Tinta Media: Palestina
Tampilkan postingan dengan label Palestina. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Palestina. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 Juli 2024

Pembantaian di Rafah, ke Mana 145 Negara yang Mengakui Palestina Merdeka?



Tinta Media - Sungguh di luar nalar, sebanyak 145 negara dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang mengakui Negara Palestina hilang entah ke mana saat ada pembantaian di Rafah yang menewaskan ribuan warga Palestina. 

Seolah-olah mereka (145 negara) menghilang begitu saja tanpa ada tindakan apa pun untuk menghentikan genosida ini. Padahal, jika mereka sudah mengakui keberadaan negara Palestina, harusnya genosida yang dilakukan oleh Zionis Yahudi harus segera dihentikan dengan tegas.

Arti dari kata pengakuan adalah bukan hanya soal moral, tetapi juga tindakan. Seperti halnya ketika Amerika Serikat mengakui Ukraina sebagai sekutu. Ada dukungan nyata dari Amerika Serikat terhadap Ukraina, yaitu mengajak sekutu-sekutu Amerika untuk selalu membantu dam men-support Ukraina dalam perangnya melawan Rusia.

Bahkan, bantuan tersebut bukan sebatas moral dan ucapan, bukan juga hanya sebatas kemanusiaan saja, tetapi juga pengiriman senjata militer hingga boikot secara ekonomi terhadap Rusia.

Apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini jelas bukan hanya soal lisan, tetapi juga tindakan. Lantas, bagaimana pengakuan negeri-negeri muslim yang hanya sekadar ucapan, padahal sudah jelas dan nyata terjadi pembantaian secara brutal oleh Zionis Yahudi?

Publik dan masyarakat dunia sebenarnya juga menyoroti kebiadaban Zionis Yahudi. Ini terlihat dari aksi-aksi damai yang dilakukan oleh berbagai negara. Bukan hanya negeri-negeri muslim, tetapi juga negeri-negeri nonmuslim yang notabene menempatkan muslim sebagai minoritas. 

Namun, apalah daya. Tindakan tersebut hanya mentok pada opini publik. Publik tidak bisa bergerak karena para pemimpin mereka justru menjalin kerja sama dengan Zionis Yahudi. Apalagi, publik, khususnya kaum muslimin di seluruh dunia, terkhusus di Jazirah Arab telah terkotak-kotakan dengan sistem nasionalisme.

Punya Kepentingan

Lebih konyolnya lagi, terkadang para pemimpin di negeri Islam terkait masalah Palestina hanya sekadar mengambil untuk kepentingan kekuasaan saja.

Contohnya, sikap Presiden Turki Recep Thoyyib Erdogan yang terlihat mengancam keras Zionis Yahudi dan bersikap tegas terhadap genosida yang dilakukan oleh para Zionis. Bahkan, diberitakan bahwa Presiden Erdogan sampai memutus hubungan diplomatik dengan negara Zionis Yahudi, juga menangguhkan hubungan dagang di beberapa bulan yang lalu. 

Namun, di balik tindakan Erdogan tersebut ternyata ada kepentingan politik jangka pendek, yakni kepentingan pemilu yang sebentar lagi akan diselenggarakan di Turki. Menurut berbagai survei, Erdogan kalah dengan pasangan lain sehingga membutuhkan dukungan.

Apa yang dilakukan oleh pemerintahan Turki bisa jadi dialami juga oleh 145 negara, bahkan 53-nya adalah negeri muslim. Ini membuktikan bahwa ada kepentingan-kepentingan lain yang menghalangi mereka untuk memikirkan secara nyata dan tegas terhadap genosida yang dilakukan oleh Zionis Yahudi. Motifnya pun bermacam-macam.

Khilafah

Ini berbeda ketika khilafah hadir di tengah umat. Di dalam catatan sejarah, Palestina yang dijuluki sebagai tanah yang diberkahi, selalu dimuliakan, bahkan ketika pembebasan maupun ketika berada di bawah kekuasaan daulah khilafah.

Pada masa Amirul Mukminin Umar Bin Khattab, terjadi futuhat dan penyerahan kunci Yerusalem  sehingga wilayah tersebut masuk di dalam kekuasaan kaum muslimin. Pada peristiwa itu,  tidak ada hal keji ataupun pembantaian. Bahkan sebaliknya, mereka yang masuk dalam kategori kafir dzimy diberi kebebasan untuk memeluk agama mereka masing-masing. Bahkan, tempat ibadah mereka tidak dibongkar ataupun diruntuhkan.

Begitu juga ketika Shalahudin Al Ayyubi mengambil alih Al Quds dari pasukan Salib. Shalahudin Al Ayyubi tidak melukai orang-orang yang bukan muslim. Beliau justru memuliakan warga setempat. Bahkan, masyarakat selain muslim diberi kebebasan untuk beribadah.

Artinya, hanya Islam yang mampu menjadikan Al Quds dan Palestina menjadi sebuah kawasan yang mulia dan diberkahi.


Oleh: Setiyawan Dwi 
(Jurnalis)

Jumat, 28 Juni 2024

UIY Ingatkan Persatuan Umat Terkait Solusi Palestina

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mengingatkan kembali relevansi seruan persatuan umat Islam di dunia sebagai solusi atas penjajahan zionis Yahudi di Palestina.

"Bagaimana mungkin umat Islam yang jumlahnya ini hari 1,6 miliar itu bisa keok melawan Israel yang hanya 7 juta? Jadi, dari sini kita bisa melihat betapa sangat relevan seruan persatuan umat," jelas UIY dalam program Kabar Pagi: Solusi Militer, Senin (24/6/2024).

UIY menjelaskan, itulah sebenarnya esensi dari apa yang dikemukakan atau diserukan diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir di dunia.

Karena itu UIY menegaskan, tegaknya khilafah inilah yang akan menyatukan umat yang dengan itu bisa menyelesaikan berbagai persoalan umat Islam, termasuk persoalan (penjajahan) tanah Palestina.

"Solusi Palestina adalah jihad dan khilafah," simpulnya.

Menjawab pertanyaan apakah solusi militer itu mungkin atau tidak? UIY pun menjawab mungkin, sepanjang ada kemauan politik.

"Nah, kemauan politik itulah yang tidak ada pada negara-negara (di dunia) Islam saat ini, karena kita tahu bahwa penguasa negeri- negeri muslim ini sekarang kebanyakan justru menjadi boneka dari negara-negara Barat yang kita tahu juga mendukung Israel," tandasnya. 

Di sinilah, kata UIY dalam rekaman tersebut, ironi besar itu sedang kita alami.[] Muhar

Sabtu, 22 Juni 2024

Duka Gaza dan Potret Khianat Para Penguasa Muslim

Tinta Media - Hanya di Gaza, pesawat dari Arab menjatuhkan ‘bantuan’ bersamaan dengan pesawat tempur Israel menjatuhkan bom. ‘Bantuan’ apa? Itu terlihat tak lebih dari sekadar simbol untuk menunjukkan pada dunia bahwa Arab peduli Palestina. Mengapa? Karena genosida masih berlangsung. Menjatuhkan bantuan itu seakan mengatakan ‘ambil dan makanlah, supaya esok kalian bisa bertahan menghadapi pembantaian’.

Padahal, Israel tidak akan bisa melakukan genosida di Gaza dan setiap jengkal tanah Palestina tanpa dukungan Amerika, Eropa, dan negara-negara Arab. Juga dukungan negara-negara Arab berupa pangkalan udara terbesar di Qatar, serta pangkalan udara milik AS dan sekutunya (Israel) di Yaman, Kuwait, Oman, Arab Saudi, Turki, dan Uni Emirat Arab. Sesungguhnya, tidak akan bisa pesawat tempur Israel dengan bebas beterbangan di atas bumi Palestina tanpa izin terbang dari negeri-negeri sekitar Palestina.

Walau Israel memiliki cadangan minyak dalam negeri, tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya yang besar sehingga masih bergantung pada impor minyak. Negara manakah pemasok minyak terbesar untuk Israel? Sebanyak 60 persen minyak Israel diimpor dari Kazakhstan dan Azerbaijan yang notabene adalah negeri muslim. Bila Kazakhstan dan Azerbaijan menghentikan mengirim minyak, tak akan berkutik Israel di Timur Tengah. Namun, minyak masih diekspor, sebagaimana genosida masih terus berlanjut.

Impor minyak Israel sampai hari ini masih didapatkan juga dari negeri muslim Turki. Melalui pemberitaan, terlihat hubungan Turki-Israel hampir runtuh akibat penyiksaan di Gaza. Presiden Recep Tayyip Erdogan beberapa kali mengutuk keras aksi Israel ini.

Namun, retorika tak sejalan realitas. Turki masih menyuplai minyak ke Israel. Langkah Erdogan mengeluarkan kata-kata kasar dan meneriakkan kemarahan cukup berhasil menenangkan kemarahan dunia atas keheningan global akibat kekejian Israel di Palestina. Namun, kondisi ini tak mengubah apa pun di Gaza.

Belum lagi blokade yang dilakukan Mesir, tetangga terdekat Palestina. Mesir telah membangun dan meninggikan tembok berduri sepanjang 12 kilometer di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir. Warga Gaza di perbatasan akhir ini benar-benar terimpit, terpenjara di ruang besar sambil terus dihujani bom tanpa ada pertolongan dari saudara seiman di Mesir.

Wahai dunia, seburuk-buruknya tetangga adalah mereka yang tahu tetangganya sedang dibantai, tetapi tak mau menolong, justru membangun tembok tinggi yang memagari tetangganya sehingga tak bisa berbuat apa-apa. Begitu sakit rasanya dikhianati dunia dan saudara sendiri.

Kekuasaan yang dimiliki para pemimpin di negeri-negeri muslim itu sungguh akan diminta pertanggungjawaban dari Yang Maha Kuasa. Maka, takutlah kalian wahai para penguasa muslim, kekuasaan yang kalian miliki sudah seharusnya digunakan untuk menolong umat Islam, melindungi setiap tetes darah kaum muslimin, menghancurkan kekuatan jahat global yang menjajah negeri-negeri muslim. Jadilah kalian sebagai penolong umat, bukan penjahat kriminal global. Wallahu’alam.

Oleh: Fatmah Ramadhani Ginting, S.K.M., Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Jadikan Palestina Candaan, Remaja Krisis Empati

Tinta Media - Lebih dari 34 ribu warga sipil Palestina yang dilaporkan tewas sejak 7 Oktober 2023. Perempuan dan anak-anak menjadi korban terbanyak dari serangan Israel. Apa yang terjadi saat ini di Rafah, Palestina, merupakan genosida yang dilakukan oleh Israel. Masyarakat dunia kembali bereaksi menyuarakan protes dan penolakan terhadap genosida tersebut.

Gerakan mahasiswa pro-Palestina di berbagai universitas terkenal di Amerika telah menyebar ke seluruh dunia. Gelombang solidaritas yang dibangun atas dasar dorongan kemanusiaan menuntut untuk mengakhiri tragedi ini. Namun, di saat protes mahasiswa terhadap genosida sebagai bentuk kejahatan manusia paling keji. Sebaliknya, ada beberapa pelajar menganggap hal itu biasa. Dengan sengaja atau tidak, mereka mengolok-olok korban genosida Palestina yang diunggah di media sosial.

Tindakan mereka menuai kecaman dan protes serta menyesalkan perbuatan tersebut. Akibat perbuatan sekumpulan siswi itu, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta segera bertindak dan memproses kejadian ini. Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI, Budi Awaludin, mengatakan bahwa mereka mengecam perilaku dalam video dan memanggil yang bersangkutan beserta keluarganya untuk minta maaf. (detiknews.com 12/6/24)

Dari kejadian ini, perilaku yang ditunjukkan para remaja akibat dari pemahaman yang rusak. Hilangnya empati membuat mereka tidak merasakan penderitaan korban peperangan. Inilah hasil dari sistem sekularisme yang melahirkan paham liberal yang diadopsi oleh generasi dan mengakibatkan berbagai kerusakan.

Keberhasilan sekularisme dalam merusak generasi dapat terlihat dari perilaku mereka. Tidak beradab, gaya hidup kebarat-baratan, hilangnya simpati dan empati bahkan tidak takut kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Selain itu, pendidikan yang menerapkan nilai-nilai sekuler menghasilkan generasi rapuh dan minim adab.

Sistem sekuler juga melahirkan paham liberal yang mengagungkan nilai kebebasan. Sehingga, mereka bebas berbuat, bebas memiliki, bebas beragama dan bebas berpendapat. Terbukti, sekuler adalah akar masalah kerusakan generasi saat ini. Jika terus dibiarkan, kondisi generasi semakin rusak dan kehancuran bangsa semakin dekat. Untuk itu, sekuler layak dibuang dan diganti sistem sahih yang melahirkan generasi terbaik dan bertakwa.

Sepanjang sejarah peradaban manusia, hanya peradaban Islam yang mampu melahirkan generasi emas dan menjaganya dari kerusakan moral. Islam yang diturunkan Allah SWT memiliki peraturan hidup yang komprehensif. Sistem terbaik yang bisa mencegah dan menghentikan berbagai kerusakan serta mampu menyelesaikan permasalahan hingga tuntas.

Generasi emas menjadikan Islam sebagai dasar pembentuk karakter dan kepribadian. Pendidikan dengan kurikulum berlandaskan akidah Islam akan mencetak generasi berakhlak mulia, cerdas dan kokoh imannya. Pendidikan juga kewajiban orang tua untuk memahamkan anaknya ajaran Islam sejak usia dini. Sebab, ayah dan ibu bertanggung jawab bersama atas pendidikan dan pengasuhan anak. Kerja sama yang baik akan menghasilkan pendidikan yang terbaik.

Tentu masyarakat juga berperan mengawasi dan mencegah tindakan yang melanggar aturan sebagai amar ma'ruf nahi munkar. Negara hadir bukan hanya melaksanakan sanksi tegas tetapi membentengi umatnya dari pemahaman sesat seperti sekularisme dan komunisme.

Kerja sama antara keluarga, masyarakat dan negara akan mewujudkan generasi gemilang yang mempunyai karakter dan kepribadian Islam. Di sisi lain, terbentuk pemikiran khas yaitu pemikiran Islam yang membangun kesadaran akan pentingnya persatuan umat. Maka melihat penderitaan Palestina, sikap kita menunjukkan pembelaan. Tidak takut menyuarakan kebebasan Palestina di garda terdepan. Ini adalah sikap generasi gemilang.

Negara akan mampu menjalankan perannya secara maksimal seperti di atas jika menerapkan Islam secara menyeluruh. Sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Khilafah terbukti menjaga peran keluarga dan masyarakat yang melahirkan generasi gemilang dan beradab.  Oleh karenanya, mengganti sistem rusak dan beralih pada sistem sahih merupakan agenda wajib umat Islam. Waallahu a'lam bis sahwwab.

Oleh : Eri, Pemerhati Masyarakat

Senin, 17 Juni 2024

Direktur Rumah Inspirasi Perubahan: Para Pemimpin Dunia Islam Hanya Berpura-pura Dukung Palestina

Tinta Media - Menanggapi genosida yang dilakukan zionis Yahudi terhadap warga Palestina, Direktur Rumah Inspirasi Perubahan Indra Fakhruddin mengatakan, para pemimpin dunia Islam saat ini hanya berpura pura mendukung Palestina.

“Para pemimpin dunia Islam, rata-rata sekarang ini, mereka hanya berpura-pura di depan rakyat mendukung Palestina,” katanya dalam acara bedah kaffah edisi 347: Ibadah Haji Menuju Persatuan Hakiki, di kanal YouTube Rumah Inspirasi Perubahan, Jumat (14/6/2024)

Menurutnya, di satu sisi lewat politik retorika berupa kutukan dan ancaman. Sedikit pun enggan menggerakkan pasukan militer mereka untuk melindungi kaum muslimin Palestina dan menyerang Yahudi.

“Mereka malah menyandarkan pertolongan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Padahal mereka tahu bahwa badan internasional itu nyatanya berada dalam ketiak negara-negara barat terutama adalah Amerika Serikat menjadi pendukung utama Zionis Yahudi,” tuturnya.

Ia menuturkan, penyebab kelakuan pemimpin negeri Muslim hari ini adalah karena paham nasionalisme serta konsep negara bangsa atau dikenal dengan nation state. Inilah yang telah mengerat-erat persatuan kaum muslimin dan menghapuskan ukhuwah islamiah setiap negeri Muslim.

 “Paham nasionalisme dan konsep negara bangsa ini telah betul-betul menjadi penjara imajiner yang menghalangi kaum muslimin untuk menolong saudaranya,” ungkapnya.

Ia menyatakan, paham ini juga membelenggu tangan dan kaki umat untuk menghilangkan penderitaan yang tengah menimpa saudara seiman.

“Bahkan paham nasionalisme ini yang membutakan mata dan hati umat bahwa saudara seiman itu adalah bersaudara,” nyatanya.

Ia memandang bahwa masalah tersebut hanya bisa dituntaskan jika umat ini bersatu di bawah kepemimpinan seorang khalifah.

“Khalifah akan melindungi dan menjaga semua kepentingan umat Islam karena memang khalifah ini adalah perisai umat adalah pelindung umat,” pandangnya.

Ustadz Fakhruddin mengutip sabda Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam bahwa sesungguhnya Imam atau khalifah ini adalah perisai orang-orang yang berperang di belakang dia dan menjadikan dirinya itu sebagai pelindungnya.

“Dengan Khilafah, maka potensi kekuatan militer kaum muslimin yang sangat besar di berbagai negeri Islam bisa disatukan sekaligus digerakkan untuk melakukan jihad atau perang terhadap Yahudi dan juga para pelindungnya,” pungkasnya.[] Azzaky Ali

Viral, Remaja Hina Anak Palestina, Influencer Dakwah: Indikator Bergentayangan Manusia Berhati Iblis

Tinta Media - Menyikapi beredarnya video viral anak remaja sedang makan di restoran sembari menghina anak-anak di Palestina, influencer dakwah Doni Riw menunjukkan sebuah indikator bahwa di negeri ini bergentayangan manusia berhati iblis.

"Video viral mereka adalah indikator bahwa di negeri ini bergentayangan manusia-manusia berhati iblis yang bergembira ria saat kejahatan menang di atas dunia," ungkapnya pada telegram Doni Riw Channel, Selasa (12/06/2024).

Doni pun melanjutkan, sudah seharusnya pula gurunya, orang tuanya, temannya, serta lingkungannya, yang semua itu juga manusia, secara fitrah tak rela melihat pembantaian.

Tapi, Doni menyesalkan, mengapa ini bisa menyelisihi fitrah manusia. "Jawabnya, karena mereka juga dididik oleh iblis yang membisikkan kebencian pada kebenaran di dalam hatinya," sesalnya.

Doni menilai, jika anak manusia menyelisihi fitrahnya, tentu ada yang mengajari. "Pastilah karena dia diajari oleh gurunya, orang tuanya, temannya, atau lingkungannya," tegasnya.

Seharusnya, menurut Doni sudah menjadi fitrah manusia, bahwa dirinya tidak rela melihat ketidakadilan, pembantaian, kekejian, dan sejenisnya.

"Tapi bagaimana mungkin sekelompok anak manusia bisa memiliki hati sekeji itu? Sehaus darah itu?" pekiknya.

Doni berpesan, semoga kasus ini menyentak kesadaran mereka semua. "Bahwa kebencian di dada mereka adalah jebakan iblis yang bakal menyeret mereka menemani kehidupan abadi di neraka. Sadarlah sebelum terlambat!" pungkasnya. [] Amar Dani

Minggu, 16 Juni 2024

Aksi Bela Palestina, Bukan Aksi Biasa


Satu butir kurma dimakan

Dibelah lagi menjadi tujuh

Bagai kekasih menanti pujaan

Entah di mana hendak berlabuh


Tinta Media - Pantun di atas menunjukkan betapa merindunya saudara kita di Palestina kepada siapa pun yang  menolongnya. Di saat pembunuhan massal masif terjadi, tiada yang mampu menghentikan. Hingga menimbulkan reaksi berupa aksi di beberapa wilayah, baik di mancanegara maupun di dalam negeri. Berjalan menyusuri satu tempat yang dibombardir menuju tempat lain yang juga menjadi target zionis selanjutnya. Tak ada tujuan, hanya berharap dan berpasrah pertolongan dari Allah.

Gelombang aksi terus terjadi di beberapa wilayah di Indonesia yang menolak genosida di Gaza dan Rafah. Sejak  Oktober 2023 hingga hari ini massa menuntut keadilan atas nama kemanusiaan. Di Palembang, Jogja, Jakarta dan beberapa wilayah di dalam negeri termasuk Medan ikut turun ke jalan. Terpantau ribuan massa melakukan long march, memadati kawasan seputaran Mesjid Raya Al-Mashun, Jl. Sisingamangaraja, tanggal 09 Juni kemarin. Salah satu tuntutan massa adalah mendesak agar penguasa di negeri-negeri kaum muslimin mengirimkan tentaranya dan menerapkan syariah Islam sebagai wadahnya. Viva.co.id,10-06-2024

Namun aksi menyerukan dalam hal membela Palestina ini bukanlah sekedar perkumpulan manusia yang disebabkan manfaat semata namun lebih dari pada itu.

 *Kaum Muslim Adalah Satu Tubuh*

Sangat masyhur di telinga bunyi hadis berikut : "Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling menyayangi dan bahu membahu, bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakit juga dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Muslim)

Saat anggota tubuh yang lain sakit, sepatutnya kita ikut merasakan kepedihan. Anggaplah mereka bagian dari anggota keluarga kita, orang tua kita, kakak, adik, anak kita. Yang dengan ridha-Nya melepaskan kepergian saudaranya kepada Rabb sebagai seorang yang syahid dengan pahala yang luar biasa balasannya dari Allah.

Tentu itu tidak mudah kita tanamkan selama di tubuh kaum muslimin masih tersekat nasionalisme. Yaitu ide yang berasal dari sistem sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Artinya urusan agama tidak boleh masuk ke dalam ranah pergaulan, ekonomi, sosial budaya apalagi politik. Karena akan mencederai kepentingan penguasa yang menginginkan kebebasan. Yang notabene meminggirkan aturan agama, padahal agama itu adalah aturan yang datang dari Allah, Maha Memiliki, Maha Pengatur.

Sejalan dengan ide nasionalisme, wajar adanya kekuatan aqidah kaum muslimin makin keropos. Ketika mesin pembunuh zionis tak mampu dihentikan, disisi lain tidak sedikit pula orang-orang yang menganggap isu Palestina ini akan hilang dengan sendirinya, sedang ia menyibukkan diri dengan dunianya sendiri seperti tanpa sedikit pun merasa ada kewajiban kita yang harus ditunaikan yaitu menentukan di mana posisi kita saat melihat saudaranya diperangi tanpa ampun. Ada saatnya Allah akan bertanya. Kita berhujjah.

Dari kekuatan militer yang dimiliki zionis tidak sebanding dengan apa yang dimiliki oleh negeri-negeri kaum muslimin jika bersatu. Dan persatuan ini adalah atas dasar aqidah yaitu ikatan ukhuwah islamiah bukan ikatan nasionalisme umpama tembok yang dibuat di perbatasan Mesir dan Rafah.

Mudah saja bagi Allah menghancurkan apa yang telah diciptakan oleh hamba-Nya. Karena Allah Maha Pencipta. Tembok semisal perbatasan Mesir dan Rafah akan musnah dengan persatuan negeri-negeri kaum muslimin. Dengan penguasanya yang ikut memerintahkan agar menurunkan militernya melawan militer zionis.

Saatnya menghadirkan yang dibutuhkan saudara kita di Palestina. Bukan sekedar kata-kata kecaman, kutukan, boikot. Tapi aksi nyata melawan pasukan kera di bawah ketiak negara adidaya. Yang sebenarnya juga sangat mudah Allah hancurkan. Hanya saja Allah ingin melihat kita sebagai penonton atau pejuang di saat keperihan yang syahid dipertontonkan dalam genggaman. Sebagaimana kisah burung pipit dan cicak ketika Nabi Ibrahim dibakar oleh raja Namrud. Kisah tersebut menceritakan burung pipit yang berulang kali bolak balik ke tepi danau mengambil air dengan paruhnya yang kecil, kemudian menuangkannya ke api yang hendak membakar tubuh nabi Ibrahim. Berbeda halnya dengan cicak yang meniupkan untuk memperbesar api yang membakar Ibrahim. Maka jika diibaratkan, tentukanlah posisi kita sebagai burung pipit meskipun tampak sedikit yang dilakukan ia menjadi pembela kebenaran daripada cicak yang melegalkan kezaliman.

Wallahua'lam bis showab

Oleh: Lisa Herlina, Sahabat Tinta Media

Selasa, 11 Juni 2024

Solusi Paripurna untuk Palestina



Tinta Media - Aksi bela Palestina dilakukan untuk menyeru penguasa agar bisa memberikan solusi paripurna, bukan setengah hati. Saat ini penguasa negeri muslim hanya bisa mengecam, mengutuk, dan menyebut Zionis Yahudi sebagai negara teroris, seperti yang disampaikan presiden Turki Erdogan. 

Akan tetapi, tidak ada tindakan nyata dari mereka dengan mengirim bala tentara untuk menghukum pasukan Zionis yang sudah menjajah negeri yang dulunya milik umat Islam saat khilafah berdiri tegak. Ini dilakukan seolah semua kecaman dan pembelaan terhadap Palestina hanyalah pencitraan agar mendapat simpati dan dukungan dari rakyat yang mayoritas Muslim.


Penguasa dunia yang diwakili PBB hanya bisa diam melihat genosida yang dilakukan oleh para Zionis terhadap penduduk Palestina. Mereka sengaja membiarkan kekejaman penjajah yang harusnya dihapuskan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. 

Palestina butuh solusi paripurna, bukan solusi damai ataupun kecaman belaka. Semua itu tidak bisa menghentikan genosida para Zionis terhadap Palestina. Kekuatan militer tidak bisa dilawan hanya dengan kekuatan diplomasi, tetapi harus  dengan mengirim bala tentara untuk menghentikannya. 

Sudah saatnya penguasa negeri muslim bersatu untuk menghancurkan mereka yang melindungi tindakan genosida oleh zionis Israel terhadap Palestina. Solusi paripurna hanya bisa diwujudkan dengan tegaknya khilafah. Karena itu, umat Islam harus bersatu dan terus menyuarakannya. 

Kita tidak boleh lelah untuk membela Palestina sesuai dengan kemampuan. Aksi bela Palestina harus terus digelorakan baik dengan turun ke jalan maupun  digaungkan terus di sosial media. Jangan berhenti menyuarakan solusi paripurna untuk Palestina sampai tegaknya khilafah yang akan membebaskan negeri itu dan mengembalikannya dalam kekuasaan Islam yang akan menjamin kesejahteraan, rasa aman, dan keadilan bagi seluruh rakyat.


Oleh: Mochamad Efendi
(Sidoarjo)

Kamis, 06 Juni 2024

Rafah Membara: Israel Mengacuhkan Perintah ICJ

Tinta Media - Rafah kembali membara. Pada hari Senin, 27 Mei 2024 lalu terjadi kembali peristiwa tragis yang terjadi di kota Rafah, Gaza Selatan. Serangan udara Israel menewaskan 45 orang termasuk wanita dan anak-anak Palestina di sebuah kamp pengungsi di Rafah sebagaimana dilaporkan oleh BBC. Dengan kejadian ini muncul kampanye dengan slogan “All Eye On Rafah” yang sampai hari ini menyebar luas di seluruh dunia. Konflik Israel dan Palestina dianggap bukan lagi masalah umat Islam saja tapi sudah menjadi isu global karena pembantaian dan kekerasan yang dilakukan oleh Israel dianggap sudah melampaui batas. Rafah merupakan tempat diujung wilayah Palestina yang tidak memungkinkan lagi warga Palestina yang mengungsi di tempat tersebut untuk bergerak lebih jauh lagi dan mereka di tempat ini dibombardir dan dibantai oleh Zionis Israel.

Mahkamah Internasional atau International Court Of Justice (ICJ) telah memerintahkan Israel untuk menghentikan serangan di Rafah, Palestina. Jumat, 24 Mei 2024 lalu. Namun, perintah itu tidak dipatuhi oleh Israel dan tetap menyerang Rafah. Hal ini dilansir dari AFP dan Al Arabiyah. Selain itu, mahkamah Internasional juga memerintahkan Israel untuk tetap membuka penyebrangan Rafah untuk memastikan akses bantuan kemanusian aman. Namun tanggapan Israel tidak menunjukkan indikasi bahwa mereka akan bersiap untuk mengubah haluan di Rafah. Israel pun menyebutkan bahwa ICJ telah melakukan kesalahan karena Israel tidak akan melakukan tindakan militer di wilayah Rafah yang bisa berdampak pada kondisi penduduk sipil Palestina di Gaza. Hal ini disampaikan oleh Penasihat keamanan  Nasional Israel, Tzachi Hanegbi dengan pernyataan bersama dengan Juru Bicara Kementerian Luar negeri Israel. (detiknews.com,25/5/2024).

Faktanya, beberapa jam usai keputusan ICJ diumumkan, militer Israel terdeteksi melancarkan serangan terbaru terhadap jalur Gaza pada Sabtu (25/5) pagi waktu setempat. (detiknews.com,25/5/2024). Serangan terus berlanjut hingga minggu malam tanggal 26 Mei 2024 Rafah kembali diserang dan berubah menjadi lautan api. Rafah dibakar oleh Israel dan tidak ada yang bisa melakukan apa pun untuk menghentikannya. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 45 orang dan 249 lainnya terluka.

Israel dengan angkuhnya mengabaikan seruan dunia untuk tidak menginvasi kota paling selatan di Jalur Gaza dengan tetap mengirimkan pasukan darat militer Israel untuk memasuki Rafah yang dimulai pada awal Mei lalu. Tel Aviv bersikeras mengatakan bahwa serangan terhadap Rafah diperlukan untuk memusnahkan sisa-sisa batalion Hamas yang bersembunyi di area itu. Dalam operasinya tentara Israel berhasil mengambil alih sisi Palestina pada perlintasan perbatasan Rafah yang menghubungkan Jalur Gaza dengan Mesir sehingga memperlambat penyaluran bantuan kemanusiaan untuk 2,4 juta penduduk daerah kantong Palestina tersebut. (detiknews.com,25/5/2024).

ICJ yang merupakan lembaga internasional yang jelas-jelas telah melihat pembantaian yang terjadi di Gaza, Palestina. Lembaga yang telah memberikan perintah tegas buat Israel agar menghentikan serangan ternyata bagai macan ompong di hadapan Israel. Mengapa demikian? Hal ini bukan karena kuatnya negara Israel. Justru dengan serangan brutal yang dilancarkan Israel ke kamp pengungsian di Rafah lalu menunjukkan Israel ketakutan dan pengecut karena korban yang berjatuhan bukan tentara bukan militer tapi wanita, anak-anak dan orang tua. Hal ini karena mereka memiliki “tuan” yang akan selalu mensupport kinerja mereka yakni negara adidaya saat ini, AS. Setalah serangan ke Rafah saja AS mengeluarkan pernyataan bahwa serangan Israel tidak melewati batas hanya pinggirannya saja. (KumparanNEWS, 29/5/2024)

Setalah seluruh dunia menatap Rafah dan mengecam apa yang dilakukan Israel ternyata si “tuan” tetap berdiri disisi anak buahnya untuk melakukan penyerangan, pembantaian dan penindasan terhadap warga Palestina. Jelas Israel dan AS telah melakukan pelanggaran terhadap kejahatan kemanusiaan tapi negara-negara di dunia tidak bisa berbuat banyak kecuali hanya mengeluarkan kecaman keras terhadap yang dilakukan Israel ke warga Palestina.

Solusi untuk Palestina sesungguhnya ada ditangan umat Muslim; bukan pada bangsa-bangsa lain; juga bukan mengharapkan PBB atau ICJ. Persoalan Gaza, Palestina hanya akan selesai dengan tuntas dengan menggunakan hukum Islam bukan hukum buatan manusia. Two-state solution yang ditawarkan jelas bertentangan dengan hukum Islam. Ini merupakan solusi pragmatis yang akan semakin membuat Palestina terjajah. Bahkan penguasa negeri-negeri muslim tetap menjalin hubungan dengan Zionis Israel dan si “tuannya”. Jelas ini penghianatan yang dilakukan oleh penguasa muslim terhadap warga Palestina. Seharusnya para penguasa ini menjadi pelindung di saat begitu banyak saudara kita di Palestina dibantai.

Kekuatan Negara hanya dapat dilawan dengan kekuatan negara juga. Genosida yang terjadi di Gaza, Palestina ini merupakan persoalan yang hanya dapat diselesaikan dengan adanya seruan jihad fi sabilillah, dengan mengerahkan pasukan muslim yang dipimpin oleh seorang kepala negara yakni Khalifah untuk menolong warga Gaza dan mengusir zionis Israel selamanya dari tanah Palestina. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan bersatunya kaum muslimin dalam satu naungan yakni Daulah Khilafah Islamiyah yang tentara-tentaranya membuat gentar dan gemetarnya musuh yang telah membantai kaum muslim. Tanpa kekuatan ini maka Palestina akan terus membara.  

Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H., Sahabat Tinta Media 

Kamis, 30 Mei 2024

Palestina Masih Diserang Sampai Hari Ini, Tidak Ada Solusi Selain Jihad Fisabilillah

Tinta Media - Bumi Palestina belum selesai berduka. Para penjajah dengan brutal terus menghancurkan bangunan demi bangunan yang awalnya kokoh berdiri. Dulunya bangunan itu mereka pakai untuk berteduh, kini telah menjadi puing-puing dan bagaikan butiran debu yang beterbangan. Dunia seolah menjadi penonton kekejian yang dilakukan oleh Israel laknatullah, tidak bisa berkutik menyelamatkan saudara mereka di Palestina.

Kurang lebih sudah delapan bulan berlalu sejak 07 Oktober 2023. Tidak ada titik terang dan solusi untuk Palestina. Mereka masih tetap sengsara, disiksa, dibunuh dan ancaman kehidupan lainnya. Kita lihat Sejarah ke belakang sejak 15 Mei 1948, dimulainya Nakba bencana diusirnya penduduk Palestina di dalam negeri mereka sendiri. Ya 15 Mei 1948 adalah hari Nakba, peristiwa bencana ketika zionis mendeklarasikan negara ilegalnya dan secara buas mencaplok 78% wilayah Palestina. Tidak tahu diri bukan? Lebih dari ratusan ribu penduduk Palestina dipaksa ke luar dari tempat tinggalnya sendiri, lebih mengenaskan lagi mereka tidak tahu harus pergi dan menetap di mana?

Sebenarnya ini bermula sejak 1917, tahun itu menjadi pijakan pertama Inggris setalah memenangkan Perang Dunia I di tanah Palestina. Pasukan Inggris dengan pongah berbaris memasuki gerbang Baitul Maqdis dengan penuh harapan ingin mencaplok tanah yang diberkahi ini. Melihat Palestina jatuh adalah kepedihan yang dirasakan umat Islam sejak tahun itu hingga saat ini, tahun 2024. Tepat saat seabad lebih kepiluan itu terbuka ternganga. 

Kita mungkin pernah membayangkan keluarga kita mengungsi karena bencana alam ke suatu negeri di seberang sana. Kita mungkin mengira kita akan cepat kembali. Untuk itulah kita bawa kunci rumah sambil berharap agar kelak bisa kembali. Segera.

Ini tidak dimulai dari 07 Oktober 2023, tapi jauh sebelum itu. Mereka diusir berjalan kaki ke negeri seberang, beratus kilometer jauhnya. Dan mereka mengira akan kembali pulang dalam waktu cepat, sampai-sampai mereka masih membawa kunci rumah mereka. Namun kini nyatanya, sudah 76 tahun lamanya mereka masih terjajah dan belum bisa menikmati fasilitas yang ada di dalam rumah mereka.

Jumlah mereka yang terusir sudah tidak terhitung lagi, jumlah mereka yang dibantai sudah tidak terhitung lagi, dan jumlah mereka yang tertimbun reruntuhan sudah tidak terhitung. Mereka terusir dan terjajah. Dizalimi dan diperangi.

Lantas apa yang menjadi akar persoalan ini, sehingga Palestina terjajah dan Israel dengan tidak tahu malu mencaplok tanah tersebut? Yang dirasakan Palestina bukan hanya kelaparan, kehausan, penyakit menular, kekurangan gizi atau semacamnya. Dan itu bukan akar permasalahan disana. Harus ditegaskan bahwa akar dari masalah Palestina adalah pendudukan, dan tentu tidak ada solusi lain selain pengusiran. Seperti ketika penjajah Belanda dan Inggris datang menduduki negeri kita tercinta, Indonesia. Para ulama dan santri bersatu padu membuat strategi untuk menusir mereka dari tanah air. Dengan alat dan senjata seadanya, memakai bambu runcing. Dan usaha mereka tidak berkhianat. Mereka berhasil mengusir para penjajah dari wilayah mereka. Masya Allah.

Lau sekarang dengan apa mengusir mereka? Tentu dengan mengirim tentara-tentara muslim. Melawan mereka dengan bersatu padunya umat muslim pula. Menyatukan pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama, sehingga terbentuklah pemahaman bahwa satu-satunya solusi penjajahan ini adalah menyelesaikannya dengan jihad. Namun tentu jihad akan efektif jika dikomando oleh seorang pemimpin, seorang khalifah dalam sistem khilafah. Karena solusi tuntas pendudukan Palestina hanya akan tuntas dengan keberadaan khilafah. Khilafah akan membebaskan Palestina dengan segenap kemampuan karena menjadi kewajibannya sebagai pelindung kaum muslim. Karena kita tahu sendiri bahwa kita tidak bisa berharap kepada PBB yang seharusnya mampu menyelesaikan permasalahan  ini. Tidak ada yang bisa kita harapkan selain jihad fisabilillah di bawah naungan khilafah.

Khilafah akan menghentikan kolonialisasi, dominasi dan hegemoni Barat dengan tata dunia saat ini. Khilafah akan menghentikan penjajahan di Palestina bahkan di seluruh penjuru dunia mana pun. Khilafah akan menghancurkan sistem sekuler-kapitalistik-demokrasi yang menghisap kekayaan dan keamanan negeri-negeri muslim. Khilafah akan memberikan kebaikan untuk semesta. Muslim dan orang kafir. Rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam bi ash-shawaab.

Oleh: Rahma Al-Tafunnisa, Sahabat Tinta Media 

Kamis, 23 Mei 2024

Pengamat: Krisis Palestina Bermula dari Runtuhnya Adidaya Islam


Tinta Media - Pengamat politik internasional Budi Mulyana menyampaikan bahwa krisis Palestina Bermula dari runtuhnya adidaya Islam.

"Saya senantiasa menyampaikan bahwa krisis Palestina ini kan bermula dari runtuhnya adidaya Islam, Kekhilafahan Turki Utsmani," tuturnya dalam program Fokus Reguler: Serangan ke Israel, Nyata atau Drama? Ahad (23/4/2024) di kanal YouTube UIY Official.

Menurutnya, ketika (Khilafah Turki Utsmani) kalah di perang dunia kesatu, akhirnya kemudian wilayah-wilayah Turki Utsmani itu diambil alih oleh negara pemenang perang Inggris dan Perancis. "Mereka berbagi wilayah," ucapnya.

Budi menilai, dari situlah kemudian Inggris melalui deklarasi Balfour, kemudian juga melakukan proses migrasi orang-orang Yahudi dan akhirnya kemudian membidani hingga lahirnya "negara Israel" tahun 1948.

"Artinya, krisis Palestina ini tidak terlepas dari hilangnya payung umat Islam, negara adidaya umat Islam saat itu, kekhilafahan Turki Utsmani," jelasnya.

Dan sampai sekarang, ia menambahkan, tak ada solusi. "Solusi dua negara itu kan solusi yang absurd bagaimana negara penjajah itu kemudian harus berbagi dengan negara jajahannya," herannya.

Artinya, apa yang kemudian bisa dijadikan solusi terhadap krisis Palestina ini adalah bagaimana mengembalikan payung umat Islam itu sendiri.

"Artinya, di sini harus terjadi perubahan konstelasi internasional. Umat Islam harus punya negara selevel negara adidaya sehingga bisa mengubah konstelasi internasional dan kemudian di situlah umat Islam itu bisa mengendalikan kewibawaannya dan kemudian mengembalikan hak umat Islam Palestina," terangnya.

Karena, lanjutnya, bisa disaksikan bagaimana Amerika Serikat itu dengan tanpa malu, tanpa punya pertimbangan apa pun Amerika membela sepenuh hati keberadaan Israel.

"Itulah fungsi negara adidaya seluruh dunia. Cuma kan bedanya, kalau Islam punya prinsip, punya aturan dari wahyu Allah SWT. Jadi, ketidakadilan dalam perspektif manusia itu harus kemudian dihilangkan dengan keadilan Islam," tandasnya.

Makanya kemudian,  Budi menerangkan, di sinilah penting umat Islam itu punya negara yang kapabilitas negaranya itu bisa dinaikkan sampai level adidaya, dan sebenarnya potensi itu ada.

"Iran punya potensi, Turki punya potensi, kemudian juga negara-negara Timur Tengah punya potensi, termasuk juga  Indonesia punya potensi. Cuma masalahnya kan, selama kemudian basisnya atau dasarnya bukan karena Islam, karena kepentingan nasional internasional, daya dorong untuk menjadi negara adidaya yang melindungi umat Islam itu tidak ada," sesalnya.[] 'Aziimatul Azka


Sabtu, 18 Mei 2024

Mayoritas Penguasa Sepakat Berpura-pura Bela Palestina

Tinta Media - Menang telak di pemungutan suara Majelis Umum PBB, mayoritas pemimpin atau penguasa negara anggota PBB termasuk Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Prancis Emmanuel Macron sepakat 'berpura-pura' membela kemerdekaan Palestina. Dan kemudian, mengesahkan resolusi ilusi basa-basi untuk memperluas hak-hak Palestina yang digulirkan pada Jumat (10/5/2024). 

Dalam majelis itu ada 143 negara dan hanya ditolak 9 negara sementara 25 negara abstain. Di majelis itu, para penguasa negara di dunia seolah-olah anti penjajahan dan sangat peduli kemanusiaan. Padahal, mereka hanyalah berpura-pura. 

Sebab telah kita ketahui, sampai kini masalah Palestina belum ada solusinya dan bahkan belum ada tanda titik terang sedikit pun, meski ratusan pertemuan para penguasa negara di bawah naungan PBB itu sudah digelar.

Resolusi-resolusi yang dikeluarkan pun layaknya sampah yang tak berdampak terhadap kebrutalan kejahatan Zionis Yahudi.

Kalau benar para penguasa negara itu anti penjajahan, harusnya mereka juga bersepakat bersatu untuk menghukum dan mengusir penjajah Zionis Yahudi dari tanah yang dijajah, yakni Palestina.

Kalau saja benar mereka peduli kemanusiaan, tentu mereka tak akan membiarkan penjajah Zionis Yahudi itu terus-menerus menghujani bom dan melakukan kegilaannya menggenosida warga.

Faktanya, bertahun-tahun para penguasa itu hanya mengecam, menonton menikmati penjajahan dan pembantaian di Palestina sambil menikmati benefit politik simpati rakyatnya dari pencitraan yang mereka lakukan.

Maka, harus kita tegaskan, persoalan utama yang terjadi sekarang di Palestina adalah karena keberadaan entitas penjajah Zionis Yahudi. Ringkasnya Palestina adalah wilayah yang dirampas dan dijajah.

Solusi perdamaian dan solusi dua negara apa pun bentuknya yang mengarah untuk mempertahankan keberadaan eksistensi penjajah Zionis Yahudi pasti tidak akan menyelesaikan masalah.

Perdamaian, justru direkayasa hanya untuk mengokohkan eksistensi penjajah Zionis Yahudi, karena mensyaratkan pengakuan terhadap eksistensi Zionis Yahudi atau keberadaan negara palsu Isr4el di tanah Palestina.

Sekali lagi, harus kita tegaskan, akar persoalan di Palestina yang sesungguhnya adalah penjajahan yang dilakukan oleh penjajah Zionis Yahudi terhadap tanah kaum Muslim.

Oleh karenanya, solusi ini hanya bisa diselesaikan dengan mengusir dan melenyapkan penjajah Zionis Yahudi ini dari tanah Palestina. Untuk itulah jihad fi sabilillah adalah kewajiban syariah Islam yang harus ditunaikan.

Namun, harus juga kita pahami, yang dihadapi oleh umat Islam terkait Palestina ini bukanlah hanya penjajah Zionis Yahudi yang berjumlah penduduk sekitar 7 juta orang, tetapi juga imperialis Barat seperti Inggris yang melahirkannya dan Amerika Serikat yang konsisten menjaga eksistensinya.

Ditambah para penguasa pengkhianat di Dunia Islam, terutama penguasa Arab yang justru juga turut menjaga eksistensi penjajah Zionis Yahudi ini dengan melakukan upaya-upaya normalisasi. Dan secara politik, sangat jelas mereka juga enggan menggerakkan tentara-tentara kaum Muslim untuk membebaskan Palestina.

Disinilah sangat pentingnya mengapa kita harus memperjuangkan kembali Khilafah Islam ‘alaa minhaaj an-nubuwwah, karena hanya kekuatan institusi politik Islam global inilah yang akan mampu menghadapi kekuatan global Barat dan mencampakkan para penguasa pengkhianat itu di negeri Islam. Pada gilirannya, Khilafahlah yang akan menggerakkan tentara-tentara di negeri-negeri Islam untuk membebaskan atau memerdekakan Palestina dengan sebenar-benarnya pembebasan. Bukan kemerdekaan rekayasa, apalagi pura-pura!

Oleh: Muhar
Sahabat Tinta Media, Tangsel


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab