Tinta Media: Pajak
Tampilkan postingan dengan label Pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pajak. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Mei 2023

Ulama Aswaja Jatim: Pajak Bukan Ajaran Islam


Tinta Media - Ulama Aswaja dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Muntaha Bangkalan, Madura, Jawa Timur, KH Thoha Kholili mengatakan pajak bukanlah ajaran Islam. 

"Pajak bukanlah ajaran Islam. Pajak bertentangan dengan Islam. Pajak bertentangan dengan kemanusiaan. Pajak bertentangan dengan kemaslahatan manusia," ujarnya dalam Majelis Al Buhuts Al Islamiyah: FKU Aswaja Jatim, Pajak Instrumen Sistem Ekonomi Kapitalis untuk Memalak dan Menyengsarakan Rakyat pada kanal Youtube Multaqa Ulama Aswaja TV, Sabtu (29/4/2023).  

Kyai Kholili menambahkan, pajak (dhoribah) dalam fikih berbeda dengan zakat dalam ajaran Islam. 

"Pajak berbeda dengan zakat. Zakat dari orang kaya untuk delapan asnaf," bebernya. 

Dijelaskannya, pajak dipungut dari semua orang, baik kaya maupun miskin untuk membiayai operasional mereka. 

Ia menyampaikan, dalam Islam menyejahterakan rakyat tidak dari pajak, bukan dengan menarik pajak. 

"Omong kosong! Itu majhul, dalam Islam tidak pernah ada, tidak pernah dicontohkan Rasul," pungkasnya. [] Ma'arif Apriadi

Kamis, 27 April 2023

Pemerintah Harus Meminta Maaf kepada Publik

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menyebutkan pemerintah harus meminta maaf kepada publik usai terungkap banyaknya oknum pegawai kementrian keuangan yang kekayaannya diluar batas kewajaran.

“Usai banyaknya ulah oknum pejabat Kementrian Keuangan yang kekayaannya di luar batas kewajaran terungkap, hal ini sebenarnya sudah cukup jadi alasan bagi pemerintah untuk meminta maaf kepada publik," tuturnya dalam program Aspirasi: Jadi Selama Ini Borok Pejabat Korup Ditutupi Isu Radikalisme? Jumat (10/3/2023) melalui kanal YouTube Justice Monitor.

Agung menilai, dua kasus korupsi besar sebelumnya pun menjadi tidak seberapa ketika kasus di Kementrian Keuangan ini terbongkar. “Kasus Jiwasraya, Asabri yang puluhan triliun tidak seberapa dibandingkan 300 T ini," jelasnya.

Lebih lanjut, Agung pun melontarkan pertanyaan retoris. “Lalu apa yang harus diperbuat oleh masyarakat, yang kini muncul dugaan uang pajaknya dirampok secara brutal, membuat rakyat menderita dengan kenaikan BBM, subsidi dicabut, utang luar negeri ditambah?” bebernya.

“Maka dari kasus ini, wajar jika sebagian publik menduga bahwa selama ini borok-borok pejabat korup itu ditutupi dengan isu-isu yang seolah ada kelompok radikal yang ingin menghancurkan NKRI, mereka membangun ketakutan seolah-olah kelompok yang meng-siarkan urgensi penerapan syariah khilafah secara kaffah menjadi ancaman negeri, padahal kita tahu semua ancaman rakyat yang sebenarnya itu adalah pejabat-pejabat korup yang terus memiskinkan rakyat. Tega sekali,” ujarnya.

Terakhir, Agung berharap agar masyarakat terus bersemangat menuju Indonesia lebih baik. “Terus semangat, terus bergerak, terus mengarah pada perubahan Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya.[] La Bona, S.Pd


Senin, 10 April 2023

Prof Suteki: Negara Bandit Tak Mungkin Tanpa Pajak

Tinta Media - Pakar Hukum dan Tokoh Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M.H. menegaskan bahwa karakter negara Bandit tidak mungkin bisa bebas dari pajak. 

“Tidak mungkin negara membiayai kebutuhan dan kepentingan itu tanpa pajak, yang saya sebut sebagai negara bandit atau negara preman,” tegasnya dalam acara live streaming: Mungkinkah Indonesia Menjadi Negara Maju Tanpa Pajak? Ahad (12/3/2023) di kanal YouTube Dakwah Jateng.

Menurutnya, secara historis kekuasaan negara bandit bermula dari kekuatan fisik untuk merampok, menjarah, dan merusak.

 “Bandit dengan kekuatan fisik tugasnya merampok, menjarah, merusak kota dan desa. Intinya bagaimana bisa mendapatkan duit (uang),” jelasnya. 

Ia mengungkapkan, seraya merujuk pada pendapat Mancur Olson tentang konsep Roving Bandit Theory, yang kekuasaannya bersifat anarki, tanpa aturan dan berpindah-pindah. Namun konsep ini berubah nama menjadi Stationary Bandit, jika para bandit ini bersifat menetap.

Prof. Suteki melanjutkan, jika bandit ini menjadi pintar lalu pemikirannya bertransformasi, maka mereka akan membuat aturan yang digunakan untuk mendapatkan uang. 

“Contohnya dengan membuat aturan tentang pajak. Yang intinya kalau tadi bandit, palak. Nah negara sekarang sudah dengan pajak,” tandasnya.

Apalagi sejak revolusi Perancis, menurutnya, seluruh negara di dunia dibuat menganut satu sistem yang sama yaitu Demokrasi. Dengan sistem Demokrasi inilah maka aturan-aturan tentang pajak tersebut dapat dibuat. 

“Maka pajak bagi negara bandit adalah sebuah keniscayaan dan kepastian seperti yang dikatakan oleh Benjamin Fanklin: The only certain things in life are death and taxes (Sesuatu yang pasti di dunia ini hanyalah kematian dan pajak),” pungkasnya. [] Tommy Indrakusuma

Rabu, 29 Maret 2023

Dengan Syariat Islam, Rakyat Tak Dibebani Pajak

Tinta Media - Pengasuh Majelis Kajian Fiqih Muamalah Ustadz Ahsan mengatakan, jika negara mengolah harta kepemilikan umum dengan menggunakan syariat Islam, maka rakyat tidak dibebankan pajak.

“Sejatinya ketika harta kepemilikan umum dikelola sesuai Syariat Islam, maka rakyat tidak dibebankan pajak,” ungkapnya dalam acara Multaqo Ulama Aswaja Kediri: Membangun Ketahanan Ekonomi tanpa Pajak, Bisakah? Senin, (20/03 2023).

Ustadz Ahsan menambahkan, dalam syariat Islam harta kepemilikan umum itu meliputi padang rumput (hutan), air, dan api (sumber energi). Jika di kelola sesuai syariat Islam, maka tidak akan membebankan rakyat dengan pajak dinaikkan.

 “Kesalahan pengelolahan ini mengakibatkan pendapatan negara berasal dari pajak,” imbuhnya

Ketika harta kepemilikan umum itu dikelola sesuai syariat Islam, lanjutnya, maka pendapatan baitul mal bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga tidak ada pajak. “Jadi sebenarnya, ketahanan ekonomi dalam Islam itu tanpa pajak,” tegasnya. 

“Kecuali dalam kondisi paceklik, dalam syariat Islam negara dibolehkan memungut pajak. Namun, hanya pada orang-orang kaya saja, tidak kepada setiap rakyat, yang membebankan rakyat sebagaimana hari ini terjadi,” pungkasnya.

Selain Ustadz Ahsan, dalam acara Multaqo Ulama Aswaja Kediri yang di hadiri oleh para Kyai dan Ulama itu, hadir pula pembicara lainnya yakni Gus Rusdi, Gus Amar Khalid, Gus Abu Qonita, dan Kyai Muzamil. [] Abi Nayyara

Memungut Pajak Hukumnya Boleh, Asalkan...

Tinta Media - Founder Institute Muamalah Indonesia, KH Muhammad Siddiq Al Jawi menyatakan, memungut pajak itu hukumnya boleh bagi negara Khilafah, asalkan memenuhi syarat-syaratnya yang syar'i, yaitu syarat-syarat yang diambil dari Al-Qur’an dan as-Sunnah. 

“Demikian, tentu ini dengan syarat-syaratnya, ya. Nah, pajak yang memenuhi syarat-syaratnya ini bisa disebut pajak syariah,” ungkapnya sebagaimana dimuat tabloid media umat edisi 322: Rakyat Dipajakin, Duitnya Dikorupsiin (25 Sya’ban-15 Ramadhan 1444 H/17 Maret-6 April 2023).

Pertama, pajak itu dipungut untuk melaksanakan kewajiban syariah bersama antara kewajiban negara (Baitul Mal) dan kewajiban umat islam. “Kewajiban menyantuni fakir dan miskin, atau kewajiban menolong korban bencana alam, atau kewajiban membangun jalan raya penghubung yang vital dan satu-satunya antara dua kota, dan sebagainya,” terangnya.

Kedua, pajak dipungut pada saat dana di Baitul Mal (Kas Negara) kosong atau kurang.

Ketiga, pajak dipungut hanya dari kaum muslim saja, karena warga non-muslim sudah kena pajak khusus yang nama-nya jizyah, yaitu pajak tahunan yang wajib dibayar oleh warga non-muslim, khususnya bagi laki-laki, yang dewasa, dan yang mampu, yakni tidak boleh dipungut jizyah dari fakir atau miskin.

Keempat, pajak dipungut hanya dari yang mampu saja. “Tidak boleh memungut pajak dari warga yang fakir dan miskin,” pungkasnya.[] Amar Dani

Senin, 27 Maret 2023

Pengamat: Sistem Free Market Mechanism Bikin Kejahatan Perpajakan Jadi Hal biasa

Tinta Media - Pengamat Ekonomi, Dr. H. Ichsanudin Noorsy, B.Sc., S.H., M.Si. mengatakan bahwa selama masih menggunakan sistem Free Market Mechanism maka kejahatan perpajakan lewat transfer pricing akan jadi hal yang biasa.

"Sepanjang anda menerapkan free market mechanism maka akan terjadi free capital flow. Ketika anda bicara free capital flow anda akan bicara free tax. Ketika anda bicara free tax maka kasus pentingnya adalah berhubungan dengan strategic of transfer pricing. Dan itu hal biasa," ujarnya dalam acara Potret Kejahatan Keuangan Di Kemenkeu di kanal YouTube Forum News Network, Senin (20/3/2023).

Ia menerangkan bahwa hampir semua perusahaan asing melakukan kejahatan perpajakan lewat strategic of transfer pricing tadi, bahkan tidak ada investor asing yang tidak melakukan itu.

"Hampir seluruh perusahaan asing itu melakukan kejahatan perpajakan lewat strategic of transfer pricing dan tidak ada investor yang tidak melakukan kejahatan perpajakan dengan strategic of transfer pricing," lanjutnya.

Menurutnya permasalahannya bukan ada pada kasus, tapi pada sistemnya. "Kesalahannya ada di sistem kok, sistem sekarang kan no taxation without representation, tax is representation, tax is political policy begitu," bebernya.

Ia mengatakan saat hal itu terjadi, maka selanjutnya yang akan akan terjadi adalah penyalahgunaan kekuasaan dan kemudian terjadilah penyalahgunaan pajak.

"Maka ketika terjadi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) maka terjadilah abuse of tax (penyalahgunaan pajak) pasti rumusnya begitu," ujarnya.

Ia berpendapat bahwa walaupun kasus Rafael Alun Trisambodo dan kasus 300 triliun ini terbongkar, masalahnya tetap tidak akan terpecahkan karena yang menjadi akar masalah yaitu sistem ekonomi dan politiknya tidak dibongkar.

"Maka walaupun kasus 300 triliun ini terbongkar, gunung es nya tidak akan terbongkar. Kenapa? Karena yang jadi gunung es-nya yaitu akar sistem politik dan sistem ekonominya tidak dibongkar," pungkasnya.[] Ikhsan

Rabu, 22 Maret 2023

Duta Pajak Bukan Solusi Hakiki

Tinta Media - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bandung menggelar acara pemilihan duta pajak. Acara tersebut dimaksudkan untuk menaikkan kepercayaan publik melalui informasi pajak bagi masyarakat, khususnya milenial. 

Ada sepuluh peserta pemilihan duta pajak dan akan bersaing untuk mendapatkan predikat duta pajak tahun 2023. Tugas atau peran duta pajak yang terpilih adalah menyosialisasikan informasi perpajakan kepada masyarakat. Duta pajak akan membantu Bapenda untuk menyampaikan informasi perpajakan kepada wajib pajak, khususnya milenial yang berkaitan dengan hal-hal yang dibutuhkan oleh masyarakat wajib pajak. 

Menurut Erwan Kusuma, menurunnya kepercayaan masyarakat adalah terkait adanya kasus pejabat pajak beberapa waktu lalu. Dengan adanya duta pajak, diharapkan akan memulihkan kembali kepercayaan publik.

Duta pajak digadang-gadang menjadi jalan untuk mencapai tujuan, yaitu meningkatnya kembali kepercayaan masyarakat untuk membayar pajak. Dengan meningkatnya masyarakat yang sadar membayar pajak, maka pendapatan anggaran daerah pasti meningkat. 

Mungkin ini berkaitan dengan makin riuhnya masyarakat yang kecewa dengan pemerintah, terutama mengenai masalah pajak. Masyarakat ramai menyuarakan untuk "jangan bayar pajak".

Rakyat kecil dan miskin harus taat bayar pajak, sedangkan orang kaya justru tidak bayar pajak. Lebih parahnya lagi, pegawai pajak justru melakukan tindak korupsi. Bukankah ini menggelikan?

Jadi, duta pajak adalah seseorang yang bertugas untuk mengedukasi dan memberi semangat kepada masyarakat untuk taat bayar pajak. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang taat bayar pajak, itulah penilaian dalam sistem kapitalis sekuler. Dengan taat bayar pajak, negara yang akan mendapatkan keuntungan, sedangkan rakyat miskin merasa terjepit dan menderita. 

Pemilihan duta pajak menjadi jalan alternatif yang diharapkan mampu meningkatkan kembali pundi-pundi rupiah yang masuk ke APBN. Ini memang bukan hal yang aneh, karena dalam sistem kapitalisme, pajak adalah sumber pemasukan negara. 

Napas dari kapitalisme yaitu dengan menarik pajak. Inilah cara mudah untuk mendapatkan pendapatan dengan minim usaha dalam meraih keuntungan yang besar. Sedangkan di sisi lain, sumber daya alam yang begitu melimpah di negeri ini justru diserahkan kepada pihak asing dalam pengelolaanya. Dalam sistem ekonomi kapitalis pula, pengelolaan sumber daya alam hanya menguntungkan segelintir orang, sedangkan rakyat hanya mendapatkan remahnya saja. 

Sungguh miris, alih-alih menyejahterakan rakyat, dalam sistem kapitalisme justru rakyat dicekik dengan semua kebijakan-kebijakan yang tidak prorakyat. Apalagi di tengah kondisi ekonomi saat ini yang sedang terpuruk, semakin terpuruk dan menyedihkan ketika hampir semua hal dipajakkan. 

Lebih miris lagi ketika bahan pokok sehari-hari pun ikut kena pajak. Kelihatan sekali, negara tidak mengurus rakyat dengan baik, tetapi justru memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari rakyat. Hubungan rakyat dan penguasa hanyalah sebagai penjual dan pembeli, dan hanya menguntungkan satu pihak saja, yaitu para pengusaha/cukong. Negara hanya sebagai regulator saja dalam mengambil kebijakan dan mengeluarkan aturan.

Berbeda dengan Islam, visi pemimpin dalam sistem Islam adalah kehidupan akhirat. Seorang khalifah adalah pemimpin. 

Rasulullah bersabda, "Ingatlah tiap-tiap kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban atas kepempimpinan itu. Seorang imam atas manusia itu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung-jawaban itu." (HR. Imam Bukhari no: 844).

Dalam sistem Islam, pajak bukan dijadikan sumber pendapatan negara, karena dalam Islam, negara mempunyai sumber pendapatan atau sumber daya alam yang sangat melimpah ruah. Adapun pemasukan negara dalam sistem Islam, yaitu berasal dari Fa'i, kharaj, ghanimah, Anfal, dan jizyah. Ditambah lagi pemasukan dari harta kepemilikan umum, yaitu barang tambang, padang rumput, dan air. Semua itu dikelola oleh negara yang selanjutnya disalurkan untuk rakyat dalam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan.  

Sistem keuangan dalam negara Islam yang berasaskan akidah Islam sangat stabil karena penerapan syariat yang sumbernya dari Allah Swt. Sang Pencipta alam semesta. Semua syariatnya sudah pasti membawa manfaat dan kebaikan bagi manusia. 

Jadi, menarik pajak bukan menjadi hal utama dalam sistem ekonomi Islam. Menarik pajak/ pungutan akan sangat diperhitungkan sehingga tidak akan timbul masalah baru. 

Seorang Khalifah akan benar-benar mempedulikan rakyat agar tetap nyaman dan terpenuhi kebutuhan hidupnya (sandang, pangan, papan). Pungutan pajak hanya berlaku bagi orang yang mampu dan mempunyai harta berlebih/aghniya. Itu pun diperlukan hanya pada saat-saat tertentu saja, yakni jika keuangan (Baitul Maal) sedang dalam kondisi darurat saja. Tidak seperti sistem saat ini yang justru sebaliknya, rakyat semakin dicekik dengan pungutan pajak di tengah kondisi yang sedang terpuruk. 

Begitu luar biasanya aturan dalam Islam yang jika diterapkan akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat muslim maupun nonmuslim. Khalifah paham betul akan kewajibannya sebagai seorang pemimpin sehingga tidak bisa sewenang-wenang dalam mengeluarkan kebijakan.

Hal ini pernah terjadi saat era pemerintahan Khalifah Umar bin Khatthab. Saat itu kekhilafahan mengalami masa panceklik yang cukup panjang, hingga Baitul maal mengalami kekosongan kas. Akibatnya, kekhilafahan tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada rakyat. 
Dalam rangka mengatasinya, dilakukan pengelolaan sumber daya alam dengan maksud dan hasilnya yang akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan serta sarana prasarana umum.

Sangat jelas bahwa Islam akan melahirkan seorang pemimpin yang bertakwa dan amanah, serta takut kepada Allah Swt. Pemimpin seperti ini hanya akan lahir dari peradaban mulia dalam sebuah sistem, yaitu khilafah Islamiyyah. 

Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Senin, 20 Maret 2023

BU SRI, GA USAH KHAWATIR, KAMI PERCAYA KOK PEGAWAI PAJAK BAIK, TIDAK SOMBONG, MURAH SENYUM DAN HARTANYA HALALAN THOYYIBAN?


"Saya tanya ke Pak Suryo (Dirjen Pajak) kenaikannya karena apa? Kenaikan karena harga tanah, itu tiba-tiba dianggap semuanya korupsi,"

[Sri Mulyani, Selasa 28/2]

Tinta Media - Menteri Keuangan Sri Mulyani merasa kecewa dengan tudingan masyarakat yang menyebut seluruh harta anak buahnya hasil korupsi. Terutama, jika anak buahnya memiliki harta yang cukup fantastis nilainya. Padahal, katanya harta dan kenaikan yang dilaporkan dalam LHKPN bisa berasal dari melonjaknya harga aset yang dimiliki pegawai.

Kasus Rafael Alun Trisambodo, memang sangat menampar wajah institusi pajak. Mengingat, dengan dalih apapun akan sulit bagi publik merasionalisasi harta sebesar Rp 56 Miliar anak buah Sri Mulyani ini.

Mungkin saja, secara akuntansi harta itu bisa dipertanggungjawabkan dengan cover harta warisan, kenaikan harga tanah/aset, menang lotre, dapat hibah dari Sultan arab, ditransfer penggemar, dikirimi Nyi Roro Kidul, dan sejumlah underline akuntansi lainnya. Hanya masalahnya rakyat lapar, rakyat miskin, tapi terus ditekan dengan pungutan pajak.

Andaikan rakyat bebas pajak, rakyat makmur, bahagia, sejahtera, rakyat tak akan komplain pejabat kaya raya. Mau punya Rp 56 miliar, Rubicon, Harley, bahkan punya pulau di Hollywood pun ga ada urusan. Wong rakyatnya kenyang dan hidup enak, tak peduli kalau pejabat hidup mewah dan foya-foya.

Faktanya kan tidak demikian? Faktanya kan semua rakyat kena pajak, baik yang miskin hingga yang benar-benar fakir. Baik yang hidup dikontrakan hingga yang tinggal di kolong jembatan. Mereka semua kena pajak.

Beli mie, kena pajak. Minum air Aqua kena pajak. Beli rokok kena pajak. Beli beras kena pajak. Beli minyak kena pajak. Apa sih barang yang dijual yang ga ada atau ga kena pajak?

Sekali lagi, mayoritas rakyat mu Bu Sri itu cuma pas pasan. Yang ada gaji, setiap bulan cuma numpang lewat. Begitu dapat gaji, langsung habis untuk bayar kontrakan, bayar sekolah anak, bayat utang, bayar cicilan ini itu, bahkan kadangkala selain membayar utang juga membentuk utang baru. Soal makan, kadang seadanya dan sedapatnya.

Itu yang ada gaji. Yang tak ada gaji, ya tawakal penuh. Berharap hanya kepada Allah, berharap kepada pemerintah selain jadi tidak tawwakal juga hanya akan kecewa.

Jokowi itu baiknya cuma pas blusukan. Kebijakannya bikin belingsetan.

Nah, dalam suasana kebatinan yang seperti itu Bu, rakyat tak bisa dihalangi untuk kecewa dan marah. Rakyat alamiah Bu, nyolot dan mengumpat pada pejabat.

Atau begini saja Bu, coba orang pajak, pegawai pajak anak buah Ibu itu bertukar posisi dengan rakyat jelata. Bisa ga mereka menahan diri untuk tidak marah dan mengumpat? [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Selasa, 14 Maret 2023

Penerimaan dan Pengeluaran Pajak Terindikasi Bocor?

Tinta Media - Managing Direktor Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyampaikan bahwa penerimaan dan pengeluaran pajak di Indonesia terindikasi mengalami kebocoran.

"Kalau kita lihat bahwa di satu sisi pajak itu adalah penerimaan untuk di
dalam APBN dan di lain sisi adalah ada pengeluaran. Masalah di Indonesia sekarang ini adalah dua-duanya terindikasi bocor. Dari penerimaan terindikasi bocor dari
pengeluaran juga terindikasi bocor," bebernya dalam acara live streaming Media Umat dengan tema Rakyat dipajakin, Duitnya di korupsiin, Ahad (5/3/2023) di kanal YouTube Media Umat.

Anthoni menilai, hal ini harus di soroti.  Karena dampak dari kebocoran ini efeknya pada rakyat. Seperti subsidi sekolah yang dikurangi dan pembayaran BPJS yang dinaikan. 

"Ini yang harus disoroti, karena kebocoran-kebocoran ini dampaknya kepada masyarakat, yaitu misalnya bahwa sekolah uang-uang sekolah ya tidak bisa ini jadi tidak bisa lagi memberikan subsidi dan
sebagainya kepada sekolah atau sangat terbatas dan juga kesehatan BPJS
misalnya sekarang siapa yang dibebani ya Sekarang semua rakyat lagi beban

Bahkan Anthony mengatakan efek dari kebocoran ini adalah kemiskinan masyarakat.

"BPJS dinaikkan dan seterusnya kasus subsidi BBM subsidi listrik jadi ini semua luar
biasa sekali dampaknya terhadap masyarakat yaitu kemiskinan," sesalnya. 

Anthony pun mengungkapkan bahwa kebocoran itu bisa dilihat dari selisih penerimaan pajak yang hilang empat setengah persen.

"Kita lihat penerimaan pajak kita ini
hanya sekitar 10,4% pada akhir 2022 ini.
10,4%  ini sudah dibantu dengan kenaikan PPN dari harga komoditas dan seterusnya. Tanpa itu rasio pajak kita itu sudah dibawah 10%," jelasnya.

Ia mengatakan pada 2016-2017 ada tax amnesty yaitu penguasa menjanjikan bahwa rasio pajak bisa naik menjadi 14,6%.
"Artinya kurang lebih ada selisih empat setengah persen dengan yang sekarang
Apakah ini dianggap sebagai kebocoran. Empat setengah persen dengan
APBN dengan PDB hampir 20.000 itu sudah sekitar 900 triliun," Herannya. 

Menurutnya, jika ada penambahan pajak sebesar 900 triliun, maka Indonesia tidak perlu untuk berhutang lagi sampai sedemikian banyak. "Dan bunga-bunga
utang bisa untuk rakyat miskin lagi," pungkasnya.[] Teti Rostika

Minggu, 12 Maret 2023

UIY: Sangat Mungkin Membangun Negara Tanpa Pajak

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz M. Ismail Yusanto (UIY) meyakinkan bahwa membangun atau mengurus negara, sangat mungkin tanpa pajak. 

"Dengan perspektif Islam sangat mungkin membangun atau mengurus negara tanpa pajak," tuturnya pada rubrik Fokus to The Point : Seruan Ramai-Ramai Stop Bayar Pajak? di kanal YouTube UIY Official, Rabu (8/3/2023)

Menurutnya, lebih dari 67 persen sumber daya minyak dan gas ada di negeri-negeri Islam, misalnya Indonesia. "Ada gas dan barang-barang tambang semisal batubara yang produksi tahunannya kurang lebih 600 juta ton. Bayangkan jika itu dikelola negara untuk kepentingan rakyat maka 600 juta ton itu utuh untuk rakyat,” ungkapnya.   

Ia mengatakan karena mengikuti teori sistem ekonomi yang menempatkan para kapital perusahaan pemilik modal sebagai pelaku utama kegiatan ekonomi, maka negara itu tidak boleh ikut mengelola. “Negara Kapitalis itu sebagai regulator dan tidak boleh menjadi operator. Menurut Kapitalis, kalau negara menjadi regulator sekaligus operator akan terjadi konflik of Interest. Karena itu negara harus duduk sebagai Watchdog yaitu mengatur saja dan mengawasi sambil memungut pajak,” ujarnya. 

Menurut UIY menjadi satu hal yang sangat-sangat Ironi, bagaimana bisa negara yang begitu kaya sumber daya alam dari batu bara tapi rakyat hidup dalam kemiskinan dan dikejar-kejar untuk membayar pajak. “Jadi itu sesungguhnya merupakan buah dari kebijakan yang bisa kita sebutkan bahwa kapitalisme inilah yang sebenarnya merusak negara,” pungkasnya.[] Erlina

Sabtu, 11 Maret 2023

Kasus Penganiayaan Anak Dirjen Pajak, Integritas Institusi Pajak Dipertanyakan

Tinta Media - Integritas institusi pajak dipertanyakan paska kasus penganiayaan yang melibatkan anak Dirjen Pajak.

"Hebohnya kasus penganiayaan yang melibatkan anak pegawai Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak, membuat integritas institusi pajak tersebut dipertanyakan," tutur Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana pada rubrik Aspirasi : Sri Mulyani Ancam BBM Bisa Naik 3 Kali Lipat? Rabu (8/3/2023) di kanal youtube Justice Monitor.

Pasalnya, lanjut Agung, kasus penganiayaan tersebut merembes hingga menguak kekayaan pegawai Dirjen Pajak yang dinilai tidak wajar. "Buntutnya muncul seruan stop bayar pajak yang menggema di sosial media,” ungkapnya.

"Warganet rame-rame mengeluhkan hal itu karena mereka mengaku taat bayar pajak tapi pegawai dirjen pajak malah membayar pajak tak sesuai seharusnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun merespon cepat dengan melakukan berbagai manuver. Bahkan ia melontarkan ancaman serius dengan menyebut harga bahan bakar minyak (BBM) bisa naik tiga kali lipat jika warga tak bayar pajak," bebernya.

Menurut Agung, pernyataan Sri Mulyani ini dianggap ancaman agar rakyat taat bayar pajak dan terkesan mengancam rakyat. “Pernyataannya tambah mengusik rasa keadilan rakyat. Polemik gaya hidup hedon yang dipertontonkan anak buahnya saja sudah menciderai rasa keadilan. Jangan lagi Sri Mulyani menambah polemik dengan mengancam soal kenaikan harga BBM,” ucapnya.

Agung menandaskan jika Sri Mulyani cerdas, tanpa bayar pajak pun pemerintah bisa memberikan BBM murah. “Syaratnya pemerintah berani menyetop liberalisme Sumber Daya Alam (SDA) di seluruh lini ekonomi, sektor pertambangan termasuk di dalamnya. Di dalam Islam sudah jelaskan bahwa kekayaan umum seperti tambang, batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas, dan sebagainya, haram diserahkan pada individu swasta, apalagi asing dan asing,” bebernya.

Ia menjelaskan bahwa pengelolaan SDA hanya oleh negara saja sebagai kepemilikan umum. Hal ini ia rujuk dari sabda Rasulullah Saw. : ‘Manusia itu berserikat atau memiliki hak bersama dalam tiga hal yaitu air, padang penggembalaan, dan, api.’

Ia menilai adanya pungutan pajak yang semakin masif menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu lagi mengelola sumber daya alam negaranya dengan baik. Sedangkan dalam Islam sumber daya alam bisa dikelola sebagai penghasilan negara.

 “Inilah yang sangat penting untuk diperhatikan agar kita kembali merujuk pada Islam dalam mengelola APBN Negeri Ini. Bukan menjadikan pajak sebagai instrumen yang utama. Waktunya kita kembali pada syariah, waktunya kita kembali pada khilafah,” tutupnya.[] Erlina

Rabu, 08 Maret 2023

AEPI: Harus Ada Transparansi dalam Pengelolaan SDA

Tinta Media - Kacaunya pengelolaan sumber daya alam di negeri ini dinilai peneliti Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng dimulai dari ketidakmampuan negara ini menjalankan prinsip-prinsip transparansi dalam pengelolaannya.

“Sebetulnya sudah kacau di dalam pengelolaan sumber daya alam. Dan kekacauan itu dimulai dari ketidakmampuan kita di dalam menjalankan prinsip-prinsip transparansi, prinsip-prinsip yang adil di dalam urusan pengelolaan keuangan negara termasuk di dalamnya pajak,” bebernya dalam Live Discussion: Gaji Petugas Dirjen Pajak Selangit Saat Hidup Masyarakat Menjerit; Bisakah Indonesia Bebas Pajak? di kanal YouTube PAKTA, (27/2/2023)

Ia pun menuntut komitmen pemerintah untuk memperbaiki, salah satunya Menteri Keuangan (MenKu). Menurutnya, tak cukup menteri itu hanya bisa mengeluh, tapi tidak bisa menjalankan prinsip-prinsip good governance di dalam kementeriannya, transparansi digitalisasi di dalam keuangan.

Ia mencontohkan, kalau serius dan kalau memang betul-betul ada upaya untuk melakukan, menerapkan prinsip-prinsip tata kelola keuangan yang baik harusnya semuanya dimulai dari Kementerian Keuangan (KemenKu).

"Alasannya, karena kita tau bahwa mereka yang paling besar menerima donor-donor dari luar untuk urusan yang berkaitan dengan transparansi keuangan, yang urusan dengan good government," ungkapnya. 

“Tata kelola keuangan negara yang baik itu kan sebetulnya komandannya itu Kementerian Keuangan (KemenKu),” ujarnya. 

Namun, Salamuddin mempertanyakan, mengapa menterinya hanya bisa mengeluh atau berkeluh kesah tentang masalah anak buahnya.

 “Waduh, berarti kementerian keuangan ini ndak bikin apa-apa, tidak melakukan report, tidak membenahi tata kelola dan lain sebagainya. Betapa gawatnya. Dan kalau ini terus berlanjut, pendapatan negara dari pajak dan sumber daya alam tahun-tahun mendatang bisa-bisa tinggal 2% semua,” pungkasnya.[] Wafi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab