Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai, Proyek Strategis Nasional (PSN) sering tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
“Proyek Strategis Nasional sering kali tidak sejalan dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk hidup, seperti pemenuhan sandang, pangan, papan, layanan pendidikan, kesehatan, hingga keamanan,” tuturnya di Video: Proyek Strategis Nasional Akan Merampas Ruang Hidup? Di kanal MMC, Jumat (15/12/2023).
Ia mencontohkan, dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, sektor industri prioritas kawasan ekonomi khusus proyek pariwisata dan smelter dimasukkan dalam proyek strategis nasional.
“Padahal saat ini banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, yang untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari saja mereka tidak mampu. Artinya PSN tidak berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” simpulnya.
Menurutnya, kalaupun pemerintah mengklaim PSN mampu membuka lapangan pekerjaan, namun realitasnya masyarakat justru mendapatkan kerugian besar.
“Pembangunan PSN justru menambah jumlah masyarakat miskin, sebab lahan mereka direbut, ruang hidup mereka dirampas,” ucapnya.
Ia juga merasakan, ada banyak problem turunan yang dihasilkan oleh PSN seperti banjir, polusi udara, pencemaran tanah dan air, jutaan rakyat harus digusur hingga kehilangan sumber mata pencahariannya.
Kalaupun di relokasi, ucapnya, di tempat relokasi yang sudah disiapkan pemerintah tak selayak yang dibayangkan.
“Mirisnya, pemerintah selalu berdalih bahwa PSN dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pembukaan investasi sebesar-besarnya kepada pihak swasta bahkan asing. Padahal pertumbuhan ekonomi ala kapitalis tidak pernah sejalan dengan Kesejahteraan rakyat, individu per individu,” kritiknya.
UU Ciptaker
Narator menilai, lahirnya Undang-Undang Cipta kerja semakin memuluskan langkah pemerintah. Undang-Undang tersebut, menurutnya, malah memberikan banyak keuntungan bagi para kapitalis dengan berbagai bentuk, seperti kemudahan memberikan lahan, kemudahan administrasi, hingga sanksi yang ringan pada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pihak swasta.
“Atas nama Proyek Strategis Nasional, Undang-Undang Ciptaker mengharuskan rakyat mengosongkan lahannya tanpa proses negosiasi. Tak ayal proyek strategis nasional sejatinya hanya menjadi ajang penggusuran skala nasional yang mengancam kehidupan masyarakat termasuk perempuan dan generasi,” ulasnya.
Ia menerangkan, ini adalah dampak penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini yang hanya berpihak pada kepentingan swasta atau asing.
“Semua itu tidak lepas dari prinsip ekonomi kapitalisme yang berbasis liberalisme di mana setiap individu bebas melakukan kegiatan ekonomi tanpa dibatasi oleh kepemilikan publik dan negara, dan tanpa dibatasi kepentingan masyarakat umum,” ulasnya.
Ia menambahkan, negara bertindak sebagai regulator yang mendukung pembangunan berbasis investasi yang mengabaikan ruang hidup rakyat.
Islam
Narator lalu membandingkan dengan pembangunan berbasis Islam. “Islam sebagai sistem hidup yang memiliki pengaturan sempurna yang berasal dari Allah Al-Mudabir. Islam telah menetapkan bahwa pembangunan harus berorientasi pada pengurusan urusan rakyat,” jelasnya.
Islam, lanjutnya, telah menetapkan penguasa sebagai pelayan umat. Penguasalah yang bertanggung jawab atas pembangunan yang berlangsung.
“Oleh karena itu, setiap pembangunan yang berlangsung wajib mengedepankan kepentingan umat secara keseluruhan, bukan segelintir orang saja,” tukasnya.
Pembangunan strategis negara Islam, terangnya, bukan diukur dari keuntungan materi, akan tetapi diukur berdasarkan kebutuhan publik. Yaitu sejauh mana pembangunan tersebut memberi efek kesejahteraan dan keadilan pada publik, seperti kelengkapan fasilitas publik, hingga pembangunan sumber daya manusia yang berkepribadian unggul dan mulia.
“Dalam proses pembangunannya pun Islam melarang negara merampas tanah rakyat yang sudah dibangun rumah atau menjadi sumber mata pencaharian rakyat. Sebab Islam memiliki sejumlah aturan terkait pertanahan,” jelasnya.
Aturan ini, sambungnya, yang menjadi pijakan negara dalam melakukan pembangunan.
“Jika lahan yang digunakan untuk pembangunan merupakan lahan kepemilikan umum, negara boleh menggunakannya untuk pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan publik dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan,” paparnya.
Namun, ucapnya, jika lahan pembangunan harus menggunakan lahan rakyat maka negara harus mempertimbangkan ruang hidup rakyat.
“Negara wajib meminta keridaan rakyat pemilik lahan dan merelokasi rakyat beserta ruang hidupnya, seperti menjamin pekerjaan layak di tempat yang baru, lingkungan sosial yang baik, akses kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang mudah dan sebagainya,” bebernya.
Narator yakin, penanganan seperti ini tidak akan menyebabkan sengketa lahan yang tak berujung dan merugikan rakyat.
“Islam memang tidak melarang investasi, namun pembangunan negara seharusnya tidak bergantung kepada investor. Khilafah memiliki sumber pendapatan yang berasal dari kas Baitul Mal,” imbuhnya.
Untuk membiayai pembangunan infrastruktur, terangnya, negara dapat mengambil dari pendapatan yang berasal dari pengelolaan harta milik umum.
“Konsep pembangunan strategis dalam Islam, memberikan kebaikan dan keberkahan dalam kehidupan masyarakat,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun