Tinta Media: Pahala
Tampilkan postingan dengan label Pahala. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pahala. Tampilkan semua postingan

Rabu, 07 Februari 2024

Pahala Tak Terputus, Meski Umur Kita Pupus



Tinta Media - Umur kita sangat terbatas, padahal “bekal” amal baik menuju akhirat masih sedikit dan kurang berkualitas. Apakah ada sebuah aktivitas, yang akan menambah “bekal” akhirat kita, yang mendatangkan pahala tidak terputus, meski umur kita telah pupus? Ya, tentu ada. Menulislah! Menulis sebagai wasilah (sarana) berdakwah Islam. 

Aktivitas menulis kita jadikan sebagai sarana dakwah Islam, tidak kalah penting dengan aktivitas dakwah secara lisan. Salah satu kelebihan dakwah melalui tulisan adalah dakwahnya dapat dibaca dan diamalkan jutaan orang, baik pada zamannya atau zaman setelahnya, yang artinya berpeluang mendapatkan pahala kebaikan yang banyak dan tidak terputus. 

Bagi sebagian banyak orang, aktivitas menulis bukan perkara mudah. Memerlukan energi yang besar untuk menulis satu paragraf sekalipun. Karenanya perlu sering latihan  dan uji coba serta tidak mudah putus asa ketika deadline tiba. Selain itu penulis harus memperbanyak bahan bacaan agar wawasannya semakin luas. Dan tak kalah penting adalah seorang penulis memiliki seorang mentor atau pembimbing yang dapat membimbing dirinya agar kualitas dan isi tulisannya semakin baik, berbobot dan menggugah pembaca mengamalkan isi tulisannya. 

Nah pertanyaannya sekarang bagaimana jika penulis terhinggap rasa malas atau mungkin stres karena deadline yang begitu ketat. Ya benar, hal ini dialami para penulis, meski penulis senior sekalipun. Maka inilah beberapa kalimat yang mudah-mudahan akan membuat kita kembali bersemangat dalam menulis yakni ketika membaca kalimat-kalimat di bawah ini, di antaranya : 

Pertama, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mengajak kepada petunjuk maka dia mendapat pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, namun tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun. Barang siapa mengajak tersesat, maka dia mendapat dosa seperti dosa orang yang ikutilah dia, namun tanpa mengurangi sedikit pun dosanya” (HR Muslim) 

Kedua, Nabi SAW bersabda, “Lindungi ilmumu dengan menulis” (Shahih al-Jami’) 

Ketiga, Sesungguhnya bila menulis dengan tujuan melestarikan ilmu, tentu mendapatkan pahala; pahalanya juga akan bertambah bila dimaksudkan untuk dijadikan pelajaran dakwah; pahalanya akan terus bertambah dari setiap orang yang membacanya dan mendapat pencerahan dan mengamalkan tulisannya tadi meskipun penulis sudah meninggal dunia. 

"Ilmu itu bukan yang dihafal tetapi yang memberi manfaat" (Imam Syafi'i). Mudah-mudahan perkataan Imam Syafi’i ini dapat memberikan semangat saya membagi ilmu bermanfaat lewat tulisan. 

Dakwah adalah kewajiban para Nabi dan Rasul, Rasulullah SAW berdakwah hingga Islam tersebarluas di muka bumi. Sebagai orang yang mengaku taat, cinta dan meneladan Rasulullah SAW, maka saya juga berdakwah dengan cara melalui tulisan saya. Semoga tulisan saya bermanfaat bagi umat. 

Satu hal penting lain yakni kita sebagai penulis dapat memilih tema tulisan tertentu atau tema tulisan yang beragam. Tema beragam di antaranya pendidikan, ekonomi, politik, parenting, remaja, hubungan internasional, pemerintahan, teknologi, lapangan kerja, kepribadian Islam. Saya sendiri secara pribadi berupaya menulis dengan tema beragam dikarenakan Islam membahas dan memberikan solusi terhadap tema-tema tersebut dan saya ingin terus menambah wawasan saya dengan menulis dalam beragam tema seperti di atas. 

Semoga tulisan ini bermanfaat. Yuk, mari ikut menulis sebagai bagian dari sarana dakwah Islam, mudah-mudahan kita mendapatkan pahala tak terputus dari tulisan kita, meski umur kita telah pupus. Aamiin.

Oleh: Yasirli Amri
Penulis Dakwah Mabda’i


Selasa, 06 Februari 2024

Menulislah, Agar Orang Tua dan Gurumu Dapat Pahalanya



Tinta Media - Bayangkan jika hari ini kita tidak bisa membaca dan menulis. Sulit bukan? Saya sendiri sulit membayangkannya. Kenyataannya hari ini, komunikasi dengan sesama bergantung pada apa yang dibaca dan yang ditulis. Sulit pula dibayangkan lingkungan tempat bermukim jika kita tidak bisa membaca dan menulis. 

Maka kemampuan membaca dan menulis patut disyukuri. Cukup dengan membaca tulisan, kita jadi tahu arah dan tempat yang dicari. Banyak informasi dan ilmu yang didapat dengan membaca tulisan yang termuat dalam lembaran-lembaran buku ataupun yang tersebar melalui internet. 

Kemampuan menulis tidak kalah pentingnya. Bahkan membaca membutuhkan tulisan. Tidak akan ada yang membaca, jika tidak ada yang menulis. Dengan menulis kita bisa menyampaikan pesan kepada orang lain meskipun tidak bertemu langsung. Melalui tulisan, pesan kita masih bisa sampai kepada orang lain bahkan berbagai generasi meskipun kita telah tiada. 

Sebelum diberikan contoh, seorang anak bakal kesulitan untuk membuat tulisan. Namun sejak diberi alat tulis dan diajari caranya menulis, membuat tulisan terlihat mudah dan sangat dinikmati oleh si anak. Dimulai dari belajar meniru tulisan yang dilihat sehingga menghasilkan coretan atau gambar, lalu menulis apa yang didengar sehingga menghasilkan catatan-catatan, menulis apa yang diingat sehingga menghasilkan cerita, sampai menulis apa yang dipikirkan sehingga menghasilkan tulisan opini. Terciptalah tulisan yang menerangkan nama, cita-cita, perasaan, hingga hasil pemikiran yang ditulis di lembaran kertas, monitor komputer sampai di layar handphone. Maka menulis harusnya mudah karena merupakan aktivitas harian yang telah diajarkan pada kita sejak kecil. 

Menulis Kembali terasa sulit ketika tulisan yang dibuat harus sesuai dengan kaidah jurnalistik, mudah dipahami, enak dibaca dan menggugah, serta tidak melanggar hukum terutama hukum (syariat) Islam. Tapi saya yakin, dengan terus belajar, membaca dan menulis serta menerima koreksi, maka kesulitan itu akan menjadi mudah. 

Terlebih jika tulisan-tulisan yang dibuat dalam rangka untuk mengajak manusia agar taat kepada Allah dan rasul-Nya dengan menerapkan seluruh syariat Islam, maka kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam membuat tulisan tidak sepatutnya menjadi penghalang. Karena pahala yang didapatkan dari tulisan yang menggugah para pembaca sehingga menjadi taat kepada Allah dan rasul-Nya sangat besar nilai pahalanya. 

Diantara pahala yang diperoleh mereka yang berdakwah melalui tulisan adalah pertama, mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an: 

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (TQS. Fussilat ayat 33). 

Kedua, penulis yang menyampaikan dakwah akan memperoleh pahala jariyah yaitu pahala yang terus mengalir meskipun penulisnya telah meninggal dunia. Sebab, jika dengan membaca tulisan si penulis seseorang menjadi sadar untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya lalu dia memperoleh pahala dari ketaatannya, maka pahalanya juga akan mengalir ke penulis. Karena apa yang ditulis termasuk ilmu yang bermanfaat, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: 

“Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang selalu mendoakannya,” (HR. Muslim). 

Bayangkan jika tulisan itu memberikan perubahan tidak hanya satu orang tapi ribuan bahkan jutaan orang, dikarenakan tulisan kita berisi tentang ajakan untuk mengubah sistem tata Kelola pemerintahan dari sistem buatan manusia menuju sistem yang diwahyukan Allah kepada Rasulullah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. 

Bukan hanya pemerintahan skala negara bangsa, tapi pemerintahan yang berskala dunia yang visi misi dan tata kelolanya mencakup seluruh dunia, maka betapa melimpahnya pahala yang akan mengalir kepada kita jika tulisan kitalah yang banyak menginspirasi banyak orang untuk mewujudkan perubahan yang mulia itu. 

Tentunya, ketika kita mendapatkan pahala melalui tulisan, maka guru-guru kita yang mengajarkan membaca dan menulis serta kedua orang tua kita juga akan mendapatkan kiriman pahalanya. Karena dengan terlahirnya kita menjadi penulis ideologis yang saleh telah menjadi amal jariyah bagi guru-guru dan kedua orang tua kita. 

Penulis Ideologis tinggal di Buol, Sulawesi Tengah.


Oleh: Muhammad Syafi’i
Penulis Ideologis Sulawesi Tengah 

Sabtu, 28 Januari 2023

Pahala atas Musibah

Tinta Media - "Bagaimana kabarnya Alp Arslan?" tanya Mak Wo kepada Bunda Hanania yang sedang berbelanja di warungnya.

"Ya, masih seperti itu, Mak Wo. Aku bingung, apa yang harus aku lakukan? Mulai obat tradisional, diurut, konsultasi ke dokter spesialis, konsumsi obat dan diuap, semua sudah diusahakan. Tapi belum ada tanda-tanda membaik. Bahkan sekarang air kencingnya sangat sedikit dan warnanya kemerahan," celoteh  wanita itu panjang lebar kepada Mak Wo.

Memang, antara Bunda Hanania dan Mak Wo sudah terbiasa saling bercerita dan berbagi pengalaman. Mak Wo adalah warung langganan tempat Bunda Hanania belanja dari tahun 2008, sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di tanah Batam. Karena kedekatannya, mereka berdua seperti saudara. Meskipun keduanya berbeda keyakinan. Dan mereka paham betul batasan sampai di mana mereka boleh berinteraksi.

"Aku tadi juga baru pulang, Bun," Mak Wo melanjutkan ceritanya.

"Darimana, Mak Wo?" Sahutnya spontan.

"Dari Rumah Sakit Embung Fatimah. Ponakanku sudah sepuluh hari koma di ICU," ceritanya dengan guratan penuh kegelisahan.

"Sakit apa? Umur berapa?" Tanya wanita yang kini telah berusia empat puluh tahun itu. Tidak lain adalah Bunda Hanania. Sebagai seorang ibu dengan lima anak, yang keempat anaknya sedang sakit, diselimuti rasa penasaran.

"Awalnya kata mamaknya sering batuk-batuk, sempat mencret, jadi kekurangan cairan. Paru-parunya penuh kuman. Umur 9 bulan," jawab Mak Wo dengan wajah hampa.

Bibirnya seketika mendadak kelu. Aliran darahnya seakan terhenti. Jantungnya seolah berhenti berdetak. Terbayang wajah mungil calon mujahid yang kini berusia enam bulan, yang bernama Beyazid Alp Arslan Ahmad, dengan panggilan kesayangan Alp Arslan Bey, mengalami gejala serupa. Seribu satu perasaan menggelayut dalam angan. Tersirat perasaan takut akan kehilangan. 

Tanpa basa-basi langsung ia gandeng kedua anaknya yang masih balita (Ning Lubna dan Mas Haris) untuk segera pulang. Tanpa disadari buliran bening itu telah membasahi pipinya yang sudah mulai tampak garis halus. Beberapa pertanyaan dan ocehan bocah-bocah yang ada dalam boncengan nyaris terabaikan. 

Wajar, sebagai sosok yang pernah mengandung dan melahirkan serta membersamai setiap hembusan nafasnya pasti tersayat saat keempat buah hatinya menderita sakit. Terlebih lagi kondisi Alp yang sepertinya membutuhkan penanganan serius.

"Mengapa aku harus menangis? Apa karena aku terlalu mencintai dunia dan anakku dibandingkan dengan Allah SWT? Sehingga aku tak sanggup jika harus ditinggalkan? Bukankah mereka (anak-anak) ini awalnya juga tidak ada? Bukankah kita ini seperti tukang parkir? Anak-anak dan harta yang kita miliki hanyalah titipan. Sewaktu-waktu pasti akan diambil kembali oleh pemiliknya?" hatinya terus bermonolog sepanjang perjalanan menuju pulang.

Keesokan harinya. Sinar mentari mulai menembus celah-celah ruangan. Hati dan pikiran Bunda Hanania masih diselimuti kegalauan. 

"Jadi bagaimana rencana kita hari ini, Bun?" suara lembut dan tenang keluar dari lisan Riyan, yang tidak lain adalah suami Bunda Hanania, Ayah Alp Arslan. Sosok suami yang selalu terlihat tenang dan sabar dalam menghadapi segala cobaan.

"Ayah bisa get pass, kan? Pokoknya hari ini kita bawa Alp Arslan ke Dokter Oscar lagi," suara wanita itu seakan tak sabar untuk segera berjumpa dengan dokter yang biasa menangani anak-anaknya saat sakit.

Bayi mungil itu masih berada di pangkuannya. Batuk yang tak ada henti-hentinya. Sesekali muntah disertai lendir yang begitu pekat. Bunda Hanania mengambil benda berbentuk balok yang tak jauh dari jangkauan tempat duduknya. Diambilnya selembar demi selembar tisu untuk membersihkan lendir yang tersangkut dalam mulut dan hidung Alp Arslan.

Kesibukannya mengurus bayi dan kedua balita itu, tanpa disadari dua jam telah berlalu. Tak lama kemudian sosok lelaki berkulit putih, dengan rambut ikal itu telah tiba kembali di rumah untuk mengantarkan istri dan malaikat kecilnya yang sedang sakit.

Perjalanan dengan mengendarai beat warna hitam, memakan waktu sekitar setengah jam untuk menuju ke tempat praktik dr. Oscar, Sp.A. Selanjutnya diserahkannya kartu warna biru atas nama Beyazid Alp Arslan Ahmad diberikan ke bagian admin. Proses pendaftaran selesai, sambil menunggu antrian, bayi mungil itu ditimbang dan di time terlebih dahulu. Setelah giliran tiba, masuklah Bunda Hanania dalam ruangan ditemani suami tercintanya.

"Ada BPJS?" tanya seorang dokter spesialis anak dalam ruangan pemeriksaan.

Bunda Hanania dan suaminya saling berpandangan. Sepertinya bayi mungil itu membutuhkan penanganan lebih. Lendir yang bertumpuk mengharuskan diuap tiga sampai empat kali dalam sehari. Dan biayanya cukup mahal. 

"Punya alatnya di rumah? Kalau ada, biar saya kasih resep untuk obat uapnya," ucap dr. Oscar menjelaskan.

Tanpa berpikir panjang, Bunda Hanania dan Riyan menyetujui tawaran dokter. Karena jika harus rawat inap, banyak hal yang harus dipertimbangkan. Selain di luar tanggungan BPJS juga harus meninggalkan balita di rumah yang tidak akan mau dengan orang yang tidak mereka kenal dan tidak dekat dengan mereka.

Ia juga teringat Ummu Taqiyyah, kawan satu kantor saat masih menjadi staf pengajar di Hidayatullah Boarding School, pernah menawarkan alat uap jika membutuhkan. 

Kemudian diambilnya gawai yang ada di dalam tas rangsel warna putih itu. Di carinya nama Hasna. 

"Halo, Assalamu'alaikum," jawaban dari seberang yang tidak lain adalah Ummu Taqiyyah. Wanita yang berparas manis dari suku Batak, berkarakter lemah lembut, sosok yang dibina oleh Bunda Hanania sejak kajian umum sekitar 5 atau enam tahun yang lalu. Sampai saat ini tetap menjadi teman, sahabat dan saudara saat suka maupun duka.

"Wa'alaikumussalam, Hasna... Dirimu ada alat uap kan ya? Bolehkah aku meminjamnya? Alp harus diuap tiap hari. Untuk membantu mengencerkan lendir yang bertumpuk," kata Bunda Hanania melalui sambungan telepon WhatsApp.

"Boleh lah Buk. Masak gak boleh. Sini lah!" Sambut Hasna, nama asli Ummu Taqiyyah dengan ramah.

Konsultasi dengan dokter selesai, pengambilan obat juga sudah selesai, kemudian suami istri tersebut menuju rumah Ummu Taqiyyah untuk menjemput alat uap. 

"Andaikan bisa dipindahkan, biarlah Bunda yang merasakan sakit ini, Nak," ucapnya lirih kepada bayi mungil yang ada dalam buaian nya. 

"Yang sabar, Bun! Tidak tega memang. Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa selain mengusahakan sebatas kemampuan kita," kata Riyan dengan lembut sambil mengendarai motor, sesekali menoleh ke sosok wanita yang dinikahinya 16 tahun yang lalu.

Ucapan suaminya memang tidak menyelesaikan persoalan. Namun sedikit bisa menenangkan. Walaupun berat, dalam diamnya, Bunda Hanania terus meyakinkan diri, menguatkan hati dan meneguhkan jiwanya. Bahwa segala sesuatu yang menimpa buah hatinya, adalah bentuk kasih sayang Allah kepada diri dan keluarganya. Pasti akan ada hikmah kebaikan yang Allah rencanakan untuknya. Karena segala sesuatu yang terjadi, termasuk musibah adalah maha baiknya Allah SWT terhadap hambaNya. Jika mampu melalui dengan sabar dan ikhlas insyaallah ada jaminan dosa-dosa kita diampuni dan diganti dengan pahala yang besar. 

من يردالله به خيرا يصب منه

Artinya: " Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan mengujinya dengan musibah". (HR. Bukhari 5645)

Oleh : L. Nur Salamah
Sahabat Feature News

Selasa, 10 Januari 2023

Amal Dakwah, Pahala Besar Mengalir Deras

Tinta Media - Narator MMC menyebutkan, salah satu kebahagiaan seorang muslim adalah saat ia meninggal, tapi tetap mendapatkan pahala jariyah, salah satunya melalui dakwah.

“Kebahagiaan yang tak terkira bagi seorang muslim adalah ketika dia meninggal, namun pahalanya tetap mengalir deras (pahala jariyah). Salah satu amal yang bisa mengantarkan pada pahala besar itu adalah amal dakwah,” jelasnya dalam ‘One Minute Booster Extra: Ingin Dapat Kebahagiaan Tak Terkira? Ini Jawabannya!’ di laman YouTube MMC, Selasa (27/12/2022)

Pahala amal dakwah tersebut, tambahnya, diperoleh dari pahala orang-orang yang diseru dan telah menerima dakwahnya. Kemudian, pahala ini akan membesar seiring dengan makin banyaknya orang yang menerima dakwah dan juga beramal dakwah karenanya.“ Itu semua InsyaAllah akan mengantarkannya pada surga dan keridaan Allah SWT.” yakin narator.

Sebaliknya, narator mengatakan bahwa kecelakaan yang amat besar bagi seorang muslim yang meninggal, namun mendapatkan dosa yang terus mengalir. Dosa tersebut diperoleh dari keburukan orang-orang yang mencontoh perbuatan buruknya di dunia.

Dosa tersebut, tegasnya, akan mengantarkannya pada tempat terburuk dan kemurkaan Allah SWT. “ Karena itulah para pengemban dakwah, kita harus selalu semangat menyampaikan Islam, meski banyak ujian. Kita harus ingat bahwa dakwah itu akan menghasilkan pahala yang besar dan kebaikan bagi umat manusia,” pungkasnya.[] Wafi 

Sabtu, 26 Maret 2022

Om Joy Bagi Tips Memborong Pahala Ramadhan

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1OlOw8r7DX3_AB2UtTquN36U_cj_anDmY

Tinta Media - Menyambut datangnya Bulan Ramadhan yang penuh dengan pahala, Jurnalis Joko Prasetyo (Om Joy) membagikan tips amalan hati untuk memborong pahala.
“Agar amal tidak sia-sia, pahala yang berlimpah itu nyata untuk kita, maka selain tata caranya sesuai fikih, ada juga hal-hal yang harus diamalkan oleh hati. Berikut tipsnya,” tuturnya pada Tinta Media, Jum’at (24/03/2022).

Pertama, perkuat keikhlasan. “Maka berpuasalah semata-mata karena menjalankan perintah Allah SWT, bukan untuk sekalian menjaga kesehatan, bukan untuk sekalian melangsingkan badan, bukan untuk sekalian berhemat, bukan untuk sekalian mendapat pujian manusia, dsb. Karena semakin besar kekuatan ikhlas dalam beramal, semakin besar pula pahala amalan tersebut,” jelasnya.

“Allah berfirman: ‘…dan Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki…’ [QS. Al-Baqarah: 261]. Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa: ‘yang demikian itu bergantung pada (tingkat) keikhlasannya.’ (Tafsiir Ibnu Katsiir: 1/693, Cet.-2 Daar Thayyibah 1420-H),” jelasnya lebih lanjut.
.
Kedua, senantiasa ikrarkan niat di dalam hati pada setiap amal atau pekerjaan yang lakukan demi mengharapkan ridha Allah. “Dengan demikian, pekerjaan yang hukumnya mubah pun insyaallah memperoleh pahala berlimpah dari Allah SWT,” tuturnya.

Ia mencontohkan ketika hendak tidur siang dan olahraga. “Niatkan tidurnya tersebut agar malam bisa khusyuk shalat Tarawih. Hendak olahraga, niatkan agar badan bugar dalam menjalankan berbagai ibadah di bulan Ramadhan,” jelasnya.

Om Joy menyampaikan sebuah hadis dari Umar radhiyallahu ‘anhu. “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya....’ (HR Bukhari, Muslim, dan empat imam ahli hadits),” terangnya.

Ketiga, tingkatkan khusyuk dalam shalat dan ibadah lainnya. “Adapun pengertian khusyuk di dalam shalat: ‘Kondisi hati yang penuh dengan ketakutan, mawas diri dan tunduk pasrah di hadapan keagungan Allah. Kemudian semua, itu membekas dalam gerak-gerik anggota badan yang penuh khidmat dan konsentrasi dalam shalat, bila perlu menangis dan memelas kepada Allah; sehingga tak memperdulikan hal lain’ (Al-Khusyu’ karya Al-Hilali),” ungkapnya.

“Sedangkan khusyuk dalam ibadah lainnya, dimaknai: ‘Kelembutan hati, ketenangan sanubari yang berfungsi menghindari keinginan keji yang berpangkal dari memperturutkan hawa nafsu hewani, serta kepasrahan di hadapan ilahi yang dapat melenyapkan keangkuhan, kesombongan dan sikap tinggi hati. Dengan itu, seorang hamba akan menghadap Allah dengan sepenuh hati. Ia hanya bergerak sesuai petunjuk-Nya, dan hanya diam juga sesuai dengan kehendak-Nya’ (Al-Khusyu’ fi ash-Shalah karya Ibnu Rajab al-Hambali),” lanjutnya.

Menurutnya, Ramadhan adalah bulan obral pahala dari Allah SWT kepada kita semua. “Pahala ibadah sunnah senilai ibadah wajib, ibadah wajib diberi pahala 70 kali lipat bahkan lebih. Maka di bulan ini kaum Muslim berbondong-bondong melakukan berbagai amal shalih, baik amal shalih khas Ramadhan seperti puasa, shalat Tarawih, i’tikaf di sepuluh hari terakhir dan mengejar lailatul qadar, amal shalih lainnya pun digencarkan,” tandasnya.

“Tujuannya satu, untuk memborong pahala sebanyak-banyaknya sebagai bekal masuk surga,” pungkasnya.[]Raras

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab