Tinta Media: Pangan
Tampilkan postingan dengan label Pangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pangan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 April 2024

Gerakan Pangan Murah, Solusi Pragmatis ala Kapitalis

Tinta Media - Dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispakan) Kabupaten Bandung menggelar Gerakan Pangan Murah di komplek Buahbatu Centrum Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten  Bandung, Selasa (19/03/2024).

Ir. Ina Dewi Kania selaku Kepala Dispakan menyampaikan bahwa program ini merupakan upaya pemerintah Kabupaten Bandung sesuai instruksi Bupati Bandung Dadang Supriatna untuk memastikan ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga pangan dalam rangka pengendalian inflasi daerah. Dari program tersebut, diharapkan masyarakat dapat berbelanja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terjangkau. Produk yang digelar pada Gerakan Pangan Murah kali ini adalah kebutuhan pokok, seperti beras, telur, sayuran, gula merah, dan gula pasir.

Sejatinya, kenaikan berbagai harga pangan saat ini tidak terlepas dari persoalan politis. Seharusnya kita bisa  mengevaluasi konsep tata kelola ekonomi yang bercorak kapitalistik neoliberal di negeri ini. Faktanya, sistem inilah yang menyebabkan tingginya harga pangan. 

Negara berlepas tangan dalam mengurusi urusan masyarakat dan hanya berfungsi sebagai regulator untuk swasta yang seluruh orientasi berdasarkan profit semata, untuk mendapatkan keuntungan melimpah tanpa memedulikan beban rakyat yang semakin bertambah berat.

Sementara, pengusaha diuntungkan dengan berbagai regulasi yang diterapkan. Alih-alih mengatur agar rakyat mendapatkan haknya, yang terjadi justru pemerintahan demokrasi berkongkalikong dengan korporasi. Pada akhirnya, lahirlah para mafia pangan yang menguasai hulu hingga hilir persoalan pangan, mulai dari penguasaan lahan hingga penjualan retail. Alhasil, lapangan pekerjaan semakin susah untuk didapatkan. Jikapun masyarakat memiliki pekerjaan, mereka digaji dengan upah yang minim, sedangkan harga kebutuhan kian mahal.

Oleh karena itu, berharap harga pangan murah dengan adanya gerakan pangan murah bagai mimpi pada siang bolong. Sebab, pemerintah telah nyata gagal dalam menyelesaikan permasalahan harga pangan yang murah. 

Seharusnya negara mengantisipasi kenaikan harga. Sayangnya, ini mustahil terwujud dalam sistem kapitalisme karena negara hanya sebagai regulator atau pengatur kebijakan, bukan pengurus rakyat

Kendali negara ada di tangan para korporat dan oligarki. Negara memberi ruang sebebas-bebasnya bagi para pemilik modal untuk menguasai segala sektor, termasuk sektor pangan dan pertanian. Ini menunjukkan betapa abainya penguasa dalam sistem kapitalisme.

Sangat berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam. Rasulullah saw. bersabda,

"Imam adalah raa'in bagi rakyatnya dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR Ahmad dan Bukhari).

Dalam sistem Islam, pemimpin adalah pelayan, pengurus segala urusan rakyat. Pemenuhan kebutuhan rakyat bukan dihitung secara kolektif, melainkan secara individu per individu. 

Para penguasa berupaya dengan segenap cara untuk meriayah (mengurusi) rakyat karena jika tidak, maka mereka sudah berbuat zalim.

Islam memiliki mekanisme agar harga pangan dapat stabil dan terjangkau. Ini tertuang dalam sistem ekonomi Islam yang diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam. Harga ditentukan oleh penawaran (supply) dan permintaan (demand). Jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah, tetapi permintaan sedikit, maka harga akan turun. Sebaliknya, jika barang yang ditawarkan sedikit sedangkan permintaannya banyak, maka harga akan naik. Dengan demikian, harga mengikuti hukum pasar yang ditentukan oleh penawaran dan permintaan barang yang seimbang, bukan dengan mematok harga sebagaimana yang dilakukan oleh penguasa kapitalis saat ini.

Adapun beberapa kebijakan penguasa dalam sistem Islam untuk membuat harga tetap stabil, antara lain:

Pertama, bila penawaran dan permintaan barang berkurang sehingga mengakibatkan harga-harga naik, maka ketersediaan barang diseimbangkan dengan menyuplai barang dari wilayah lain.

Kedua, jika ketersediaan di dalam negeri tidak mencukupi, maka dibolehkan impor barang, dengan syarat dilakukan secara temporer sampai harga barang stabil. Namun, impor tidak boleh dari negara kafir serta bukan komoditas haram.

Ketiga, jika ada penimbunan dan kartel barang, maka dapat dijatuhkan sanksi ta'zir.

Keempat, penjagaan standar mata uang, yaitu dengan emas dan perak. Negara tidak boleh menambah jumlah uang yang beredar karena dapat menyebabkan nilai nominal mata uang yang sudah ada menjadi jatuh. Negara juga akan memudahkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidup, sehingga tidak terjadi inflasi yang menyebabkan harga barang naik.

Demikianlah, upaya yang dilakukan negara dalam sistem Islam. Untuk itu, sudah saatnya umat beralih penerapan Islam secara sistematik sebagai satu-satunya solusi untuk menghadapi segala permasalahan yang muncul. Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 16 Maret 2024

Harga Pangan Naik, Tradisi Buruk Setiap Jelang Ramadhan



Tinta Media - Menarik napas akhir-akhir ini terasa berat mengetahui harga-harga bahan pangan saat berbelanja di pasar.  Harga sayuran, bumbu dapur, telur, daging ayam, apalagi beras naik semua. Kegembiraan datangnya bulan suci Ramadan terkikis oleh kenyataan naiknya harga semua bahan pangan, tetapi pendapatan tetap. 

Bagaimana bisa memenuhi kecukupan gizi keluarga kalau uang yang ada hanya cukup untuk membeli beras dan sayur tanpa sumber protein? Jelang Ramadan rupanya bukan hanya ada tradisi nyadran, berziarah kubur, tetapi harga pangan naik pun jadi tradisi?  Sungguh tradisi buruk yang tidak diharapkan.

Dilansir dari Pikiran Rakyat (28/2/24),  Pemerintah Kabupaten Bandung mengakui selalu terjadi kenaikan harga Kebutuhan Pokok Masyarakat (Kepokmas)  menjelang bulan Ramadan. Untuk itu, Pemkab Bandung telah melakukan langkah-langkah pengendalian harga Kepokmas. 

Langkah-langkah tersebut antara lain melakukan koordinasi lintas sektoral dengan instansi terkait seperti Bulog, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin), dan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispangtan)  Kab. Bandung. Selain itu, mengadakan monitoring harga Kepokmas secara berkala dan mengadakan Operasi Pasar Murah (OPM).

OPM sedang gencar dilakukan oleh Bulog dan Dispangtan dengan memasarkan beras kemasan 5 kg dalam program Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP)  atau  Gerakan Pangan Murah (GPM),  serta Bantuan Pangan bagi kelompok rentan (pendapatan rendah), seperti tukang ojek, guru ngaji, dan budayawan.  

Ada pertanyaan yang menggelitik, mengapa orang yang mendapat bantuan harus dipilah-pilah? Bukankah setiap warga negara merasakan akibat kenaikan harga ini? Profesi lain pun terdampak dan terpuruk, seperti bidan, guru, ASN, dan lain-lain.

Begitulah kebijakan dalam sistem yang diterapkan di negeri ini. Solusi atas masalah hanya bersifat praktis dengan manfaat sesaat. Ibarat orang sakit nyeri sendi, hanya diberi obat pereda sakit saja, hanya mengobati gejalanya, bukan menumpas akar masalah. Maka, bila obat habis, akan terasa sakit lagi.

Kebijakan operasi pasar murah dll. pun tidak menyelesaikan masalah, hanya memberi hiburan sesaat agar rakyat tidak protes, seakan-akan penguasa perhatian pada mereka. Kebijakan seperti itu tidak menyentuh akar masalah.

Emilda Tanjung, M.Si. seorang Pengamat Kebijakan Publik menyatakan bahwa akar masalah naiknya harga bahan pangan yang berulang tiap menjelang Ramadan adalah dalam pengelolaan pangan.  

Pengelolaan pangan dalam sistem kapitalisme dilakukan oleh pihak swasta yang berorientasi pada keuntungan, bukan oleh pemerintah. Pemerintah saat ini hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Sedang pihak swasta yang memiliki modal besar, bertindak sebagai operator, pelaksana dengan kewenangan mengatur pengelolaan pangan mulai dari produksi, distribusi, sampai konsumsi.
 
Selama pengelolaan pangan dilakukan oleh swasta, maka rakyat akan menderita karena swasta tidak mengenal konsep meriayah ( mengurus, melayani ) rakyat. Yang ada, rakyat adalah target pasar bagi produknya. Bisnis ini harus menguntungkan bagi pengusaha.  Maka, dengan kewenangan dari hulu sampai hilir di tangan swasta, harga pangan tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah sekali pun. 

Berbeda dengan sistem Islam dalam naungan khilafah saat mengelola pangan. Pengelolaan pangan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Maka, pengelolaan pangan dikendalikan sepenuhnya oleh negara, bukan swasta. 

Negara mempunyai kendali di semua tahap pengelolaan pangan, mulai dari pendataan jumlah penduduk dan kebutuhan pangannya, produksi pangan apa yang diutamakan serta jumlahnya, sistem distribusi pangan yang menyeluruh ke seluruh negeri, sampai tahap konsumsi berupa kemudahan bagi rakyat untuk mendapatkan bahan pangan dengan harga yang stabil dan terjangkau. 

Paradigma pemerintah dalam sistem Islam adalah meriayah umat, mengurus urusan umat, dan melayani kebutuhannya karena Allah. Dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. 

"Ketahuilah, setiap dari kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR Al Bukhari).

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media

Minggu, 10 Maret 2024

Laju Inflasi Pangan di Atas Rata-Rata Kenaikan Upah Minimum, Bukti Pemerintah Salah Urus Negara!



Tinta Media - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menilai Pemerintah Joko Widodo selama ini telah salah urus dalam mengelola Negara. Kemiskinan tetap jadi masalah utama di Indonesia, akibat daya beli masyarakat yang rendah. Di sektor ketenagakerjaan, kebijakan politik upah murah yang diterapkan Pemerintah terbukti tidak berkeadilan dan tidak menyejahterakan. Demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, SE Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis kepada media (06/03/2024).

Keterangan pers ASPEK Indonesia ini merespons  informasi dan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Departemen Regional Bank Indonesia (BI) Arief Hartawan, terkait laju inflasi pangan yang bergejolak atau volatile food dalam kurun waktu 4 tahun terakhir dan telah melampaui rata-rata kenaikan upah minimum regional (UMR). Dikutip dari artikel di Kompas.com dengan judul "BI: Inflasi Pangan Sudah Lampaui Kenaikan UMR, Hampir Salip Kenaikan Gaji PNS", tanggal 04 Maret 2024.

Kepala Departemen Regional BI Arief Hartawan mengatakan, dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, inflasi pangan bergejolak mencapai 5,6 persen. Angka itu lebih tinggi dibanding rata-rata kenaikan UMR yang hanya mencapai 4,9 persen pada periode 2020-2024.

Mirah Sumirat menilai berbagai kebijakan Pemerintah Joko Widodo terbukti gagal dalam menyejahterakan rakyatnya. Sistem pengupahan yang beberapa kali diubah selama masa pemerintahannya, terbukti semakin melanggengkan politik upah murah dan menurunkan daya beli masyarakat. Inflasi pangan yang diungkap Kepala Departemen Regional Bank Indonesia (BI) Arief Hartawan, membuktikan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan pangannya saja, masyarakat sudah sangat kesulitan. Apalagi untuk kebutuhan lainnya, seperti pendidikan, perumahan dan kebutuhan lainnya.

ASPEK Indonesia mendesak Pemerintah untuk serius dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Jangan hanya peduli pada kekuasaan, tapi mengabaikan kesejahteraan rakyatnya,” pungkas Mirah Sumirat.

Jakarta, 06 Maret 2024
Dewan Pimpinan Pusat
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia

Mirah Sumirat, SE
Presiden

Sabda Pranawa Djati, SH
Sekretaris Jenderal

Sumber: PRESS RELEASE, ASOSIASI SERIKAT PEKERJA INDONESIA (ASPEK INDONESIA) (06/03/2024)

Senin, 19 Februari 2024

Stabilitas Harga Pangan Mustahil dalam Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Harga beras kembali meroket. Harga beras medium sudah mendekati Rp14.000 per kg dan beras premium nyaris Rp16.000 per kg. 

Sepekan lalu, (5/2/2024), harga beras premium masih di kisaran Rp15.500 per kg dan beras medium di Rp13.620 per kg. Harga tersebut sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, berkisar Rp10.900-Rp11.800 per kg medium dan Rp13.900-14.800 per kg premium, tergantung zona masing-masing. (cnbcindonesia.com, 12/02/2024)

Melansir dari Kompas.com, pada Januari lalu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Samsul Arifin mengatakan bahwa pihaknya sudah meminta Satuan Tugas (Satgas) Pangan di kepolisian daerah untuk mengantisipasi upaya penimbunan pangan di daerah, juga memeriksa kondisi pasar dan perkembangan di distributor. Polri juga bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan operasi pasar supaya harga pangan di sisi produsen dan distributor tidak terlalu berbeda jauh.

Kenaikan harga pangan yang terus berulang akan berakibat pada semakin sulitnya kehidupan masyarakat. Ibu rumah tangga harus menggerus tabungan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarganya, termasuk anak-anaknya. Para pengusaha UMKM makanan juga akan kena dampak lantaran naiknya harga jual dan sepinya pembeli yang mengakibatkan terjadinya kerugian. 

Kondisi ini sejatinya menunjukkan kurangnya peran negara dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat. Pasalnya, pemerintah hanya mencukupkan diri dengan upaya stabilisasi harga pangan melalui pelaksanaan operasi pasar. 

Satgas pangan  memang diperlukan untuk mengawasi tindakan-tindakan curang di pasar yang berefek merusak harga pasar. Akan tetapi, solusi ini sejatinya tidak menyentuh akar persoalan karena kenaikan harga pangan yang seolah sudah membudaya di negeri ini. Saking seringnya terjadi, kini masyarakat sudah terbiasa dengan hal tersebut dan menganggapnya sebagai perkara lumrah. 

Kondisi masyarakat seperti ini tidak boleh dibiarkan sebab pemenuhan kebutuhan pangan dengan harga yang terjangkau merupakan salah satu tugas utama negara. 

Pembentukan SDM berkualitas sangat dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam mengakses bahan pangan. Sesungguhnya, persoalan kenaikan harga pangan disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Negara hanya bertindak sebagai regulator atau pembuat aturan saja serta fasilitator. Alhasil, negara berlepas tangan dari tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat. Pemenuhan kebutuhan pangan pun diambil alih oleh pihak swasta atau korporasi, mulai dari sektor produksi, distribusi, hingga konsumsi.

Harga pangan di negeri ini berada di bawah kendali para korporasi yang mendapatkan keuntungan besar darinya. Hal itu tampak dari hasil riset Greenpeace Internasional atas keuntungan 20 korporasi agribisnis di seluruh dunia dalam kurun 2020-2022. 

Perusahaan-perusahaan  itu ternyata memiliki kendali yang semakin kuat atas sistem pangan global dan berhasil meraup keuntungan fantastis. Ini terlihat dari total deviden mereka pada 2020 dan 2021 senilai 53,5 miliar US Dollar. Oleh karena itu, selama tata kelola pangan masih menggunakan konsep kapitalisme yang menghilangkan peran negara, stabilitas harga pangan mustahil terwujud. 

Kestabilan harga pangan dan terjangkaunya oleh masyarakat hanya bisa terwujud dalam penerapan Islam secara kaffah di bawah institusi khilafah Islamiyah. Negara dalam Islam berperan sebagai raa'in (pengurus umat) dan junnah (pelindung). Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya:

"Imam atau khalifah adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Ahmad, Bukhari)

"Imam (khalifah) itu adalah perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR. Muslim)

Dalam Islam, negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Salah satunya dengan memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah memadai dan berkualitas bagi seluruh rakyat, serta memastikan rakyat mampu menjangkau harganya. 

Inilah salah satu gambaran peran negara dalam Islam sebagai pengurus urusan umat. Negara wajib menjalankannya dengan sungguh-sungguh dan amanah. Selain itu, negara wajib menghilangkan hegemoni korporasi dalam menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan besar, sebab hal tersebut termasuk dharar (bahaya) yang wajib dihilangkan.

Dalam menjaga stabilitas harga pangan, khilafah akan menerapkan beberapa kebijakan yang dituntun oleh syariat Islam di antaranya:

Pertama, negara akan menjaga ketersediaan stok pangan sehingga terjadi kestabilan supply and demand. Hal ini dilakukan negara dengan menjamin produksi pertanian di dalam negeri agar berjalan maksimal, baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian. Jika optimalisasi penyediaan pangan dalam negeri sudah dilakukan, tetapi stok belum memenuhi, maka kebijakan impor bisa dipilih negara. Namun, impor dilaksanakan mengikuti koridor syariat. 

Kedua, negara akan menjaga rantai tata niaga atau perdagangan, yaitu dengan mencegah dan menghilangkan segala bentuk distorsi pasar seperti penimbunan, praktik tengkulak, kartel, riba, dan sebagainya. 

Negara akan menegakkan sistem sanksi yang tegas dan berefek jera bagi yang melanggar sesuai aturan Islam. Negara memiliki Qodli Hisbah yang bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan tayyib.

Ketiga, negara akan menjaga ketakwaan masyarakat dengan terus melakukan edukasi tentang syariat bermuamalah, hal ini akan menghindarkan masyarakat dari mudarat atau bahaya. 

Sungguh, hanya penerapan syariat Islam kaffah dalam institusi khilafah yang mampu mewujudkan kestabilan harga pangan di tengah masyarakat hingga bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat. Wallaahu A'lam bis shawaab.


Oleh: Nur Itsnaini Maulidia 
(Aktivis Dakwah)

Sabtu, 03 Februari 2024

Menjamin Kehalalan Pangan



Tinta Media - Apa yang terbayang di pikiran kita jika ada manusia yang memakan anjing? Begitu juga jika ada yang memperjualbelikan babi atau pun barang haram lainnya, apalagi hal tersebut terjadi secara nyata di pelupuk mata kita? Ya, bagi seorang muslim, secara naluriah hal itu merupakan makanan yang menjijikkan, najis dan kotor. Terlebih, syariat Islam telah mengharamkannya.

Sebagaimana diberitakan oleh Solopos, seorang warga yang kini menjadi tersangka perdagangan anjing menceritakan bahwa dia sudah 10 tahun melakukan perdagangan binatang tersebut. 

Kita tentu marah dan kecewa. Apa pun alasannya, hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Negara ini mempunyai norma-norma dan undang-undang yang harus dipatuhi. Peraturan terkait perdagangan anjing tertuang dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Anjing merupakan hewan peliharaan, bukan ternak, sehingga tidak diperuntukkan untuk pangan.

Artinya, peredaran dan perdagangan anjing oleh negara telah dilarang. Tak hanya peredaran dan perdagangan anjing yang dilarang, mengonsumsi anjing bisa terjangkit penyakit rabies. Namun, mengapa peredaran dan perdagangan anjing masih terjadi?

Perdagangan anjing tidak hanya terjadi di Solo saja. Jika ditelisik ke belakang, ada perdagangan anjing di pasar daerah Tomohon Sulawesi Utara. Itu baru yang menyeruak ke publik. Bagaimana yang tidak terungkap?

Kontrol Negara

Problematika perdagangan anjing ini tidak bisa dilepaskan dari peran negara. Seharusnya negara melakukan kontrol di pasar-pasar. Dalam artian, ketersediaan pangan untuk rakyat harus benar dilakukan. Negara harus memastikan bahwa setiap individu memperoleh makanan yang halal dan thayib. 

Sayang seribu sayang, harapan dan keinginan terhadap makanan yang halal dan thayib hanya tinggal harapan. Ini karena sejatinya, penguasa kurang serius dalam mengurusi rakyat. 

Kapitalisme menjadikan negara bersikap tidak serius. Selagi ada yang membutuhkan, maka produsen akan menyediakan barang haram itu. Itulah salah satu prinsip ekonomi kapitalisme. Karena itu, harus ada perubahan secara mendasar dengan menghadirkan solusi tuntas terhadap persoalan ini.

Pangan Halal dan Thayib

Pangan halal dan thayib harus menjadi mindset setiap muslim. Dari makanan halal dan thayib, tubuh kita akan terjaga. Ini mesti diupayakan dengan sungguh-sungguh. 

Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 168 yang artinya,

"Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh nyata bagimu."

Dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda,

"Allah dan rasul-Nya telah mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi, dan patung.

Dengan mengonsumsi makanan halal, maka akan terjaga tubuh (raga), kesucian pikiran, kesucian jiwa, dan insyaallah keistikamahan dalam menjalankan syariat Islam.

Syariat Islam akan menjamin umat hanya mengonsumsi makanan halal lagi baik. Metodenya dengan menerapkan syariat Islam oleh negara. Untuk itu, negara melakukan langkah-langkah praktis karena sumber hukumnya sudah ada, yakni Al-Qur’an, hadis, ijma sahabat, dan qiyas. Jadi, khalifah melakukan ijtihad dalam menggali sebuah hukum. 

Langkah praktis negara dalam pangan bisa dalam bentuk penerapan teknologi pertanian, menciptakan varietas pangan yang unggul, dan lain-lain.

Tidak hanya itu saja, perlu penegakan hukum juga sebagai sanksi agar menimbulkan efek jera kepada pelaku kejahatan, dan penebus dosa-dosanya di akhirat kelak.

Dengan demikian, masyarakat akan aman dan nyaman dalam melakukan aktivitas.

Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Tinta Media

Kamis, 18 Januari 2024

Impor Beras Makin Deras, Kedaulatan Pangan Hanya Angan



Tinta Media - Impor menjadi solusi pragmatis permasalahan beras, dan hal ini bukan permasalahan mendasar. Bahkan, cenderung menjadi cara praktis mendapatkan keuntungan bagi pihak tertentu yang berkepentingan. 

Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada, terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah, yakni hampir mencapai 280 juta jiwa dan mereka membutuhkan beras. Hal ini diungkapkan Presiden Joko Widodo di acara Pembinaan Petani Jawa Tengah di Banyumas (2/1/2024). (CNBC Indonesia, 2/1/2024) 

Permasalahan ini bisa diatasi dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan oleh negara. Di antaranya, menyediakan lahan pertanian di tengah banyaknya alih fungsi lahan. 

Ekonom dari Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta menyatakan bahwa kenaikan harga beras tidak sebatas karena dampak El Nino, tetapi lebih kompleks dan sistemis. Masalah sistemis itu di antaranya: 

Pertama, penduduk bertambah banyak, tetapi produksi beras makin turun. Harga barang akan mengikuti hukum pasar. Jika penawaran lebih sedikit daripada permintaan, maka harga pasti naik. Ini menjadi alasan mengapa pemerintah melakukan impor beras, yaitu untuk menekan agar harga tidak naik. 

Kedua, harga beras tetap naik, meskipun dana triliunan rupiah sudah dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur. Seharusnya, pembangunan infrastruktur dimulai dari kebutuhan dasar rakyat terlebih dahulu, terlebih Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan pertaniannya. 

Ketiga, keberlanjutan pertanian. Indonesia berada di ranking ke-71 dari 78 negara berdasarkan data dari food sustainability index (indeks keberlanjutan pangan). 

Di tengah sistem keuangan yang kapitalistik, orang lebih memilih menimbun uang di perbankan, deposito, dan bermain di pasar modal, sehingga uang yang masuk ke dalam sektor riil yang produktif itu sangat kurang, termasuk pertanian. 

Selain itu, ada masalah konversi lahan yang berhubungan dengan para kapitalis. Mereka membuka industri dan perumahan di lahan-lahan yang diperuntukkan untuk pertanian. Hal ini menyebabkan luas lahan pertanian menjadi berkurang. Meski ada upaya penanggulangan soal ini, tetapi belum ada kebijakan yang jelas, mengingat pendapatan pajak dari dunia industri dan perumahan juga cukup menggiurkan. 

Solusi tambal sulam untuk mengatasi hal tersebut tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah baru. Sejatinya, ini memperlihatkan kelemahan negara dalam kedaulatan pangan. Negara di dalam sistem kapitalisme hanya sebagai regulator, yaitu sekadar menjalankan regulasi mengikuti arahan para kapitalis. 

Islam sangat memperhatikan masalah pangan, karena merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Islam mewajibkan seorang pemimpin negara dan jajarannya untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat, terutama pangan. Dengan dorongan iman, mereka akan melaksanakan tugas dengan baik, karena memaham bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. 

Islam mewajibkan pemerintah untuk menyediakan kebutuhan pokok, yaitu kecukupan dan kepastian kebutuhan setiap individu dapat terpenuhi. Islam mengharamkan negara mematok harga. Islam juga memiliki mekanisme agar ketersediaan pangan dan harganya tetap terjaga. 

Islam melarang kaum muslim bergantung pada asing agar negara bisa berdaulat. Namun, Islam tidak melarang impor, asalkan memenuhi kriteria syariat, seperti tidak bekerja sama dengan negara kafir harbi. 

Negara juga memiliki kebijakan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan, di antaranya dengan ekstensifikasi, yaitu yang berhubungan dengan penyediaan lahan pertanian dan meminimalkan alih fungsi lahan. Juga dengan melakukan intensifikasi, seperti meningkatkan kualitas benih, pupuk, metode pertanian, dan seterusnya. 

Selain produksi, negara juga mengatur distribusi dengan memutus rantai distribusi hingga dapat meminimalkan biaya, menjadikan harga bahan pokok tidak naik jauh. Akan ada sanksi bagi pelaku kecurangan, sehingga tidak ada yang berani berlaku curang. Semua dilakukan karena dorongan iman kepada Allah dan paham bahwa hal itu kelak diminta pertanggungjawaban. Namun, hanya negara yang berlandaskan Islam yang dapat mewujudkannya, sehingga kedaulatan pangan bukan hanya angan-angan lagi. 

Wallahualam bissawab.

Oleh: Yanyan Supiyanti, A.Md.
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 03 Januari 2024

Ratusan Anak Meninggal Bukti Kegagalan Negara dalam Menjamin Keamanan Obat dan Pangan




Tinta Media - Masalah keselamatan makanan dan obat-obatan di Indonesia belakangan ini telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat luas. Terlebih setelah kasus gagal ginjal akut pada anak memuncak pada Agustus hingga Oktober 2022. Setidaknya, per 5 Februari 2023, 326 kasus gagal ginjal pada anak dan satu suspek telah dilaporkan tersebar di 27 provinsi Indonesia. Dari kasus tersebut, 204 anak meninggal dunia. Kematian ratusan anak-anak tersebut diduga terkait dengan tingginya cemaran dari pelarut dalam obat sirop yang menyebabkan pembentukan kristal tajam di dalam ginjal.

Peristiwa tersebut tentu saja sangat mengejutkan masyarakat Indonesia. Bagaimana mungkin obat dengan bahan berbahaya tersebut dapat lolos dan menyebar bebas di pasaran, serta dikonsumsi oleh masyarakat luas? Sebagaimana yang diketahui oleh masyarakat selama ini, negara sendiri telah memiliki lembaga khusus dalam melaksanakan kebijakan teknis operasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Maka, hal ini tentu menjadi pertanyaan besar, di berbagai kalangan, tentang peran serta akuntabilitas BPOM dalam memastikan keselamatan masyarakat.

Beberapa keluarga korban anak-anak yang mengalami gagal ginjal akut mendorong Bareskrim Polri untuk segera mengambil tindakan hukum terhadap pihak yang bertanggung jawab atas peredaran obat batuk sirop beracun di Indonesia. Menurut mereka, selain produsen atau perusahaan farmasi, BPOM juga dinilai perlu bertanggung jawab dalam mengawasi bahan baku obat sirop sebelum terbitnya nomor izin edar.

Safitri Puspa Rani, ibu dari Panghegar salah satu korban yang meninggal karena mengonsumsi obat batuk sirop beracun, berharap semua orang yang terlibat dalam peredaran obat ini, termasuk pemerintah dan BPOM, dituntut secara hukum agar permasalahan ini tidak terulang kembali.

Keamanan obat dan pangan adalah hal yang sangat penting bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat. Oleh karena itu, badan pengawas seperti BPOM memiliki peran yang vital dalam menjamin bahwa masyarakat hanya mengonsumsi obat dan makanan yang aman dan berkualitas tinggi. Namun, kasus kematian anak penderita gagal ginjal akut menunjukkan bahwa BPOM dan negara dalam hal ini telah gagal menjalankan tugasnya dengan baik. Aturan yang kurang menyeluruh dan prosedur penerbitan izin edar obat yang tidak sesuai standar menunjukkan kurangnya keseriusan dari BPOM dan negara dalam menjaga keamanan masyarakat.

Sebagaimana diketahui era perdagangan bebas memang mengurangi hambatan perdagangan. Namun perdagangan bebas bukan hanya berkaitan dengan perdagangan komoditas yang bebas berkeliaran, memberikan akses lebih banyak bagi perusahaan untuk beroperasi dan mencari keuntungan dengan mengakses pasar yang lebih besar, untuk mendukung dan mempercepat pertumbuhan kapitalisme secara global, tetapi juga tentang investor asing yang bebas berinvestasi di negara tujuan.

Dengan daya saing yang tinggi di dalamnya, menjadikan para pengusaha tidak lagi peduli dengan kualitas tapi lebih kepada kuantitas agar dapat meraih keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa mengindahkan keamanan dan keselamatan konsumen.

Sementara sikap negara yang terkesan abai akan keamanan dan keselamatan rakyatnya pada dasarnya menjadi suatu hal yang wajar, sebab dalam sistem saat ini, tugas negara hanya sebatas regulator untuk para kapital. Sehingga BPOM yang notabene lembaga negara, cenderung sebatas lembaga registrasi obat dan makanan, yang hanya mengikuti apa yang tertera dari pabrik yang meregister, dan selanjutnya ketika ada masalah baru diteliti. Meskipun keselamatan masyarakat menjadi taruhan.

Pada dasarnya, memperbaiki kondisi ini dapat dimulai dengan upaya negara dalam mencerdaskan rakyat pada pentingnya keamanan obat dan makanan. Selain itu, negara juga harus menetapkan standar berkualitas tinggi untuk menjaga keamanan makanan dan obat dan menyiapkan SDM profesional dan amanah. Hal ini bersifat penting untuk menghasilkan sistem kewaspadaan yang cermat dan berkualitas.

Peradaban Islam di masa lampau, dikenal dengan perkembangan ilmu pengetahuan, salah satunya adalah farmasi. Ilmu tentang obat-obatan ini menjadi acuan perkembangan kedokteran bahkan hingga hari ini. Banyak para ilmuwan muslim di era kejayaan Islam yang telah berhasil menguasai riset ilmiah mengenai komposisi, dosis, penggunaan, serta efek dari obat-obatan sederhana dan campuran. Semua sejarah tersebut telah menjadi bukti bahwa peradaban Islam mempunyai peranan penting dalam bidang farmasi sekaligus menepis bahwa ilmu farmasi berasal dari barat.

Sebagaimana Islam, yang sangat mengutamakan kesehatan umatnya, dalam memilih makanan bahkan mencari obat konsep halal dan haram selalu diperhatikan. Tidak mengandung zat berbahaya, dan tidak diolah dengan peralatan yang najis, atau apa pun yang tidak diperbolehkan menurut hukum Islam. Sehingga aman digunakan oleh umat. Dan urusan sepenting ini tentunya hanya akan ditangani oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, profesional dan amanah, terlahir dari pendidikan yang berakidah Islam.

Dan Islam sebagai agama yang indah dan sempurna telah menetapkan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat dalam semua aspek kehidupan, termasuk menjamin keamanan dan kualitas obat dan makanan yang dikonsumsi rakyat. Namun, akibat kesalahan sistem hari ini, maka kewajiban negara tidak dapat terpenuhi, menjadikan negara gagal dalam menjaga serta melindungi keselamatan rakyatnya.

Kematian anak penderita gagal ginjal akut seharusnya membuat kita sadar akan pentingnya keamanan obat dan makanan bagi kesehatan dan keselamatan kita. Dan untuk mengembalikan fungsi negara sebagaimana mestinya, maka solusi satu-satunya adalah harus mencabut akar masalah utamanya, yaitu mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam kaffah, yang berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah. 

Sebab, sejarah telah menjadi saksi sekaligus bukti di bawah kepemimpinan Islam bahwa masyarakat terjamin keamanan dan keselamatannya, dan dari peradaban Islam juga telah melahirkan individu-individu amanah, profesional bahkan ilmuwan-ilmuan hebat, yang menorehkan tinta emas sepanjang peradaban.

Secara keseluruhan, masalah keselamatan makanan dan obat-obatan belakangan ini seharusnya menjadi alarm sekaligus panggilan untuk membangunkan kesadaran bagi negara, BPOM, dan masyarakat, bahwa tidak ada sistem yang lebih baik selain sistem Islam.

Wallahu 'alam.


Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang

Kamis, 16 November 2023

Regenerasi Pertanian demi Wujudkan Ketahanan Pangan, Nyata atau Sekadar Angan?



Tinta Media - Pemerintah Kabupaten Bandung secara terus-menerus melakukan berbagai upaya untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan demi memajukan wilayah Kabupaten Bandung di berbagai sektor, termasuk di antaranya sektor pertanian. Sebagai upaya menjaga ketahanan pangan, Bupati Bandung Dadang Supriatna mengusulkan agar membentuk generasi muda petani di Kabupaten Bandung sehingga ada regenerasi di sektor pertanian. 

Untuk menciptakan generasi muda petani itu, Bupati Bandung menginstruksikan pada Distan (Dinas Pertanian) Kabupaten Bandung melaksanakan kerja sama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad), Babinsa (Bintara Pembina Desa), dan TNI sehingga akan lebih bersinergi dan sukses.

Terkait anggaran, Bupati Bandung akan bekerja sama dengan BUMD secepatnya sehingga tahun depan sudah ada inovasi baru, mulai dari persiapan demplot sampai marketing atau suplai pasar. 

Disebutkan pula, agar terjadi multiplayer efect secara ekonomi mikro, maka dibutuhkan ASN. ASN akan diwajibkan membeli hasil produksi pertanian yang dijual oleh para petani sehingga uang akan tetap berputar secara sehat di wilayah Kabupaten Bandung,

Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah demi kemaslahatan masyarakat tentunya senantiasa disambut baik oleh masyarakat. Namun, sehebat apa pun program yang melibatkan generasi muda untuk memajukan pertanian, faktanya ketahanan pangan terus mengalami penurunan. Sebab, bertani itu butuh pengalaman yang banyak, tidak bisa instan dengan program dadakan. Petani yang sudah ada sejak dulu harus diberi dukungan penuh, mulai dari modal hibah (bukan pinjaman), saprotan, kepemilikan tanahnya, dll. Petani muda sudah semestinya magang ke petani senior, atau menjadi profesi yang turun temurun. Akan tetapi, saat ini sangat  jarang.

Sering kali orang tuanya petani, sementara anaknya tidak mau menjadi petani. Hal ini karena mereka mengetahui bagaimana sulitnya menjadi petani di zaman ini. Selain itu, gaya hidup pemuda saat ini lebih meniru pada gaya hidup Barat, hedon, gengsi tinggi, enggan untuk bersusah payah dalam menggapai sesuatu yang diinginkan. Mereka lebih memilih cara instan. 

Belum lagi pemerintah yang hanya membuat regulasi saja tanpa perlindungan dan support yang penuh untuk pertanian, mulai intensifikasi sampai ekstensifikasi, sehingga menjadikan profesi tani sebagai profesi yang tidak menjanjikan. 

Ada banyak faktor yang membuat rendahnya pendapatan para petani dan jauh dari kata sejahtera, di antaranya, etidakstabilan harga komoditas dan infrastruktur pertanian yang kurang memadai. Yang menjadi faktor terbesarnya adalah kepemilikan lahan. Di sini, banyak terjadi alih fungsi lahan sehinggaahan tani menjadi sempit. Di tambah dengan kebijakan impor yang menyebabkan harga pangan lokal kalah bersaing, alhasil upaya meningkatkan ketahanan pangan itu hanya sekadar wacana. Maka jelas, para milenial pun enggan menjadi petani. 

Semua ini adalah akibat diterapkannya kebijakan ekonomi yang bercorak kapitalistik, yang telah memberikan jalan bagi pemodal asing untuk memiliki lahan seluas-luasnya.

Beda halnya dengan Islam yang mampu menjaga dan mendukung penuh sektor pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kuat. Petani dalam sistem Islam merupakan profesi yang mulia. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan para petani, mulai dari aspek hulu yaitu menjamin berjalannya proses produksi dan menjaga stok pangan. 

Hal itu dilakukan dengan memberikan kemudahan-kemudahan dalam proses pertanian, mulai dari bibit terbaik disertai dengan teknologi pertanian yang modern, bantuan subsidi yang senantiasa tersalurkan dengan tepat sasaran, kemudahan infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi, mengadakan  riset-riset, pendidikan, pelatihan, pengembangan dalam pertanian, dsb. 

Selain itu, negara akan menerapkan hukum pertanahan sesuai aturan Islam. Lahan akan terjaga dalam hal kepemilikannya dan akan dikelola secara maksimal. 

Negara pun akan menjaga  distribusi dan stabilisasi harga tanpa adanya intervensi negara lain. Pemerintah melakukan pengawasan agar kondisi senantiasa normal. Jika terjadi kenaikan pada harga, maka pemimpin dalam Islam akan mengambil dua kebijakan utama, yaitu menghilangkan penyebab distorsi pasar, seperti penimbunan, kartel, dsb. Kedua, dengan menjaga keseimbangan supply dan demand. 

Dengan begitu, negara benar-benar telah menjalankan fungsinya yaitu menjamin pemenuhan pangan rakyat secara merata. Negara memberikan berbagai kemudahan dalam mengakses, sehingga petani hidup dengan penuh kesejahteraan karena negara senantiasa mengawal dan menciptakan pasar yang sehat dan ketahanan pangan pun kuat. Wallahu'alam bishawaab.

Oleh: Tiktik Maysaroh
Aktivis Muslimah Bandung

Kamis, 26 Oktober 2023

Menelisik Peraturan Sertifikat Produk Halal di Sistem Sekuler

Tinta Media - Telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah (Perpu) No. 2 Tahun 2022 sebagai pengganti UU  No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengenai sertifikasi produk halal. Peraturan ini juga merevisi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. 

Dalam peraturan terbaru ini, pelaku usaha mikro bisa mengajukan permohonan sertifikasi halal melalui pernyataan/ikrar dengan skema self declare. Tentu ini menjadi angin segar bagi pelaku usaha untuk mendapatkan sertifikat halal dengan mudah dan murah, bahkan gratis. Pertanyaannya, apakah konsumen, terutama umat Islam akan lebih terjamin untuk mendapatkan kepastian halal suatu produk?

Perubahan Aturan Sertifikasi Halal bagi UMKM

Terdapat beberapa perubahan mendasar terkait jaminan produk halal, yaitu:

Pertama, penetapan kehalalan produk. Penetapan kehalalan produk disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), MUI Provinsi, MUI Kabupaten/Kota, BPJPH sebagai dasar penerbitan sertifikat halal. Bila penetapan kehalalan produk telah terlampaui batas penetapan, maka Komite Fatwa Produk Halal bisa menetapkan kehalalannya maksimal 2 (dua) hari kerja.

Kedua, sertifikasi halal UMK dengan self declare (pernyataan halal). Permohonan sertifikasi halal bisa diajukan sendiri oleh pelaku usaha mikro melalui self declare, kemudian ditetapkan kehalalannya oleh Komite Fatwa Produk Halal maksimal satu hari kerja sejak hasil pendampingan PPH diterima.

Ketiga, keberadaan Komite Fatwa Produk Halal. Komite Fatwa Produk Halal dibentuk dan bertanggung jawab kepada Kemenag. 

Keempat, masa berlaku sertifikat halal. Sertifikat halal berlaku selama tidak ada perubahan komposisi bahan dan/atau proses produk. Jika ada perubahan komposisi bahan dan/atau proses produksi, maka pelaku usaha harus memperbarui sertifikat halalnya.

Kepentingan Kapitalis di Balik Proses Produk Halal

Secara cermat, isi Perpu Ciptaker terkait sertifikasi halal, terlihat berusaha membuat sistem yang lebih cepat dan mudah. Memang, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Mudahkanlah dan janganlah mempersulit …” (HR Bukhari). 

Namun, hadis ini berkaitan dengan teknis, bukan substansi. 

Berbeda dalam proses penetapan halal suatu produk yang butuh ketelitian. Apalagi, makanan dan minuman kekinian banyak yang menggunakan bahan-bahan tambahan dengan titik kritis yang perlu dicermati. Semua pihak harus mengetahui asal dan proses pembuatan bahan tambahan tersebut. 

Jika diamati lagi, kepengurusan sertifikasi halal bagi UMK tidak semudah yang disampaikan. Ada kepentingan para kapitalis yang ternyata lebih besar. Faktanya, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dianggap salah satu sektor yang berperan dalam perekonomian nasional. 

Maka, produk halal menjadi sorotan perekonomian dunia. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap bahwa Indonesia berpeluang besar meraup keuntungan dari industri halal global. Berdasarkan laporan Indonesia Halal Markets Report 2021/2022, potensi produk halal bisa menambah penghasilan Indonesia sebanyak US$5,1 miliar/tahun. Potensi ini diperoleh melalui pertumbuhan ekspor produk halal, aliran investasi asing langsung, serta substitusi impor. (Katadata, 29/08/2023).

Bonus demografi penduduk Indonesia yang mayoritas muslim juga menjadi pendukung besarnya potensi produk halal. Menariknya, peluang tersebut tidak berasal dari konsumsi muslim saja, tetapi juga nonmuslim yang percaya produk halal memiliki kualitas tinggi dan lebih aman.

Kondisi ini semakin mendorong pemerintah Indonesia meraih target nomor satu dalam industri halal. Untuk itulah, persyaratan memperoleh sertifikat halal dipermudah. Pemerintah tahu banyaknya jumlah pelaku usaha skala mikro, kecil, dan menengah yang mampu mendongkrak tercapainya target tersebut. Oleh karenanya, melalui mekanisme self declare diharapkan target tersebut segera tercapai.

Adanya kemudahan memperoleh sertifikat halal, ternyata berdampak pada adanya produk-produk yang lolos mendapatkan sertifikat halal, padahal ternyata haram. Kasus “wine halal” atau anggur nabidz baru-baru ini sebagai contoh nyata. 

Ini sebagai akibat kapitalisme yang dianut Indonesia, yang tujuan kebijakannya adalah untuk meraih keuntungan materi semata. Didukung dengan asas sekularisme, akhirnya segala cara ditempuh pemerintah dan pengusaha untuk meraih tujuan tersebut. Oleh karenanya, produk halal yang sebenarnya nilainya mulia, menjadi terkapitalisasi.

Pengurusan sertifikat produk halal bukan semata kesadaran pelaku usaha dan pemerintah untuk taat syariat, tetapi hanya demi memenuhi selera pasar. Akhirnya, yang terjadi adalah produk itu dihalalkan, bukan benar-benar halal, demi mengejar target sertifikat halal secara massal.

Jaminan Halal Bukan Sekadar Sertifikat

Ketentuan baru dalam Perpu Ciptaker ini terdapat banyak hal yang cukup rigid dalam fatwa yang harus diperhatikan pada saat penetapan fatwa produk halal. Sertifikat halal hendaknya tidak hanya memperhatikan bahan baku produk, tetapi juga proses pembuatan, kemasan yang digunakan, alat dan bahan pencucinya, hingga nama produknya.

Perluasan kehalalan produk yang dilakukan melalui proses self declare cukup berisiko karena hanya berdasarkan keterangan pelaku usaha. Padahal, penetapan kehalalan harus dilakukan oleh pihak yang memahami betul syarat Islam, najis, dan berpengalaman dalam bidang tersebut, sedangkan pelaku usaha belum tentu memilikinya.

Selain itu, berlakunya “sertifikasi halal seumur hidup” justru membuat proses perpanjangannya seolah tidak penting. Padahal, pada proses ini, ada kesempatan memberi pengawasan dan pembinaan.

Jaminan Halal dalam Islam

Islam telah menjadikan halal dan haram sebagai perkara syariat yang mendasar. Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 168 yang memerintahkan manusia untuk makan makanan yang halal dan baik, dari apa yang terdapat di bumi. 

Urusan umat, termasuk kepastian produk halal yang beredar merupakan tanggung jawab negara sebagai pelindung terhadap agama rakyatnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw., 

“Sesungguhnya imam itu Bagai perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).

Dari dalil tersebut, maka tersedianya produk halal menjadi tanggung jawab negara. Pemerintah akan membentuk tim/instansi khusus dengan SDM yang ahli dan mumpuni di bidangnya. Mereka harus memahami tentang hukum syariat (wajib, sunah, haram, makruh, mubah/halal). Negara juga mengangkat qadi yang berkompeten untuk mengatasi masalah terkait produk halal, toyib, najis, dan sebagainya, bukan sembarang orang untuk menyatakan sebuah produk itu halal atau haram.

Dengan ketaatan pemimpin dan rakyatnya, insyaallah semua hidup penuh keberkahan sebagaimana firman Allah dalam QS Al-A’raf: 96, 

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Hanya saja, yang akan mampu mengemban amanah ini hanyalah negara yang berpijak pada penerapan syariat Islam, bukan negara kapitalis sekuler yang mencari keuntungan dan membisniskan kepentingan rakyat. Maka, sebagai muslim, kita berkewajiban memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Allahu a’lam bish shawab.

Oleh: R. Raraswati
(Aktivis Dakwah, Penulis Lepas)

Selasa, 24 Oktober 2023

Islam Solusi Hakiki Hadapi Harga Beras yang Kian Melambung Tinggi

Tinta Media - Dalam acara panen raya di Desa Karanglayung dan Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jumat (13/10/2023), Presiden Joko Widodo menjamin keberadaan stok beras nasional dalam kondisi aman karena masih mendapat sumbangan kuota dari panen raya yang masih berlangsung di beberapa daerah di Indonesia (republika, 13/10/2023).

Meski presiden mengklaim bahwa stok beras nasional dalam keadaan aman, pernyataan mengejutkan justru datang dari Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso yang menyatakan bahwa pemerintah Cina Siap membantu Indonesia dengan mengguyur kuota impor beras sebesar 1 juta ton. Budi menambahkan bahwa tawaran dari negeri tirai bambu ini telah disampaikan langsung oleh presiden Cina Xi Jinping pada presiden Jokowi. 

Opsi impor beras akan tetap diambil oleh pemerintah dan dilaksanakan hingga akhir tahun dengan tujuan untuk memenuhi kekurangan stok yang ada di Bulog saat ini yang dirasa mulai tiris akibat kemarau panjang dan El nino, serta untuk menstabilkan harga beras di pasaran (cnbcindonesia.com, 12 oktober 2023).

Harga beras di pasaran memang terus mengalami kenaikan. Bahkan, Data Pusat Informasi Harga Pangan Nasional (PIHPSN) mengklaim bahwa harga beras pada Jumat (13/10/2023) Rp14.600 per Kg. Ini memecahkan rekor termahal yang belum pernah tercatat dalam PIHPSN sebelumnya. 

Harga beras sepanjang 2023 memang terus terbang melambung. Lonjakan harganya pun lebih tinggi dibanding 2 tahun lalu, yakni sekitar 15,42 %. Harga beras yang terus melesat diduga dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya adalah berkurangya pasokan beras, gangguan panen, kekeringan, serta kebijakan larangan ekspor dari sejumlah negara eksportir. 

Kendati harga beras terus merangkak naik setiap bulannya, konsumsi beras justru kian meningkat dan besarnya konsumsi beras di masyarakat juga dinilai berimbas pula pada tingginya inflasi dan naiknya angka kemiskinan hari ini. (cnbcindonesia, 14/10/2023)

Sistem kapitalisme yang tegak hari ini jelas sudah gagal dalam menjamin ketersediaan pangan bagi rakyat. Indonesia terkenal sebagai negara agraris. Namun nahas, banyak dari petani yang bernasib tragis. Praktik feodalisme dalam kepemilikan tanah yang lumrah saja terjadi dalam sistem kapitalisme menjadikan siapa saja berhak memiliki lahan, asal mempunyai kekuatan modal untuk membelinya. 

Hal ini berakibat pada keadaan sebagian besar para petani yang saat ini hanya berstatus pekerja atau buruh tani dan banyak juga dari mereka bertindak sebagai penyewa lahan pertanian sehingga petani dalam sistem ini rentan mengalami kerugian dan pada ujungnya menimbulkan rendahnya minat produksi dalam pertanian.  

Selain itu, peran Bulog sebagai penyedia pangan di negeri ini semakin dikomersialisasi dan tidak berdaya menghadapi aksi para kartel beras sehingga harga pun tetap jauh melambung meski pemerintah telah menjamin ketersediaan stok beras nasional untuk meredam kenaikan harga dan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET).  

Menanggapi opsi impor yang dipilih para penentu kebijakan untuk menyiasati harga, sejatinya menunjukkan pada kita bahwa memang ada kesalahan tata kelola pangan dari hulu hingga hilir akibat dari penerapan sistem yang salah, yakni kapitalisme-sekuler. 

Kondisi pelik yang dihadapi masyarakat hari ini sejatinya tidak akan kita alami apabila kita berpegang teguh pada aturan Ilahi dan hidup dalam naungan sistem Islam secara kaffah. 
Dalam Islam, negara bertanggung jawab sebagai pengurus (raa’in) yang bertugas mencukupi kebutuhan rakyat, termasuk dalam kebutuhan pangan. Mekanisme pengurusan negara itu dapat kita temui pelaksanaanya dari sektor hulu hingga ke hilir.

Di sektor hulu, negara Islam akan menghapuskan praktik feodalisme dengan jalan penerapan aturan syariah Islam mengenai kepemilikan tanah, diantyaranya membebaskan siapa saja individu untuk mengelola tanah seluas apa pun dengan syarat tanah tersebut dapat dihidupkan (produktif), serta mengambil kembali hak kepemilikan tanah atas individu tersebut jika lahan ditelantarkan lebih dari tiga tahun. Negara juga menetapkan aturan pelarangan untuk menyewakan tanah dan lahan pertanian.  

Dalam hal mendorong produktifitas pertanian, negara akan menyediakan apa saja support yang dibutuhkan para petani terkait sarana dan infrastruktur pertanian, edukasi, pengembangan sarana dan teknologi terkini yang dapat membantu peningkatan kualitas dan kuantitas produksi pertanian, hingga menggelontorkan bantuan modal dalam bentuk pinjaman non-ribawi, bahkan hibah. 

Di sektor hilir, negara akan memastikan jalannya distribusi pertanian berjalan lancar dan baik, serta menjamin mekanisme pasar yang sehat dengan mencegah adanya anomali pasar akibat pelanggaran hukum Islam dalam pasar, seperti penimbunan, penipuan, praktik riba, dan lain sebagainya yang dapat menimbulkan distorsi harga pasar. Praktik-praktik pelanggaran hukum Islam akan ditindak secara tegas oleh negara dan dihukumi dengan aturan syariah Islam. 

Dengan mekanisme seperti itu, harga pangan di pasaran akan mengikuti hukum permintaan dan penawaran sehingga tercipta kestabilan harga pangan yang tidak hanya menguntungkan masyarakat sebagai konsumen, tetapi juga tidak merugikan para petani sebagai masyarakat yang bertindak sebagai produsen. Di sinilah kita akan menemui betapa adil dan paripurnanya sistem aturan Islam dalam mengatur semua urusan kehidupan. Wallahu’alam bishawab. 

Oleh: Selly Nur Amalia
Aktivis Muslimah 

Sabtu, 24 Desember 2022

Surplus Stok Pangan Jelang Nataru, Harga Tetap Naik?

Tinta Media - Tidak terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2022 dan dihadapkan pada fenomena rutin tahunan, Nataru (Natal dan tahun baru), yaitu kenaikan harga barang dan jasa. Kondisi ini membuat rakyat semakin sulit, di tengah banyaknya PHK dan pengurangan jam kerja buruh akibat krisis ekonomi yang terjadi. Pendapatan mereka tetap, bahkan berkurang, sedangkan pengeluaran membengkak akibat naiknya harga-harga. Apakah kenaikan harga ini akibat kurangnya persediaan di pasaran, sementara permintaan bertambah? 

Terkait masalah ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat telah memastikan bahwa ketersediaan stok 11 komoditas pangan strategis, yakni beras, jagung, bawang merah, daging ayam, daging sapi, telur ayam, gula pasir, cabai besar dan cabai rawit, minyak goreng, dan bawang putih, mencukupi di 27 kabupaten/kota menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2023. (POJOKBANDUNG.com)

Bahkan, menurut Kepala DKPP Jabar Moh Arifin Soedjayana di Bandung, Kamis (8/12/2022), sampai akhir November 2022, berdasarkan data aplikasi neraca yang diinput oleh kabupaten/kota, secara rata-rata 11 komoditas pangan strategis tersebut mengalami surplus.

Jika memang surplus, mengapa harga-harga tetap naik dibandingkan sebulan yang lalu?Seperti tahun-tahun sebelumnya, kenaikan harga akhir tahun akan berlanjut hingga awal tahun baru nanti. Jika ketersediaan barang-barang komoditas tersebut surplus, seharusnya tidak mengalami kenaikan harga, bahkan turun harga dari bulan sebelumnya, serta dapat memenuhi kebutuhan pasar di tengah masyarakat. Hal ini tentu menjadi masalah yang harus dicari tahu penyebabnya.

Inilah akibat diterapkan sistem kapitalisme sekularisme di negeri ini yang salah dalam tata kelola ekonomi. Keberadaan pemerintah hanya sebagai regulator, sementara operatornya diserahkan kepada para pengusaha (kapitalis) yang menguasai sektor pertanian, dari hilir hingga hulu, dari penyediaan pupuk hingga pemasaran. Oleh karena itu, pengusahalah yang berwenang menentukan harga. 

Dengan alasan natal dan tahun baru, kenaikan harga akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan biasa, padahal ada para pengusaha yang meraup keuntungan besar dari kesulitan masyarakat akibat kenaikan harga-harga ini. 

Kebijakan pemerintah yang memberikan peran besar kepada para pengusaha menunjukkan keberpihakan mereka terhadap kepentingan para pemilik modal, dan tidak pro rakyat. Karena itu, surplusnya ketersediaan barang-barang komoditas kebutuhan rakyat, tidak berdampak positif bagi rakyat.  

Hal ini tentu sangat berbeda dengan pengaturan dalam Islam. Penguasa berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat (ra'in). Penguasa ibarat seorang penggembala yang tidak akan membiarkan gembalaannya kelaparan atau kenyang sepihak, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:

"Al Imam (pemimpin negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari) 

Maka, negara dalam Islam adalah pengatur urusan umat, bukan sekadar regulator yang memfasilitasi para pengusaha (korporasi) berjual beli dengan rakyat. Negara wajib menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat, termasuk ketersediaan pangan.

Islam menjadikan kendali distribusi ada di tangan pemerintah, bukan korporasi. Jika ada individu-individu yang membutuhkan pangan, tetapi tidak mampu mengaksesnya karena miskin atau tidak mampu bekerja, maka negara hadir menjamin seluruh kebutuhan pokok mereka, mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semuanya dijamin oleh negara. 

Selain itu, negara wajib memastikan mekanisme pasar berjalan sesuai dengan syariat, sehingga tidak ada satu pun rakyat yang tidak mampu membeli kebutuhan pangan sehari-hari. Di sinilah wajibnya negara dalam menjaga rantai tata niaga di tengah rakyat, dengan menegakkan aktivitas produksi hingga perdagangan berjalan sesuai dengan syariat Islam.

Di antaranya, mencegah dan menghilangkan distorsi pasar dengan melarang penimbunan, melarang riba, melarang tengkulak, kartel dan lain sebagainya. Islam telah memerintahkan negara untuk menjaga terealisasinya perdagangan yang sehat, di antaranya adalah:

Pertama, larangan untuk mematok harga, baik harga batas atas maupun batas bawah. Alasannya karena hal tersebut akan menyebabkan kezaliman pada penjual atau pembeli. Negara Islam, yakni khilafahlah yang mengurusi rantai perdagangan dan menegakkan sanksi bagi siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran, 

Qadhi Hisbah akan bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan toyib.

Kedua, operasi pasar. Jika khilafah perlu melakukan operasi pasar, kebijakan ini seharusnya berorientasi pada pelayanan, bukan bisnis. Sasaran operasi pasar adalah para pedagang dengan menyediakan stok pangan yang cukup, sehingga mereka bisa membeli dengan harga murah dan dapat menjualnya kembali dengan harga yang bisa dijangkau oleh konsumen.

Inilah peran negara khilafah dalam menjamin terpenuhinya pangan setiap individu rakyat. Jika ketersediaan pangan ini surplus, maka bukan hanya terpenuhi kebutuhan pangan rakyat, bahkan mereka bisa mendapatkan harga pangan  yang lebih murah.

Islam memang solutif dan selalu tuntas dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyat melalui tata kelola perekonomian. Ini merupakan bagian dari penerapan syariah Islam kaffah oleh negara khilafah. 

Wallahu alam bishshawab.

Oleh: Nunung Nurhaidah
Sahabat Tinta Media

Selasa, 20 Desember 2022

Gerakan Pangan Murah Hanya Solusi Pragmatis

Tinta Media - Menjelang Libur Natal dan Tahun Baru 2023 Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjamin bahwa ketersediaan ketahanan pangan di 27 kabupaten/kota cukup dan dinilai aman.

Keterangan ini berdasarkan data dan neraca pangan strategis dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan ( DKPP) Jabar kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Setelah pemantauan dilakukan dan ketersediaan pangan dinyatakan akan tercukupi, selanjutnya akan digelar program GPM (Gelar Pangan Murah) di sejumlah kabupaten/kota. Program ini dilakukan  sebagai bentuk kontribusi pemerintah terhadap inflasi. Rencananya, awal bulan Desember ini akan digelar di Kabupaten Bandung Barat dan Tasikmalaya. 

Program ini akan dimulai dengan penyediaan Bawang, gula, minyak goreng, dan perdagingan. Begitulah, rencana ini terselenggara atas hasil kolaborasi dari DKPP (Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan) dengan berbagai pihak dan juga dinas menaungi bidang ketahanan pangan
(POJOKBANDUNG.com)

Sebenarnya, apa sih akar masalah dari krisis pangan yang terjadi hari ini, sehingga masalah ketahanan pangan menjadi topik hangat yang diperbincangkan hampir di seluruh dunia? 

Bukan hanya di indonesa saja,
ancaman krisis pangan memang sedang dialami oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Adapun  usaha yang dilakukan pemerintah daerah sekarang ini dengan adanya berbagai macam program yang salah satunya adalah gerakan pangan murah dalam rangka membantu masyarakat agar kebutuhan pokoknya terpenuhi
adalah bukan solusi hakiki. 

Menjaga ketahanan pangan belum cukup menjadi solusi yang mendasar dari permasalahan di atas. Namun, semua masalah yang terjadi adalah imbas dari penerapan sistem di negeri ini, yaitu kapitalisme liberal. 

Betul sekali bahwa bahan makanan pokok seperti beras, minyak goreng, bawang, gula, dan lain-lain adalah kebutuhan pokok setiap individu masyarakat yang mau tidak mau harus dipenuhi untuk menunjang kehidupannya. Apalagi, masyarakat  hari  ini sedang mengalami keterpurukan ekonomi akibat dampak dari pandemi dan berbagai musibah yang menimpa, seperti banjir dan gempa bumi. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat memang sangat membutuhkan sebuah solusi, tetapi bukan solusi  pragmatis seperti yang ditawarkan saat ini oleh pemerintah . 

Masalahnya, bukan saat menjelang hari Natal dan tahun baru saja masyarakat membutuhkan bahan pangan yang murah dan terjangkau. Gerakan pangan murah ini memang akan sedikit memberi rasa senang kepada sebagian masyarakat, tetapi bukan untuk jangka waktu yang panjang. Jadi, gerakan ini bukanlah sebuah solusi yang tepat. Begitulah sifat dan karakter dari penerapan kapitalisme dalam menyelesaikan masalah. Padahal, solusi yang dibutuhkan adalah sebuah solusi yang mendasar, yaitu perubahan sistem.

Islam merupakan sebuah ideologi yang sempurna untuk manusia. Allah menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan yang komprehensif. Jika semua aturan Islam diterapkan, maka akan  menyejahterakan semua makhluk Allah. Sistem Islam sangat kokoh dan sudah terbukti catatan sejarahnya selama berabad-abad lamanya. 

Dalam Islam, ketahanan pangan menjadi prioritas utama untuk menopang kehidupan rakyat dengan mengembangkan lahan pertanian secara maksimal. Dalam Islam, masalah pangan adalah kebutuhan pokok setiap individu yang harus dipenuhi oleh negara.

Islam mempunyai konsep yang jelas dalam menangani masalah pangan, yaitu kemandirian pasokan pangan dan visi yang jelas dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Islam tidak membolehkan ada tanah yang mati (ditelantarkan) sehingga tanah akan selalu di kelola tanpa henti oleh rakyat yang mau mengolahnya .  

Selain itu, negara juga mengelola sumber daya alam yang terbagi menjadi tiga kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Besarnya sumber daya alam dan ditopang dengan tata-kelola sistem yang benar adalah kunci keberhasilan dalam Islam.
Itulah cita cita dan dambaan setiap manusia yaitu kesejahteraan yang akan terwujud ketika Islam terapkan di negeri ini dan meninggalkan sistem kufur buatan manusia .

Tidakkah kita ingin menjadi bagian yang memperjuangkannya? Mari kita bersatu padu, bangkit dari kemerosotan berpikir dengan mengkaji Islam secara menyeluruh kemudian mendakwahkannya ke tengah umat agar mereka semakin sadar dan tercerahkan, lalu tumbuh rasa cinta kepada Islam dan mau berjuang bersama. Hanya Islamlah satu-satunya solusi hakiki yang diturunkan Allah Swt. untuk  kesejahteraan makhluk seluruh alam. 

Wallahu'alam.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Senin, 28 November 2022

Pengamat: Dunia Tengah Hadapi Krisis Pangan Global

Tinta Media - Menanggapi data terkait krisis pangan, pengamat sosial yang juga aktivis muslimah, Ustazah Najmah Sa'iidah menyampaikan bahwa dunia tengah menghadapi krisis pangan global.

"Benar, bahwa dari data-data tersebut, bisa dikatakan bahwa dunia ini tengah menghadapi krisis pangan global," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (3/11/2022).

Menurutnya, hal ini dikuatkan oleh pernyataan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi yang menilai angka krisis pangan cukup mengkhawatirkan.

"Diperkirakan 179 sampai 181 juta orang di 41 negara akan menghadapi krisis pangan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyebutkan bahwa jumlah orang yang rawan pangan meningkat dua kali lipat hanya dalam 2 tahun, 'Efek dari situasi Ukraina dapat mendorong jumlah ini meningkat menjadi 323 juta orang'," kutipnya.

Ia mengungkapkan banyak kalangan menilai bahwa krisis pangan dan energi dengan cepat menjadi bagian dari realitas dunia saat ini sebagai akibat dari pandemi disusul adanya perang antara Rusia dan Ukraina. Sehingga, lanjutnya, lonjakan harga pangan dan energi tidak dapat dihindari. Karena Rusia serta Ukraina memiliki posisi yang penting dalam rantai pasok pangan dan energi global.

"Sedangkan di negeri kita sendiri, sesungguhnya lonjakan harga barang kebutuhan pokok sudah berlangsung lama dan beberapa bulan terakhir ini semakin menjadi, bahkan diiringi dengan kelangkaan beberapa kebutuhan pokok. Dan diperkirakan di akhir tahun ini negeri ini akan mengalami resesi atau krisis ekonomi lagi," paparnya.

Bukan Kali Pertama

Ia menilai kondisi ini bukan kali pertama, tapi sudah kesekian kalinya. Bahkan justru saat ini kondisinya sudah sangat parah. 

"Dunia saat ini, termasuk negeri kita saat ini dalam kondisi yang sangat buruk, tidak hanya dalam masalah ekonomi tapi dalam seluruh aspek kehidupan," ujarnya.

Ini terjadi, lanjutnya, karena sistem kehidupan yang diadopsi adalah sistem kehidupan atau aturan-aturan buatan manusia yang serba lemah dan terbatas  sehingga yang terjadi bukan kebaikan tapi justru kenestapaan.

Ustazah Najmah mengungkapkan bahwa berbagai kalangan menilai terjadinya krisis pangan saat ini diakibatkan karena pandemi Covid 19, dan juga invasi Rusia ke Ukraina. Namun, menurutnya jika kita telusuri lebih dalam sebenarnya pandemi dan adanya perang ini merupakan permasalahan cabang, karena krisis ini sesungguhnya sudah berlangsung lama. 

"Sedangkan akar masalahnya adalah sistem sekuler kapitalis yang mencengkeram dunia saat ini. Dimana sistem sekuler kapitalisme ini memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan penjajahan sebagai thoriqohnya," jelasnya.

Ia memandang negara-negara Barat berambisi menguasai dunia dan mendikte negeri-negeri lain, terutama negara-negara dunia ke-3 atau negara berkembang termasuk Indonesia.

"Memang bukan penjajahan secara fisik, tapi inilah sesungguhnya penjajahan gaya baru yang dilakukan oleh negara Barat-negara sekular kapitalis besar- terhadap negeri-negeri yang menjadi agennya," paparnya.

Ia mengatakan bahwa penjajahan gaya baru inilah  yang akhirnya menjadikan negeri ini dan banyak negeri Islam mengikuti sistem kehidupan yang diterapkan negeri penjajah dan dengan leluasa negeri penjajah "menjerat" negeri-negeri terjajah sekaligus mengeksploitasi sumber daya alamnya.

"Tidak aneh jika negeri terjajah mengadopsi apa yang dikehendaki oleh negeri penjajah untuk mengeksiskan sistem sekuler kapitalisnya, seperti sistem ekonomi berbasis riba, sistem mata uang kertas yang semuanya memberikan dampak terjadinya krisis," terangnya.

Dan celakanya lagi, sambungnya, ketika negeri besar itu mengalami krisis, maka akan menyebabkan efek domino kepada negeri-negeri jajahannya. 

"Tentu situasi ini tidak boleh kita biarkan terus terjadi! Umat negeri ini harus bangkit dan melawan penjajahan," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka

Minggu, 13 November 2022

Harga Kedelai Naik, Subsidi Bukan Solusi

Tinta Media - Harga kedelai naik hingga Rp13.000 per kilogram sejak Oktober 2022 lalu karena stok menipis. Adanya program subsidi dari pemerintah sebesar Rp1.000 membuat sejumlah produsen tahu dan tempe lebih memilih untuk tidak ikut aksi mogok massal dan lebih memilih untuk menghargai program subsidi tersebut. 

Dengan adanya  program subsidi, maka harga kedelai menjadi Rp12.500 per kilogramnya. Program ini melanjutkan apa yang memang sudah berjalan sejak bulan Mei, Juni hingga Juli, ungkapnya.

Lagi dan terus berulang, kenaikan harga berbagai macam kebutuhan memang selalu terjadi tiap tahun. Begitu juga dengan harga bahan dasar tahu dan tempe, yaitu kedelai.
Situasi seperti ini terus membayangi  masyarakat negeri ini dan sangat terasa bagi masyarakat kalangan menengah kebawah. 

Semenjak terjadi pandemi, perekonomian memburuk. Banyaknya terjadi PHK karena perusahaan bangkrut.  Keadaan ini terus berlangsung hingga hari ini dan membuat dada terasa sesak. Rakyat pun menjerit  di tengah impitan ekonomi akibat dicabutnya subsidi BBM (Bahan bakar minyak) yang menyebabkan naiknya harga  bahan kebutuhan pokok. Salah satu di antaranya adalah  bahan dasar pembuatan tahu dan tempe, yaitu kedelai. Rendahnya jumlah pasokan kedelai menyebabkakan jumlah impor meningkat, sehingga harga menjadi naik. 

Namun, masyarakat seakan sudah terbiasa dengan keadaan ini, bahkan ada sebagian masyarakat yang hanya bisa pasrah menerima keadaan. Meski begitu, mereka harus memutar otak untuk terus bisa bertahan dalam kondisi seperti ini. Adanya subsidi membuat  sebagian dari mereka (produsen tempe)  enggan untuk ikut aksi  mogok produksi. Mereka merasa bahwa dengan ikut aksi mogok, produksi tetap tidak bisa mengubah kondisi, tidak ada perubahan nyata yang diberikan oleh pemerintah.   

Maka, wajar jika kepercayaan rakyat pada pemerintah memudar. Mereka berpikir bahwa dengan aksi mogok yang dijalankan, mereka harus tetap makan dan mencukupi kebutuhan keluarganya, sehingga, para produsen tempe pun memilih untuk tetap berproduksi. 

Tahu dan tempe adalah makanan yang mengandung protein nabati. Keberadaannya sangat penting sebagai pendamping nasi dengan harga terjangkau bagi masyarakat menengah kebawah. 

Ironis memang. Bukan hanya derita para produsen tempe, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan, termasuk para buruh yang juga terus menyuarakan aksinya menuntut keadilan dengan minta upah dinaikkan. Namun, pemerintah seakan tidak menggubris suara rakyat yang semakin terjepit. Rakyat pun terabaikan dan dibiarkan berjuang sendiri.  

Padahal, sudah seharusnya negara mengurusi semua kebutuhan rakyat dengan baik. Tugas negara menyediakan  kebutuhan sandang, pangan, dan  papan pada rakyat seluruhnya. Namun, mungkinkah hal itu tercapai dalam kondisi sistem sekarang, yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan (Sekularisme) yang menjadi sumber segala keruwetan negri ini? Pertanyaan tersebut muncul karena semua permasalahan bermuara pada sebuah sistem yang diterapkan saat ini. Segala kebijakan ditetapkan berdasarkan pasar bebas. Negara hanya sebagai regulator saja.

Islam Punya Solusi

Tugas negara adalah mengurus dan mencukupi kebutuhan rakyat, termasuk dalam mengurus lahan pertanian, semua ada aturannya. 

Islam  tidak akan membiarkan tanah mati, sehingga ketika ada lahan yang tidak diolah atau dibiarkan begitu saja, maka negara membolehkan siapa saja untuk mengolahy sehingga menjadi lahan yang menghasilkan. Negara dalam sistem Islam pun akan menyediakan benih yang berkualitas bagus, mengurus pengairan yang bagus. Maka dengan begitu,  hasil pertanian pun akan melimpah, sehingga kebutuhan bahan pangan akan terpenuhi. 

Islam pun  mengajarkan hidup hemat sehingga hasil pertanian yang melimpah bisa disimpan dalam waktu beberapa tahun, sampai waktunya panen kembali.

Pertanian adalah sektor yang penting dan sangat diperhatikan dalam Islam. Demikian pentingnya kegiatan pertanian, hingga bidang ini tidak boleh diabaikan karena merupakan sumber terpenting bagi kehidupan manusia, sehingga  menjadi negara yang sejahtera dan mandiri pangan.  

Bertani adalah salah satu cara bagi manusia untuk mendapatkan pahala dan ganjaran dari Allah, selain menerima manfaat atau pendapatan yang halal. Ini adalah salah satu bentuk kesempurnaan Islam dalam mengatur aspek kehidupan manusia  dengan menjadikan Al-Qur'an sebagai tuntunan atau pedoman dalam kehidupan.

Maka, sudah seharusnya manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah selalu tunduk dan menjadikan Al-Qur'an sebagai rujukan dalam kehidupan. Sudah saatnya kita mengambil Islam sebagai satu satunya sistem yang menjamin mensejahterakan seluruh alam , dalam bingkai KHILAFAH ISLAMIYYAH. 

Wallahu a'lam.

Oleh: Dartem
Ibu Rumah Tangga



Kamis, 03 November 2022

Bantuan Daerah Rawan Pangan Belum Sentuh Akar Permasalahan

Tinta Media - Penanganan rawan pangan seperti yang dilakukan Pemkab Bandung tentu baik. Hanya sayang, hal itu dilakukan dengan cara sporadis. Padahal, kesulitan pangan masyarakat terjadi terus-menerus. Selama ini, bantuan pangan belum menyentuh akar masalah.

Mengapa terjadi rawan pangan? 
Akar masalah terjadinya rawan pangan sebenarnya bukan karena tidak ada bahan pangan. Akan tetapi, masyarakat tidak mampu membeli bahan pangan tersebut karena harganya mahal, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil. 

Hal ini dikarenakan pengelolaan pangan dan pertanian ditangani oleh swasta. Ini adalah pengelolaan cara kapitalis, yaitu pemerintah hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Hal ini memudahkan jalan swasta menguasai rantai pasokan bahan pangan, mulai dari produksi sampai konsumsi. Terlebih, pengaturan ala kapitalisme ini hanya berorientasi profit, bukan kemaslahatan rakyat. 

Krisis pangan rupanya sudah dirasakan di Kabupaten Bandung. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Bandung menyalurkan beras guna menangani masyarakat miskin di 8 kecamatan yang masuk kategori rawan pangan. (Neraca/12/10/2022)

Berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), ada sekitar 1000 keluarga yang akan menerima bantuan beras tersebut.  Selain bantuan beras,  Pemkab Bandung juga menyiapkan Operasi Pasar Murah bersubsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat rawan pangan.

Semua bantuan ini diharapkan dapat mengurangi beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.  Operasi Pasar Murah dilaksanakan di 31 kecamatan,  Kab Bandung. 

Menurut Islam, pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang wajib dipenuhi oleh negara. Islam mempunyai visi mewujudkan kemandirian pangan dan jaminan pasokan pangan untuk rakyat. Sistem perekonomian Islam bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil yang dilaksanakan oleh negara, bukan swasta apalagi asing. 

Rakyat membutuhkan solusi yang tepat dan adil agar terbebas dari krisis pangan, bukan solusi sesaat. Solusi tersebut adalah kembali pada aturan Sang Pencipta, Allah Swt,  yaitu dengan menerapkan Islam kaffah. 

Islam menekankan bahwa rakyat adalah amanah yang wajib dipenuhi kebutuhannya. Nabi Muhammad saw. telah mengingatkan, 

"Tidak seorang pun pemimpin yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan, dan orang miskin,  kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan,  kebutuhan dan kemiskinannya." (HR at Tirmidzi). 

Penanganan rawan pangan dalam Daulah Islam pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab r a. dengan membangun irigasi ke area pertanian dan pengendalian suplai pangan saat musim paceklik di suatu daerah.

Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi rakyat wajib dipenuhi oleh negara melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian.  

Intensifikasi lahan dilakukan dengan meningkatkan kualitas benih, penggunaan obat-obatan, pemanfaatan teknologi, pelatihan petani dalam budidaya pertanian dan pemberian modal bagi yang membutuhkan. 

Ekstensifikasi dilakukan dengan menggarap kembali tanah-tanah mati (lebih dari 3 tahun tidak diolah) oleh siapa saja yang membutuhkan.

Demikianlah Islam mengatasi rawan pangan, karena bagi seorang pemimpin muslim, haram hukumnya menelantarkan rakyatnya.

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Wiwin Widaningsih
Sahabat Tinta Media

Selasa, 01 November 2022

Hadapi Krisis Pangan, FAKTA: Negara Harus Memiliki Kedaulatan

Tinta Media - Untuk menghadapi ancaman krisis pangan, Koordinator Forum Analisis Kebijakan Strategis (FAKTA) Dr. Erwin Permana mengatakan seharusnya negara memiliki kedaulatan pangan.
 
“Kalau perspektif Islam yang namanya pangan itu harus memiliki kedaulatan pangan, tidak cukup hanya ketahanan pangan saja. Artinya kita harus mandiri dalam hal pangan, tidak bergantung pada negara lain,” tuturnya di acara Kajian Ekonomi Islam: Krisis Pangan Dunia, Kegagalan Kapitalisme Global, Sabtu (29/10/2022) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.
 
Kalau pangan bergantung  pada negara lain sama artinya menggantungkan kedaulatan pada negara lain. “Bergantung terhadap negara lain sama dengan mempersembahkan negara kita untuk dijajah negara lain,” sambung  Erwin.
 
Erwin mengatakan krisis pangan bukan hanya terjadi di Indonesia tapi di seluruh dunia. Ia mengutip data yang dipublikasikan FAO (lembaga pangan dunia) sekitar 2,3 miliar manusia diseluruh dunia mengalami kekurangan pangan.
 
“Dalam satu menit ada 11 orang meninggal  di seluruh dunia karena kelaparan. Kita mau bilang apa? Ini semacam senjata pemusnah masal yang menciptakan kematian setiap menit. Jadi kelaparan itu adalah senjata pemusnah masal,” bebernya.
 
Meski demikian, Erwin memaparkan fakta menarik, jumlah produksi sereal di dunia dibanding dengan jumlah populasi manusia selalu lebih besar. “Lahan memang tidak bertambah besar tapi manusia punya kemampuan berkreasi, memproduksi dari 1 jenis menjadi 10 jenis sereal,” jelasnya.
 
Fakta lain, beber  Erwin, di seluruh penjuru dunia ada orang-orang yang sangat kelaparan dalam jumlah yang sangat besar, di sisi lain ada orang-orang obesitas dalam jumlah yang besar pula.
 
“Di seluruh  penjuru dunia ada 1,46 miliar orang yang obesitas, di seluruh penjuru dunia juga  ada 800,5 juta orang mengalami kelaparan yang sangat,” ungkapnya.
 
Erwin juga menyajikan data  jumlah makanan yang terbuang per tahun mencapai 1,3 miliar ton atau senilai 1 triliun US$. “Jadi kalau misalnya makanan sisa ini ditumpuk mungkin 100 Monas itu masih kalah tinggi, saking banyaknya makanan yang terbuang,” ucapnya memberikan permisalan.
 
Erwin lalu menyimpulkan masalah krisis  pangan dunia itu bukan karena kurangnya persediaan makanan tetapi karena buruknya distribusi makanan.
 
“Makanan tertumpuk pada teritorial tertentu, pada negara tertentu yaitu negara-negara maju seperti negara-negara di Amerika dan Eropa, tidak terdistribusikan ke naga-negara lain semisal Afrika. Ini kegagalan kapitalisme global,”paparnya.
 
Solusi
 
Erwin menjelaskan,  dalam perspektif sistemik solusi mengatasi krisis pangan ada dua yaitu ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. “Ketahanan pangan intinya tahan saja, pangan yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup, kalau kurang bisa impor, bersifat insidental. Ini perspektif kapitalis, aktif-negatif,” jelasnya.
 
Kalau perspektif Islam, lanjutnya, kedaulatan pangan yang sustainable, karena paradigma politiknya pengurus urusan masyarakat. Maka yang nomor satu untuk diamankan adalah berkaitan ketersediaan pangan untuk masyarakat.
 
“Dengan dua paradigma ini pada akhirnya Islam akan terpilih karena lebih baik dengan kedaulatan pangan yang sustainable,” simpulnya.
 
Erwin menjelaskan beberapa poin konsep Islam tentang pangan. Pertama, dasar kedaulatan pangan terdapat dalam al-Quran surat Al-Baqarah ayat 233  berkaitan dengan ibu yang menyusui dan Ath-Thalaq ayat 6 berkaitan suami harus menyiapkan perumahan bagi istrinya.

“Hal yang paling mendasar mulai  dari ibu yang melahirkan anak itu diperhatikan, karena yang lahir itu adalah masa depan peradaban, enggak boleh manusia itu diabaikan ketika dia baru lahir. Justru penghargaan terbaik bagi manusia itu ketika baru dilahirkan. Disambut dengan cara terbaik, dipersembahkan gizi terbaik,” ungkapnya penuh takjub.
 
Jadi, sambung Erwin, paradigma politik pangan dalam Islam adalah paradigma dengan indikator-indikator yang sangat mikro sampai kepada level bayi yang baru lahir.
 
“Cukup dikatakan politik pangan itu gagal ketika ada satu bayi saja yang tidak menetek kepada ibunya karena ibunya terpaksa bekerja,” tandasnya.
 
Kedua, sebut Erwin, produksi pangan dalam Islam, dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. “Ekstensifikasi dengan menghidupkan tanah mati, tidak boleh menelantarkan tanah pertanian lebih dari tiga tahun, larangan menyewakan lahan pertanian. Pada akhirnya kepemilikan lahan itu identik dengan produksi,” terangnya.
 
Ketiga , lanjut Erwin, alokasi hasil pangan yang memastikan semua orang terpenuhi kebutuhannya. Kemudian konsumsi, distribusi serta pengolahan harus merata kepada tiap-tiap individu anggota masyarakat.
 
Terakhir, Erwin menyebut bahwa yang bertanggung jawab dalam kedaulatan pangan ada tiga pihak.”Rumah tangga, komunitas masyarakat dan juga negara,”pungkasnya.[] Irianti Aminatun.
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab