Tinta Media: Pancasila
Tampilkan postingan dengan label Pancasila. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pancasila. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 Juli 2022

𝐍𝐄𝐆𝐀𝐑𝐀 𝐏𝐀𝐍𝐂𝐀𝐒𝐈𝐋𝐀 𝐈𝐍𝐈 𝐏𝐑𝐎 𝐑𝐀𝐊𝐘𝐀𝐓 𝐀𝐓𝐀𝐔 𝐑𝐄𝐍𝐓𝐄𝐍𝐈𝐑-𝐊𝐀𝐏𝐈𝐓𝐀𝐋𝐈𝐒 𝐒𝐈𝐇?



Tinta Media - Salah satu cara untuk mengetahui bahwa negara Pancasila ini lebih peduli kepada para kapitalis rentenir atau rakyatnya sendiri adalah dengan melihat besaran bunga renten yang dibayarkan dibandingkan dengan jumlah subsidi yang diberikan kepada rakyat yang sangat jelas tercantum dalam Anggaran Pemasukan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun. 

APBN dari tahun ke tahun menunjukkan fakta, bagi pemerintah membayar bunga/riba jauh lebih penting daripada memberikan subsidi kepada rakyat. Buktinya? Tren besaran membayar bunga utang semakin lebih besar dibanding memberikan subsidi kepada rakyat. 

Dari sisi politik ini menunjukkan negara Pancasila ini lebih loyal kepada para kapitalis rentenir daripada rakyatnya sendiri yang selama ini secara sistematis dimiskinkan. Sedangkan dari sudut pandang akidah Islam, jelas haram dan merupakan dosa besar bahkan pelakunya bisa kekal di neraka bila terus terlibat riba. Belum lagi dosa menzalimi rakyat, yang juga bisa mengakibatkan penyelenggara negara tak bisa move on ke surga. 

Sekarang, subsidi gas LPG 3 kg pun rencananya mau dialihkan ke kompor listrik. Siapa yang akan diuntungkan? PLN? Namanya saja Perusahaan Listrik Negara, pada faktanya 85 persen kepemilikannya sudah diserahkan kepada asing, aseng, dan peng-peng, alias para oligarki kapitalis lagi. Jadi, sebenarnya negara Pancasila ini tengah mengurus rakyat atau membikin rakyat kurus?

Padahal dalam Islam, haram hukumnya pengelolaan energi termasuk listrik diserahkan kepada swasta apalagi asing, negara wajib mengelolanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Tapi yang tak habis pikir dan paling menyesakkan dada adalah masih ada saja kaum Muslim yang menganggap negara Pancasila ini islami. Kalau masih seperti ini, bagaimana mungkin syariat Islam yang Allah SWT wajibkan untuk diterapkan secara kaffah akan diperjuangkan? Wong, aturan yang bertentangan dengan Islam saja masih dikira islami. Bagaimana pula mau sejahtera dunia akhirat, wong jelas-jelas aturan yang menindas rakyat aja masih dipertahankan.[]

Depok, 1 Dzulhijjah 1443 H | 30 Juni 2022 M


Joko Prasetyo  
Jurnalis

Kamis, 23 Juni 2022

BAGAIMANA MUNGKIN ISLAMNYA AKAN BAIK, JIKA NYAMAN DAN TENTERAM MELIHAT KEMAKSIATAN MERAJALELA DI TENGAH PENERAPAN PANCASILA?


Tinta Media - "Orang yang ber-Islam dengan baik itu hatinya nyaman, betul Indonesia bersama Pancasila ini sudah final meski tidak ada semifinalnya,”

[Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Prof. Dr. Mahfudz MD dalam acara Ngopi MUI yang ditayangkan melalui kanal Youtube TV MUI, Rabu (02/09/21)]

Di kanal media akurat.co, pada tanggal 18 Juni 2022 memuat artikel berita dengan judul 'Mahfud MD: Orang Beriman Hatinya Nyaman dengan Indonesia dan Pancasila'. Isinya berupa kutipan pandangan Mahfud MD soal pandangannya tentang bagaimana berislam secara baik bersama pancasila yang sudah final.

Menurutnya, dewasa ini banyak narasi dari sebagian masyarakat tentang penggantian ideologi Pancasila menjadi khilafah di Indonesia, disebabkan karena adanya keterputusan sejarah. Mereka belum betul memahami dahulu untuk bisa mencapai rumusan Pancasila itu dilakukan dengan menyatukan ide kebangsaan sekuler dan kebangsaan agama.

Bagi kita, orang Islam yang beriman kepada Allah SWT beserta seluruh syariat-Nya, tentu akan gelisah, tidak tenteram, manakala kehidupan manusia ini tidak ta'at kepada Allah SWT, tidak diatur dengan syariat-Nya. Karena Qona'ah umat Islam itu ketika mendapat ridlo Allah SWT. Ridlo Allah hanya mungkin wujud saat manusia menta'ati syariat-Nya.

Bagaimana mungkin kita bisa tenang, nyaman, tenteram bahkan bahagia, ketika melihat hukum-hukum Allah SWT dicampakkan? Hudud diabaikan, Qishas Diyat ditelantarkan, Ta'jier dikesampingkan, bahkan Mukholafah dimarginalkan.

Hari ini, kita saksikan dimana dibawah penerapan pancasila riba meraja lela, zina menjadi hal biasa, minuman khamr dijual bebas, perjudian tidak diharamkan, bahkan segala bentuk maksiat difasilitasi negara.

Hari ini, kita saksikan dimana dibawah penerapan pancasila kekayaan alam kita dijarah asing dan aseng. Ribuan ton emas papua digondol Freeport, sementara rakyat diminta rebutan secuil emas dalam gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON).

Hari ini, kita saksikan dimana dibawah penerapan pancasila, korupsi pejabat dan politisi sudah telanjang dan tak punya malu lagi. Sementara rakyat kelaparan, kemiskinan dan pengangguran meningkat, PPN malah ditingkatlan hingga 11 %.

Hari ini, kita saksikan dimana dibawah penerapan pancasila, semua tokoh sibuk ngurusi Pilpres padahal masih tahun 2024. Mereka melupakan rakyat, yang semestinya diurusi setiap hari. Harga harga kebutuhan pokok naik, tidak diurusi.

Hari ini, kita saksikan dimana dibawah penerapan pancasila, kejahatan merajalela. Pembunuhan, pencurian, pembegalan, tawuran remaja, narkoba, hingga pembunuh 6 pengawal HRS dimaafkan dan dibebaskan.

Kondisi seperti ini kita diminta nyaman ? Orang Islam diminta tenteram ? darimana ketentraman itu ? justru kalau kondisi rusak seperti ini ada yang diam bahkan nyaman, dipertanyakan keimanannya.

Soal solusi Islam, syariah dan Khilafah, itu kewajiban. Negeri ini belum pernah diterapkan Islam secara kaffah, negeri ini selalu dijajah ideologi kapitalisme.

Soal pancasila final? Kapan pancasila pernah diadu dengan kapitalisme ? Sosialisme? faktanya, pancasila keok dengan kapitalisme. Tidak sampai semifinal, pancasila keok. Buktinya seluruh sistem perundangan bercorak liberal kapitalis.

Justru kami menawarkan Islam, Syariah, Khilafah, itu karena dorongan iman. Kami ingin, negeri ini menjadi baik dengan berhukum kepada hukumnya Allah SWT. []

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik


Senin, 13 Juni 2022

NGOMONG PANCASILA, MANA ITU PANCASILA?


Tinta Media - Kembali beredar viral, video pidato politik Ketua Umum Partai Nasional Demokrat, Surya Paloh. Dalam video tersebut, Surya Paloh menegaskan Indonesia dikuasai ideologi Kapitalisme Liberal.

Sebenarnya ini video lama, namun kembali viral setelah muncul narasi Khilafah akan mengganti Pancasila. Video ini seolah mengingatkan kepada segenap elemen anak bangsa bahwa ideologi kapitalisme liberal adalah musuh negara, bukan Khilafah.

Dalam video, Surya juga mempersoalkan sejumlah tokoh yang masih berkoar-koar soal Pancasila. Menurutnya para akademisi, peneliti, masih malu-malu untuk mengatakan Indonesia dikuasai kapitalisme liberal.

"Artinya sebenarnya kita masih malu-malu kucing, untuk mendeklarasikan Indonesia hari ini adalah negara kapitalis yang liberal. Itulah Indonesia hari ini."

"Tidak ada pengamat, peneliti, lembaga ilmiah, kenapa tidak diproklamirkan ? heh.. you tau tidak bangsa kita ini bangsa kapitalis hari ini ? You tau tidak bangsa kita ini super liberal ? hari ini. NGOMONG PANCASILA, MANA ITU PANCASILA?"

Begitu tegas Surya Paloh dalam video.

Sebenarnya, pernyataan Surya Paloh ini adalah pernyataan yang jujur, sesuai dengan realitas yang terjadi di Indonesia. Seluruh lini kehidupan sudah dikuasai oleh ideologi kapitalisme liberal.

Namun, bukannya memberikan penyadaran akan bahaya kapitalisme liberal dan melawannya, rezim Jokowi justru sibuk teriak radikal radikul, mendiskreditkan ajaran Islam Khilafah dengan dalih akan mengganti Pancasila. Sejumlah perburuan dan penangkapan anak bangsa dilakukan, untuk melegitimasi ancaman Khilafah.

Khilafah yang merupakan ajaran Islam dinarasikan sebagai kejahatan dan harus diberantas. Sementara, kapitalisme liberal yang telah mengganti Pancasila, merusak moral anak bangsa, meniscayakan politik culas, merampok kekayaan alam indonesia, menjajah negeri ini, tidak dipersoalkan.

Ngomong Pancasila, dimana itu Pancasila ? Saat tambang dan kekayaan alam Indonesia mayoritas dikuasai Freeport, Chevron, Newmont, Petrochina, ChonocoPhilips, BP, Niko Resources ?

Ngomong Pancasila, dimana itu Pancasila ? saat OPM berulangkali merongrong kedaulatan Negara. Membunuh sipil bahkan anggota TNI dan Polri ?

Ngomong Pancasila, dimana itu Pancasila? Saat ditemukan bahan peledak, amunisi dan senjata di Jl Asia Afrika Bandung ?

Ngomong Pancasila, dimana itu Pancasila ? Saat hutang Negara lebih dari Rp 7000 triliun. Rakyat susah, pajak makin mencekik ?

Ngomong Pancasila, Ngomong Pancasila, Ngomong Pancasila, Ngomong Pancasila, hanya untuk menuduh umat Islam dan menutupi kegagalan rezim.[]

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Sastrawan Politik: Pancasila telah Diganti dengan Ideologi Kapitalisme Liberal


Tinta Media - Menanggapi gencarnya opini media mainstream tentang isu Khilafah yang ingin menggantikan Pancasila, Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menegaskan justru saat ini Pancasila telah diganti dengan ideologi Kapitalisme liberal.

"Saat ini Pancasila telah diganti dengan ideologi Kapitalisme liberal," tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (12/6/2022).

Ahmad melihat justru mayoritas kekayaan alam dan tambang negeri ini dikuasai perusahaan multi nasional yang kapitalistik. "Tengok saja Perusahaan seperti Unilever. Unilever merupakan merek perusahaan dari Belanda yang telah hadir di lebih dari 100 negara. Kemudian HM Sampoerna, Astra International, Google, Marriott International, Maybank, MedcoEnergi, mereka semua perusahaan raksasa kapitalis," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa dalam mengelola bisnis, kapitalis tidak pernah memakai Pancasila. "Mereka menerapkan sistem ekonomi liberal, khas ideologi kapitalisme," ungkapnya.

"Perusahaan-perusahaan tambang seperti PT Freeport (AS), PT Chevron Pacific (AS), PT Newmont (Colorado), PetroChina, ConocoPhillips (AS), BP (Inggris), Niko Resources (India), lanjutnya, semuanya menguasai sumber daya alam indonesia. Mereka semua tidak pakai pancasila. Dalam mengelola bisnis, mereka tidak pernah pakai Pancasila. Mereka menerapkan sistem ekonomi liberal, khas ideologi kapitalisme," bebernya.

Ia juga mengingatkan tentang kapitalisme domestik yang juga rakus. Ada Toba Group, perusahaan milik taipan 9 Naga, dan sejumlah oligarki domestik lainnya. "Dalam mengelola bisnis, mereka juga tidak pernah pakai Pancasila. Mereka menerapkan sistem ekonomi liberal, khas ideologi kapitalisme," paparnya.

Ahmad mempertanyakan keberadaan Pancasila, Kenapa perusahaan-perusahaan asing dan kapitalisme domestik yang telah menjajah dan menerapkan ideologi Kapitalisme di negeri ini tidak pernah dipersoalkan?
"Kenapa hanya ajaran Islam Khilafah yang dipersoalkan," tanyanya.

Ahmad menyimpulkan bahwa yang mengganti Pancasila adalah penguasa, rezim ini, yang membebaskan perusahaan kapitalisme global menguasai kekayaan alam negeri ini.

"Semestinya berdasarkan amanat konstitusi harus dikelola negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," tegasnya.

Saat ini lanjutnya bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh asing, para kapitalis, oligarki, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Luhut Binsar Panjaitan, Kelompok 9 Naga, Kapitalis Amerika, China, Inggris, India, Colorado, dan lain-lain.

"Mereka inilah yang mengangkangi kekayaan alam, mengganti pancasila dengan prinsip ekonomi kapitalis untuk kemakmuran mereka," pungkasnya.[] Nita Savitri

Kamis, 09 Juni 2022

MEMBIDIK AJARAN ISLAM KHILAFAH DENGAN NARASI ANTI PANCASILA


Tinta Media - "Kelompok ini tawarkan khilafah sebagai pengganti Pancasila. Hal ini bertentangan dengan UU Dasar 1945,"

[Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa, 7/6/2022]


Sejal awal saya sudah membaca kriminalisasi konvoi Khilafah tidak saja menyasar kepada Jama'ah Khilafatul Muslimin. Target utamanya adalah 'Membidik Khilafah'.

Khilafatul Muslimin sendiri bukan ancaman, bahkan ide Khilafah yang ditawarkan dapat dikendalikan pemerintah. Karena Khilafatul Muslimin memahami ide Khilafah bukan sebagai entitas negara (state), melainkan hanya sebatas organisasi massa (Mass Organization).

Khilafatul Muslimin sejak didirikan tahun 1997 telah memiliki Khalifah. Mereka memahami Khilafah sebagai pimpinan ormas, berada dibawah sub ordinat Negara, bukan negara itu sendiri.

Padahal, Khilafah adalah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Khilafah adalah entitas Negara, sebagaimana ada pada saat era Kekhalifahan kaum muslimin. Khalifah adalah kepala Negara (bukan kepala atau pimpinan Ormas) sebagaimana kedudukan Khalifah Abu Bakar RA, Umar RA, Utsman RA dan Ali RA adalah kepala Negara kaum muslimin.

Secara eksistensi Khilafatul Muslimin tidak mengganggu, sejak awal Khalifah dari Khilafatul Muslimin tidak dikutak katik. Ormas ini juga aman dari ancaman pembubaran sebagaimana terjadi dan dialami oleh HTI dan FPI.

Sehingga, ramainya konvoi Khilafah yang berujung penangkapan Abdul Qadir Baraja, Pimpinan Khilafatul Muslimin ini tidak lepas dari adanya desain jahat rezim. Desain yang ingin mentarget Khilafah sebagai sasaran utamanya, setelah berulangkali gagal dan hanya mampu mencabut BHP HTI dan membubarkan FPI.

Sejak berdirinya hingga saat ini, secara kelembagaan Ormas Khilafatul Muslimin termasuk 'khalifah'nya tidak pernah dipersoalkan oleh rezim. Begitu ada kebutuhan 'mentarget' ajaran Islam Khilafah, barulah kartu Khilafatul Muslimin ini dimainkan.

Peristiwa konvoi motor membawa poster Khilafah yang berujung penangkapan pimpinan Ormas Khilafatul Muslimin, *patut diduga bagian dari kerjaan rezim* baik atas kesadaran kelompok yang melakukannya atau tanpa disadari. Baik dengan melakukan infiltrasi maupun kendali strukturnya melalui sejumlah kasus atau oknum tertentu yang dipelihara intelejen rezim.

Tujuannya untuk menciptakan 'Khilafah sebagai Common Enemy', melalaikan atau mengalihkan perhatian Umat dari berbagai kegagalan rezim sekaligus untuk 'mengkultuskan Pancasila' dengan narasi ada ideologi trans nasional (ideologi lain) yang ingin mengganti Pancasila.

Selain itu, untuk mengaburkan makna Khilafah sebagai ajaran Islam yang merupakan institusi politik (Negara/Daulah), di degradasi menjadi institusi organisasi biasa (Ormas/Jama'ah). Pemahaman keliru jamaah Khilafatul Muslimin yang merasa telah membai'at Khalifah dam telah memiliki Khilafah adalah racun pemikiran yang ingin dibenamkan ditengah benak kaum muslimin.

Hororisasi dan Kriminalisasi Khilafah menjadi tujuan utamanya. Umat diajak menjauhi ide Khilafah, takut untuk bicara Khilafah bahkan menganggap Khilafah sebagai biang masalah.

Padahal, yang menumpuk hutang negara hingga lebih dari Rp 7000 triliun adalah kerjaan rezim Jokowi, bukan Khilafah. Yang korupsi dan kabur tak tahu rimbanya adalah Harun Masiku, kader PDIP bukan penyeru Khilafah. Yang menyerahkan tambang minerba kepada oligarki, yang semestinya kembali ke pangkuan negara melalui revisi UU minerba, itu juga kerjaan rezim Jokowi.

Negara saat ini menerapkan ideologi kapitalisme sekulerisme liberal, tak ada Pancasila, tapi rezim menuding Khilafah ingin mengganti Pancasila.

Dimana Pancasila, saat LGBT tidak dapat ditindak ? Yang diterapkan bukan Pancasila, melainkan ideologi kapitalisme, sekulerisme, liberalisme.

Dimana Pancasila, saat Minyak Goreng mahal, kebun sawit dikuasai cukong ? Yang diterapkan bukan Pancasila, melainkan ideologi kapitalisme, sekulerisme, liberalisme.

Dimana Pancasila, saat mayoritas pejabat korup, tidak memikirkan rakyat ? Yang diterapkan bukan Pancasila, melainkan ideologi kapitalisme, sekulerisme, liberalisme.

Dimana Pancasila, saat zina, riba, narkoba begitu bebas merusak negeri ini ? Yang diterapkan bukan Pancasila, melainkan ideologi kapitalisme, sekulerisme, liberalisme.

Jadi, umat Islam harus bersatu melawan narasi jahat rezim, membela ajaran Islam Khilafah dengan menjelaskan fakta Khilafah yang benar, dan memperjuangkan Khilafah agar seluruh syariat Islam tegak di bumi. Selanjutnya, Khilafah akan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru alam. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Kamis, 02 Juni 2022

Nasib Tragis Pancasila, Sastrawan Politik: Nilai-Nilainya Omong Kosong, Hari Lahirnya Diperdebatkan



Tinta Media - Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin mengungkap nasib tragis Pancasila mulai dari nilai-nilainya yang omong kosong hingga tanggal lahirnya yang diperdebatkan.

"Setiap yang lahir pasti mati. Namun, tragis nasib pancasila ini memang, selain nilai-nilainya hanya omong kosong yang tak ada realitasnya, hari lahirnya sendiri diperdebatkan," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (1/6/2022).

Menurutnya, tidak ada kata sepakat, tentang kapan lahirnya Pancasila. "1 Juni yang ditetapkan sebagai hari lahir, juga bukan atas dasar kesepakatan. Melainkan paksaan sepihak dari penguasa. Kalau rezim berganti, bisa saja Ultah Pancasila berganti," ungkapnya.

Ahmad mengatakan, dari yang meyakini ada pancasila senantiasa berdebat tentang hari lahirnya. "Mereka, terbagi atas tiga sekte utama," ujarnya.

Pertama, sekte Pancasila yang meyakini hari lahir Pancasila 1 Juni. Alasannya, semua ide Pancasila sumber utamanya pemikiran Soekarno yang menelurkan ide ini pada tanggal 1 Juni 1945. "Sekte ini didukung penuh oleh penguasa. Dengan gaya diktator, penguasa memaksa menetapkan 1 juni sebagai hari kultus pancasila," jelasnya.

Kedua, sekte kesepakatan 22 Juni melalui piagam jakarta. Sekte ini meyakini kewajiban penerapan syariat Islam bagi pemeluknya. "Padahal, syariat Islam berlaku bagi semesta alam. Non muslim selaku ahludz dzimmah juga wajib diterapkan Islam, diatur dengan syariat Islam", lanjutnya.

Ketiga, sekte yang meyakini 1 Juni baru cikal bakal, baru ovum yang kemudian dibuahi pada tanggal 22 Juni. Deklarasi kelahiran Pancasila adalah 18 Agustus, pasca pengumuman kemerdekaan. "Sekte ini melegitimasi kudeta syariat Islam. Jika sebelumnya pada tanggal 22 Juni masih ada syariat Islam, Pancasila 18 Agustus telah mengkudeta pancasila 22 Juni dengan menghilangkan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya," bebernya.

Ia melihat, penganut Pancasila itu selalu ribut soal hari kelahiran. Juga ribut soal tafsir lima pasal pancasila. "Sementara realitasnya? Yang diterapkan dan berkuasa di negeri ini adalah sekulerisme kapitalisme. Omong kosong itu Pancasila," tegasnya.

"L68T, riba, penguasaan SDA oleh asing dan aseng, perzinahan, korupsi, tiga periode, tunda pemilu, kemerosotan moral, itu semua Pancasila ? Kalau ada yang bilang negeri ini  menerapkan Pancasila, itulah Pancasila. Kalau tidak mau disebut Pancasila, faktanya kapitalisme liberal yang berkuasa," ujarnya.

Ia geram dengan para penganut Pancasila yang bungkam terhadap L68T, riba, penguasaan SDA oleh asing dan aseng, perzinahan, korupsi, tiga periode, tunda pemilu dan kemerosotan moral. Tapi begitu umat Islam menyuarakan Syariat Islam, Khilafah, buru-buru latah tereak-tereak anti pancasila.

"Sudahlah tidak usah teriak-teriak pancasila. Toh Pancasila tak ada. Pancasila mati dan tak pernah lahir dan hidup, tak perlu juga diratapi kematiannya," sindirnya.

Menurut Ahmad, Pancasila tak pernah ada baik di Era Soekarno, Soeharto, Megawati ataupun Jokowi. "Pancasila faktanya hanya jargon kosong tak ada realitanya. Hanya digunakan sebagai alat politik untuk membungkam ghiroh perjuangan umat Islam," pungkasnya. [] Willy Waliah



KAPAN HARI MATI PANCASILA?


Tinta Media - Setiap yang lahir pasti mati. Namun, tragis nasib pancasila ini memang, selain nilai-nilainya hanya omong kosong yang tak ada realitasnya, hari lahirnya sendiri diperdebatkan. Tidak ada kata sepakat, tentang kapan lahirnya Pancaila.

1 Juni yang ditetapkan sebagai hari lahir, juga bukan atas dasar kesepakatan. Melainkan paksaan sepihak dari penguasa. Kalau rezim berganti, bisa saja Ultah Pancasila berganti.

Dari yang meyakini ada pancasila, mereka berdebat tentang hari lahirnya. Mereka, terbagi atas tiga sekte utama :

*Pertama,* sekte Pancasila yang meyakini hari lahir Pancasila 1 Juni. Alasannya, semua ide Pancasila sumber utamanya pemikiran Soekarno yang menelurkan ide ini pada tanggal 1 Juni 1945.

Sekte ini didukung penuh oleh penguasa. Dengan gaya diktator, penguasa memaksa menetapkan 1 juni sebagai hari kultus pancasila.

*Kedua,* sekte kesepakatan 22 Juni melalui piagam jakarta. Sekte ini meyakini kewajiban penerapan syariat Islam bagi pemeluknya.

Padahal, syariat Islam berlaku bagi semesta alam. Non muslim selaku ahludz dzimmah juga wajib diterapkan Islam, diatur dengan syariat Islam.

*Ketiga,* sekte yang meyakini 1 Juni baru cikal bakal, baru ovum yang kemudian dibuahi pada tanggal 22 Juni. Deklarasi kelahiran Pancasila adalah 18 Agustus, pasca pengumuman kemerdekaan.

Sekte ini melegitimasi kudeta syariat Islam. Jika sebelumnya pada tanggal 22 Juni masih ada syariat Islam, Pancasila 18 Agustus telah mengkudeta pancasila 22 Juni dengan menghilangkan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

Itulah, penganut Pancasila itu selalu ribut soal hari kelahiran. Juga ribut soal tafsir lima pasal pancasila.

Sementara realitasnya ?

Yang diterapkan dan berkuasa di negeri ini adalah sekulerisme kapitalisme. Omong kosong itu Pancasila.

LGBT, riba, penguasaan SDA oleh asing dan aseng, perzinahan, korupsi, tiga periode, tunda pemilu, kemerosotan moral, itu semua Pancasila ? Kalau ada yang bilang negeri ini  menerapkan Pancasila, itulah Pancasila. Kalau tidak mau disebut Pancasila, faktanya kapitalisme liberal yang berkuasa.

Anehnya, para penganut Pancasila bungkam terhadap LGBT, riba, penguasaan SDA oleh asing dan aseng, perzinahan, korupsi, tiga periode, tunda pemilu dan kemerosotan moral. Tapi begitu umat Islam menyuarakan Syariat Islam, Khilafah, buru-buru latah tereak-tereak anti pancasila.

Sudahlah, tak usah peringati hari lahir pancasila. Faktanya tak ada kesepakatan tentang tanggal hari lahirnya.

Sudahlan tidak usah tereak-tereak pancasila. Toh Pancasila tak ada. Pancasila mati dan tak pernah lahir dan hidup, tak perlu juga diratapi kematiannya.

Kapan Pancasila pernah ada ? era Soekarno ? Soeharto ? Era Megawati atau Jokowi ? Pancasila faktanya hanya jargon kosong tak ada realitanya. Hanya digunakan sebagai alat politik untuk membungkam ghiroh perjuangan umat Islam. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

REZIM NEGARA PANCASILA MALAH SEOLAH RELA DENGAN PELECEHAN SINGAPURA TERHADAP ULAMA DAN AJARAN ISLAM


Tinta Media - Bukannya membela Ustaz Abdul Somad (UAS) dan menegaskan yang disampaikannya merupakan bagian dari ajaran Islam, rezim negara Pancasila malah seolah rela terhadap pelecehan Singapura terhadap ulama berkewarganegaraan Indonesia tersebut dan ajaran agama yang dipeluk mayoritas penduduknya. 

DUBES 

Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura, misalnya. Alih-alih membela mati-matian warga negaranya yang dicekal malah menyatakan pemerintah tidak bisa mengintervensi keputusan Singapura. "Seperti halnya persona non grata, itu adalah hak dari setiap negara," ungkapnya kepada Tempo ketika diminta responsnya agar Indonesia mendesak Singapura meminta maaf, Kamis (19/5/2022).

Padahal dengan mendesak Singapura meminta maaf setidaknya menunjukkan pemerintah Indonesia ini: (1) tidak setuju dengan pelecehan yang dilakukan Singapura; (2) UAS dan ajaran Islam itu tidak salah dan harus dibela.

Lho, memangnya Indonesia tidak punya hak untuk membela warga negaranya? Tidak punya hak untuk membela ajaran agama yang dipeluk mayoritas penduduknya? Bukan punya hak lagi tetapi wajib! Eh, sebentar, wajib itu menurut Islam deng, entahlah menurut Pancasila. 

MENKO PMK

Tapi alih-alih membela, Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) malah mengatakan prihal menjaga lisan agar tidak diusir. 

"Sebaiknya sama dengan bertetanggalah, mulai dari menjaga lidah, menjaga mulut, menjaga tangan, sehingga kita bisa hidup enak, kita bisa bertamu ke tetangga juga enak, tidak perlu diusir. Sebaliknya juga begitu, kita menerima tetangga datang juga dengan enak," seperti dilansir Antara, Kamis (19/5/2022).

Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan konteks tiga perkara yang dijadikan alasan Singapura mencekal UAS, yakni: (1) menyebut non-Muslim sebagai kafir; (2) di dalam patung ada jinnya; dan (3) membenarkan bom bunuh diri (Palestina terhadap Israel).

Karena UAS tidak sembarangan ngomong, apalagi ngomongnya juga bukan di Singapura. Tetapi di masjid, di Indonesia, kepada jamaah yang juga sesama Muslim. Yang diomongkannya juga adalah ajaran Islam. Semuanya berdalil dari sumber hukum Islam yakni Al-Qur’an dan hadits. Dan enggak ada salah-salahnya. 

Satu terkait perkara yang qath'i (mutlak benarnya dalam Islam) yakni (1) menyebut non-Muslim sebagai kafir; dan dua perkara yang ikhtilaf (perbedaan pendapat tetapi tetap islami), yakni (2) di dalam patung ada jinnya, serta (3) Muslim Palestina yang melawan penjajahan Israel dengan cara meledakkan diri ke kekuatan musuh bukanlah bunuh diri melainkan syahid.

Coba Menko PMK tonton videonya yang membahas ketiga hal tersebut, sebelah mana yang tak menjaga lisannya? Penyampaiannya pas kok, dengan logat Melayu yang lucu pula. 

Ingat, jaga lisan itu bukan berarti menyembunyikan kebenaran agar mendapatkan kerelaan orang kafir lho ya. Itu bukan jaga lisan namanya, melainkan menjual ayat, haram hukumnya. Tapi itu menurut Islam sih, entahlah menurut Pancasila.

BNPT

Tentu saja pernyataan para pejabat di atas sangat menyakitkan hati orang-orang yang beriman, orang-orang yang menginginkan syariat Islam tegak secara kaffah, orang-orang yang cinta ulama, orang-orang yang menginginkan negara hadir dalam menjaga dan membela rakyatnya ketika ulama dan ajaran agamanya dilecehkan dan dizalimi negara lain. Tapi yang paling menyakitkan hati adalah pernyataan dari Direktur Pencegahan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). 

Alih-alih dengan tegas menyatakan bahwa UAS bukanlah ektremisme dan pemecah belah sebagaimana yang difitnahkan Singapura, ia malah menginginkan RI belajar kepada Singapura karena Indonesia masih melakukan upaya preventif strike (penegakkan hukum atas ancaman teror) sedangkan Singapura sudah pre-emptive strike (pencegahan dari hulu terhadap pemikirian radikalisme). 

"Saya melihat ini justru menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk juga melakukan pencegahan sejak hulu dengan melarang pandangan, pemahaman dan ideologi radikal yang bisa mengarah pada tindakan teror dan kekerasan," katanya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (18/5/2022).

Ya Allah… apakah ini merupakan ungkapan hati yang sangat berhasrat mengkriminalisasi umat Islam yang mengajarkan ajaran Islam apa adanya? Kalau menurut Islam non-Muslim adalah kafir, ya kafir. Itulah ajaran Islam yang apa adanya. Ulama yang menjelaskan hal itu adalah ulama yang benar. 

Kalau menyebut non-Muslim sebagai kafir itu dijadikan sebagai ciri radikalisme, sebagaimana yang disampaikan BNPT beberapa waktu lalu, itu namanya menyembunyikan kebenaran demi mendapatkan kerelaan orang kafir, alias menjual ayat. Jelas itu perbuatan yang sangat tercela dalam pandangan Islam, entahlah dalam pandangan Pancasila.

BPIP

Begitulah beberapa sikap pejabat yang bertugas mengamalkan Pancasila. Saya tidak tahu apakah perbuatan mereka itu sesuai atau tidak sesuai dengan Pancasila. Maka, di sinilah relevansinya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersikap tegas atas pelecehan yang dilakukan Singapura terhadap ulama dan ajaran Islam tersebut, sekaligus menyatakan dengan tegas bahwa pernyataan para pejabat yang seolah mengiyakan bahkan ingin meniru Singapura tersebut merupakan perbuatan yang bertentangan dengan Islam, eh, dengan Pancasila. 

Kalau BPIP diam saja terkait masalah ini, mana fungsi edukasi dari badan yang paling otoritatif dalam pembinaan ‘ideologi’ Pancasila? Jangan salahkan publik, atau setidaknya saya deh, akhirnya menyimpulkan yang dilakukan Singapura dan para pejabat di atas tidak bertentangan dengan Pancasila. Kalau seperti itu, berarti: Pancasila bertentangan dengan Islam atau Islam bertentangan dengan Pancasila. 

Tapi kalau mengingat pernyataan Ketua BPIP, sudah bukan bertentangan lagi, melainkan musuh. “Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan," ujarnya sebagaimana diberitakan detik.com pada Rabu, 12 Feb 2020.

Agama apa yang dimaksud kalau bukan Islam? Toh selama ini yang dipersekusi dan dikriminalisasi oleh rezim negara Pancasila ini hanyalah ajaran Islam dan para pengembannya dengan tuduhan ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Tak terlihat rezim ini melakukan hal yang sama kepada agama dan para pengemban agama yang lain. Bener enggak sih?[]


Depok, 21 Syawal 1443 H | 22 Mei 2022 M


Joko Prasetyo
Jurnalis

Rabu, 18 Mei 2022

SECARA NORMATIF MAUPUN FAKTUAL, PANSA ZILA HANYALAH NAMA LAIN DARI SEKULARISME


Tinta Media  - Tadinya, kaum Muslim bersatu dalam naungan khilafah dengan menjadikan Islam sebagai dasar negaranya sehingga tegaklah syariat Islam secara kaffah. Pasca runtuhnya khilafah, kaum Muslim terpisah dan tersekat ke lebih dari 57 negara bangsa dan tak satu pun negaranya yang menerapkan syariat Islam secara kaffah.

Hal itu terjadi lantaran faktor internal dan eksternal. Secara internal pemahaman kaum Muslim terhadap ajaran Islam mengalami kemerosotan signifikan. Secara eksternal, kafir penjajah berhasil menanamkan  ide sekularisme dan ide negara bangsa di benak tokoh-tokoh Muslim yang memang mengalami kemunduran pemahaman akan ajaran agamanya sendiri.

Khusus di Indonesia, merupakan keberhasilan penjajah kafir Belanda dalam program Politik Etis pada 1901-1942, yang salah satu targetnya adalah berupa edukasi agar kaum Muslim menjadi sekuler dan menerima ide negara bangsa.

Walhasil, bukan berjuang mengusir penjajah untuk kembali menegakkan syariat Islam secara kaffah dengan sistem pemerintahan khilafah dan menjadikan Islam sebagai dasar negaranya, setelah penjajah terusir malah semuanya menjadikan sekularisme sebagai dasar negaranya. Sistem pemerintahannya: ada yang demokrasi (contoh: Indonesia; Pakistan); ada pula yang kerajaan (contoh: Brunei Darussalam; Arab Saudi).

Hanya saja, sekularisme ini memiliki nama beragam. Di Indonesia dikenal dengan nama Pansa Zila.


NORMATIF DAN FAKTUAL

Mungkin sebagian kaum Muslim bertanya-tanya mengapa Pansa Zila dikatakan sebagai nama lain dari sekularisme, bukankah sila pertamanya jelas-jelas "Ketuhanan Yang Maha Esa", bahkan di Pembukaan UUD 1945 disebutkan "Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa..."?

Dikatakan sekuler/sekularisme karena memang secara normatif maupun secara faktual mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa (Allah yang Mahakuasa) tetapi dalam tata negaranya, maupun sebagain (besar) hukum yang diterapkan bukan dari Islam, bahkan tak sedikit yang bertentangan dengan Islam. 

Secara tata negara, negara ini bersistem pemerintahan demokrasi (sesuai dengan sila keempat Pansa Zila). Sedangkan dalam pandangan Islam, demokrasi merupakan sistem kufur yang haram untuk ditegakkan, dijaga, dan disebarluaskan. Lantaran, sistem tersebut (1) bukan lahir dari akidah dan syariat Islam (tetapi lahir dari akidah sekuler kafir penjajah Barat), serta (2) menjadikan kedaulatan ada di tangan rakyat.

Padahal dalam Islam, kaum Muslim sama sekali tak boleh menerapkan sistem pemerintahan yang lahir dari (1) akidah dan aturan selain Islam, dan (2) wajib hanya menjadikan Allah SWT yang berdaulat (dengan menjadikan Al-Qur'an, Hadits, Ijma Shahabat dan Qiyas Syar'i sebagai sumber hukumnya).

Selain itu tak ada satu klausul pun dalam konstitusi negara Pansa Zila ini yang mewajibkan penyelenggara negara menerapkan aturan dari Tuhan Yang Maha Esa (Allah yang Mahakuasa) secara kaffah. Makanya, banyak regulasi yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam tetapi tak pernah dinyatakan bertentangan dengan Pansa Zila.

Di antaranya adalah regulasi yang melegalkan perbankan maupun pinjaman online (pinjol) menarik riba (bunga/interest); melegalkan negara melalui BUMN Sarinah mengimpor khamar (miras/minol) dan menjualnya di negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim ini, juga melegalkan Pemda DKI Jakarta dan Pemda NTT memiliki saham di pabrik khamar.

Sampai detik ini pun badan yang paling otoritatif dalam pembinaan 'ideologi' Pancasila (BPIP) tak pernah mempermasalahkan semua keharaman dalam Islam tersebut sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Pansa Zila.

Bahkan, UU Omnibus Law Cipta Kerja yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam karena banyak pasal yang bertentangan dengan ajaran Islam, (salah satunya adalah memandatkan kepada presiden agar membolehkan asing berinvestasi membuat pabrik miras di Indonesia) dikatakan sesuai Pansa Zila.

“Saya bisa katakan Omnibus Law UU Cipta Kerja Pansa Zila banget," ujar Sekretaris Utama BPIP Karjono, Jumat (27/11/2020) sebagaimana diberitakan di situs resmi BPIP, bpip.go.id.

Lebih jauh lagi, malah Ketua BPIP Yudian Wahyudi sebelumya (Februari 2020) menyatakan, "Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pansa Zila itu ya agama." Agama apa lagi yang dimaksud kalau bukan Islam? Karena selama ini ajaran agama yang distigma negatif rezim negara Pansa Zila ini adalah Islam, tak terdengar mereka menstigma negatif ajaran agama selain Islam.

Di sini kaum Muslim mesti sadar, Pansa Zila hanyalah nama lain dari sekularisme. Selain itu, tak perlu pula berekspektasi seluruh syariat Islam akan diterapkan secara sempurna di negara Pansa Zila dengan sistem pemerintahan demokrasinya.

Karena, sekularisme ---apa pun namanya--- memastikan tata negaranya jangan sampai islami, dan (sebagian/sebagian besar/seluruh) aturan yang ditegakkan tak boleh dari Islam.

Maka tak aneh, Pansa Zila kerap kali dijadikan alat rezim dari masa ke masa untuk menggebuk siapa saja yang ingin menerapkan syariat Islam secara kaffah, dengan alasan: radikal, bertentangan dengan Pansa Zila, tidak demokratis, dan lain sebagainya.

Tapi giliran penjahat seksual manggung di podcastnya Deddy Corbuzier dan berbagai wasilah lainnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, "Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Deddy menampilkan LAGI BETE di podcast miliknya."

Padahal jelas-jelas propaganda kejahatan seksual yang dilakukan DC itu sama haramnya dengan praktik kejahatan seksual yang dilakukan pasangan penjahat seksual yang diundangnya, semuanya (dalam aturan Islam) wajib dihukum tegas, tanpa ampun.

Maka, sekali lagi, dapat disimpulkan, secara normatif maupun faktual, Pansa Zila hanyalah nama lain dari sekularisme. Tak lebih dan tak kurang.[]


Depok, 14 Syawal 1443 H | 15 Mei 2022 M


Joko Prasetyo
Jurnalis

Minggu, 15 Mei 2022

GEGER SOAL L68T, DIMANA BPIP ? DIMANA PANCASILA?


Tinta Media  - Sampai hari ini, tidak ada satupun batang hidung begawan BPIP yang bicara soal L68T. Para petinggi BPIP diam membisu, seolah tidak terjadi apa-apa di negeri ini.

Padahal, ada bahaya yang mengintai generasi anak bangsa. Bahaya yang bisa memutus generasi, menghilangkan masa depan bangsa.

Coba bayangkan, jika LGBT menular masif, sesama jenis saling menyalurkan nafsu birahinya, darimana akan lahir generasi masa depan harapan bangsa ?

Tak ada secuil pun narasi dari BPIP, yang menyatakan bahwa LGBT bertentangan dengan sila ketuhanan yang maha esa dan karena itu harus dipidana. Tidak pula, ada sila kemanusiaan yang beradab dilanggar LGBT, yang kemudian BPIP menuntut pelaku LGBT dipenjara.

Atau mungkinkah, LGBT adalah wujud dari sila persatuan Indonesia ? mengakui berbagai keberagaman, termasuk keragaman penyaluran berahi seksual ? Atau mungkin juga, LGBT harus dijamin sebagai bagian dari asas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia ?

Entahlah, yang jelas kalau urusan umat Islam BPIP cepat nyambar dan latah berkomentar. 

Dulu Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo melalui Twitter-nya, @susetypor  ikut mengomentari Majelis Ulama Indonesia (MUI). "MUI harus berbenah, jangan jadi sarang kelompok radikal" begitu ungkapnya, saat ada narasi jahat yang menterorisasi MUI.

Sekarang, mana suara Benny ? apakah Benny mau mengomentari Mahfud MD agar berbenah terkait LGBT ? atau sejalan dengan Mahfud MD, LGBT tidak bisa ditindak dengan Pancasila ? Atau menyatakan dengan tegas, Pancasila keok melawan LGBT ? Atau, Pancasila menghalalkan LGBT ?

BPIP yang digaji oleh pajak rakyat, semestinya bersuara. Setidaknya, ikut mengecam perilaku LGBT. Tapi diamnya BPIP menjadi bukti, LGBT memang sejalan atau setidaknya tidak bisa dilarang oleh Pancasila.

Semakin jelas, umat Islam membutuhkan penerapan syariat Islam untuk melindungi generasi umat ini dari kejahatan LGBT. Umat Islam tidak membutuhkan Pancasila, karena Pancasila selama ini hanyalah alat politik untuk membungkam aspirasi umat untuk menerapkan syariat Islam.

Sudah saatnya, umat Islam hanya terikat dengan syariat dan membuang apapun selain darinya. Terikat dengan dalil Syara' adalah kewajiban umat Islam dalam mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Menjadi hamba yang taat, dengan menerapkan syariat tanpa perlu melihat sejalan atau tidak dengan nilai-nilai diluar Islam. Umat Islam harus membuang jauh keterikatan pada ide apapun dan hanya tunduk, taat dan patuh pada syariat Allah SWT. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Sabtu, 14 Mei 2022

PANCASILA TAK BERDAYA MEMBERANTAS L68T, KALAU DENGAN HUKUM ISLAM SELESAI!


Tinta Media  - "Pemahaman Anda bukan pemahaman hukum. Coba saya tanya balik: mau dijerat dengan UU nomor berapa Deddy dan pelaku L68T? Nilai-nilai Pancasila itu belum semua menjadi hukum. Nah L68T dan penyiarnya itu belum dilarang oleh hukum. Jadi ini bukan kasus hukum,"

[Mahfud MD dalam akun Twitter resminya @mohmahfudmd dikutip Rabu 11/5]

Akhirnya, terbongkar bahwa Pancasila tak mampu berbuat apa-apa terhadap kaum L68T, apalagi terhadap pihak yang memberikan panggung bagi kaum L68T. Melalui cuitan Mahfud MD, terbongkar Pancasila bukan norma hukum yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku L68T.

Untuk memperkuat argumentasinya - bahwa Pancasila tak berdaya - hukum tak mampu menjangkau kaum LGBT, Mahfud MD memberikan contoh soal Pasal 292 KUHP tentang pencabulan. Baginya, pasal itu hanya mengatur soal larangan homoseksual atau lesbian antara orang dewasa dan anak-anak.

Pasal 292 KUHP berbunyi :

_"Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun"._

_"Kalau lesbi/homo sesama orang dewasa apa ancaman hukumannya? Tidak ada, kan? Kalau kita menghukum tanpa ada ancaman hukumnya lebih dulu berarti melanggar asas legalitas, bisa sewenang-wenang. Makanya ber-Pancasila bukan hanya berhukum, tapi juga bermoral,"_ kata Mahfud MD.

Pernyataan Mahfud MD ini jelas mengkonfirmasi bahwa Pancasila tidak punya taji untuk melawan kaum LGBT. Pancasila hanya jadi jargon dan alat politik untuk membungkam aspirasi politik yang berbeda dengan penguasa.

Saat kaum muslimin memperjuangkan syariat Islam, memperjuangkan Khilafah, rezim buru-buru berteriak Anti Pancasila, anti NKRI. Padahal, tidak ada satupun pasal hukum yang dilarang. Coba sebutkan, ada di pasal berapa ? UU nomor berapa ?

Namun sekali lagi, Pancasila memang bukan berasal dari Islam dan bahkan bertentangan dengan Islam. Karenanya, Pancasila tidak bisa menyelesaikan permasalah umat Islam yang kalau mau merujuk Islam soal LGBT ini sudah tuntas.

Dalam Islam, perilaku Liwath (homo seksual) tidak dibatasi apakah sesama dewasa atau terhadap anak. Batasan baligh dalam Islam juga bukan usia, melainkan keadaan fisik berupa mimpi basah (pada laki-laki) dan haid pada perempuan.

Jadi, dalam Islam dewasa tidak harus berusia 18 tahun sebagaimana diatur dalam BW. Dalam Islam, setiap muslim yang sudah baligh, ditandai dengan mimpi basah (pada laki-laki) dan haid pada perempuan, sudah dihukumi mukallaf (cakap hukum) dan sudah dibebani dengan taklif syar'i.

Dalam Islam, masalah kejahatan liwath ini telah jelas dasar hukumnya :

"Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, 'Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini)'." (QS. Al A'raf: 80)

"Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas." (QS. Al A'raf: 81)

"Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, 'Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci'." (QS. Al A'raf: 82)

"Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikutnya kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan)." (QS. Al A'raf: 83)

"Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu." (QS. Al A'raf: 84)

Liwath atau perilaku lelaki mendatangi lelaki lainnya dari lubang duburnya, diberikan sanksi hukum bunuh bagi keduanya.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas :

عن عكرمة عن ابن عبس قال:قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم من وجدمتوه
يعمل عمل قوم لوط فاقتلواالفاعل واملفعو ل به )رواه اخلمسة(16
 
"Dan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a.m. ia berkata, Rasulullah saw. 
Bersabda, “barang siapa menjumpai orang yang berbuat homoseks 
seperti praktek kaum luth, maka bunuhlah si pelaku dan yang 
diperlakukan (pasangannya). (H.R. Lima ahli Hadits).

Pelaku liwath terkategori melanggar hudud, karena itu tidak boleh diberikan sanksi selain yang telah ditetapkan oleh nas yakni berupa sanksi dibunuh. Tentang bagaimana proses eksekusi bagi pelaku liwath, memang ada perbedaan pandangan. Namun, semua ulama Ijma' pelaku liwath (dalam kasus ini Ragil dan pasangannya di podcast Deddy Corbuzier) semuanya wajib disanksi bunuh.

Tinggal satu soal, bagaimana dengan kedudukan Deddy Corbuzier ? yang memberikan ruang aktualisasi, promosi bahkan apresiasi terhadap pelaku liwath ?

Jelas, perbuatan menyediakan sarana berupa forum podcast untuk kaum LGBT ini terkategori maksiat karena menjadi sarana maksiat makin tersiar dan merajalela. Dalam hal ini, berlaku kaidah Syara' :

الوسيلة إلى الحرام حرام

_(sarana yang mengantarkan kepada yang haram hukumnya haram)._

Hanya saja, jenis sanksinya berupa sanksi ta'jier. Qadly dalam sistem hukum Islam dapat menerapkan sanksi berdasarkan ijtihadnya, bisa berupa sanksi penjara, penutupan acara, penutupan akun, atau sanksi lainnya sesuai dengan kadar berat ringannya perkara.

Beginilah Islam mengaturnya, Islam memberantas LGBT. Pancasila mana ada aturan sedetail ini?[]

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Jumat, 13 Mei 2022

PANCASILA TIDAK SAKTI MELAWAN PENJAHAT KELAMIN?


Tinta Media  - Apakah pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD ini mengonfirmasi betapa tidak saktinya Pancasila dengan sistem pemerintahan demokrasinya melawan penjahat kelamin? Yang jelas, Islam dengan sistem pemerintahan khilafahnya sejak lebih dari 1400 tahun lalu sudah dengan tegas (1) melarang kejahatan kelamin dengan berbagai bentuknya (termasuk juga L*, G*, B*, hingga T*), (2) mengedukasi rakyat untuk menjauhinya, dan (3) memberikan sanksi tegas bagi para pelanggarnya maupun bagi penyiarnya (penyebarnya/yang mempropagandakannya).

Bagi pelaku L (perempuan bersetubuh dengan perempuan) dikenai ta'zir (hukumannya mulai dari dipermalukan, dicampuk, didenda, dan lainnya hingga sampai hukuman mati).

Bagi pelaku G (lelaki bersetubuh dengan lelaki) dikenai hukum had/hudud berupa hukuman mati dengan cara dijatuhkan dari ketinggian.

Bagi pelaku B (orang yang suka bersetubuh dengan lawan jenis dan juga dengan sesama jenis), bila pelakunya lelaki maka dikenakan had/hudud zina bila berzina dengan perempuan berupa hukuman cambuk seratus kali bila lelaki tersebut belum pernah menikah dan  hukuman mati bila lelaki tersebut sudah pernah menikah. Bila lelaki tersebut bersetubuh dengan sesama lelaki maka dihukum mati sebagaimana hukum G.   

Bila pelakunya perempuan, maka dikenakan hukuman had/hudud bila berzina dengan lelaki berupa hukuman cambuk seratus kali bila  perempuan tersebut belum pernah menikah dan hukuman mati bila perempuan tersebut bila sudah pernah menikah. Bila perempuan tersebut bersetubuh dengan sesama perempuan maka dikenakan ta'zir sebagaimana hukum L.

Bagi pelaku T (perempuan merubah kelamin menjadi lelaki tanpa uzur syar'i maupun lelaki mengubah kelamin menjadi perempuan tanpa uzur syar'i), juga dihukum ta'zir.
.
Sedangkan bagi yang menyiarkannya/mengiklankannya/ mempropagandakannya/memberikan panggungnya dikenai hukuman ta'zir.

Sehingga, Islam dengan sistem pemerintahan khilafahnya sama sekali tak memberikan ruang bagi aktivitas penjahat kelamin maupun aktivitas lainnya yang juga menistakan manusia sehingga lebih sesat daripada binatang ternak.

Aturan Islam memang memanusiakan manusia sebagai manusia yang sesuai fitrah manusia dan juga misi hidup manusia di dunia. Menebar rahmat dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dengan sistem pemerintahan khilafahnya, serta mendorong manusia untuk masuk ke surga-Nya Allah SWT. Berbeda jauh dengan hukum buatan manusia, yang menjadikan manusia lebih sesat daripada binatang ternak. Menebar kerusakan di dunia dan menggiring manusia masuk neraka-Nya Allah SWT.

Lantas apa yang bisa diharapkan dari rezim ke rezim negeri mayoritas Muslim ini bila ayat-ayat Allah SWT disampaikan untuk ditegakkan mereka katakan, 'Itu bertentangan dengan Pancasila', 'Itu tidak demokratis'?

Wahai manusia yang masih mengimani Allah SWT sebagai tuhannya, renungkanlah firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surah al-A'raf ayat 179, yang artinya:

"Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah."

Wallahu a'lam bishawab.[]


Depok, 11 Syawal 1443 H | 12 Mei 2022 M


Joko Prasetyo
Jurnalis
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab