Tinta Media: Pakai
Tampilkan postingan dengan label Pakai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pakai. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 Desember 2022

Kiai Shiddiq: Haram Hukumnya Karyawan Muslim Mengenakan Atribut Natal

Tinta Media - Menjawab pertanyaan apakah boleh seorang karyawan muslim di mall atau tempat-tempat lain memakai atribut Natal, Founder Institut Muamalah Indonesia KH. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjawab hukumnya haram.

“Hukumnya haram seorang karyawan muslim mengenakan atribut Natal seperti baju dan topi Sinterklas yang tadi saya contohkan,” jawabnya pada Kajian fiqih Islam: Hukum Karyawan Muslim Memakai Atribut Natal di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Jumat (23/12/2022).

Kiai Shiddiq menjelaskan dua dalil keharamannya. Pertama adalah karena mengenakan atribut Natal itu termasuk perbuatan menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bil kuffar). Biasanya yang memakai atribut Natal itu orang Nasrani, kalau orang Islam memakainya, berarti telah menyerupai, meniru-niru mengimitasi orang kafir. “Nah kalau dalam pandangan Islam, ini tidak boleh. Itu yang disebut dengan tasyabbuh bil kuffar,” jelasnya.

Dalil hukum yang Kiai sampaikan adalah sabda Rasulullah Saw: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.”
(HR. Imam Abu Dawud, Imam Ahmad dalam kitabnya Al musnad, Imam Tirmidzi) 

Alasan kedua yang Kiai sampaikan mengapa haram karyawan muslim mengenakan atribut Natal, karena perbuatan itu merupakan bentuk partisipasi muslim (musyarakah) dalam rangka ikut merayakan hari raya kaum kafir. “Padahal ini sudah diharamkan, perbuatan musyarakah atau berpartisipasi ini di dalam hari-hari raya kaum kafir ini sudah diharamkan dalam syariah,” paparnya.

“Tidak hanya Natal, tapi termasuk waisak, kemudian nyepi, Imlek dan lain-lain ini adalah hari raya hari raya kaum kafir atau non muslim. Ini tidak boleh hukumnya seorang muslim itu melakukan musyarakah atau berpartisipasi ikut serta di dalam hariraya-hariraya kaum kafir atau kaum non muslim,” paparnya lebih lanjut.

Diungkapkannya dalil yang mengharamkan musyarakah adalah Al-Qur’an Surah Al-Furqon ayat 72, yaitu “Ciri dari hamba-hamba Allah itu diantaranya adalah tidak menghadiri/mempersaksikan suatu kedustaan atau suatu Kepalsuan,” ungkapnya.

Ia menjelaskan ayat tersebut menurut Imam Ibnu Qayyim yang meriwayatkan dari sahabat nabi yang namanya Ibnu Abbas, Adh Dhahhak dan lain-lain bahwa kata az zuur (kebohongan/kepalsuan) dalam ayat itu artinya adalah Idul musyrikin yaitu hari raya orang-orang musyrik.

“Maka berdasarkan ayat ini, Imam Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa haram hukumnya seorang muslim turut merayakan atau bahasa arabnya itu mumala’ah merayakan, menghadiri termasuk memberi bantuan pada hari-hari raya kaum kafir,” jelasnya.
 
Hukum haramnya ini disampaikan Kiai khusus untuk umat muslim. Umat Islam tidak mencegah, tidak menghalang-halangi, tidak melarang agama lain merayakan hari rayanya.

“Jadi fatwa yang saya jelaskan ini yaitu haram hukumnya merayakan, menghadiri, memberi bantuan pada hari raya kaum kafir ini adalah haram bagi muslim, baik dia rakyat biasa maupun dia pemimpin atau pejabat,” tegasnya. 

Jadi kalau ada karyawan di sebuah perusahaan yang itu diperintahkan untuk memakai baju Sinterklas, Kiai meminta agar tidak boleh taat. “Dia nggak boleh taat pada perusahaan karena ini melanggar agama Islam. Itu nggak boleh,” pintanya.

Jadi menurutnya, karyawan wajib menolak perintah apa saja atau perusahaannya yang melanggar Syariah Islam. Baik atasannya itu adalah muslim maupun non muslim. “Karena Islam tidak membolehkan mentaati aturan yang melanggar Syariah Islam,” tegasnya.

Ia juga meminta para ulama dan apalagi pemerintah, para Kiai, ustad yang termasuk Majelis Ulama Indonesia pada level manapun, apakah level pusat, level provinsi, level kabupaten atau kota untuk menyampaikan keharamannya. “Anda sebagai ulama dari MUI ini tidak boleh berdiam diri atau melakukan pembiaran,” pintanya.

“Apalagi pemerintah, ini sebenarnya yang sangat kuat posisinya seharusnya tidak boleh diam,” lanjutnya.

Menurutnya ulama wajib memberi nasehat atau fatwa kepada para karyawan muslim dan juga wajib hukumnya ulama melakukan kritik atau Muhasabah kepada pemerintah.

“Nah sementara pemerintah sendiri khususnya karena dia memiliki power memiliki kekuasaan, wajib hukumnya melarang para pemilik mall atau pusat perbelanjaan atau mungkin pom bensin ini jangan memaksa karyawannya itu memakai atribut Natal,” pungkasnya.[] Raras

Senin, 15 Agustus 2022

Hukum Laki-laki Pakai Daster

Tinta Media - Tanya: Bolehkah laki-laki memakai daster perempuan saat pertandingan sepak bola dalam rangka 17-an?

Jawab:
Haram hukumnya laki-laki menyerupai perempuan (tasyabbuh bi an-nisaa) sebagaimana haram perempuan menyerupai laki-laki (tasyabbuh bi ar-rijal).

Dalilnya adalah hadis riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu anhu bahwasanya "Rasulullah ﷺ telah melaknat para lelaki yang menyerupai para wanita dan [melaknat] para wanita yang menyerupai para lelaki." (la’ana rasulullah ﷺ al-mutasyabbihiina min ar-rijaal bi an-nisaa wa al-mutasyabbihaat min an-nisaa bi ar-rijaal). (HR Ahmad dalam Musnad Imam Ahmad Juz I hal. 227 & 339, dan HR al-Bukhari Shahih al-Bukhari hadis no. 5886 & 6834). (Imam Syaukani,Nailul Authar, [Dar Ibn Hazm : Beirut, 2000], hal. 1306).

Imam Syaukani memberi syarah (penjelasan) hadis di atas dengan mengatakan, "Dalam hadis itu terdapat dalil bahwa haram atas laki-laki menyerupai wanita, dan haram pula atas perempuan menyerupai laki-laki, dalam hal cara bicara, pakaian, cara berjalan, dan lain-lain…" (fiihi dalil[un] ‘ala annahu yuhramu ‘ala ar-rijaal[i] at-tasyabbuhu bi an-nisaa[i] wa ‘ala an-nisaa`[i] at-tasyabbuhu bi ar-rijaal[i] fi al-kalaam[i] wa al-libaas[i] wa al-masyi wa ghairi dzaalika) (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1306).

Maka dari itu, jelaslah bahwa apa yang ditanyakan, yaitu laki-laki mengenakan daster yang biasa dipakai perempuan, adalah haram tanpa keraguan lagi.

===

Perlu kami tambahkan, bahwa yang dimaksud menyerupai (tasyabbuh) di sini adalah menyerupai jenis lain dalam segala hal (berbicara, berpakaian, berjalan, dsb) yang memang menjadi ciri khas jenis lain tersebut. 

Misalnya laki-laki memakai pakaian yang secara khusus dipakai wanita saja, semisal daster, rok, kebaya, kerudung (khimar), jilbab (jubah), dan sebagainya. Atau misalnya laki-laki memakai anting-anting, cincin emas, memakai kain sutera, dan sebagainya. Atau sebaliknya, perempuan memakai pakaian yang secara khusus dipakai laki-laki saja, misalnya perempuan memakai celana panjang khas laki-laki, atau memakai sepatu khas laki-laki, tas khas laki-laki, dan sebagainya. Ini semuanya haram.

Adapun jika suatu pakaian sudah biasa dipakai oleh laki-laki dan juga perempuan, semisal sarung, maka hukum memakainya baik oleh laki-laki maupun perempuan tidaklah haram. Karena dalam kondisi tersebut tidak terjadi tindakan menyerupai jenis lain sehingga hadis di atas tidak dapat diterapkan untuk kondisi itu.

Jika kita pahami hadis di atas dan mencoba menerapkan kandungan hukumnya pada masyarakat sekuler saat ini, akan kita dapati banyak sekali penyimpangan syariah dalam hal menyerupai jenis lain tersebut.

Misalnya saja eksistensi waria (wanita pria) yang sesungguhnya berjenis kelamin laki-laki, tapi berpenampilan seperti wanita. Waria ini berdandan, berbicara, berpakaian, seperti wanita. Ini jelas haram.

===

Haram pula mengukuhkan dan mengesahkan eksistensi waria itu dengan segala macam cara dan sarana. Misalnya, menghimpun waria dalam organisasi/perkumpulan khusus waria, atau menyelenggarakan kontes-kontes waria yang menjijikkan yang didukung pejabat. Atau menyuntik para waria dengan hormon perempuan agar tanda-tanda seksual khas perempuan seperti payudara dapat tumbuh. Atau mengoperasi kelamin mereka sehingga menjadi seperti kelamin perempuan. Semua ini adalah tindakan haram.

Haram juga para artis atau selebritis laki-laki yang berpenampilan seperti perempuan. Misalnya, Tessy atau Aming. Perbuatan keduanya adalah haram dan terlaknat. Haram pula berbagai rumah produksi (PH, production house) dan stasiun TV yang memproduksi dan menayangkan laki-laki berpenampilan perempuan tersebut. Penghasilan mereka dari tayangan itu haram dan tidak akan berkah.

Haram juga laki-laki yang secara psikologis merasa dirinya sebagai perempuan, lalu berpakaian dan berperilaku seperti perempuan, misalnya berkerudung, padahal jenis kelaminnya jelas laki-laki. Alasan psikologis semacam itu kadang dijadikan dalih untuk menolak taqdir Allah yang telah menetapkan jenis kelamin seseorang. Tentu alasan itu harus ditolak, karena sesungguhnya jiwa merekalah yang sakit dan harus dirombak total agar kembali kepada fitrahnya yang sehat.

===

Sanksi Islam

Sebagai agama fitrah yang sehat, Islam tidak membiarkan adanya orang-orang yang jiwa dan perilakunya menyimpang dalam masyarakat. Laki-laki yang berperilaku seperti perempuan, atau perempuan yang berperilaku seperti laki-laki, wajib diusir dan dikucilkan dari masyarakat ramai. Ini merupakan jenis sanksi ta’zir yang dijatuhkan oleh Qadhi Hisbah (Muhtasib) atas mereka.

Dalam satu riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu anhu meriwayatkan Nabi ﷺ telah melaknat laki-laki banci (mukhannats) yang berlagak seperti perempuan dan perempuan yang berlagak seperti laki-laki. Bahkan Nabi ﷺ mengatakan :

"Keluarkan mereka dari rumah-rumah kalian." (akhrijuuhum min buyuutikum). Maka Nabi ﷺ telah mengeluarkan si Fulan, dan Umar pun pernah mengeluarkan si Fulan. (HR Ahmad dan Bukhari). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1306).

Nabi ﷺ telah mengusir Anjasyah, seorang budak hitam yang berlagak seperti banci. Demikian juga Umar bin Khaththab telah mengusir Mati’, dan beberapa orang lainnya (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Baihaqi, dan lain-lain) (Abdurrahman al-Baghdadi, Emansipasi Adakah dalam Islam, hal. 73).

===

Demikianlah Islam sebagai agama fitrah yang sempurna di samping telah menjelaskan keharaman menyerupai jenis lain, juga menjelaskan hukuman tegas dengan mengusir dan mengucilkan para pelaku perbuatan haram itu dari masyarakat.

Ini sangat jauh berbeda dengan masyarakat sekuler yang rusak dan bejat saat ini. Perbuatan menyerupai jenis lain itu malah dilindungi dengan dalih HAM, sehingga berbagai perilaku menjijikkan dan hina itu lalu merajalela secara gila-gilaan di tengah masyarakat. Ini tidak boleh dibiarkan dan wajib dihentikan, karena ia merupakan kemungkaran yang nyata. [ ]

Oleh: KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Pakar Fikih Kontemporer 

Kiai Shiddiq: Haram Hukumnya Laki-laki Pakai Daster


Tinta Media - Pakar Fikih Kontemporer, KH M. Shiddiq Al-Jawi, menegaskan hukum Laki-laki Pakai Daster adalah haram.

"Haram hukumnya laki-laki menyerupai perempuan (tasyabbuh bi an-nisaa) sebagaimana haram perempuan menyerupai laki-laki (tasyabbuh bi ar-rijal)," ungkapnya kepada Tinta Media, Sabtu, (14/8/2022) 

Menurutnya, laki-laki tidak boleh memakai daster perempuan saat pertandingan sepak bola dalam rangka 17-an berdasarkan larangan dari hadis Rasulullah SAW.

"Dalilnya adalah hadis riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu bahwasannya Rasulullah ﷺ telah melaknat para lelaki yang menyerupai para wanita dan (melaknat) para wanita yang menyerupai para lelaki." (la’ana rasulullah ﷺ al-mutasyabbihiina min ar-rijaal bi an-nisaa wa al-mutasyabbihaat min an-nisaa bi ar-rijaal). (HR Ahmad dalam Musnad Imam Ahmad Juz I hal. 227 & 339, dan HR al-Bukhari Shahih al-Bukhari hadis no. 5886 & 6834). (Imam Syaukani,Nailul Authar, [Dar Ibn Hazm : Beirut, 2000], hal. 1306)," jelasnya. 

Lebih lanjut, ia mengutip paparan dari Imam Syaukani yang memberi syarah (penjelasan) hadis di atas dengan mengatakan, "Dalam hadis itu terdapat dalil bahwa haram atas laki-laki menyerupai wanita, dan haram pula atas perempuan menyerupai laki-laki, dalam hal cara bicara, pakaian, cara berjalan, dan lain-lain…" (fiihi dalil[un] ‘ala annahu yuhramu ‘ala ar-rijaal[i] at-tasyabbuhu bi an-nisaa[i] wa ‘ala an-nisaa`[i] at-tasyabbuhu bi ar-rijaal[i] fi al-kalaam[i] wa al-libaas[i] wa al-masyi wa ghairi dzaalika) (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1306)," paparnya

Maka dari itu, Kiai Shiddiq, jelaslah bahwa apa yang ditanyakan, yaitu laki-laki mengenakan daster yang biasa dipakai perempuan, adalah haram tanpa keraguan lagi.

Tasyabbuh

"Perlu kami tambahkan, bahwa yang dimaksud menyerupai (tasyabbuh) di sini adalah menyerupai jenis lain dalam segala hal (berbicara, berpakaian, berjalan, dsb) yang memang menjadi ciri khas jenis lain tersebut," tuturnya

Agar mudah dipahami, KH M. Shiddiq mencontohkan, "Misalnya laki-laki memakai pakaian yang secara khusus dipakai wanita saja, semisal daster, rok, kebaya, kerudung (khimar), jilbab (jubah), dan sebagainya. Atau misalnya laki-laki memakai anting-anting, cincin emas, memakai kain sutera, dan sebagainya. Atau sebaliknya, perempuan memakai pakaian yang secara khusus dipakai laki-laki saja, misalnya perempuan memakai celana panjang khas laki-laki, atau memakai sepatu khas laki-laki, tas khas laki-laki, dan sebagainya. Ini semuanya haram," terangnya

Tidak termasuk Tasyabbuh, katanya, bila satu benda biasa dikenakan laki-laki dan perempuan, "Adapun jika suatu pakaian sudah biasa dipakai oleh laki-laki dan juga perempuan, semisal sarung, maka hukum memakainya baik oleh laki-laki maupun perempuan tidaklah haram. Karena dalam kondisi tersebut tidak terjadi tindakan menyerupai jenis lain sehingga hadis di atas tidak dapat diterapkan untuk kondisi itu," katanya

Mencermati masyarakat sekuler saat ini, ia memandang sudah jauh menyimpang, "Jika kita pahami hadis di atas dan mencoba menerapkan kandungan hukumnya pada masyarakat sekuler saat ini, akan kita dapati banyak sekali penyimpangan syariah dalam hal menyerupai jenis lain tersebut," pantau nya

"Misalnya saja eksistensi waria (wanita pria) yang sesungguhnya berjenis kelamin laki-laki, tapi berpenampilan seperti wanita. Waria ini berdandan, berbicara, berpakaian, seperti wanita," tuturnya, dan "Ini jelas haram," sergahnya. 

Haram dan Terlaknat

Apapun cara dan sarana yang mengarah perbuatan menyerupai wanita jadi pria atau sebaliknya, KH. M. Shiddiq menyatakan, adalah tindakan haram. "Haram pula mengukuhkan dan mengesahkan eksistensi waria itu dengan segala macam cara dan sarana. Misalnya, menghimpun waria dalam organisasi/perkumpulan khusus waria, atau menyelenggarakan kontes-kontes waria yang menjijikkan yang didukung pejabat. Atau menyuntik para waria dengan hormon perempuan agar tanda-tanda seksual khas perempuan seperti payudara dapat tumbuh. Atau mengoperasi kelamin mereka sehingga menjadi seperti kelamin perempuan," paparnya.

"Dan semua ini adalah tindakan haram," tegasnya. 

Ia meyakini penghasilan ladang tasyabbuh haram dan tidak akan berkah. "Haram juga para artis atau selebritis laki-laki yang berpenampilan seperti perempuan. Misalnya, Tessy atau Aming. Perbuatan keduanya adalah haram dan terlaknat. Haram pula berbagai rumah produksi (PH, production house) dan stasiun TV yang memproduksi dan menayangkan laki-laki berpenampilan perempuan tersebut," ungkapnya.

"Dan penghasilan mereka dari tayangan itu haram dan tidak akan berkah," tambahnya. 

Terhadap laki-laki yang berpsikologi perempuan, ia mengatakan agar dikembalikan kepada fitrahnya. Haram juga laki-laki yang secara psikologis merasa dirinya sebagai perempuan, lalu berpakaian dan berperilaku seperti perempuan, misalnya berkerudung, padahal jenis kelaminnya jelas laki-laki. Alasan psikologis semacam itu kadang dijadikan dalih untuk menolak taqdir Allah yang telah menetapkan jenis kelamin seseorang. "Tentu alasan itu harus ditolak, karena sesungguhnya jiwa merekalah yang sakit dan harus dirombak total agar kembali kepada fitrahnya yang sehat," pungkasnya.[] Arip


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab