Tinta Media - Apakah Panji Gumilang lebih Soekarno daripada Bung Karno sendiri? Pasalnya, Pimpinan PP Al-Zaytun tersebut menempatkan perempuan di shaf depan bersama lelaki dalam shalat Idul Fitri 1444 H dengan alasan karena dirinya menganut mahzab Soekarno (Presiden Pertama RI).
.
Padahal Bung Karno sendiri hanya menolak tabir pemisah antara barisan perempuan dan barisan lelaki tetapi tetap saja lelaki semuanya di depan dan tetap saja perempuan semuanya di belakang. Tapi, Panji Gumilang kebablasan hingga menempatkan istrinya di shaf paling depan bersama para lelaki, lebih dari itu bahkan sesumbar sebentar lagi santri perempuannya akan menjadi khatib shalat Jum'at.
.
Padahal, setahu saya, Bung Karno tidak pernah mengajarkan itu. Bahkan saya sangat berbaik sangka, PDIP dan para pengagum Bung Karno yang lain (kecuali Panji Gumilang cs) ketika menyelenggarakan shalat berjamaah termasuk shalat Idul Fitri, mestilah lelaki di shaf depan semua dan perempuan di shaf belakang semua.
.
Dilihat dari sisi itu saja, Panji Gumilang sudah sangat kebablasan, sudah keluar dari apa yang dikatakan dan dipraktikkan Bung Karno. Kecuali, kalau Panji Gumilang lebih Soekarno daripada Bung Karno sendiri.
.
𝐓𝐞𝐫𝐤𝐚𝐢𝐭 𝐄𝐧𝐭𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐏𝐞𝐧𝐣𝐚𝐣𝐚𝐡 𝐘𝐚𝐡𝐮𝐝𝐢
.
Sikapnya terkait entitas penjajah Yahudi pun berseberangan dengan Soekarno. Hal itu tampak ketika Panji Gumilang menyambut kedatangan Menteri Agama Suryadharma Ali dan rombongan yang berkunjung ke Al-Zaytun, dengan lagu Israel berbahasa Ibrani yang dinyanyikan empat santri wanita Al-Zaytun pada tahun 2012 lalu.
.
Panji Gumilang berkata, lagu itu sebagai pengenalan awal. Ke depannya, semoga terjalin hubungan diplomatik antara RI dan Israel (menurut penulis, lebih tepatnya sih disebut entitas penjajah Yahudi atau paling tidak negara ilegal Israel). Karena, kata Panji Gumilang, "Israel itu bukan menjajah tapi sedang membagi dua wilayah saja."
.
Hmmm, tentu saja itu juga bertentangan dengan pernyataan dan amalan Bung Karno. Karena Bung Karno dengan tegas menolak penjajahan Israel kepada Palestina, atau kalau penulis pinjam istilahnya Panji Gumilang, Soekarno menolak Israel "membagi dua" wilayah Palestina. Di antaranya ditunjukkan dengan:
.
- Tidak memedulikan ucapan selamat dan memberikan pengakuan penuh atas kemerdekaan Republik Indonesia dari Menteri Luar Negeri Negara Ilegal Israel Moshe Sharett (1950).
.
- Ketika India, Srilanka, dan Myanmar usul agar negara ilegal Israel diundang dalam Konferensi Asia-Afrika, dengan tegas Bung Karno menolaknya (1953).
.
- Dengan tegas melarang Timnas Indonesia bertanding melawan Timnas negara ilegal Israel di Piala Dunia Sepak Bola 1958 di Swedia (1957).
.
- Tidak memberikan visa bagi timnas negara ilegal Israel dalam Piala Dunia 1962 ketika Indonesia menjadi tuan rumah.
.
- Dengan tegas menyatakan berdiri menentang penjajahan Israel kepada Palestina. "Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel,” tegas Bung Karno dalam pidato HUT RI (1962).
.
Tapi seperti yang sudah disinggung di atas, Panji Gumilang berkata, Israel tidak sedang menjajah Palestina, Israel hanya membagi dua tanah Palestina saja. Apakah Panji Gumilang tidak sadar bahwa pembagiduaan tanah Palestina oleh entitas penjajah Yahudi tersebut, menurut Bung Karno adalah penjajahan?
.
Sampai sekarang pun negara ilegal Israel sedang menjajah alias memperluas tanah yang diduduki entitas penjajah Yahudi dengan mengusir dan memerangi penduduk Palestina.
.
Jadi, bila benar mengikuti Bung Karno, mestinya yang diajarkan ke para santrinya itu bagaimana membebaskan Palestina dari penjajahan, bukan memberikan pengenalan awal untuk membuka hubungan diplomatik.
.
Apalagi ketika Palestina benar-benar merdeka dari penjajah, tentu negara ilegal Israel itu tidak akan ada, sehingga tidak ada perlu-perlunya memberikan pengenalan awal untuk membuka hubungan diplomatik dengan entitas penjajah Yahudi tersebut.
.
Lain cerita, bila negara Israelnya berdiri bukan di atas tanah yang dirampas dari Palestina ataupun negari-negeri kaum Muslim lainnya. Misal, berdiri di Amerika Serikat karena AS dengan sukarela menyerahkan sebagian tanahnya dikuasai entitas Yahudi untuk dijadikan negara dengan nama Israel.
.
---Apakah AS mau? Tentu tidak, lantas mengapa memaksakan membagi Palestina menjadi dua negara, sebagian Palestina dan sebagian Israel? Lebih parahnya lagi para penguasa negeri Muslim dan tokoh-tokoh Muslim kok malah setuju solusi dua negara tersebut?---
.
Patut diduga, Panji Gumilang belum begitu paham dengan prilaku dan pernyataan Bung Karno, yang diajadikan sebagai madzhabnya itu tetapi berlagak lebih Soekarno daripada Bung Karno sendiri.
.
𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐒𝐨𝐞𝐤𝐚𝐫𝐧𝐨?
.
Lebih jauh dari itu, tentu saja tidak ada kaum Muslim yang beranggapan ada madzhab Soekarno, termasuk para pengagum Soekarno dan PDIP sekalipun (kecuali Panji Gumilang cs) tidak ada yang menganggap Bung Karno adalah imam madzhab.
.
Karena umumnya kaum Muslim yang memiliki wawasan memadai terkait Islam dan Bung Karno, akan menyimpulkan Bung Karno itu Muslim sekuler (tidak mau menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan bernegara), bukan Muslim yang 𝑓𝑎𝑞𝑖ℎ𝑢 𝑓𝑖𝑑𝑑𝑖𝑛 dalam bernegara, apalagi mujtahid!
.
Walhasil, mustahil Bung Karno mampu membuat rumusan 𝑢𝑠ℎ𝑢𝑙 𝑓𝑖𝑞ℎ yang standar sebagai metodenya untuk merumuskan fikih terkait berbagai problematika umat dalam bidang ibadah mahdhah (termasuk tata cara shalat) maupun ghairu mahdhah (termasuk dalam bernegara) sebagaimana layaknya seorang mujtahid.
.
Buku 𝐷𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝐵𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑎 𝑅𝑒𝑣𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 karya Bung Karno yang diklaim Panji Gumilang sebagai rujukan dalam bermahdzab pun bukanlah kitab 𝑢𝑠ℎ𝑢𝑙 𝑓𝑖𝑞ℎ ataupun kitab fikih, tetapi buku kumpulan tulisan Bung Karno ketika melawan penjajah Belanda dalam kurun 1917- 1925 M.
.
Tetapi mengapa kok sekelas pimpinan ponpes dengan ribuan santri malah menjadikan Bung Karno sebagai imam madzhab dengan mengatakan, madzhabnya adalah madzhab Soekarno? Apakah sebodoh itukah Panji Gumilang atau memang sengaja mau menyesatkan kaum Muslim yang masih awam? Kaum Muslim wajib waspada. 𝑊𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ𝑢'𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑠ℎ 𝑠ℎ𝑎𝑤𝑤𝑎𝑏.
.
.
Depok, 14 Syawal 1444 H | 4 Mei 2023 M
.
Joko Prasetyo
Jurnalis