dengan politik luar negerinya akan memilah dan memilih mana negara yang boleh diajak kerja sama dan tidak. Sebab, syariat melarang khilafah untuk bekerja sama dengan negara kafir harbi yang sangat jelas memusuhi dan selalu mencari celah untuk menjatuhkan. Islam. Karenanya, sudah saatnya umat kembali kepada sistem Islam, yang mulia dan memuliakan manusia. Allahu a’lam bis-shawwab.

Oleh: Ummu Syakira
Aktivis Dakwah Muslimah

Rabu, 14 Desember 2022

IJM: Kemerdekaan Bukan Solusi Hilangkan Ketidakadilan Ekonomi Papua

Tinta Media - Dalam pernyataan sikapnya Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan bahwa kemerdekaan bukan solusi untuk menghilangkan ketidakadilan ekonomi di Papua.
 
“Kemerdekaan bukanlah solusi untuk menghilangkan ketidakadilan ekonomi yang terjadi di Papua. Malah kemerdekaan bisa menjadi pintu yang lebih lebar bagi penetrasi pengelolaan ekonomi model kapitalisme,” ungkapnya dalam Pernyataan Sikap Indonesia Justice Monitor: Tumpas Gerakan Sparatisme dan Intervensi Asing, Selasa (13/12/2022) melalui kanal You Tube Indonesia Justice Monitor.
 
Apalagi jika kemerdekaan itu atas bantuan asing dalam hal ini misalnya Inggris, Eropa atau Australia.  “Dengan merdeka keberadaan Amerika Serikat dengan perusahaan multinasionalnya tidak serta-merta bisa diakhiri. Sebaliknya dengan merdeka justru membuka ruang bagi masuknya kepentingan lain yaitu kepentingan Inggris Eropa dan Australia,” ucapnya memberikan alasan.
 
Itu artinya, sambung Agung, dengan merdeka justru Papua makin menjadi jarahan pihak asing dan hampir dapat dipastikan bahwa model pengelolaan ekonominya juga akan tetap model kapitalisme. “Karenanya penjarahan kekayaan bumi Papua nantinya justru makin merajalela,” tegasnya.
 
Agung menilai masalah sebenarnya yang terjadi di Papua lebih disebabkan oleh sistem dan kebijakan pengelolaan perekonomian ala kapitalis yang menyerahkan kekayaan alam kepada swasta terutama swasta asing. “Pihak swasta asing itulah yang paling menikmati hasil dari kekayaan yang merupakan milik rakyat negeri ini secara keseluruhan,” imbuhnya.
 
Agung lalu menyimpulkan, selama pengelolaan kekayaan alam masih menggunakan model ekonomi kapitalisme maka keadaan ketidakadilan ekonomi semacam itu akan terus terjadi. “Kekayaan negeri tetap tidak akan terdistribusi secara merata. Kesenjangan sosial pun akan terus dan tetap menganga,” tukasnya.
 
Tolak dan Hentikan
 
Agung juga menekankan, segala bentuk gerakan separatisme dan intervensi asing  yang akan memisahkan Papua dari wilayah Indonesia harus ditolak dan dihentikan.
  
“Secara syar'i pemisahan suatu wilayah dari sebuah negeri muslim yang saat ini sudah terpecah belah hukumnya adalah haram. Bila kita runut  secara sejarah Papua adalah bagian dari negeri muslim,” tandasnya.
 
Menurutnya, penyelesaian tuntas masalah Papua hanya bisa dilakukan dengan pembangunan yang adil dan merata sehingga terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti sandang,  pangan, papan dan juga infrastruktur ekonomi pendidikan dan kesehatan.
 
 “Dan itu hanya bisa diwujudkan oleh sistem ekonomi Islam yang menjadikan distribusi kekayaan secara adil sebagai fokus. Tidak bisa oleh sistem ekonomi kapitalisme seperti yang terus berlangsung selama ini di Papua dan juga di negeri Indonesia,” tegasnya.
 
Yang tidak kalah penting, ucap Agung, harus dilakukan integrasi masyarakat di Papua menjadi satu kesatuan masyarakat baik secara politik, ekonomi maupun sosial budaya yang di dalamnya tidak ada diskriminasi dan marginalisasi.
 
“Semua itu hanya bisa diwujudkan jika syariah Islam diterapkan utuh secara kafah.  Hanya itulah solusi tuntas bagi semua problem yang terjadi di Papua,” yakinnya.
 
Terakhir, Agung menegaskan, perlu segera menerapkan syariah Islam secara kafah di bumi Papua, di bumi Indonesia agar betul-betul terwujud keadilan yang sempurna, kemakmuran dan kesejahteraan untuk semua yang terdistribusi secara merata dan adil.
 
“Dan untuk diterapkannya syariah Islam secara kafah hanya bisa dibangun dalam naungan tegaknya Khilafah Islamiyah.  Satu-satunya cara, satu-satunya model yang  bisa menggantikan kapitalisme adalah penerapan syariah Islam secara kafah dalam naungan Khilafah,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 

Sabtu, 26 November 2022

Akar Masalah Tak Diatasi, Kerusuhan Papua Terus Terjadi

Tinta Media - Hingga hari ini konflik yang berujung pada kerusuhan masih terus terjadi di Papua. Baru-baru ini seorang prajurit TNI berinisial Serka IDW mengalami luka tembak oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua, pimpinan Numbuk Telenggeng.
Saat peristiwa terjadi, aparat TNI sedang melaksanakan patroli gabungan di gereja Golgota, Gome, Ilaga, Papua Tengah pada Ahad (13/11/22).

Sehari sebelumnya tepatnya sabtu (12/11/22), kerusuhan juga terjadi di wilayah Ikebo Kabupaten Dogiyai, Papua. Kejadiannya bermula dari meninggalnya seorang anak berusia 6 tahun usai ditabrak oleh seorang sopir pendatang. Saat memundurkan truknya, sang sopir tidak menyadari jika ada seorang anak di belakangnya, yang akhirnya terlindas hingga tewas.

Kecelakaan tersebut membuat keluarga korban marah dan menyerang perkotaan. Masa kemudian membakar 1 unit rumah, 2 kendaraan, dan 6 kantor pemerintahan. Masa juga sempat mendatangi polres dan hendak melakukan penyerangan karena sopir truk diamankan polisi. Sebelumnya, sopir truk tersebut bahkan sempat dibacok masa.

Pemerintah tentu sangat menyadari keadaan di Papua yang sangat mudah terjadi kasus kekerasan serta konflik senjata. Karena itu, dalam sebuah pertemuan, pemerintah berjanji akan menggunakan pendekatan yang lebih humanis terhadap penanganan masalah-masalah yang terjadi di Papua.

Direktur Jendral Hak Asasi Manusia, Kementrian Hukum dan Ham (kemenkumham) Mualimin Abdi mengatakan, pemerintah akan terus melakukan sejumlah evaluasi terhadap kegiatan militer di Papua. Mualimin menyatakan bahwa saat ini salah satu fokus permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Papua ialah adanya kelompok bersenjata. Ia menyebut, potensi timbulnya konflik kekerasan antara pasukan militer Indonesia dengan kelompok bersenjata sulit untuk dihindari.

Kerusuhan di Papua yang berulang kali terjadi, mulai dari konflik penduduk asli dan pendatang, hingga kerusuhan oleh KKB akan terus berlanjut selama akar permasalahan tak diselesaikan oleh pemerintah pusat.

Ada banyak faktor yang memicu konflik di Papua, seperti ketimpangan kesejahteraan, keamanan, keadilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah harus berkomitmen menyelesaikan akar masalahnya, tak hanya terfokus pada satu atau dua masalah saja, seperti ekonomi dan pembangunan.

Sampai hari ini, kesejahteraan rakyat Papua belum juga terwujud. Pada Maret 2022, Papua masih menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinanan tertinggi di Indonesia. Kekayaaan alam melimpah yang dimiliki Papua seharusnya membuat rakyat Papua dan Papua Barat sejahtera. Mereka berhak atas keadilan dan kehormatan penegakan hukum, serta kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan yang dijunjung tinggi dan dihormati. Maka, harusnya mereka juga disatukan dan bisa hidup berdampingan secara aman dan damai.

Namun, inilah wajah buruk penerapan sistem kapitalisme-demokrasi. Negara gagal menjamin keamanan dan kesejahteraan, serta persatuan warga negaranya hingga memicu konflik. Mirisnya, dalam sistem saat ini, kerusuhan kadang kala dipelihara karena menjadi salah satu sumber keuntungan pihak-pihak tertentu, baik kekuasaan maupun ekonomi.

Berbeda dengan Islam. Sistem yang tegak di atas ideologi Islam justru menjadi satu-satunya haparan masyarakat saat ini. Sistem ini tegak di atas ideologi yang sesuai dengan fitrah dan akal manusia sehingga dipastikan akan mampu mengantarkan manusia pada kemuliaan dan kesejahteraan yang dicarinya.

Sistem ini telah tegak selama belasan abad dalam bangunan sebuah negara bernama khilafah yang luasnya meliputi 2/3 dunia. Sejarah mencatat bahwa pada masa itu khilafah berhasil menyatukan suku, ras, budaya dan agama. Khilafah mampu mewujudkan kesejahteraan dan keamanan yang luar biasa.

Ideologi Islam dengan sistem khilafahnya justru akan menentang dan melenyapkan kerusuhan rezim kapitalis neoliberal yang kini menghancurkan Papua dan dunia saat ini. Hal ini karena sistem Islam menetapkan bahwa seluruh kekayaan alam yang melimpah ruah adalah hak milik umat yang diwajibkan atas negara untuk mengurusnya semata-mata demi kepentingan umat.

Islam bahkan memandang bahwa semua investasi asing yang legal dalam sistem kapitalisme, justru merupakan jalan penjajahan yang diharamkan. Faktanya, penderitaan Papua justru diawali dengan dibukanya keran investasi dengan dalih pembiayaan pembangunan.

Sistem Islam pun menetapkan bahwa seluruh rakyat, siapa pun mereka, apa pun ras dan agamanya berhak menikmati keadilan dan kesejahteraan yang wajib diwujudkan oleh negara. Bahkan, sepanjang mereka tunduk pada aturan negara di luar urusan agama dan peribadatan, mereka berhak dilindungi sebagaimana kaum muslimin yang menjadi warga negara.

Islam menetapkan bahwa haram hukumnya bagi siapa pun yang melanggar kehormatan, harta, dan nyawa warga negara khilafah, baik muslim maupun nonmuslim. Sampai-sampai, sanki pun berhak dijatuhkan bagi muslim yang mencederai hak-hak nonmuslim. Ini karena tidak ada diskriminasi dalam penerapan sistem Islam.

Hanya dalam Daulah Khilafah, keadilan, kesejahteraan, dan keamanan akan terwujud. Ini karena negara adalah pengatur dan penjamin kebutuhan rakyat.

Oleh: Ratna Ummu Rayyan
Sahabat Tinta Media

Rabu, 16 November 2022

Jika Akar Masalah Tidak Selesai, Maka Kerusuhan di Papua Akan Terus Terjadi

Tinta Media - Narator MMC menilai apabila akar kerusuhan konflik di Papua tidak diselesaikan, maka kerusuhan di sana tidak akan pernah berhenti.

"Kerusuhan di Papua berulang kali, mulai dari konflik antar penduduk asli dan pendatang, hingga kerusuhan oleh KKB akan terus terjadi selama akar masalahnya tidak diselesaikan oleh pemerintah pusat," jelasnya dalam serba-serbi MMC dengan tema ' Akar Masalah Tak Diselesaikan, Kerusuhan Papua Akan Terus Terjadi' di laman YouTube MMC, Rabu (16/11/2022)

Sebab, sambungnya, ada banyak faktor yang memicu konflik di Papua, mulai dari ketimpangan kesejahteraan, keamanan, keadilan, dan sebagainya. "Oleh karena itu, pemerintah harus berkomitmen menyelesaikan akar masalah, tidak hanya terfokus pada satu atau dua masalah saja, seperti ekonomi dan pembangunan," bebernya.

Papua kaya akan kekayaan Alam. Maka, narator menilai, kekayaaan alam yang melimpah tersebut seharusnya membuat rakyat Papua dan Papua Barat bisa sejahtera.

Ia pun menyebutkan bahwa rakyat Papua juga berhak atas keadilan, kehormatan, penegakkan hukum, dan kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan yang dijunjung tinggi serta dihormati.

"Namun, inilah wajah buruk penerapan sistem kapitalisme demokrasi. Negara gagal menjamin keamanan dan kesejahteraan, serta persatuan warga negaranya, hingga memicu konflik," tuturnya.

Mirisnya, lanjut narator, dalam sistem ini, kerusuhan kadangkala dipelihara karena menjadi salah satu sumber keuntungan untuk pihak lain, baik keuntungan kekuasaan maupun ekonomi.

Islam Solusi

Narator mengatakan akan berbeda jika sistem yang diterapkan adalah Islam. Sistem yang tegak di atas ideologi Islam, justru jadi satu-satunya harapan masyarakat saat ini.

Narator menjelaskan, ini disebabkan karena sistem Islam tegak di atas ideologi yang sesuai dengan fitrah dan akal manusia. Sehingga dipastikan akan mampu mengantarkan manusia pada kemuliaan dan kesejahteraan yang dicari-carinya.

Narator pun mengisahkan, "sistem ini bahkan telah tegak selama belasan abad dalam bangunan sebuah negara bernama khilafah, yang luasnya meliputi dua pertiga dunia. Sejarah mencatat pada masa itu, khilafah berhasil menyatukan berbagai suku, ras, budaya, bahkan agama. Mewujudkan kesejahteraan dan keamanan yang luar biasa."

Ia menjelaskan, sistem Islam menetapkan bahwa seluruh kekayaan alam adalah hak milik umat. "Faktanya penderitaan Papua justru diawali dengan dibukanya keran investasi dengan dalih pembiayaan pembangunan," terangnya.

Namun, narator menuturkan, justru semua investasi asing yang legal dalam sistem kapitalis adalah haram dalam sistem Islam. 

Islam, lanjut narator, juga menjamin keamanan dan kesejahteraan ke seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu, baik muslim maupun non-muslim

Narator memaparkan bahwa Islam menetapkan haram bagi siapapun yang melanggar kehormatan, harta, dan nyawa warga negara khilafah non-muslim. Sampai-sampai sanksi Islam pun berhak dijatuhkan bagi muslim yang mencederai hak-hak mereka. Sebab tidak ada diskriminasi dalam penerapan sistem Islam.

"Hanya dalam sistem khilafah, keadilan dan kesejahteraan, serta keamanan akan terwujud. Karena negara adalah pengatur dan penjamin kebutuhan rakyat," pungkasnya.[] Wafi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab