Senin, 01 Juli 2024
Jumat, 28 Juni 2024
UIY Ingatkan Persatuan Umat Terkait Solusi Palestina
Sabtu, 22 Juni 2024
Duka Gaza dan Potret Khianat Para Penguasa Muslim
Tinta Media - Hanya di Gaza, pesawat dari Arab menjatuhkan ‘bantuan’ bersamaan dengan pesawat tempur Israel menjatuhkan bom. ‘Bantuan’ apa? Itu terlihat tak lebih dari sekadar simbol untuk menunjukkan pada dunia bahwa Arab peduli Palestina. Mengapa? Karena genosida masih berlangsung. Menjatuhkan bantuan itu seakan mengatakan ‘ambil dan makanlah, supaya esok kalian bisa bertahan menghadapi pembantaian’.
Padahal, Israel tidak akan bisa melakukan genosida di Gaza dan setiap jengkal tanah Palestina tanpa dukungan Amerika, Eropa, dan negara-negara Arab. Juga dukungan negara-negara Arab berupa pangkalan udara terbesar di Qatar, serta pangkalan udara milik AS dan sekutunya (Israel) di Yaman, Kuwait, Oman, Arab Saudi, Turki, dan Uni Emirat Arab. Sesungguhnya, tidak akan bisa pesawat tempur Israel dengan bebas beterbangan di atas bumi Palestina tanpa izin terbang dari negeri-negeri sekitar Palestina.
Walau Israel memiliki cadangan minyak dalam negeri, tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya yang besar sehingga masih bergantung pada impor minyak. Negara manakah pemasok minyak terbesar untuk Israel? Sebanyak 60 persen minyak Israel diimpor dari Kazakhstan dan Azerbaijan yang notabene adalah negeri muslim. Bila Kazakhstan dan Azerbaijan menghentikan mengirim minyak, tak akan berkutik Israel di Timur Tengah. Namun, minyak masih diekspor, sebagaimana genosida masih terus berlanjut.
Impor minyak Israel sampai hari ini masih didapatkan juga dari negeri muslim Turki. Melalui pemberitaan, terlihat hubungan Turki-Israel hampir runtuh akibat penyiksaan di Gaza. Presiden Recep Tayyip Erdogan beberapa kali mengutuk keras aksi Israel ini.
Namun, retorika tak sejalan realitas. Turki masih menyuplai minyak ke Israel. Langkah Erdogan mengeluarkan kata-kata kasar dan meneriakkan kemarahan cukup berhasil menenangkan kemarahan dunia atas keheningan global akibat kekejian Israel di Palestina. Namun, kondisi ini tak mengubah apa pun di Gaza.
Belum lagi blokade yang dilakukan Mesir, tetangga terdekat Palestina. Mesir telah membangun dan meninggikan tembok berduri sepanjang 12 kilometer di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir. Warga Gaza di perbatasan akhir ini benar-benar terimpit, terpenjara di ruang besar sambil terus dihujani bom tanpa ada pertolongan dari saudara seiman di Mesir.
Wahai dunia, seburuk-buruknya tetangga adalah mereka yang tahu tetangganya sedang dibantai, tetapi tak mau menolong, justru membangun tembok tinggi yang memagari tetangganya sehingga tak bisa berbuat apa-apa. Begitu sakit rasanya dikhianati dunia dan saudara sendiri.
Kekuasaan yang dimiliki para pemimpin di negeri-negeri muslim itu sungguh akan diminta pertanggungjawaban dari Yang Maha Kuasa. Maka, takutlah kalian wahai para penguasa muslim, kekuasaan yang kalian miliki sudah seharusnya digunakan untuk menolong umat Islam, melindungi setiap tetes darah kaum muslimin, menghancurkan kekuatan jahat global yang menjajah negeri-negeri muslim. Jadilah kalian sebagai penolong umat, bukan penjahat kriminal global. Wallahu’alam.
Oleh: Fatmah Ramadhani Ginting, S.K.M., Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Jadikan Palestina Candaan, Remaja Krisis Empati
Tinta Media - Lebih dari 34 ribu warga sipil Palestina yang dilaporkan tewas sejak 7 Oktober 2023. Perempuan dan anak-anak menjadi korban terbanyak dari serangan Israel. Apa yang terjadi saat ini di Rafah, Palestina, merupakan genosida yang dilakukan oleh Israel. Masyarakat dunia kembali bereaksi menyuarakan protes dan penolakan terhadap genosida tersebut.
Gerakan mahasiswa pro-Palestina di berbagai universitas terkenal di Amerika telah menyebar ke seluruh dunia. Gelombang solidaritas yang dibangun atas dasar dorongan kemanusiaan menuntut untuk mengakhiri tragedi ini. Namun, di saat protes mahasiswa terhadap genosida sebagai bentuk kejahatan manusia paling keji. Sebaliknya, ada beberapa pelajar menganggap hal itu biasa. Dengan sengaja atau tidak, mereka mengolok-olok korban genosida Palestina yang diunggah di media sosial.
Tindakan mereka menuai kecaman dan protes serta menyesalkan perbuatan tersebut. Akibat perbuatan sekumpulan siswi itu, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta segera bertindak dan memproses kejadian ini. Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI, Budi Awaludin, mengatakan bahwa mereka mengecam perilaku dalam video dan memanggil yang bersangkutan beserta keluarganya untuk minta maaf. (detiknews.com 12/6/24)
Dari kejadian ini, perilaku yang ditunjukkan para remaja akibat dari pemahaman yang rusak. Hilangnya empati membuat mereka tidak merasakan penderitaan korban peperangan. Inilah hasil dari sistem sekularisme yang melahirkan paham liberal yang diadopsi oleh generasi dan mengakibatkan berbagai kerusakan.
Keberhasilan sekularisme dalam merusak generasi dapat terlihat dari perilaku mereka. Tidak beradab, gaya hidup kebarat-baratan, hilangnya simpati dan empati bahkan tidak takut kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Selain itu, pendidikan yang menerapkan nilai-nilai sekuler menghasilkan generasi rapuh dan minim adab.
Sistem sekuler juga melahirkan paham liberal yang mengagungkan nilai kebebasan. Sehingga, mereka bebas berbuat, bebas memiliki, bebas beragama dan bebas berpendapat. Terbukti, sekuler adalah akar masalah kerusakan generasi saat ini. Jika terus dibiarkan, kondisi generasi semakin rusak dan kehancuran bangsa semakin dekat. Untuk itu, sekuler layak dibuang dan diganti sistem sahih yang melahirkan generasi terbaik dan bertakwa.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, hanya peradaban Islam yang mampu melahirkan generasi emas dan menjaganya dari kerusakan moral. Islam yang diturunkan Allah SWT memiliki peraturan hidup yang komprehensif. Sistem terbaik yang bisa mencegah dan menghentikan berbagai kerusakan serta mampu menyelesaikan permasalahan hingga tuntas.
Generasi emas menjadikan Islam sebagai dasar pembentuk karakter dan kepribadian. Pendidikan dengan kurikulum berlandaskan akidah Islam akan mencetak generasi berakhlak mulia, cerdas dan kokoh imannya. Pendidikan juga kewajiban orang tua untuk memahamkan anaknya ajaran Islam sejak usia dini. Sebab, ayah dan ibu bertanggung jawab bersama atas pendidikan dan pengasuhan anak. Kerja sama yang baik akan menghasilkan pendidikan yang terbaik.
Tentu masyarakat juga berperan mengawasi dan mencegah tindakan yang melanggar aturan sebagai amar ma'ruf nahi munkar. Negara hadir bukan hanya melaksanakan sanksi tegas tetapi membentengi umatnya dari pemahaman sesat seperti sekularisme dan komunisme.
Kerja sama antara keluarga, masyarakat dan negara akan mewujudkan generasi gemilang yang mempunyai karakter dan kepribadian Islam. Di sisi lain, terbentuk pemikiran khas yaitu pemikiran Islam yang membangun kesadaran akan pentingnya persatuan umat. Maka melihat penderitaan Palestina, sikap kita menunjukkan pembelaan. Tidak takut menyuarakan kebebasan Palestina di garda terdepan. Ini adalah sikap generasi gemilang.
Negara akan mampu menjalankan perannya secara maksimal seperti di atas jika menerapkan Islam secara menyeluruh. Sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Khilafah terbukti menjaga peran keluarga dan masyarakat yang melahirkan generasi gemilang dan beradab. Oleh karenanya, mengganti sistem rusak dan beralih pada sistem sahih merupakan agenda wajib umat Islam. Waallahu a'lam bis sahwwab.
Oleh : Eri, Pemerhati Masyarakat
Senin, 17 Juni 2024
Direktur Rumah Inspirasi Perubahan: Para Pemimpin Dunia Islam Hanya Berpura-pura Dukung Palestina
Tinta Media - Menanggapi genosida yang dilakukan zionis Yahudi terhadap warga Palestina, Direktur Rumah Inspirasi Perubahan Indra Fakhruddin mengatakan, para pemimpin dunia Islam saat ini hanya berpura pura mendukung Palestina.
“Para pemimpin dunia Islam, rata-rata sekarang ini, mereka hanya berpura-pura di depan rakyat mendukung Palestina,” katanya dalam acara bedah kaffah edisi 347: Ibadah Haji Menuju Persatuan Hakiki, di kanal YouTube Rumah Inspirasi Perubahan, Jumat (14/6/2024)
Menurutnya, di satu sisi lewat politik retorika berupa kutukan dan ancaman. Sedikit pun enggan menggerakkan pasukan militer mereka untuk melindungi kaum muslimin Palestina dan menyerang Yahudi.
“Mereka malah menyandarkan pertolongan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Padahal mereka tahu bahwa badan internasional itu nyatanya berada dalam ketiak negara-negara barat terutama adalah Amerika Serikat menjadi pendukung utama Zionis Yahudi,” tuturnya.
Ia menuturkan, penyebab kelakuan pemimpin negeri Muslim hari ini adalah karena paham nasionalisme serta konsep negara bangsa atau dikenal dengan nation state. Inilah yang telah mengerat-erat persatuan kaum muslimin dan menghapuskan ukhuwah islamiah setiap negeri Muslim.
“Paham nasionalisme dan konsep negara bangsa ini telah betul-betul menjadi penjara imajiner yang menghalangi kaum muslimin untuk menolong saudaranya,” ungkapnya.
Ia menyatakan, paham ini juga membelenggu tangan dan kaki umat untuk menghilangkan penderitaan yang tengah menimpa saudara seiman.
“Bahkan paham nasionalisme ini yang membutakan mata dan hati umat bahwa saudara seiman itu adalah bersaudara,” nyatanya.
Ia memandang bahwa masalah tersebut hanya bisa dituntaskan jika umat ini bersatu di bawah kepemimpinan seorang khalifah.
“Khalifah akan melindungi dan menjaga semua kepentingan umat Islam karena memang khalifah ini adalah perisai umat adalah pelindung umat,” pandangnya.
Ustadz Fakhruddin mengutip sabda Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam bahwa sesungguhnya Imam atau khalifah ini adalah perisai orang-orang yang berperang di belakang dia dan menjadikan dirinya itu sebagai pelindungnya.
“Dengan Khilafah, maka potensi kekuatan militer kaum muslimin yang sangat besar di berbagai negeri Islam bisa disatukan sekaligus digerakkan untuk melakukan jihad atau perang terhadap Yahudi dan juga para pelindungnya,” pungkasnya.[] Azzaky Ali
Viral, Remaja Hina Anak Palestina, Influencer Dakwah: Indikator Bergentayangan Manusia Berhati Iblis
Minggu, 16 Juni 2024
Aksi Bela Palestina, Bukan Aksi Biasa
Satu butir kurma dimakan
Dibelah lagi menjadi tujuh
Bagai kekasih menanti pujaan
Entah di mana hendak berlabuh
Tinta Media - Pantun di atas menunjukkan betapa merindunya saudara kita di Palestina kepada siapa pun yang menolongnya. Di saat pembunuhan massal masif terjadi, tiada yang mampu menghentikan. Hingga menimbulkan reaksi berupa aksi di beberapa wilayah, baik di mancanegara maupun di dalam negeri. Berjalan menyusuri satu tempat yang dibombardir menuju tempat lain yang juga menjadi target zionis selanjutnya. Tak ada tujuan, hanya berharap dan berpasrah pertolongan dari Allah.
Gelombang aksi terus terjadi di beberapa wilayah di Indonesia yang menolak genosida di Gaza dan Rafah. Sejak Oktober 2023 hingga hari ini massa menuntut keadilan atas nama kemanusiaan. Di Palembang, Jogja, Jakarta dan beberapa wilayah di dalam negeri termasuk Medan ikut turun ke jalan. Terpantau ribuan massa melakukan long march, memadati kawasan seputaran Mesjid Raya Al-Mashun, Jl. Sisingamangaraja, tanggal 09 Juni kemarin. Salah satu tuntutan massa adalah mendesak agar penguasa di negeri-negeri kaum muslimin mengirimkan tentaranya dan menerapkan syariah Islam sebagai wadahnya. Viva.co.id,10-06-2024
Namun aksi menyerukan dalam hal membela Palestina ini bukanlah sekedar perkumpulan manusia yang disebabkan manfaat semata namun lebih dari pada itu.
*Kaum Muslim Adalah Satu Tubuh*
Sangat masyhur di telinga bunyi hadis berikut : "Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling menyayangi dan bahu membahu, bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakit juga dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Muslim)
Saat anggota tubuh yang lain sakit, sepatutnya kita ikut merasakan kepedihan. Anggaplah mereka bagian dari anggota keluarga kita, orang tua kita, kakak, adik, anak kita. Yang dengan ridha-Nya melepaskan kepergian saudaranya kepada Rabb sebagai seorang yang syahid dengan pahala yang luar biasa balasannya dari Allah.
Tentu itu tidak mudah kita tanamkan selama di tubuh kaum muslimin masih tersekat nasionalisme. Yaitu ide yang berasal dari sistem sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Artinya urusan agama tidak boleh masuk ke dalam ranah pergaulan, ekonomi, sosial budaya apalagi politik. Karena akan mencederai kepentingan penguasa yang menginginkan kebebasan. Yang notabene meminggirkan aturan agama, padahal agama itu adalah aturan yang datang dari Allah, Maha Memiliki, Maha Pengatur.
Sejalan dengan ide nasionalisme, wajar adanya kekuatan aqidah kaum muslimin makin keropos. Ketika mesin pembunuh zionis tak mampu dihentikan, disisi lain tidak sedikit pula orang-orang yang menganggap isu Palestina ini akan hilang dengan sendirinya, sedang ia menyibukkan diri dengan dunianya sendiri seperti tanpa sedikit pun merasa ada kewajiban kita yang harus ditunaikan yaitu menentukan di mana posisi kita saat melihat saudaranya diperangi tanpa ampun. Ada saatnya Allah akan bertanya. Kita berhujjah.
Dari kekuatan militer yang dimiliki zionis tidak sebanding dengan apa yang dimiliki oleh negeri-negeri kaum muslimin jika bersatu. Dan persatuan ini adalah atas dasar aqidah yaitu ikatan ukhuwah islamiah bukan ikatan nasionalisme umpama tembok yang dibuat di perbatasan Mesir dan Rafah.
Mudah saja bagi Allah menghancurkan apa yang telah diciptakan oleh hamba-Nya. Karena Allah Maha Pencipta. Tembok semisal perbatasan Mesir dan Rafah akan musnah dengan persatuan negeri-negeri kaum muslimin. Dengan penguasanya yang ikut memerintahkan agar menurunkan militernya melawan militer zionis.
Saatnya menghadirkan yang dibutuhkan saudara kita di Palestina. Bukan sekedar kata-kata kecaman, kutukan, boikot. Tapi aksi nyata melawan pasukan kera di bawah ketiak negara adidaya. Yang sebenarnya juga sangat mudah Allah hancurkan. Hanya saja Allah ingin melihat kita sebagai penonton atau pejuang di saat keperihan yang syahid dipertontonkan dalam genggaman. Sebagaimana kisah burung pipit dan cicak ketika Nabi Ibrahim dibakar oleh raja Namrud. Kisah tersebut menceritakan burung pipit yang berulang kali bolak balik ke tepi danau mengambil air dengan paruhnya yang kecil, kemudian menuangkannya ke api yang hendak membakar tubuh nabi Ibrahim. Berbeda halnya dengan cicak yang meniupkan untuk memperbesar api yang membakar Ibrahim. Maka jika diibaratkan, tentukanlah posisi kita sebagai burung pipit meskipun tampak sedikit yang dilakukan ia menjadi pembela kebenaran daripada cicak yang melegalkan kezaliman.
Wallahua'lam bis showab
Oleh: Lisa Herlina, Sahabat Tinta Media
Selasa, 11 Juni 2024
Solusi Paripurna untuk Palestina
Kamis, 06 Juni 2024
Rafah Membara: Israel Mengacuhkan Perintah ICJ
Tinta Media - Rafah kembali membara. Pada hari Senin, 27 Mei 2024 lalu terjadi kembali peristiwa tragis yang terjadi di kota Rafah, Gaza Selatan. Serangan udara Israel menewaskan 45 orang termasuk wanita dan anak-anak Palestina di sebuah kamp pengungsi di Rafah sebagaimana dilaporkan oleh BBC. Dengan kejadian ini muncul kampanye dengan slogan “All Eye On Rafah” yang sampai hari ini menyebar luas di seluruh dunia. Konflik Israel dan Palestina dianggap bukan lagi masalah umat Islam saja tapi sudah menjadi isu global karena pembantaian dan kekerasan yang dilakukan oleh Israel dianggap sudah melampaui batas. Rafah merupakan tempat diujung wilayah Palestina yang tidak memungkinkan lagi warga Palestina yang mengungsi di tempat tersebut untuk bergerak lebih jauh lagi dan mereka di tempat ini dibombardir dan dibantai oleh Zionis Israel.
Mahkamah Internasional atau International Court Of Justice (ICJ) telah memerintahkan Israel untuk menghentikan serangan di Rafah, Palestina. Jumat, 24 Mei 2024 lalu. Namun, perintah itu tidak dipatuhi oleh Israel dan tetap menyerang Rafah. Hal ini dilansir dari AFP dan Al Arabiyah. Selain itu, mahkamah Internasional juga memerintahkan Israel untuk tetap membuka penyebrangan Rafah untuk memastikan akses bantuan kemanusian aman. Namun tanggapan Israel tidak menunjukkan indikasi bahwa mereka akan bersiap untuk mengubah haluan di Rafah. Israel pun menyebutkan bahwa ICJ telah melakukan kesalahan karena Israel tidak akan melakukan tindakan militer di wilayah Rafah yang bisa berdampak pada kondisi penduduk sipil Palestina di Gaza. Hal ini disampaikan oleh Penasihat keamanan Nasional Israel, Tzachi Hanegbi dengan pernyataan bersama dengan Juru Bicara Kementerian Luar negeri Israel. (detiknews.com,25/5/2024).
Faktanya, beberapa jam usai keputusan ICJ diumumkan, militer Israel terdeteksi melancarkan serangan terbaru terhadap jalur Gaza pada Sabtu (25/5) pagi waktu setempat. (detiknews.com,25/5/2024). Serangan terus berlanjut hingga minggu malam tanggal 26 Mei 2024 Rafah kembali diserang dan berubah menjadi lautan api. Rafah dibakar oleh Israel dan tidak ada yang bisa melakukan apa pun untuk menghentikannya. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 45 orang dan 249 lainnya terluka.
Israel dengan angkuhnya mengabaikan seruan dunia untuk tidak menginvasi kota paling selatan di Jalur Gaza dengan tetap mengirimkan pasukan darat militer Israel untuk memasuki Rafah yang dimulai pada awal Mei lalu. Tel Aviv bersikeras mengatakan bahwa serangan terhadap Rafah diperlukan untuk memusnahkan sisa-sisa batalion Hamas yang bersembunyi di area itu. Dalam operasinya tentara Israel berhasil mengambil alih sisi Palestina pada perlintasan perbatasan Rafah yang menghubungkan Jalur Gaza dengan Mesir sehingga memperlambat penyaluran bantuan kemanusiaan untuk 2,4 juta penduduk daerah kantong Palestina tersebut. (detiknews.com,25/5/2024).
ICJ yang merupakan lembaga internasional yang jelas-jelas telah melihat pembantaian yang terjadi di Gaza, Palestina. Lembaga yang telah memberikan perintah tegas buat Israel agar menghentikan serangan ternyata bagai macan ompong di hadapan Israel. Mengapa demikian? Hal ini bukan karena kuatnya negara Israel. Justru dengan serangan brutal yang dilancarkan Israel ke kamp pengungsian di Rafah lalu menunjukkan Israel ketakutan dan pengecut karena korban yang berjatuhan bukan tentara bukan militer tapi wanita, anak-anak dan orang tua. Hal ini karena mereka memiliki “tuan” yang akan selalu mensupport kinerja mereka yakni negara adidaya saat ini, AS. Setalah serangan ke Rafah saja AS mengeluarkan pernyataan bahwa serangan Israel tidak melewati batas hanya pinggirannya saja. (KumparanNEWS, 29/5/2024)
Setalah seluruh dunia menatap Rafah dan mengecam apa yang dilakukan Israel ternyata si “tuan” tetap berdiri disisi anak buahnya untuk melakukan penyerangan, pembantaian dan penindasan terhadap warga Palestina. Jelas Israel dan AS telah melakukan pelanggaran terhadap kejahatan kemanusiaan tapi negara-negara di dunia tidak bisa berbuat banyak kecuali hanya mengeluarkan kecaman keras terhadap yang dilakukan Israel ke warga Palestina.
Solusi untuk Palestina sesungguhnya ada ditangan umat Muslim; bukan pada bangsa-bangsa lain; juga bukan mengharapkan PBB atau ICJ. Persoalan Gaza, Palestina hanya akan selesai dengan tuntas dengan menggunakan hukum Islam bukan hukum buatan manusia. Two-state solution yang ditawarkan jelas bertentangan dengan hukum Islam. Ini merupakan solusi pragmatis yang akan semakin membuat Palestina terjajah. Bahkan penguasa negeri-negeri muslim tetap menjalin hubungan dengan Zionis Israel dan si “tuannya”. Jelas ini penghianatan yang dilakukan oleh penguasa muslim terhadap warga Palestina. Seharusnya para penguasa ini menjadi pelindung di saat begitu banyak saudara kita di Palestina dibantai.
Kekuatan Negara hanya dapat dilawan dengan kekuatan negara juga. Genosida yang terjadi di Gaza, Palestina ini merupakan persoalan yang hanya dapat diselesaikan dengan adanya seruan jihad fi sabilillah, dengan mengerahkan pasukan muslim yang dipimpin oleh seorang kepala negara yakni Khalifah untuk menolong warga Gaza dan mengusir zionis Israel selamanya dari tanah Palestina. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan bersatunya kaum muslimin dalam satu naungan yakni Daulah Khilafah Islamiyah yang tentara-tentaranya membuat gentar dan gemetarnya musuh yang telah membantai kaum muslim. Tanpa kekuatan ini maka Palestina akan terus membara.
Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H., Sahabat Tinta Media
Kamis, 30 Mei 2024
Palestina Masih Diserang Sampai Hari Ini, Tidak Ada Solusi Selain Jihad Fisabilillah
Tinta Media - Bumi Palestina belum selesai berduka. Para penjajah dengan brutal terus menghancurkan bangunan demi bangunan yang awalnya kokoh berdiri. Dulunya bangunan itu mereka pakai untuk berteduh, kini telah menjadi puing-puing dan bagaikan butiran debu yang beterbangan. Dunia seolah menjadi penonton kekejian yang dilakukan oleh Israel laknatullah, tidak bisa berkutik menyelamatkan saudara mereka di Palestina.
Kurang lebih sudah delapan bulan berlalu sejak 07 Oktober 2023. Tidak ada titik terang dan solusi untuk Palestina. Mereka masih tetap sengsara, disiksa, dibunuh dan ancaman kehidupan lainnya. Kita lihat Sejarah ke belakang sejak 15 Mei 1948, dimulainya Nakba bencana diusirnya penduduk Palestina di dalam negeri mereka sendiri. Ya 15 Mei 1948 adalah hari Nakba, peristiwa bencana ketika zionis mendeklarasikan negara ilegalnya dan secara buas mencaplok 78% wilayah Palestina. Tidak tahu diri bukan? Lebih dari ratusan ribu penduduk Palestina dipaksa ke luar dari tempat tinggalnya sendiri, lebih mengenaskan lagi mereka tidak tahu harus pergi dan menetap di mana?
Sebenarnya ini bermula sejak 1917, tahun itu menjadi pijakan pertama Inggris setalah memenangkan Perang Dunia I di tanah Palestina. Pasukan Inggris dengan pongah berbaris memasuki gerbang Baitul Maqdis dengan penuh harapan ingin mencaplok tanah yang diberkahi ini. Melihat Palestina jatuh adalah kepedihan yang dirasakan umat Islam sejak tahun itu hingga saat ini, tahun 2024. Tepat saat seabad lebih kepiluan itu terbuka ternganga.
Kita mungkin pernah membayangkan keluarga kita mengungsi karena bencana alam ke suatu negeri di seberang sana. Kita mungkin mengira kita akan cepat kembali. Untuk itulah kita bawa kunci rumah sambil berharap agar kelak bisa kembali. Segera.
Ini tidak dimulai dari 07 Oktober 2023, tapi jauh sebelum itu. Mereka diusir berjalan kaki ke negeri seberang, beratus kilometer jauhnya. Dan mereka mengira akan kembali pulang dalam waktu cepat, sampai-sampai mereka masih membawa kunci rumah mereka. Namun kini nyatanya, sudah 76 tahun lamanya mereka masih terjajah dan belum bisa menikmati fasilitas yang ada di dalam rumah mereka.
Jumlah mereka yang terusir sudah tidak terhitung lagi, jumlah mereka yang dibantai sudah tidak terhitung lagi, dan jumlah mereka yang tertimbun reruntuhan sudah tidak terhitung. Mereka terusir dan terjajah. Dizalimi dan diperangi.
Lantas apa yang menjadi akar persoalan ini, sehingga Palestina terjajah dan Israel dengan tidak tahu malu mencaplok tanah tersebut? Yang dirasakan Palestina bukan hanya kelaparan, kehausan, penyakit menular, kekurangan gizi atau semacamnya. Dan itu bukan akar permasalahan disana. Harus ditegaskan bahwa akar dari masalah Palestina adalah pendudukan, dan tentu tidak ada solusi lain selain pengusiran. Seperti ketika penjajah Belanda dan Inggris datang menduduki negeri kita tercinta, Indonesia. Para ulama dan santri bersatu padu membuat strategi untuk menusir mereka dari tanah air. Dengan alat dan senjata seadanya, memakai bambu runcing. Dan usaha mereka tidak berkhianat. Mereka berhasil mengusir para penjajah dari wilayah mereka. Masya Allah.
Lau sekarang dengan apa mengusir mereka? Tentu dengan mengirim tentara-tentara muslim. Melawan mereka dengan bersatu padunya umat muslim pula. Menyatukan pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama, sehingga terbentuklah pemahaman bahwa satu-satunya solusi penjajahan ini adalah menyelesaikannya dengan jihad. Namun tentu jihad akan efektif jika dikomando oleh seorang pemimpin, seorang khalifah dalam sistem khilafah. Karena solusi tuntas pendudukan Palestina hanya akan tuntas dengan keberadaan khilafah. Khilafah akan membebaskan Palestina dengan segenap kemampuan karena menjadi kewajibannya sebagai pelindung kaum muslim. Karena kita tahu sendiri bahwa kita tidak bisa berharap kepada PBB yang seharusnya mampu menyelesaikan permasalahan ini. Tidak ada yang bisa kita harapkan selain jihad fisabilillah di bawah naungan khilafah.
Khilafah akan menghentikan kolonialisasi, dominasi dan hegemoni Barat dengan tata dunia saat ini. Khilafah akan menghentikan penjajahan di Palestina bahkan di seluruh penjuru dunia mana pun. Khilafah akan menghancurkan sistem sekuler-kapitalistik-demokrasi yang menghisap kekayaan dan keamanan negeri-negeri muslim. Khilafah akan memberikan kebaikan untuk semesta. Muslim dan orang kafir. Rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam bi ash-shawaab.
Oleh: Rahma Al-Tafunnisa, Sahabat Tinta Media
Kamis, 23 Mei 2024
Pengamat: Krisis Palestina Bermula dari Runtuhnya Adidaya Islam
Tinta Media - Pengamat politik internasional Budi Mulyana menyampaikan bahwa krisis Palestina Bermula dari runtuhnya adidaya Islam.
"Saya senantiasa menyampaikan bahwa krisis Palestina
ini kan bermula dari runtuhnya adidaya Islam, Kekhilafahan Turki Utsmani,"
tuturnya dalam program Fokus Reguler: Serangan ke Israel, Nyata atau Drama?
Ahad (23/4/2024) di kanal YouTube UIY Official.
Menurutnya, ketika (Khilafah Turki Utsmani) kalah di perang
dunia kesatu, akhirnya kemudian wilayah-wilayah Turki Utsmani itu diambil alih
oleh negara pemenang perang Inggris dan Perancis. "Mereka berbagi
wilayah," ucapnya.
Budi menilai, dari situlah kemudian Inggris melalui
deklarasi Balfour, kemudian juga melakukan proses migrasi orang-orang Yahudi dan
akhirnya kemudian membidani hingga lahirnya "negara Israel" tahun
1948.
"Artinya, krisis Palestina ini tidak terlepas dari
hilangnya payung umat Islam, negara adidaya umat Islam saat itu, kekhilafahan
Turki Utsmani," jelasnya.
Dan sampai sekarang, ia menambahkan, tak ada solusi.
"Solusi dua negara itu kan solusi yang absurd bagaimana negara penjajah
itu kemudian harus berbagi dengan negara jajahannya," herannya.
Artinya, apa yang kemudian bisa dijadikan solusi terhadap
krisis Palestina ini adalah bagaimana mengembalikan payung umat Islam itu
sendiri.
"Artinya, di sini harus terjadi perubahan konstelasi
internasional. Umat Islam harus punya negara selevel negara adidaya sehingga
bisa mengubah konstelasi internasional dan kemudian di situlah umat Islam itu
bisa mengendalikan kewibawaannya dan kemudian mengembalikan hak umat Islam
Palestina," terangnya.
Karena, lanjutnya, bisa disaksikan bagaimana Amerika Serikat
itu dengan tanpa malu, tanpa punya pertimbangan apa pun Amerika membela sepenuh
hati keberadaan Israel.
"Itulah fungsi negara adidaya seluruh dunia. Cuma kan
bedanya, kalau Islam punya prinsip, punya aturan dari wahyu Allah SWT. Jadi,
ketidakadilan dalam perspektif manusia itu harus kemudian dihilangkan dengan
keadilan Islam," tandasnya.
Makanya kemudian, Budi menerangkan, di sinilah penting
umat Islam itu punya negara yang kapabilitas negaranya itu bisa dinaikkan
sampai level adidaya, dan sebenarnya potensi itu ada.
"Iran punya potensi, Turki punya potensi, kemudian juga
negara-negara Timur Tengah punya potensi, termasuk juga Indonesia punya
potensi. Cuma masalahnya kan, selama kemudian basisnya atau dasarnya bukan
karena Islam, karena kepentingan nasional internasional, daya dorong untuk
menjadi negara adidaya yang melindungi umat Islam itu tidak ada,"
sesalnya.[] 'Aziimatul Azka